Kamis, 28 Juni 2012

Manajemen Pendidikan dan Profesionalisme Guru

Manajemen Pendidikan dan Profesionalisme Guru

Peranan Manejemen PENDIDIKAN Dalam Meningkatkan Kompetensi
dan Profesionalisme Guru
PENDAHULUAN
Fungsi dan peranan guru yang utama adalah mentransfer ilmu kepada siswa dalam proses belajar mengajar di ruang kelas, dan partisipasinya dalam pengembangan sekolah.
Pengembangan sekolah yang dimaksud dalam makalah ini adalah segala upaya untuk memperbaiki mutu pendidikan di sekolah.  Definisi yang pendek ini tentunya mengandung banyak makna dan interpretasi. Tetapi pendidikan sekolah yang saya maksud adalah pendidikan yang berorientasi kesiswaan atau saya sebut sebagai pendidikan tiga dimensi.  Yaitu pendidikan yang memfokuskan pengembangan tubuh, otak dan jiwa/pribadi siswa.
Pendidikan yang selama ini kita terapkan masih bertumpu pada pendidikan yang berorientasi kenegaraan.  Pendidikan yang memiliki obsesi menjadikan bangsa sebagai bangsa yang terhormat dalam bidang pendidikan di tengah kompetisi anak-anak pandai di dunia. Yang karenanya, hanya kemampuan akademik yang didorong habis-habisan pengembangannya, sementara pengembangan kejiwaan dan atau keragaan siswa tidak diperhatikan dengan baik.
Tujuan pendidikan nasional yang ada di dalam UU Sisdiknas 2003 pada dasarnya tidak jelas menyebutkan tentang aspek pengembangan tubuh, jiwa dan otak, demikian pula beberapa kebijakan dalam bidang pendidikan tidak mendukung kea rah pengembangan tubuh, jiwa dan otak peserta didik.
Dengan berpedoman kepada pendidikan berorientasi kesiswaan seperti di atas saya ingin menguraikan bagaimana pengembangan sekolah harus direncanakan dan bagaimana melibatkan guru dalam misi tersebut.  Lalu bagaimana manajemen sekolah berperan dalam hal ini dan bagaimana manajemen pendidikan di daerah mendorong kelancaran proses tersebut ?
Peningkatan kompetensi guru dalam makalah ini akan difokuskan pembicaraannya dalam dua level kebijakan yaitu kebijakan yang terkait dengan manajemen sekolah dan kebijakan yang terkait dengan manajemen pendidikan di daerah.
Makalah ini akan menguraikan beberapa poin yaitu :
A. Peningkatan kompetensi guru di level sekolah melalui penerapan manajemen sekolah yang efektif
  1. Pengembangan sekolah sebagai sebuah organisasi dan kaitannya dengan peningkatan kompetensi guru
  2. Pengembangan sekolah berbasis orientasi kesiswaan dengan melibatkan partisipasi aktif siswa dan guru
B. Peningkatan kompetensi guru di level daerah melalui manajemen pendidikan daerah
A.1. PROSES BELAJAR GURU DALAM ORGANISASI SEKOLAH
Sekolah adalah sebuah organisasi yang di dalamnya terdiri dari orang yang mengurus atau mengelola dan atau dikelola. Sekolah dalam era privatisasi pendidikan  sering juga disamakan dengan perusahaan dengan kepala sekolah sebagai managernya.  Dalam sebuah organisasi (mis : sekolah ) disadari atau tidak, ada sebuah siklus yang terbentuk melalui proses yang panjang. Siklus itu berupa antisipasi terhadap permasalahan yang muncul di sekolah dan kepekaan terhadap problem atau error yang terjadi dalam proses pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah.
Chris Argyris dan Schon, dua ahli proses belajar dan teori aksi dalam organisasi mencetuskan konsep baru di tahun 1978, yaitu dalam sebuah organisasi, anggota organisasi harus memiliki kemampuan mendeteksi dan memperbaiki masalah yang muncul (detection and correction the error). Melalui proses ini setiap pelaku organisasi akan memetakan sebuah siklus belajar yang tertanam dengan baik dalam dirinya. Kedua ahli tersebut menyebut siklus belajar ini sebagai single loop dan double loop learning .
Dalam proses belajar single loop, seorang pelaku organisasi hanya menjalankan semua prinsip/norma dan guidance (governing variable) melalui sebuah aksi (action strategy) yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah dampak (consequences),  tanpa mempertanyakan atau mengkritisi hal yang sudah ditetapkan. Sementara double loop adalah siklus belajar yang memungkinkan pelaku organisasi untuk tidak sekedar melaksanankan tetapi juga mempertanyakan prinsip/kebijakan/norma yang ada.  Dengan siklus ini norma/misi & visi sebuah organisasi dapat diubah karena kekritisan pelaku organisasi.
e59bb311
Gambar 1.  Skema proses belajar bagi pelaku organisasi
Proses belajar dalam organisasi secara double loop sudah diterima secara luas sebagai sebuah metode yang lebih baik dalam kemajuan sebuah organisasi.
Bagaimana dengan sekolah ? Guru sebagai salah satu komponen penggerak di dalam organisasi sekolah akan lebih berkembang kemampuan dan kompetensinya jika melaksanakan proses belajar double loop.
Sebagai ilustrasi :
Sekolah A mempunyai rutinitas yaitu guru mengevaluasi pemahaman siswa secara periodik.  Setiap guru di sekolah A juga diwajibkan untuk membuat rekapitulasi atau gambaran tentang prestasi siswa yang diajarnya, yang kemudian diperoleh data urutan rangking siswa berdasarkan score yang didapatnya.  Penyebaran nilai biasanya mengikuti kurva distribusi normal, yaitu siswa pandai sekitar 1/4 dari total siswa, siswa rata-rata adalah separuh dari jumlah semua murid dan 1/4-nya lagi adalah siswa yang kurang.  Proses penilaian selesai sampai di sini dan selanjutnya guru kembali mengajar, melanjutkan pelajaran bab demi bab. Proses ini berulang dari tahun ke tahun, tanpa ada upaya untuk mempertanyakan bagaimana dengan anak-anak yang berada di bawah sebaran normal ? Bagaimana memacu potensi belajar siswa-siswa itu ?
Jika siklus double loop diterapkan, maka setiap guru berkewajiban untuk memikirkan upaya untuk melejitkan prestasi siswa yang ada di bawah rata-rata.  Rekap yang dibuat setiap semester atau setiap tahun adalah data berharga untuk melakukan analisa.  Selanjutnya guru dengan bekerja sama dalam sebuah team kerja guru membuat formulasi bagaimana meningkatkan prestasi anak-anak di bawah rata-rata. Formulasi ini diterapkan dan diuji secara berulang.
Dengan melakukan proses itu saja, seorang guru telah membentuk dirinya menjadi seorang pribadi yang kritis, yang merupakan salah satu karakter dari seorang peneliti. Dengan menjadi peneliti bukankah seorang guru terlatih untuk peka terhadap permasalahan yang muncul, terbiasa dengan cara berfikir sistematis, dan bahkan akan lebih menjiwai peranannya sebagai guru.
Sebagai kesimpulan, menjadi bagian dari organisasi sekolah, guru harus memegang prinsip bahwa proses belajar itu tak mempunyai ujung. Setiap mendapatkan sesuatu ilmu baru, maka akan lahir ilmu yang lebih baru. Setiap ada pemecahan masalah, maka akan lahir masalah baru yang menunggu penyelesaian. Dengan latihan kepekaan semacam ini guru akan semakin meningkat keahlian dan kepekaannya.
Proses belajar dalam sebuah organisasi seperti diungkap di atas tidak akan berjalan jika kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah tidak memahami perlunya proses ini dan dia menerapkan gaya diktator.  Selain itu pemerintah daerah juga harus memberikan otonomi yang luas kepada sekolah agar pelaku dalam lembaga sekolah juga senantiasa berdifat kritis.
Kekritisan yang dilatih dalam lembaga sekolah tidak sama dengan demonstrasi/protes guru/siswa/orang tua terhadap kebijakan sekolah/pemerintah, tetapi sifat kritis yang dibarengi dengan analisa tajam, mengapa sebuah konsep perlu diprotes, dandisertai dengan solusi yang lebih baik.
A.2. PENDIDIKAN TIGA DIMENSI DAN UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI ILMU MURNI GURU
Pendidikan yang berorientasi kesiswaan saya sebut dengan pendidikan tiga dimensi karena ada tiga aspek yang ingin dipantau perkembangannya dengan proses pendidikan di sekolah, yaitu pendidikan tubuh, otak dan jiwa.
Pelatihan dan perkembangan jasmani atau raga siswa tidak sekedar melalui pelajaran olah raga tetapi yang lebih utama adalah memberikan pemahaman kepada siswa bagaimana memelihara agar raganya sehat, asupan gizi dan kebersihan makanan yang seharusnya dikonsumsi, dan sekaligus pemahaman yang baik tentang prinsip-prinsip hidup sehat. Kesemuanya hanya bisa tersampaikan dengan baik jika seorang guru juga paham dengan ilmu perkembangan tubuh, pengukuran kesehatan, dan pengenalan pola-pola hidup sehat, atau perkembangan keilmuan di bidang ini.
Setelah pelajaran tentang hal ini disampaikan di ruang kelas oleh para guru, langkah selanjutnya adalah mengecek apakah siswa-siswa kita melaksanakannya dalam kehidupan hariannya.
Saya berikan contoh bagaimana ilmu murni tentang olah raga demikian berharga mengembangkan perolahragaan di Jepang dari level sekolah. Di Jepang dalam pelajaran olahraga, anak-anak SD diajari dasar-dasar atletik, yaitu mereka harus bisa melompat, berlari dan berjalan dengan benar.  Suatu hari di sebuah sekolah diadakan lomba lari antar siswa SD. Seorang anak selalu saja berada di nomor terbelakang. Gurunya kemudian mendatangi seorang ahli olah raga dari perguruan tinggi, dan pada akhirnya diketahui bahwa si anak selalu berlari tanpa mengayunkan tangan.  Dengan pengamatan yang seksama, guru dapat melihat bahwa anak yang berlari sambil mengayunkan tangan akan berlari di jalur yang lurus dan cenderung lebih cepat sampai di garis finish dan sebaliknya, anak yang berlari tidak dengan mengayunkan tangan, jalur lari yang dibentuk melengkung.  Ini salah satu contoh bagaimana pelajaran olahraga dilaksanakan dan dipahami dengan baik. Yang karenanya tidak heran jika banyak atlit Jepang meraih prestasi gemilang di dunia internasional.
Pendidikan otak adalah fokus dari banyak sistem pendidikan di dunia.  Sekolah seakan dibuat hanya untuk mencetak siswa berotak cemerlang tanpa ada perhatian khusus kepada anak yang mengalami keterlambatan berfikir.
Banyak faktor yang menyebabkan seorang anak mengalami keterlambatan dalam berfikir, seperti makanan yang dimakannya, kebiasaan hidup di rumahnya, masalah yang ada dalam keluarganya, atau cara guru yang belum pas dengan metode belajarnya. Seorang guru ibaratnya seorang detektif, harus menganalisa dan menyelidiki permasalahan ini. Tentu saja guru tidak bisa bekerja sendiri, guru hendaknya pandai-pandai menjalin komunikasi dengan orang tua siswa.  Perhatian orang tua akan lebih baik jika guru pun gencar mengajak orang tua terlibat dalam perkembangan anaknya.
Hal yang sangat penting dalam pembelajaran di ruang kelas adalah bahwa tidak ada anak yang bodoh.  Yang ada adalah anak-anak yang memiliki keterlamabatan dalam penyesuaian belajar.  Oleh karena itu guru dituntut untuk memahami ilmunya dengan baik sehingga semua anak termotivasi belajar sesuatu yang sulit, misalnya matematika.
Saya sering menyaksikan di acara TV NHK di Jepang bagaimana kepandaian seorang guru matematika di sebuah SD menyajikan pelajaran demi pelajaran dengan sangat menarik.  Pelajaran matematika bukanlah pelajaran yang hanya ada di kertas dan tidak bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi guru mengajak anak belajar matematika sambil mempraktekkannya.  Bahkan guru tersebut tidak mengajarkan anak rumus-rumus, tapi menagajak mereka untuk mempraktekkan dengan cara menggunting atau melipat, dan lain-lain cara kreatif lainnya, lalu kemudian anak-anaklah yang menemukan rumusnya.  Anak-anak sangat bersemangat bahwa mereka ternyata bisa, tidak hanya yang berotak cemerlang tetapi juga yang rata-rata.
Pendidikan di Jepang selama hampir 30 tahun menerapkan konsep yutori kyouiku, yaitu prinsip pendidikan yang memberikan keleluasaan kepada siswa untuk berkembang.  Dengan prinsip ini, stress dan tekanan terhadap siswa ditekan misalnya dengan mengurangi PR.  Anak-anak lebih bebas di sekolah dan tidak tertekan dalam belajar.  Tetapi sekalipun konsep ini dianggap gagal, karena siswa cenderung santai dalam belajar dan tidak terbiasa dengan kompetisi dan pressure secara alami, tetapi konsep inilah sebenarnya yang sejalan dengan pendidikan tiga dimensi. Sayang sekali prinsip ini mulai dihapuskan per 2006 Menteri Pendidikan (monbukagakusho) juga menambah jam pelajaran untuk siswa pada tahun 2008, setelah selama 30 tahun tak ada penambahan jam pelajaran untuk siswa SD.
Kebijakan ini tentu saja membiaskan konsep pendidikan tiga dimensi, sebab para guru dari mulai level SD terfokus kembali dengan pendidikan otak saja.
Pendidikan otak tidak sama dengan pendidikan menghafalkan rumus.  Guru yang hanya menuliskan rumus/teori di papan tulis kemudian menghabiskan satu jam pelajaran hanya dengan pelajaran salin menyalin saja, membuat kemampuan siswa hanya terbatas kepada hafalan mati saja, tanpa dapat menganalisa permasalahan secara benar.
Pembelajaran yang baik adalah jika guru menjadi pandai karena mengajar dan siswa menjadi pandai karena diajar oleh guru yang cerdas dalam mengajar.  Cerdas dalam mengajar hanya dimiliki oleh guru yang menguasai apa yang akan diajarkannya dan senantiasa mengajak siswa untuk berfikir bersama. Pengajaran yang efektif adalah jika guru tidak mendominasi pembicaraan di dalam kelas.  Oleh karenanya tak ada jalan lain untuk meningkatkan kompetensi guru atau memperbaiki proses belajar mengajar di kelas kecuali guru harus meningkatkan diri melalui pendidikan/pelatihan ilmu murni sesuai dengan bidang yang diajarkannya.
Pendidikan jiwa/pribadi secara umum termuat dalam semua bidang studi, tetapi lebih dikhususkan dalam tiga bidang studi berikut yaitu, pendidikan moral, pendidikan agama dan pendidikan sejarah.
Di antara semua unsur pendidikan tiga dimensi, pendidikan akhlaq/pribadi/budi pekerti adalah yang paling sulit untuk diukur. Pengembangan tubuh dapat diukur dengan pengukuran tinggi/berat badan siswa, sedangkan pengembangan otak diukur dengan nilai ujian dan kemampuan siswa mengungkapkan pendapatnya. Tetapi bagaimana menilai bahwa seorang siswa berperilaku baik ? Anak yang pendiam belum tentu bisa dikatakan berperilaku baik, atau anak yang punya keingintahuan yang besar dan terus mencecer guru dengan pertanyaan, pun tidak bisa dikatakan bahwa dia tak bermoral.
Pendidikan akhlaq tidak cukup jika hanya diajarkan di ruang kelas, tetapi orang tua terutama ibu yang lebih banyak berinteraksi dengan anak-anaknya, juga bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlaq.  Oleh karena itu seorang guru perlu memiliki kemampuan bicara, pendekatan kepada orang tua demi pengembangan kepribadian si anak.
Pendidikan kepribadian tidak saja mengajarkan siswa terhadap konsep-konsep hukum, atau mengenalkan siswa terhadap norma-norma dalam masyarakat, tetapi harus ditekankan kepada melatih kepekaan/empati siswa melalui praktek pembiasaan.
Pendidikan agama sering menjadi polemik di kalangan pakar pendidikan tentang perlu tidaknya diajarkan di sekolah.  Polemik itu muncul bukan karena content pelajaran sebab tidak ada agama yang menagajarkan hal yang salah, tetapi polemic muncul karena cara mengajar pendidikan agama di sekolah tidak berhasil menjadikan siswa paham akan agamanya, tetapi hanya sekedar menghafal doktrin-doktrin agama.  Selain karena terbatasnya jam pelajaran agama di sekolah, pembelajaran agama belum menyentuh kepada praktek ilmu sehari-hari berdasarkan pemahaman.
Pendidikan sejarah saya masukkan sebagai pendidikan kepribadian, sebab sejarah tidak saja mengajarkan ‘knowledge’, tahun kejadian, peristiwa, tetapi sejarah harus dijadikan pelajaran yang mengajarkan tentang sikap/prinsip, kerja keras, dan berbagai norma yang dianut manusia yang telah mengukir sejarah sebelumnya.  Sejarah harus diajarkan secara benar dan mengajarkan fakta, apakah fakta itu membawa kebanggaan suatu bangsa/suku ataupun justru membawa kerendahan martabatnya.  Orang akan menjadi besar dengan memahami sejarahnya. Dan seorang guru sejarah pun tentunya adalah orang yang paling paham mendorong orang lain untuk mencintai sejarahnya karena dialah yang paham akan hal ini.
Sekarang bagaimana melatih guru agar mampu menerapkan pendidikan tiga dimensi ?
Konsep managemen PDCA/PDSA (Plan-Do-Check/See-Action) cycle approach yang dikenalkan oleh Walter Shewhart di tahun 1930-an yang kemudian dikembangkan oleh muridnya yaitu W. Edwards Deming, patut untuk diterapkan dalam hal mengantarkan guru untuk lebih menjiwai pendidikan tiga dimensi.
Gambar 2. PDCA Cycle
Sumber : http://leadershipchamps.files.wordpress.com/2008/03/pdca.png
Proses PDCA diawali dengan plan (perencanaan) yang dikembangkan dari permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan action. Selanjutnya rencana yang sudah disusun diterapkan dalam step ‘do’ lalu dilakukan evaluasi untuk memeriksa apakah program sukses dilaksanakan atau ada kendala baru.  Langkah selanjutnya adalah menyusun action baru berdasarkan hasil evaluasi. Proses evaluasi ini yang sangat jarang dilakukan di sekolah-sekolah kita.  Evaluasi yang biasa dilakukan adalah tes untuk mengecek kemampuan akademik siswa, sedangkan evaluasi/survey terhadap kebiasaan siswa, seperti kebiasaan makan, kebiasaan membaca, dan pemanfaatan waktu luang yang merupakan data mendasar untuk mengembangkan proses belajar mengajar tiga dimensi di sekolah, belum dilaksanakan di Indonesia.
B. PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DI LEVEL DAERAH MELALUI MANAJEMEN PENDIDIKAN DAERAH
Bagaimana manajemen pendidikan di level daerah harus dikelola agar guru-guru di daerah memiliki kompetensi yang standar dan senantiasa diperbaharui ?
Pendidikan di daerah harus dikelola dengan mempertimbangkan potensi dan karakter daerah.  Sekolah-sekolah dibangun dengan pertimbangan kapasitas siswa yang masuk dan kualitas guru yang memadai. Sekolah-sekolah juga harus dibangun dengan fasilitas yang minimum sama.
Kebijakan pendidikan di daerah pun harus disusun berdasarkan survey yang akurat tentang fakta di lapang.
Namun sayang, di negara kita banyak kebijakan yang lahir tidak dengan survey yang menyentuh level pelaksana.  Kebijakan sertifikasi guru dikembangkan dengan dasar guru-guru kita tidak terstandardisasi dengan baik.  Pejabat menyebut-nyebut tentang kompetensi yang harus dicapai guru, tetapi apakah survey sudah pernah diadakan tentang pemetaan kompetensi guru-guru kita ?  Data yang kita punya barangkali hanya bahwa sekian persen guru kita lulusan Diploma, sekian persen lulusan S1, sehingga perlu dilakukan sertifikasi.  Tetapi apakah ada pengamatan yang intens dari pejabat tentang bagaimana fakta di sekolah-sekolah tentang kemampuan mengajar guru ?
Selain survey yang akurat terhadap kondisi guru-guru, pemerintah daerah juga perlu merancang evaluasi guru.  Berdasarkan data survey/evaluasi, pemerintah dapat memetakan siapa saja yang harus mengikuti pelatihan, siapa saja yang perlu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Pelatihan/pendidikan yang perlu disiapkan untuk para guru bukanlah pendidikan tentang konsep-konsep mendidik, tetapi yang lebih utama adalah pendidikan ilmu murni.  Oleh karenanya kerjasama dengan universitas perlu dikembangkan untuk membuat sebuah link peng-update-an keilmuan guru.  Lalu apa fungsi IKIP/UP atau LPTK ? Lembaga-lembaga pendidikan guru adalah lembaga untuk calon guru, yang bertujuan untuk mempersiapkan calon guru dengan bekal-bekal ilmu kependidikan untuk menjalankan profesinya sebagaimana mestinya. Sedangkan Universitas adalah lembaga yang seharusnya dipercaya untuk mendidik guru dari segi keilmuan yang diajarkannya.
Selain memberikan peluang belajar dan berkembang kepada guru di daerah, pemerintah daerah juga perlu mempelopori forum ilmiah guru.  Forum yang akan memberikan kesempatan kepada guru-guru daerah untuk saling bertukar metode mengajar, keilmuan baru dan sekaligus melatih guru untuk menyampaikan idenya secara ilmiah.  Dalam forum ilmiah ini, sangat perlu pula mengundang pakar/ilmuan/praktisi untuk menambah keluasan keilmuan para guru.
Saya menghadiri secara rutin forum guru yang diselenggarakan di sebuah provinsi di Jepang, yaitu prefektur Nagano.  Setiap tahun pada bulan Oktober, guru-guru seNagano berkumpul di sebuah kota kemudian mereka melaporkan hasil penelitiannya, baik itu berupa action research, survey sekolah, atau penerapan manajemen baru di sekolah.  Pakar-pakar pendidikan dari Univeristas terkenal diundang untuk menjadi komentator dan sekaligus mereka juga dilibatkan sebagai penasehat proyek penelitian guru. Apa yang dipresentasikan para guru tak sedikit yang dimuat dalam jurnal-jurnal ilmiah atau bahkan terbit menjadi buku.
Semua kegiatan itu tak akan berjalan jika pemerintah setempat tak mendukungnya dengan baik, dan para guru juga bersemangat untuk menjadi maju.  Semua guru yang hadir di forum tersebut, datang dengan kerelaan, karena sekolah tidak pernah mewajibkan.  Mereka pun secara mandiri membayar uang pendaftaran atau biaya akomodasi.  Karena menariknya forum ini, dan pelaksanaanya yang selalu di hari Sabtu dan Minggu, memungkinkan semua guru hadir, tidak hanya guru-guru Nagano, tetapi guru-guru di belahan Jepang yang lain pun hadir.
Peranan pemerintah yang lainnya yang menurut saya sangat perlu dilaksanakan adalah menyiapkan mediator yang memadai bagi para guru untuk saling berkomunikasi.  TV daerah misalnya dapat dijadikan sebagai alat untuk memacu prestasi mengajar guru. Dengan menyediakan slot acara pendidikan seperti metode mengajar guru sekolah A, bagaimana menangani anak nakal atau bermasalah di sekolah B, dll, dapat menjadi sarana efektif untuk pengembangan pendidikan di daerah.

Manajemen Pendidikan di Indonesia

Manajemen Pendidikan di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM bangsa tersebut. Kualitas SDM tergantung pada tingkat pendidikan masing-masing individu pembentuk bangsa. Pendidikan yang visioner, memiliki misi yang jelas akan menghasilkan keluaran yang berkualitas. Dari sanalah pentingnya manajemen pendidikan diterapkan.
Manajemen pendidikan merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan, sehingga menghasilkan keluaran yang diinginkan. Kenyataannya, banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya.
Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas. Hal ini mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan yang seharusnya bisa dipenuhi ternyata tidak bisa diwujudkan. Parahnya, terkadang para pengelola pendidikan tidak menyadari akan hal itu.
Manajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dsb untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam perkembangannya, manajemen pendidikan memerlukan Good Management Practice untuk pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya, ini masih merupakan suatu hal yang elusif. Banyak penyelenggara pendidikan yang beranggapan bahwa hal tersebut bukanlah suatu hal yang penting.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasaarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana cara mewujudkan manajemen pendidikan yang baik agar tujuan pendidikan dapat tercapai?”


BAB II
PEMBAHASAN
A. Organisasi
1. Hakekat organisasi
Organisasi adalah suatu lembaga yang merupakan hasil proses pembagian dan penyatuan usaha yang ditujukan kea rah tercapainya suatu tujuan. Banyak ahli yang mendefinisikan tentang pengertian organisasi. Menurut James D. Mooney “organisasi adalah suatu bentuk kerjasama manusia untuk pencapaian tujuan bersama”. Menurut Thester I. Bernard “organisasi merupakan suatu sistem kerjasama dari 2 orang atau lebih, sesuatu yang tak terwujud dan tidak bersifat perseorangan dan sebagian besar mengenai hal-hal hubungan”.Menurut J. M. Gaus : organisasi adalah tata hubungan antar orang-orang untuk dapat memungkinkan tercapainya tujuan bersama dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab.
Setiap manusia memiliki keinginan untuk berorganisasi yang berarti harus bekerja sama dengan orang lain. factor-faktor yang mendasari manusia dalam berorganisi meliputi: factor spesialisasi, koordinasi, tujuan, prosedur kerja dan dinamika lingkungan.
Suatu organisasi mempunyai unsur-unsur yang mendukung organisasi tersebut. Unsur-unsur organisasi meliputi: manusia (man), kerja sama (team work), tujuan bersama, peralatan, lingkungan, kekayaan alam dan kerangka konstruksi mental organisasi itu sendiri.
Manusia(Man) : dalam keorganisasian, manusia sering disebut sebagai pegawai atau personel yang terdiri dari semua anggota organisasi tersebut yang menurut fungsidan tingkatannyaterdiri dari pimpinan(administrator) sebagai unsur pimpinan tertinggi dalam organisasi, manajer yang memimpin tiap-tiap satuan unit kerja yang sudah dibagikan sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan para pekerja.
Kerjasama(Team Work) suatu kegiatan bantu-membantu antar sesama anggota oeganisasi yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. oleh karena itu, anggota organisasi dibagi menjadi beberapa bagian sesuai fungsi, tugas dan tingkatannya masing-masing.
Tujuan bersama : adalah arah atau sasaran yang dicapai. Tujuan merupakan titik akhir dari apa yang diharapkan atau dicapai dalam organisasi. Setiap anggota sebuah organisasi harus mempunya tujuan yang sama agar organisasi tersebut dapat berjalan sesuai dengan keinginan bersama.
Peralatan (Equipment) merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam organisasi seperti uang, kendaraan, gedung, tanah dan barang modal lainnya. Peralatan berbeda dengan lingkungan. Yang termasuk lingkungan meliputi: kondisi, tempat atau lokasi dan wilayah kegiatan.
Unsur lain yang ada dalam organisasi adalah kekayaan alam dan kerangka konstruksi mental organisasi itu sendiri. Kerangka konstruksi mental yang baik juga menentukan keberhasilan suatu organisasi.
2. Bentuk-bentuk organisasi
Menurut pola hubungan kerja, lalu lintas wewenang dan tanggung jawab, maka bentuk organisasi dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Bentuk Organisasi Garis
Bentuk ini merupakan bentuk organisasi paling tua dan paling sederhana. Bentuk organisasi diciptakan oleh Henry Fayol. Biasa juga disebut dengan organisasi militer dimana cirinya adalah struktur organisasi ini relatif kecil, jumlah karyawan yang relatif sedikit, saling kenal, dan spesialisai kerja yang belum begitu rumit dan tinggi. Kebaikannya adalah (a) kesatuan komado terjamin baik karena pimpinan berada pada satu tangan, (b) proses pengambilan keputusan berjalan dengan cepat karena jumlah orang yang diajak berkonsultasi masih sedikit, (c) rasa solidaritas dianatara karyawan umumnya tinggi karena saling mengenal. Sedangkan keburukannya adalah (a) seluruh organisasi tergantung pada satu pimpinan (satu orang) dimana bila pimpinan tersebut berhalangan maka organisasi tersebut akan mandek atau hancur, (d) kecenderungan pimpinan bertindak secara otokratis, (e) kesempatan karyawan untuk berkembang terbatas.
b. Bentuk Organisasi Fungsional
Bentuk ini merupakan bentuk dimana sebagian atau segelintir pimpinan tidak mempunyai bawahan yang jelas karena setiap pimpinan berwenang memberikan komando pada bawahannya. Bentuk ini dikembangkan oleh FW Taylor. Kebaikannya adalah (a) pembidangan tugas-tugas jelas, (b) spesialisasi karyawan dapat dikembangkan dan digunakan semaksimal mungkin, (c) digunakannya tenga-tenaga ahli dalam berbagai bidang sesuai dengan fungsinya. Keburukannya adalah (a) karena adanya spesialisasi kerja maka akan sulit untuk mengadakan tour of duty, (b) karyawan lebih mementingkan bidangnya sehingga sukar untuk melaksanakan koordinasi.
c. Bentuk Organisasi Garis dan Staff
Bentuk ini umumnya dianut oleh organisasi besar, daerah kerja yang luas, mempunyai bidang tugas yang beraneka dan rumit serta jumlah karyawan yang banyak. Bentuk ini diciptakan oleh Harrington Emerson. Kebaikannya adalah (a) dapat digunakan pada setiap organisasi yang besar, apapun tujuannya, luas organisasinya,dan kompleksitas susunan organisasinya, (b) pengambilan keputusan lebih mudah karena adanya dukungan dari staf ahli, (c) perwujudan “the right man in the right place”lebih mudah terlaksana. Keburukannya adalah sesama karyawan dapat terjadi tidak saling mengenal, solidaritas sulit terbangun Karena susunan organisasinya yang koompleksitas, maka kesulitannya adalah dalam bidang koordinasi antar divisi atau departemen.
d. Bentuk Organisasi Fungsional dan Staff
Bentuk ini merupakan kombinasi dari bentuk organisasi fungsional dan bentuk organisasi garis dan staff. Adapun kebaikan dan keburukan dari bentuk organisasi ini adalah juga merupakan kombinasi dari bentuk diatas.
B. MANAJEMEN
1. Pengertian Manajemen
Manajemen adalah penggunaan efektif sumber tenaga manusia dan bukan manusia serta bahan-bahan materil lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan itu. Manajemen sebagai suatu proses sosial, meletakkan bobotnya pada interaksi orang-orang, baik orang-orang yang berada di dalam maupun di luar lembaga-lembaga formal, atau yang berada di atas maupun di bawah posisi operasional seseorang. Selain itu juga manajemen pendidikan merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Peningkatan kualitas pendidikan bukanlah tugas yang ringan, karena tidak hanya berkaitan dengan permasalahan teknis, tetapi mencakup berbagai persoalan yang rumit dan kompleks, sehingga menuntut manajemen pendidikan yang lebih baik. Sayangnya, selama ini aspek manajemen pendidikan pada berbagai tingkat dan satuan pendidikan belum mendapat perhatian yang serius, sehingga seluruh komponen sistem pendidikan kurang berfungsi dengan baik. Lemahnya manajemen pendidikan juga memberikan dampak terhadap efisiensi internal pendidikan yang terlihat dari jumlah peserta didik yang mengulang dan putus sekolah.
2. Fungsi-Fungsi Manajemen
Sampai saat ini, masih belum ada konsensus di antara baik praktisi maupun para teoritisi mengenai apa yang menjadi fungsi-fungsi manajemen. Sering pula disebut unsur-unsur manajemen.
Secara umum, manajemen dapat dibagi menjadi 10 bagian, yaitu:
a. Forecasting
Forecasting atau prevoyance (Prancis) adalah kegiatan meramalkan, memproyeksikan atau mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi sebelum suatu rencana yang lebih pasti dapat dilakukan.
Misalnya, suatu akademi meramalkan jumlah mahasiswa yang akan melamar belajar di akademi tersebut. Ramalan tersebut menggunakan indikator-indikator, seperti jumlah lulusan SLTA dan lain sebagainya.
1) Planning termasuk Budgeting
Planning sendiri berarti merencanakan atau perencanaan, terdiri dari 5, yaitu :
a) Menetapkan tentang apa yang harus dikerjakan, kapan dan bagaimana melakukannya.
b) Membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaan-pelaksanaan kerja untuk mencapai efektivitas maksimum melalui proses penentuan target.
c) Mengembangkan alternatif-alternatif
d) Mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-rencana dan keputusan-keputusan.
Bisa juga dirumuskan secara sederhana, misalnya perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkan. Pembahasan yang agak kompleks merumuskan perencanaan sebagai penetapan apa yang harus dicapai. Selain itu juga dalam fungsi perencanaan sudah termasuk di dalamnya penetapan budget.Lebih tepatnya lagi bila planning dirumuskan sebagai penetapan tujuan, policy, prosedur, budget, dan program dari sesuatu organisasi.
b. Organizing
Dengan ini dimaksudkan pengelompokan kegiatan yang diperlukan yakni penetapan susunan organisasi serta tugas dan fungsi-fungsi dari setiap unit yang ada dalam organisasi. Dapat pula dirumuskan sebagai keseluruhan aktivitas manajemen dalam mengelompokkan orang-orang serta penetapan tugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan terciptanya aktivitas-aktivitas yang berdaya guna dan berhasil guna dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian terdiri dari :
a) Menyediakan fasilitas-fasilitas perlengkapan, dan tenaga kerja yang diperlukan untuk penyusunan rangka kerja yang efisien.
b) Mengelompokkan komponen kerja ke dalam struktur organisasi secara teratur.
c) Membentuk struktur wewenang dan mekanisme koordinasi.
d) Merumuskan dan menentukan metode serta prosedur.
e) Memilih, mengadakan latihan dan pendidikan tenaga kerja dan mencari sumber-sumber lain yang diperlukan.
c. Staffing atau Assembling Resources
Istilah staffing diberikan Luther Gulick, Harold Koontz dan Cyril O’Donnell[2]. Sedangkan assembling resources dikemukakan William Herbert Newman.[3] Kedua istilah itu cenderung mengandung arti yang sama; pen-staf-an dan staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi dan pengembangannya sampai dengan usaha agar petugas memberi daya guna maksimal kepada organisasi.
d. Directing atau Commanding
Merupakan fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada bawahan dalam pelaksanaan tugas masing-masing bawahan tersebut, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju kepada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Directing atau commanding merupakan fungsi manajemen yang dapat berfungsi bukan hanya agar pegawai melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu kegiatan, tetapi dapat pula berfungsi mengkoordinasi kegiatan berbagai unsur organisasi agar dapat efektif tertuju kepada realisasi tujuan yang telah ditetapkan.
e. Leading
Istilah leading yang merupakan salah satu fungsi manajemen, dikemukakan oleh Louis A. Allen yang dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer yang menyebabkan orang-orang lain bertindak. Pekerjaan leading, meliputi 5 macam kegiatan, yaitu:
a) Mengambil keputusan,
b) Mengadakan komunikasi agar ada bahasa yang sama antara manajer dan bawahan,
c) Memberi semangat inspirasi dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak,
d) Memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya,
e) Memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka trampil dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
f. Coordinating
Salah satu fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubung-hubungkan, menyatupadukan dan menyelaraskan pekerjaan-pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerjasama yang terarah dalam usaha mencapai tujuan bersama atau tujuan organisasi. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai maksud, antara lain:
a) Dengan memberi instruksi,
b) Dengan memberi perintah,
c) Mengadakan pertemuan-pertemuan dalam mana diberi penjelasan-penjelasan,
d) Memberi bimbingan atau nasihat,
e) Mengadakan coaching ,
f) Bila perlu memberi teguran ,
g. Motivating
Motivating atau pendorongan kegiatan merupakan salah satu fungsi manajemen berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan melakukan
h. Controlling
Controlling atau pengawasan, sering disebut pengendalian, adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian dan sekaligus bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang sedang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah digariskan.
i. Reporting
Reporting atau pelaporan adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi baik secara lisan maupun secara tulisan.
Sedangkan fungsi pokok manajemen pendidikan dibagi 4 macam:
1) Perencanaan
Perencanaan program pendidikan sedikitnya memiliki dua fungsi utama, yaitu :
a) Perencanaan merupakan upaya sistematis yang menggambarkan penyusunan rangkaian tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia atau sumber-sumber yang dapat disediakan.
b) Perencanaan merupakan kegiatan untuk mengerahkan atau menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efisien, dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2) Pelaksanaan
Pelaksana merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dan akan memiliki nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
3) Pengawasan
Pengawasan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis dan berkesinambungan; merekam; memberi penjelasan, petunjuk, pembinaan dan meluruskan berbagai hal yang kurang tepat; serta memperbaiki kesalahan, dan merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan proses manajemen.
4) Pembinaan
Pembinaan merupakan rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
Ada beberapa pendapat tentang fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan oleh beberapa penulis, yaitu :
1) Louis A. Allen : Leading, planning, organizing, controlling
2) Prajudi Atmosukirjo : planning, organizing, directing atau actuating, controlling.
3) John Robert Beishline : perencanaan, organisasi, komando control
4) Henry Fayol : planning, organizing, coordinating, commanding, controlling.
5) Luther Gullich : planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting.
3. Prinsip-prinsip Manajemen Pendidikan
Henry Fayol mengemukakan prinsip-prinsip manajemen yang dibagi menjadi 14 bagian, yaitu :
a. Division of work
Merupakan sifat alamiah, yang terlihat pada setiap masyarakat. Bila masyarakat berkembang maka bertambah pula organisasi-organisasi baru menggantikan organisasi-organisasi lama. Tujuan daripada pembagian kerja adalah menghasilkan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih baik dengan usaha yang sama.
b. Authority and Responsibility
Authority (wewenang) adalah hak memberi instruksi-instruksi dan kekuasaan meminta kepatuhan.
Responsibility atau tanggung jawab adalah tugas dan fungsi-fungsi yang harus dilakukan oleh seseorang pejabat dan agar dapat dilaksanakan, authority (wewenang) harus diberikan kepadanya.
c. Discipline
Hakekat daripada kepatuhan adalah disiplin yakni melakukan apa yang sudah disetujui bersama antara pemimpin dengan para pekerja, baik persetujuan tertulis, lisan ataupun berupa peraturan-peraturan atau kebiasaan-kebiasaan.
d. Unity of command
Untuk setiap tindakan, seorang pegawai harus menerima instruksi-instruksi dari seorang atasan saja. Bila hal ini dilanggar, wewenang (authority) berarti dikurangi, disiplin terancam, keteraturan terganggu dan stabilitas mengalami cobaan, seseorang tidak akan melaksanakan instruksi yang sifatnya dualistis.
e. Unity of direction
Prinsip ini dapat dijabarkan sebagai : “one head and one plan for a group of activities having the same objective”, yang merupakan persyaratan penting untuk kesatuan tindakan, koordinasi dan kekuatan dan memfokuskan usaha.
f. Subordination of individual interest to general interest
Dalam sebuah perusahaan kepentingan seorang pegawai tidak boleh di atas kepentingan perusahaan, bahwa kepentingan rumah tangga harus lebih dahulu daripada kepentingan anggota-anggotanya dan bahwa kepentingan negara harus didahulukan dari kepentingan warga negara dan kepentingan kelompok masyarakat.
g. Remuneration of Personnel
Gaji daripada pegawai adalah harga daripada layanan yang diberikan dan harus adil. Tingkat gaji dipengaruhi oleh biaya hidup, permintaan dan penawaran tenaga kerja.
Di samping itu agar pemimpin memperhatikan kesejahteraan pegawai baik dalam pekerjaan maupun luar pekerjaan.
h. Centralization
Masalah sentralisasi atau disentralisasi adalah masalah pembagian kekuasaan, pada suatu organisasi kecil sentralisasi dapat diterapkan, akan tetapi pada organisasi besar harus diterapkan disentralisasi.
i. Scalar chain
Scalar chain (rantai skalar) adalah rantai daripada atasan bermula dari authority terakhir hingga pada tingkat terendah.
j. Order
Untuk ketertiban manusia ada formula yang harus dipegang yaitu, suatu tempat untuk setiap orang dan setiap orang pada tempatnya masing-masing.
k. Equity
Untuk merangsang pegawai melaksanakan tugasnya dengan kesungguhan dan kesetiaan, mereka harus diperlakukan dengan ramah dan keadilan. Kombinasi dan keramahtamahan dan keadilan menghasilkan equity.
l. Stability Of Tonure Of Personnel
Seorang pegawai membutuhkan waktu agar biasa pada suatu pekerjaan baru dan agar berhasil dalam mengerjakannya dengan baik.
m. Initiative
Memikirkan sebuah rencana dan meyakinkan keberhasilannya merupakan pengalaman yang memuaskan bagi seseorang. Kesanggupan bagi berfikir ini dan kemampuan melaksanakan adalah apa yang disebut inisiatif.
n. Ecsprit de Corps
“Persatuan adalah kekuatan”. Para pemimpin perusahaan harus berbuat banyak untuk merealisir pembahasan itu.
C. Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Arti kepemimpinan dapat diuraikan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang mengarah pada pencapaian tujuan dari suatu organisasi. Menurut Sutrisna (dalam Mulyasa, 2005: 107) kepemimpinan berarti “ proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha ke arah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu”.
Sedangkan menurut Soepardi (dalam Mulyasa, 2005: 107) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, mamotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien”.
Dalam kepemimpinan, ada tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya pemimpin dan karakteristiknya, adanya pengikut, serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut berinteraksi.
2. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya tentang apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak untuk mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan dapat dikaji melalui tiga pendekatan antara lain:
a. Pendekatan Sifat
Pendekatan sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil. Penganut pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan sifat-sifat kepribadian yang dimiliki oleh pemimpin yang berhasil dan yang tidak berhasil. Sutrisna (dalam Mulyasa, 2005: 108) mengatakan bahwa “dalam pendekatan sifat terdapat sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan fisik atau keramahan yang esensial, pada kepemimpinan yang efektif”.
Menurut Tead (dalam Mulyasa, 2005: 109) syarat yang harus dimiliki oleh pemimpin menurut pendekatan ini antara lain: Kekuatan fisik dan susunan syaraf, Penghayatan terhadap arah dan tujuan, Antusiasme, Keramah tamahan, Integritas, Keahlian teknis, Kemampuan mengambil keputusan, Intelegensi, Keterampilan memimpin, dan Kepercayaan.
b. Pendekatan Perilaku
Studi pendekatan perilaku memfokuskan dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain. Pendekatan ini banyak membahas keefektifan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin.
Studi mengenai pendekatan ini antara lain:
1) Studi Kepemimpinan Universitas OHIO
Penelitian ini memperoleh gambaran dimensi utama dari perilaku pemimpin yang dikenal sebagai pembuatan inisiatif dan perhatian.
2) Studi Kepemimpinan Universitas Michigan
Menurut Hersey dan Blenchard (dalam Mulyasa, 2005: 110) studi ini mengidentifikasikan dua konsep yang disebut dengan orientasi bawahan dan produksi. Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan sangat memperhatikan bawahan sedangkan pemimpin yang menekankan pada orientasi produksi, sangat memperhatikan produksi dan aspek-aspek teknik kerja.
3) Jaringan Managemen
Dalam pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal yaitu perhatian pada produksi dan perhatian pada orang.
4) Sistem Kepemimpinan Likert
Likert mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan orientasi individu. Likert berhasil merancang empat system kepemimpinan seperti yang dikutip Thoha (dalam Mulyasa, 2005: 111), yaitu:
a) Sistem 1: pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, bersikap paternalistik. Pada system ini, pemimpin memotivasi bawahannya dengan memberi ketakutan dan hukuman. Tapi terkadang memberi penghargaan secara kebetulan. Pemimpin hanya mau memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
b) Sistem 2: pemimpin otokratis yang baik hati. Pemimpin dalam system ini mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah, ketakutan, dan hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengar pendapat dan ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan. Bawahan merasa tidak bebas membicarakan tentang perkerjaan dengan atasan.
c) Sistem 3: pemimpin mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan. Pemimpin mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, dan juga berkehendak melakukan partisipasi. Pemimpin suka menetapkan dua pola hubungan komunikasi, yakni ke atas dan ke bawah. Dia membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas, tapi mengkhususkan pada tingkat bawah. Bawahan merasa sedikit bebas membicarakan pekerjaan dengan atasan.
d) Sistem 4: dinamakan pemimpin yang bergaya kelompok partisipatif. Dalam hal ini manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahan. Atasan mengandalkan bawahan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat, dan menggunakan pedapat bawahan secara konstruktif. Pemimpin memberikan penghargaan yang bersifat ekonomis berdasarkan partisipasi kelompok dan keterlibatan pada setiap urusan. Pemimpin mau mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan, dan melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab. Bawahan merasa bebas membicarakan pekerjaan dengan atasannya.
c. Pendekatan Situasional
Pendekatan ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu. Berikut ini adalah beberapa studi kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu, yaitu:
1) Teori Kepemimpinan Kontingensi
Teori ini dikembangkan Fiedler and Chemers. Dari hasil penelitian tahun 1950, disimpulkan bahwa seseorang menjadi pemimpin bukan hanya karena faktor kepribadian saja, tetapi karena berbagai faktor situasi dan saling hubungan antara pemimpin dengan situasi. Ada tiga factor yang perlu dikembangkan, yaitu:
a) hubungan antara pemimpin dan bawahan, didasarkan pada persepsi pemimpin mengenai suasana kelompok;
b) stuktur tugas, yaitu bila struktur tugas cukup jelas, maka prestasi akan lebih mudah diawasi, dan tanggung jawab setiap orang lebih pasti;
c) kekuasaan yang berasal dari organisasi. Pemimpin yang menerima kekuasaan yang jelas dari organisasi akan mendapatkan kepatuhan lebih dari bawahan.
Fiedler menentukan dua jenis gaya kepemimpinan berdasarkan tiga dimensi diatas, yaitu:
a) gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas;
b) gaya kepemimpinan yang mengutamakan pada hubungan kemanusiaan.
2) Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi
Teori ini dikemukakan oleh Reddin. Menurutnya ada tiga dimensi untuk menentukan gaya kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi atau tugas, perhatian pada orang, dan dimensi efektivitas. Gaya kepemimpinan Reddin memiliki empat gaya dasar yaitu integrated, related, separated, dan dedicated. Keempat gaya tesebut dapat menjadi efektif dan tidak efektif dan akan menjadi tujuh gaya kepemimpinan, yaitu:
a) integrated, jika diekspresikan dalam situsi efektif akan menjadi gaya eksekutif;
b) integrated, jika diekspresikan dalam situsi tidak efektif akan menjadi gaya compromiser;
c) separated jika diekspresikan dalam situsi efektif akan menjadi gaya bureaucrat;
d) separated jika diekspresikan dalam situsi tidak efektif akan menjadi deserter;
e) dedicated jika diekspresikan dalam situasi efektif akan menjadi gaya benevolent autocrat;
f) related jika diekspresikan dalam situasi efektif akan menjadi gaya developer;
g) related jika diekspresikan dalam situasi tidak efektif akan menjadi gaya missionary.
Gaya kepemimpinan tersebut selanjutnya dikelompokkan ke dalam gaya efektif dan tidak efektif sebagai berikut:
1) Gaya Efektif
Yang termasuk dalam gaya ini antara lain:
a) Exsecutif; gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik kepada tugas maupun kepada hubungan tugas dalam kelompok. Pemimpin pada gaya ini berusaha memotivasi oanggota dan menempatkan individu sebagai manusia.
b) Developer; gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap hubungan kerja dalam kelompok dan perhatian minimum terhadap tugas pekerjaan. Pemimpin pada gaya ini sangat memperhatikan perkembangan anggota.
c) Benevolent Authocrat; gaya ini memberikan perhatian yang tinggi terhadap tugas dan perhatian yang rendah dalam hubungan kerja. Pamimpin dengan gaya ini mengetahui strategi untuk memperoleh apa yang ia inginkan.
d) Birokrat; gaya ini memberikan perhatian yang rendah terhadap tugas maupun terhadap hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini dapat menerima setiap peraturan dan berusaha memelihara serata melaksanakannya.
2) Gaya yang tidak Efektif
Yang termasuk dalam gaya ini antara lain:
a) Compromiser; gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas maupun pada hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini sering membuat keputusan yang tidak efektif dan sering menemui hambatan.
b) Missionary; gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada hubungan kerja dan rendah pada tugas. Pemimpin yang menganut gaya ini hanya tertarik pada keharmonisan dan tidak bersedia mengintrol hubungan yang baik.
c) Autocrat; gaya ini memberikan perhatian yang baik terhadap tugas dan rendah pada hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini selalu mengambil keputusan dan kebujaksanaan sendiri.
d) Deserter; gaya ini memberi perhatian rendah pada tugas dan hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini hanya memberi dukungan, struktur, dan tanggung jawab pada saat dibutuhkan saja.
3. Kepemimpinan dalam Peningkatan Kinerja
a. Pembinaan Disiplin
Peningkatan kinerja pegawai dalam MBS perlu dimulai dengan sikap demokratis. Oleh karena itu dalam membina disiplin perlu berpedoman pada sikap tersebut.
Taylor dan User (dalam Mulyasa, 2005: 118) mengemukakan strategi membina disiplin sebagai berikut:
1) Konsep diri; konsep diri merupakan faktor yang penting dari setiap perilaku.
2) Keterampilan berkomunikasi; pemimpin harus menerima semua perasaan pegawai dengan teknik komunikasi yang menimbulkan kepatuhan dari dirinya.
3) Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami; perilaku yang salah terjadi karena pegawai telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya.
4) Klarifikasi nilai
5) Latihan keefektifan pemimpin
6) Terapi realitas
b. Pembangkitan Motivasi
1) Teori Moslow
Moslow (dalam Mulyasa, 2005: 121) membagi kebutuhan menjadi lima kategori, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebuthan kasih sayang, kebutuhan akan rasa harga diri, dan kebutuhan akan rasa aktualisasi diri.
Dalam hubungannya dengan peningkatan kinerja pegawai, teori ini dapat dipergunakan sebagai pegangan untuk melihat dan mengerti mengapa pegawai yang sakit atau kondisi fisiknya tidak baik tidak memiliki motivasi untuk bekerja; pegawai lebih suka bekerja dengan suasana menyenangkan; pegawai yang merasa disenangi oleh teman dan pemimpinnya memiliki minat untuk meningkatkan kinerja dibandingkan pegawai yang diabaikan; keinginana pegawai untuk memahami dan mengetahui sesuatu tidak selalu sama.
2) Teori Dua Faktor
Menurut Herzberg (dalam Mulyasa, 2005:123) ada dua faktor penting, yaitu hygiene (lingkungan) dan motivator (pekerjaan itu sendiri). Faktor yang dapat memotivator karyawan adalah motivator.
3) Teori Alderfer
Alderfer (dalam Mulyasa, 2005: 123) membedakan tiga kelompok kebutuhan yaitu kebutuhan akan keberadaan, kebutuhan berhubungan, dan keburuhan untuk bertumbuh.
4) Teori Prestasi McCelland
McCelland (dalam Mulyasa, 2005: 123) membagi tiga kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi, dan kebutuhan kekuasaan.
5) Teori X dan Teori Y
Gregor (dalam Mulyasa, 2005: 124) mengungkapkan bahwa teori X mengungkap sebagian besar manusia lebih suka diperintah, tidak tertarik dengan rasa tanggung jawab, masih bersifat anak-anak. Teori Y mengungkap manusia suka bekerja, dapat mengontrol diri sendiri, dan mempunyai kemampuan untuk berkreativitas.
D. MANAJEMEN MUTU TERPADU
1. Konsep Mutu
Mutu dianggap sebagai suatu yang membingungkan atau sulit untuk diukur. Mutudalam pendangan seseorang kadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan orang lain. Mutu adalah sebuah filosofi dan metodologi yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda untuk menghadapi tekanan-tekanan eksternal (Edward Sallis: 2010: 33).
Konsep mutu dalam TQM mempunyai kaidah yang relatif, memandang mutu sebagi sesuatu yang yang berasal dari produk atau layanan itu sendiri, bukan sebagai atribut atau layanan produk atau layanan. Definisi relatif mutu memiliki dua aspek. Pertama adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi. Kedua adalah memenuhi kebutuhan pelanggan (Edward Sallis: 2010: 56). Berikut hirarki konsep mutu menutrut Edward Sallis:
2. Hirarki Konsep Mutu
3

3
TQM adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berfokus pada kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan memberikan manfaat pada anggota organisasi (sumber daya manusianya) dan masyarakat. TQM juga diterjemahkan sebagai pendekatan berorientasi pelanggan yang memperkenalkan perubahan manajemen yang sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk, dan pelayanan suatu organisasi. Proses TQM memiliki input yang spesifik (keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan), mentransformasi (memproses) input dalam organisasi untuk memproduksi barang atau jasa yang pada gilirannya memberikan kepuasan kepada pelanggan (output). Tujuan utama Total Quality Management adalah perbaikan mutu pelayanan secara terus-menerus. Dengan demikian, juga Quality Management sendiri yang harus dilaksanakan secara terus-menerus. Sejak tahun 1950-an pola pikir mengenai mutu terpadu atau TQM sudah muncul di daratan Amerika dan Jepang dan akhirnya Koji Kobayashi, salah satu CEO of NEC, diklaim sebagai orang pertama yang mempopulerkan TQM, yang dia lakukan pada saat memberikan pidato pada pemberian penghargaan Deming prize di tahun 1974 (Deming prize, established in December 1950 in honor of W. Edwards Deming, was originally designed to reward Japanese companies for major advances in quality improvement. Over the years it has grown, under the guidance of Japanese Union of Scientists and Engineers (JUSE) to where it is now also available to non-Japanese companies, albeit usually operating in Japan, and also to individuals recognised as having made major contributions to the advancement of quality.) Banyak perusahaan Jepang yang memperoleh sukses global karena memasarkan produk yang sangat bermutu. Perusahaan/organisasi yang ingin mengikuti perlombaan/ bersaing untuk meraih laba/manfaat tidak ada jalan lain kecuali harus menerapkan Total Quality. Penerapan Total Quality Management dipermudah oleh beberapa piranti, yang sering disebut “alat TQM”. Alat-alat ini membantu kita menganalisis dan mengerti masalah-masalah serta membantu membuat perencanaan
Salah satu alat (analisis) dalam Total Quality Manajemen adalah analisis SWOT (Strengths, Weaknsses, Opportunuities, and Threats
a. Definisi Analsis SWOT
Analisis SWOT merupakan salah satu analisis pilihan (strategic chice) yang sudah sangat populer. Dlam bahasan ini, analisis SWOT akan digunakan sebagai instrument analisis yang dapat memkaiinstrumen lain yang lebih sesuai atau memadai dengan lokus-lokus yang telah di tentukan dalam simulasi sub kelompok atau kelompok.
SWOT adalah singkatan dari Strengths, Weaknsses, Opportunuities, and Threats (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman). Analisis SWOT sudah menjadi alat yang umum dugunakan dalam perencanaan strategis pendidikan, namun ia tetap merupakan alat. Efektif dalam menempatkan potensi institusi. SWOT dapat dibagi ke dalam dua elemen, analisa internal yang berkonsentrasi pada prestasi institusi itu sendiri dan analisa lingkungan.
Uji kekuatan dan kelemahan pada dasarnya merupakan audit internal tentang seberapa efektif performa institusi. Sementara peluang dan ancaman berkonsentrasi pada konteks eksternal atau lingkungan tempat sebuah institusi beroperasi.
Analisa SWOT bertujuan untuk menemukan aspek-aspek penting dari hal-hal tersebut di atas: kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Tujuan pengujian ini adalah untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, mereduksi ancaman dan membangun peluang.
Aktivitas SWOT dapat diperkuat dengan menjamin analisa tersebut berfokus pada kebutuhan pelanggan dan konteks kompetitif tempat institusi beroperasi. Ini adalah dua variable kunci dalam membangun atau mengembangkan strategi jangka panjang institusi. Strategi ini harus dikembangkan dengan berbagai metode yang dapat memungkinkan institusi mampu mempertahankan diri dalam menghadapi kompetisi serta mampu memaksimalkan daya tariknya bagi para pelanggan.
Jika pengujian tersebut dipadukan dengan pengaduan visi dan nilai, maka akan ditemukan sebuah identitas yang berbeda dari para pesaingnya. Begitu sebuah identitas disitingtif mampu dikembangkan dalam sebuah institusi, maka karakteristik mutu dalam institusi tersebut akan menjadi lebih mudah diidentifikasi.
Analisis SWOT secara sederhana mudah dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal sebuah organisasi, serta kesempatan dan ancaman lingkungan eksternalnya. SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis dalam berbagai terapan (Johnson, dkk., 1989; Bartol dkk., 1991).
Jika hal ini digunakan dengan benar, maka dimungkinkan bagi sebuah sekolah untuk mendapatkan sebuah gambaran menyeluruh mengenai situasi sekolah itu dalam hubungannya dengan masyarakat, lembaga-lembaga pendidikan yang lain, dan lapangan industri yang dimasuki oleh murid-muridnya. Sedangkan pemahaman mengenai faktor-faktor eksternal, (terdiri atas ancaman dan kesempatan), yang digabungkan dengan suatu pengujian mengenai kekuatan dan kelemahan akan membantu dalam mengembangkan sebuah visi tentang masa depan.
Prakiraan seperti ini diterapkan dengan mulai membuat program yang kompeten atau mengganti program-program yang tidak relevan dengan program yang lebih inovatif dan relevan.
b. Analisis SWOT terhadap manajemen Pendidikan di Indonesia
1) Kekuatan (strength), meliputi:
a) Tersedianya dan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan.
b) Tersedianya perundang-undangan pendidikan.
c) Keamanan aparat untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan.
d) Tersedianya fasilitas sarana dan prasarana pendidikan.
e) Adanya promosi pendidikan, yang dilakukan melaui:
· UU RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
· UU RI No. 25 Tahun 2000 s/d 2004 tentang Program Pembangunan Nasional.
· Adanya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
· Adanya Dunia Usaha dan Industri.
2) Kelemahan/Kekurangan (Weaknesses), mliputi:
a) Tugas rangkap pemberi pelayanan pendidikan.
b) Kurangnya dedikasi dan mutu sebagian tenaga pendidikan (SDM)
c) Belum optimalnya fungsi tim perencanaan.
d) Kurangnya informasi di bidang pendidikan
e) Kurangnya kepedulian pihak swasta terhadap pendidikan.
3) Peluang /Kesempatan (Opportunities), meliputi
a) Adanya partisipasi dukungan masyarakat di bidang pendidikan.
b) Adanya dukungan pemerintah kabupaten.
c) Adanya dunia usaha/industri yang bersedia kerja sam dengan sekolah.
d) Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
e) Adanya pelayanan pendidikan swasta.
4) Ancaman (Threats)
1) Perilaku dan budaya masyarakat yang kurang mendukung program pendidikkan.
2) Masih adanya krisis ekonomi yang melemahkan kemampuan masyarakat secara finansial.
3) Belum mempunyai pemerintahan kabupaten untuk membantu biaya penyelenggaraan pendidikan sepenuhnya.
c. Peningkatan Mutu dan Relevan Pendidikan dengan analalisis SWOT
1) Kekuatan/Potensi (Strengths)
a) Adanya dukungan pemerintah kabupaten dalam mendaya gunakan peraturan perundangan di bidang pendidikan.
b) Adanya komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan
c) Adanya program event kompetensi tentang kompetensi siswa , baik tingkat daerah, regional, nasional, maupun intrnasional.
2) Kelemahan/Kekurangan (Weaknesses)
a) Rendahnya dedikasi sebagian guru terhadap tugasnya.
b) Rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
c) Terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan yang ada di beberapa sekolah.
d) Rendahnya motivasi belajar pada sebagian siswa
e) Rendahnya tingkat pendapatan/ekonomi masyarakat.
3) Peluang/Kesempatan (Opportunities)
a) Dengan mendayagunakan peraturan perundangan di bidang pendidikan, pelayanan pendidikan yang bermutu, merata dan terjangkau.
b) Adanya partisipasi masyarakat dibidang pendidikan.
c) Adanya Kebijakan Diklat Wirausaha yang melatih kemandirian siswa
d) Mendayagunakan sarana prasarana yang ada dalam rangka pelayanan pendidikan yang bermutu.
e) Adanya penghargaan/beasiswa bagi siswa yang kurang mampu dan berprestasi baik dalam melanjutkan pendidikan maupun yang bekerja.
4) Ancaman (Threts)
a) Kurangnya dukungan masyarakat terhadap program sekolah.
b) Tidak tercapainya upaya mewujudkan kemandirian sekolah.
c) Kurang pedulinya DU/DI terhadap pendidikan.
d) Adanya kebijakan sistem pendidikan yang sering berubah.
e) Berlakunya Era Pasar Bebas Asean dan Asia 2010 memiliki konsekuensi tumbunya persaingan yang amat ketat dalam segala aspek kehidupan.
3. Syarat syarat pelaksanaan TQM dalam suatu perusahaan adalah sebagai berikut.
a. Setiap perusahaan/organisasi harus secara terus meneurus melakukan perbaikan mutu produk dan pelayanan sehingga dapat memuaskan para pelanggan.
b. Memberikan kepuasan kepada pemilik, pemasok, karyawan, dan para pemegang saham.Memiliki wawasan jauh ke depan dalam mencari laba dan memberikan kepuasan.
c. Fokus utama ditujukan pada proses, baru menyusul hasil.
d. Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan mutu.
e. Ciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi karyawan bukan dengancara otoriter sehingga diperoleh suasana kondusif bagi lahirnya ide-ide baru.
f. Rela memberikan ganjaran, pengakuan bagi yang sukses dan mudah memberikan maaf bagi yang belum berhasil/berbuat salah.
g. Setiap keputusan harus berdasarkan pada data, baru berdasarkan pengalaman/ pendapat.
h. Setiap langkah kegiatan harus selalu terukur jelas sehingga pengawasan lebih mudah.
i. Program pendidikan dan pelatihan hendaknya menjadi urutan utama dalam upaya peningkatan mutu.
E. Need Analisis Berbagai Bentuk Manajemen
Proses manajemen akan berjalan lebih optimal jika diawali dengan analisa kebutuhan training yang tepat. Dalam hal ini terdapat tigas jenis analisa kebutuhan training atau training need analysis yang bisa di-eksplorasi, yakni : task-based analysis, person-based analysis, dan organizational-based analysis. Analisis kebutuhan manajemen dapat dilihat dari:
1. Task Analysis
Analis yang berfokus pada kebutuhan tugas yang dibebankan pada satu posisi tertentu. Tugas dan tanggungjawab posisi ini dianalisa untuk diketahui jenis ketrampilan apa yang dibutuhkan. Dari sini, kemudian dapat ditentukan jenis training semacam apa yang diperlukan. Jadi dalam analisa ini, yang menjadi fokus adalah tugas posisi, bukan orang yang memegang posisi tersebut.
Melalui metode task analysis ini, kita kemudian bisa menyusun semacam kurikulum manajemen yang bersifat standard dan terpadu. Artinya, melalui analisa tugas dan spesifikasi yang dibutuhkan oleh setiap posisi, maka kita kemudian bisa merumuskan jenis-jenis manajemen tertentu untuk setiap posisi tersebut. Beragam jenis manajemen ini kemudian distandardkan dan menjadi manajemen yang wajib diikuti oleh setiap orang yang menduduki posisi tersebut
2. Person Analysis
Analis yang berfokus pada level kompetensi orang yang memegang posisi tertentu. Analisa ditujukan untuk mengetahui kekurangan dan area pengembangan yang dibutuhkan oleh orang tersebut. Dari sini, kemudian dapat disusun jenis training apa saja yang diperlukan untuk orang tersebut.
Dalam analisa ini biasanya telah ditetapkan beragam jenis kompetensi dan juga standar level kompetensi yang diperlukan untuk suatu posisi tertentu. Misal, untuk posisi manajer diperlukan penguasaan terhadap 8 jenis kompetensi (misal, kompetensi leadership, communication skills, dll). Kemudian juga telah ditetapkan, bagi para manajer maka standard level untuk ke-8 jenis kompetensi itu adalah 5 (dari skala 1 – 5). Langkah berikutnya adalah para manajer akan di-ases untuk melihat level kompetensi-nya, apakah ia sudah berada pada level 5 untuk semua jenis kompetensi itu atau belum. Jika belum, pada jenis kompetensi apa saja. Misal, ia masih perlu perbaikan dalam kompetensi communication skills. Maka bagi yang bersangkutan diberikan training mengenai communication skills.
3. Organizational Analysis
Analisa kebutuhan manajemen yang didasarkan pada kebutuhan strategis perusahaan dalam merespon dinamika bisnis masa depan. Kebutuhan strategis perusahaan dirumuskan dengan mengacu pada dua elemen pokok.
4. CorporateStrategy
Sebagai misal, sebuah bank akan lebih agresif untuk memasuki pasar usaha kecil dan menengah. Untuk itu diperlukan keahlian dalam membidik pasar UKM. Disini pihak pengelola training bisa merancang serangkaian training yang ditujukan untuk membekali para bankirnya dengan kemampuan teknis mengenai UKM.
Contoh lain, sebuah perusahaan memiliki budaya perusahaan dimana salah satu elemen values yang ingin dikembangkan adalah customer focus. Berdasar ini maka pihak pengelola training bisa merancang program manajemen customer service, dan mewajibkan segenap karyawan pada semua level untuk mengikuti program manajemen ini.
F. PREDIKSI PENDIDIKAN MASA DEPAN DAN KEMAJUAN IPTEK DAN SENI
Pendidikan masa depan dari krisis pendidikan itu sendiri, transformasi masyarakat dan menuju pendidikan masa depan yag diharapkan.
1. Krisis Pendidikan di Indonesia
a. Kualitas Pendidikan
Indikator penting untuk mengukur kualitas pendidikan terdiri dari mutu guru yang masih rendah pada semua jenjang pendidikan, alat-alat bantu belajar dan mengajar yang belum memadai.
b. Relevansi Pendidikan
Relevansi pendidikan atau efisiensi eksternal suatu sistem pendidikan diukur antara lain dari keberhasilan sistem itu dalam memasok tenaga-tenaga terampil dalam jumlah yang memadai bagi kebutuhan sektor-sektor pembangunan.
c. Elitisme
Elitisme dalam pendidikan adalah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah menguntungkan kelompok masyarakat yang justru mampu.
d. Manajemen Pendidikan.
Pendidikan sebagai suatu industri pengembangan (sumber daya) manusia harus dikelola secara professional.
2. Transformasi Masyarakat
Memasuki masyarakat industri modern, Indonesia sedang mengalami proses. Proses itu meliputi mengaplikasikan IPTEK dalam proses produksi yang juga membawa serta nilai-nilai baru yaang akan mempengaruhi, mengubah serta menggiring tingkah laku manusia ke dalam pola-pola berpikir, merasa dan bertindak, yang berlainan dengan pola pikir sebelumnya. Dua lapisan nilai yang akan terkena dalam proses transformasi budaya, yaitu: nilai-nilai intrinsik suatu masyarakat dan nilai-nilai instrumental
Proses transformasi itu merupakan suatu jalinan yang kompleks yang saling terkait dan terdiri dari: Globalisasi, Struktur ekonomi, Politik-ideologi, Budaya nasional, Manusia dan masyarakat, IPTEK, Informasi
Peranan poros-poros transformasi jika ditinjau dari implikasinya dalam pendidikan nasional maka berkisar pada empat titik kritis SISDIKNAS yaitu: Mutu pendidikan, Relevansi, Identitas Manusia Indonesia Pancasila, Pengelolaan SISDIKNAS itu sendiri dan Poros-poros Transformasi
Globalisasi merupakan gelombang budaya yang bersifat mundial, dimana melanda cara berpikir, makan, berpakaian dan tingkah laku manusia. Sehingga terjadi krisis identitas bangsa, untuk mengatasi krisis ini perlu dipupuk dan dikembangkan yaitu ketahanan nasional
Perubahan struktur ekonomi dari ekonomi yang terutama berdasarkan pertanian ke ekonomi, berdasarkan industri akan mengubah cara hidup dan berpikir bangsa ini. Hal ini dipersiapkan untuk memasuki dunia industri modern. Untuk mempersiapkan SISDIKNAS dalam masyarakat modern ada 2 jenis pendekatan mengenai fungsi pendidikan yaitu: Pendidikan dilihat sebagai picu pertumbuhan masyarakat masa depan dan pandangan efisiensi sosial sebagai proses.
Tujuan nasional sebagai ideologi dasar dari masyarakat dan bangsa kita menjiwai terbentuknya masyarakat industri modern, ideologi pembangunan untuk jangka panjang.
3. Perspektif Masyarakat Masa Depan
Masyarakat Indonesia ke depan akan menjadi masyarakat Industri. Salah satu program yang dapat menyiapkan dan merekayasakan arah perkembangan masyarakat Indonesia masa depan adalah pendidikan. Program pendidikan merupakan dinamisator pengembangan manusia
Aspek kehidupan nilai masyarakat masa depan yang didominasi oleh masyarakat industri berdasarkan nilai-nilai pancasila. Akan tetapi nilai-nilai kehidupan masyarakat mengalami perubahan seiring perkembangan IPTEK.
Perubahan nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia sebagai berikut:
a. Sebelum orde baru, melliputi: nasionalisme, patriotisme, nilai-nilai paguyuban.
b. RPJP I(1969-1994) meliputi: Intelektualisme, materialism, nilai-nilai urban dan-sub urban
c. RPJP II (1994-2019) meliputi: Intelektualism, hedonism, Individualism dan Industrialisme
d. RPJP III (2019-2044) meliputi: intelektualisme, inovatif, kehidupan kembali nilai-nilai moral dan agama dan kesenian
Untuk mewujudkan suatu pendidikan, kita dibutuhkan Sistem Pendidikan Nasionla (SISDIKNAS). SISDIKNAS yang Diperlukan Masyarakat Masa Depan
Masyarakat akan terus berubah dan membawa nilai-nilai baru. Ada nilai yang sejalan dan ada pula yang bertentangan. Tugas dan peranan dari SISDIKNAS pada abad XXI yaitu:
a. Menjaga, melestarikan, dan mengembangkan nilai-nilai luhur bangsa.
b. Meningkatkan mutu pendidikan aspek akademik, religio mental, dan aspek ketenagakerjaan
Peranan Lembaga-Lembaga Pendidikan untuk Masyarakat masa Depan
Lembaga-lembaga pendidikan tentunya tidak lepas dari tugas nasional baik dalam fungsinya untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia (Pasal 3 UU No.2 Tahun 1989)maupun dalam usaha mencapai tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya (pasal 4).
Tugas pendidikan nasional merupakan tugas seluruh masyarakat Indonesia. Semua masyarakat Indonesia ikut serta dalam membangun SISDIKNAS. Dalam keikutsertaan, ada beberapa unsur yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
a. Status kemitraan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang berkedudukan sama dalam SISDIKNAS.
b. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat mempunyai ciri khas (jati diri).
Kemajuan pendidikan masa depan tidak sepenuhnya ditentukan oleh peran pemerintah atau lembaga pendidikan, tetapi semua elemen masyarakat sangat berperan besar dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Untuk mewujudkan manajemen yang baik, setiap subjek manajemen harus menguasai apa saja yang dibutuhkan dalam manajemen itu sendiri. Untuk mewujudkan manajemen yang baik, subjek manajemen harus mengerti tentang organisasi, manajemen, kepemimpinan, analisis SWOT manajemen pendidikan, analisis kebutuhan manajemen dan prediksi manajemen pendidikan itu sendiri.
Organisasi, manajemen dan kebutuhan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Ketiganya harus saling mendukung dan mempengaruhi. Sedangkan analisis SWOT, analisis kebutuhan dan prediksi manajemen dibutuhkan agar manajemen pendidikan yang diharapkan dapat berjalan dengan baik.
B. SARAN
Setiap pemegang kekuasaan harus mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya agar manajemen pendidikan yang diharapkan dapat berjalan dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA
H.A.R Tilaar. 2008. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Rosdakarya
uharsimi Arikunto dan Lia Yuliana. 2009. Manajemen Pendidikan. Jogjakara: Aditya Media
Mulyasa. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta