Jumat, 31 Mei 2013

PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) CMS Sekolah Gratis untuk Pendidikan Indonesia Sekolah adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output yang unggul, mengutip pendapat Gorton tentang sekolah ia mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional. clip_image001 Desain organisasi sekolah adalah di dalamnya terdapat tim administrasi sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan oranisasi. MBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen mandiri sekolah (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah. Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan penekanan yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M-nya, yakni man, money, dan material. Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, maka Direktorat Pembinaan SMP menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Tujuan utama adalah untuk mengembangkan rosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan. Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya. .... Baca Selengkapnya di : http://www.m-edukasi.web.id/2013/02/penerapan-manajemen-berbasis-sekolah-mbs.html
Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia
Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) CMS Sekolah Gratis untuk Pendidikan Indonesia Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. clip_image001 Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Lebih lanjut istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi. Dalam hal ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Pengertian manajemen menurut Hasibuan merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi manajemen tersebut menjelaskan pada kita bahwa untuk mencapai tujuan tertentu, maka kita tidak bergerak sendiri, tetapi membutuhkan orang lain untuk bekerja sama dengan baik. Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu: merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation). Menurut Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 1) Tujuan MBS a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia; b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; c. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan d. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut: a. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru. b. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal. c. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah. d. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan perubahan perencanaan. 2) Manfaat MBS MBS memberikan beberapa manfaat diantaranya a. Dengan kondisi setempat, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugasnya; b. Keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah; c. Guru didorong untuk berinovasi; d. Rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat sekolah dan peserta didik. .... Baca Selengkapnya di : http://www.m-edukasi.web.id/2013/02/pengertian-manajemen-berbasis-sekolah.html
Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia
Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) CMS Sekolah Gratis untuk Pendidikan Indonesia Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. clip_image001 Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Lebih lanjut istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi. Dalam hal ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Pengertian manajemen menurut Hasibuan merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi manajemen tersebut menjelaskan pada kita bahwa untuk mencapai tujuan tertentu, maka kita tidak bergerak sendiri, tetapi membutuhkan orang lain untuk bekerja sama dengan baik. Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu: merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation). Menurut Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 1) Tujuan MBS a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia; b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; c. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan d. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut: a. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru. b. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal. c. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah. d. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan perubahan perencanaan. 2) Manfaat MBS MBS memberikan beberapa manfaat diantaranya a. Dengan kondisi setempat, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugasnya; b. Keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah; c. Guru didorong untuk berinovasi; d. Rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat sekolah dan peserta didik. .... Baca Selengkapnya di : http://www.m-edukasi.web.id/2013/02/pengertian-manajemen-berbasis-sekolah.html
Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia

18 Nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa



1
Pendidikan Karakter
Ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas.  Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya.
18 nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Diknas adalah:
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber: Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, oleh Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, 2010
***
Apakah inisiatif pendidikan karakter di sekolah ini akan berhasil atau hanya sekedar menjadi dokumen formalitas belaka, mari kita lihat. Salah satu indikator sederhana yang bisa kita lihat bersama adalah apakah kecurangan UN akan hilang atau tetap saja tak berubah seperti biasanya.

Pengertian Pendidikan Karakter


Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli

Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education)  dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan dibawah ini merupakan bagan kterkaitan ketiga kerangka pikir ini.
 Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli


Gambar: Keterkaitan antara komponen moral dalam rangka pembentukan 
Karakter yang baik menurut Lickona

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli

1.  Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
2.  Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun  negara.
3.  Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).
4.  Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut  kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter

Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.
Lebih jelas tentang nilai-nilai pendidikan karakter dapat di lihat pada bagan dibawah ini
nilai-nilai pendidikan karakter
18 Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal.
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sesuai adalah metode keteladanan,  metode pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman.

Nah demikianlah beberapa pengertian pendidikan karakter menurut para ahli, semoga bermanfaat.


Kamis, 30 Mei 2013

DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


by mmutawalli
I. PENDAHULUAN
Pada zaman yang penuh dengan kemajuan ini para ahli pendidikan berusaha untuk meningkatkan mengajar itu menjadi suatu ilmu atau science. Melalui metode mengajar yang ilmiah diharapkan, proses belajar mengajar itu lebih terjamin keberhasilannya. Inilah yang sedang diusahakan oleh teknologi pendidikan.
Dalam teknologi pendidikan itu memberi pendekatan yang sistematis dan kritis tentang proses belajar mengajar. Teknologi pendidikan memandangnya sebagai suatu masalah yang harus dihadapi secara rasional dengan menerapkan metode problem solving. Mutu pendidikan itu banyak bergantung pada mutu guru dalam membimbing proses belajar mengajar. Disamping itu perkembangan teknologi pendidikan didukung oleh perkembangan yang pesat dalam media komunikasi seperti radio, TV, computer,
dan lainnya yang dapat dimanfaatkan bagi tujuan intruksional.
II. APAKAH TEKNOLOGI PENDIDIKAN?
Teknologi pendidikan dalam istilah bahasa Inggris disebut dengan “instructional technology” atau “Education technology”. Pendidikan semacam ini yang diutamakan ialah media komunikasi yang berkembang secara pesat sekali yang dapat dimanfaatkan dalam pendidikan. Alat-alat teknologi ini lazim disebut “hardware” antara lain berupa TV, radio, video, tape, computer, dan lain-lain. Selain dari itu pendidikan juga menggunakan teknologi yang disebut dengan “software” antara lain menganalisis dan mendesain urutanatau langkah-langkahbelajar berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan metode penyajian yang serasi dan penilaian keberhasilannya.
Ada beberapa pengertian mengenai teknologi pendidikan yaitu anata lain :
- Merupakan pengembangan, penerapan dan penilaian sistem-sistem, teknik dan alat Bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar siswa.
- Yaitu pemikiran yang sistematis dan kritis tentang pendidikan.
- Menurut Webster Dictionary mengatakan bahwa teknologi pendidikan yaitu sebagai pegangan atau pelaksanaan pendidikan secara sistematis, menurut system tertentu yang akan dijelaskan kemudian.
III. TOKOH – TOKOH DALAM PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Ada sejumlah tokoh yang berusaha mempelajari soal belajar secara sistematis
Edward L. Thordike (1874-1949) menghasilkan sejumlah ” hukum” belar, diantaranya ” law of effect”. Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon murid terhadap suatu stimulus segera disertai oleh rasa senang atau rasa puas merupakan pujian atau hadiah, yang disebut “reinforcement” Reinforcement ini memperkuat hubungan antara stimulus dengan respons sehingga hasil belajar lebih permanent.
Sidney L. Pressey, menyusun program yang terdiri atas serentetan tugas-tugas yang disebutnya “software” dan disamping itu suatu alat ya’ni ” teaching machine” sebagai ”hardware” ia menggunakan test obyektif dengan lembar jawaban yang dapat diperiksa sendiri secara otomatis.
Ivan Pavlov (1849-1936) mengadakan percobaan dengan anjing untuk mempelajari proses belajar secara ilmiah. Proses belajar yang diselidikinya adalah “Conditioning” anjing yang mula-mula mengeluarkan air liur, bila disodorkan makanan (S1) akan keluar air liurnya bila misalnya dibunyikan lonceng (S2) yang semula disodorkan bersamaan dengan makanan dan kemudian ditiadakan.
Diantara ilmuan dalam bidang proses yang paling berpengaruh terhadap perkembangan teknologi pendidikan ialah B.F. Skinner. Ia banyak melakukan eksperimin dengan binatang diantaranya yang paling terkenal dengan burung merpati untuk mempelajari cara mengubah ketakutan binatang itu. Ia memberika stimulus tertentu dan segera memperkuat atau me-reinporce (respon yang diinginkan dengan memberi makanan sampai bentuk kelakuan itu mantap. Kemudian “reinporciment” itu berangsur – angsur dapat dikurangi untuk mempertahankan bentuk kelakuan yang telah dipelajari itu agar jangan lenyap atau dilupakan.
Noman C. Crowder mengadakan fariasi dalam pelajaran berprogram untuk memperhatikan perbedaan individual dengan mengembangkan “branching program” program bercabang. Disini langka-langkah lebih besar daripada dalam program linear diikuti oleh jawaban berganda. Seteh memilih salah suatu jawban, murid itu suruh men-chek jawaban pada halaman yang ditunjuk. Bila jawaban tersebut benar diberi keterangan apa sebab jawaban itu benar dan disuruh melanjutkan. Bila mana jawaban itu salah diberi keterangan kenapa jawaban itu salah dan murid disuruh kembali kesoal itu atau dialihkan pada soal yang lainnya.
Gordon Psak menggunakan computer dalam pelajaran beprograma. Computer lebih mampu untuk menyesuaikan program dengan kecepatan pelajar, baik yang cepat maupun yang lambat.
IV. DASAR PEMIKIRAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan ialah mengubah kelakuan si anak didik, yaitu caranya berfikir merasa, berbuat. Kurikulum disusun untuk mendorong anak berkembang ke arah tujuan itu. Sudah selayaknya si pendidik maupun anak didik harus tau apa yang harus dicapai. Arti tegasnya harus diketahui dengan jelas apa yang harus dilakukan oleh murid sebagai hasil pelajaran yang tidak dapat dilakukannya sebelum ia mempelajarinya. Bia tujuan itu tak dapat dicapai maka ada kekurangan dalam proses belajar mengajar.dengan pendekatan teknologi pendidikan kita dapat menggunakan metode ilmiah untuk menguji cobakan hipotesis tentang cara yang paling efektif guna untuk mencapai suatu tujuan yang ditentukannya. Usaha ini tidak berbeda dengan metode pemecahan masalah (method of problem solving) yang dilakukan dalam bidang ilmu lainnya.
Ada beberapa langkah – langkah yang diikuti dalam metode teknologi pendidikan adalah :
1. Merumuskan tujuan yang jelas yang harus dicapai yang dapat dipandang sebagai masalah
2. Menyajikan pelajaran menurut cara yang dianggap serasi yang kita pandang sebagai “hipotesis” yang perlu ditest.
3. Menilai hasil pelajaran untuk menguji hipotesis itu.
4. mencari perbaikan andaikan hasilnya belum memenuhi syarat atau standard yang ditentukan dan melangsungkan percobaan dengan cara lain sampai tercapai apa yang diharapkan.
Teknologi pendidikan mengharuskan guru merumuskan tujuan yang jelas, memikirkan metode yang dianggapnya paling efektif untuk mencapai tujuan itu. Tujuan yang jelas merupakan pegangan untuk memilih metode yang tepat. Banyak guru yang masuk kelas tanpa mengetahui dengan jelas apa yang ingin dicapainya dalam jam pelajaran itu. Tiadanya tujuan yang jelas maka kita tak akan tahu kemana kita akan pergi dan apakah kita akan sampai ke tempat yang kita harapkan.
Teknologi pendidikan menuntut agar diadakan penilaian yang segera tentang apa yang telah dipelajari.penilaian tersebut memberikan keterangan tentang prestasi anak dan sekaligus tentang keampuhan metode penyajian guru.
Fungsi penilaian itu sebagai :
  1. Alat mengukur hasil belajar murid
  2. Alat sebagai guru untuk menilai efektifnya mengajar
  3. Titik tolak untuk memperbaiki prestasi anak dengan menganalisis kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat serta memperbaiki metodenya mengajar.
V. TEKNOLOGI PENDIDIKAN DAN PENINGKATAN PROFESI GURU
Teknologi pendidikan masih merupakan pendekatan yang terbuka bagi berbagai-bagai pendirian. Namun teknologi tidak merupakan kunci kea rah sukses yang pasti dalam pendidikan. Akan tetapi teknologi pendidikan menunjukkan suatu prosedur atau metodologi yang dapat ditetapkan dalam pendidikan. Teknologi pendidikanadalah suatu teori yang mempunyai sejumlah hipotesis. Teknologi pendidikan juga dipandang sebagai suatu gerakan dalam pendidikan yang diikuti oleh guru – guru yang merasakan bahwa mengajar hingga kini masih dilakukan secara sembrono, asal – asalan saja, tanpa dasar yang kokoh, menurut selera masing – masing. Maka teknologi pendidikan merupakan usaha yang sungguh – sungguh untuk memperbaiki metode mengajar dengan menggunakan prinsip – prinsip ilmiah yang membuktikan keberhasilan dalam bidang – bidang lain.
VI. KESIMPULAN
Dari berbagai pengertian di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulam :
1. Teknologi pendidikan adalah sebagai media yang lahir dari perkembangan alat komunikasi yang digunakan untuk tujuan pendidikan. Alat-alat itu lazim disebut “hardware”.
2. Ada yang menafsirkan teknologi pendidikan sebagai suatu pendekatan yang ilmiah kritis, dan sistematis tentang pendidikan. Penerapan ini mengutamakan “soft ware”, tanpa alat pendidikan dapat berjalan. Sebaliknya “hardware” tak dapat berguna tanpa penerapan “soft ware”
3. Jadi, pendidikan ini merupakan suatu ekspresi dari gerakan ilmiah yang telah dirintis sejak priode Aristoteles dan bergerak terus melalui Wundt, Pavlov, Thorndike, Skinner dan lain-lain.
4. Belajar berprograma yang diciptakan oleh B.F. Skinner banyak mendorong kea rah perkembangan teknologi pendidikan.
5. Teknologi pendidikan mengajak guru untuk bersikap problematic terhadap proses belajar-mengajar dan memandang tiap metode mengajar sebagai hipotesis yang harus diuji efektivitasnya. Dengan demikian teknologi pendidikanmendorong profesi keguruan untuk berkembang menjadi suatu “science”. Namun pekerjaan guru selalu mengandung “seni”

Karakteristik Perencanaan Pembelajaran

Bicara tentang dimensi perencanaan pengajaran, berkenaan dengan luas dan cakupan aktivitas perencanaan yang mungkin dalam system pendidikan, yang merupakan karakteristik perencanaan pengajaran adalah :
  1. Merupakan proses rasional, sebab berkaitan dengan tujuan social dan konsep-konsepnya dirancang oleh banyak orang.
  2. Merupakan konsep dinamik, sehingga dapat dan perlu dimodifikasi jika informasi yang masuk mengharapkan demikian.
  3. Perencanaan terdiri dari beberapa aktivitas, aktivitas itu banyak ragamnya namun dapat dikategorikan menjadi prosedur-prosedur dan pengarahan.
  4. Perencanaan pengajaran berkaitan dengan pemilihan sumber dana, sehingga harus mampu mengurangi pemborosan, duplikasi, salah penggunaan dan salah manajemennya.

Komponen-Komponen Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan bpembelajaran adalah proses pengambilan keputusan hasil berpikir secara rasional tentang sasaran dan tujuan pembelajaran tertentu, serta rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan sebagai upaya pencapaian tujuan tersebut dengan memanfaatkan segala potensi dan sumber belajar yang ada. Perencanaan pembelajaran berorientasi pada kurukulum dan  mengarah pada proses penerjemahan kurikulum yang berlaku.
Pengembangan perencanaan disusun berdasarkan pendekatan system, oleh sebab itu didalam perencanaan pembelajaran harus memiliki komponen-komponen yang berproses sesuai dengan fungsinya hingga tujuan pembelajaran tercapai dengan optimal. Komponen system pembelajaran digambarkan oleh Brown (1983) seperti pada gambar berikut:
berdasarkan gambar tersebut terdapat beberapa komponen sistem pembelajaran yakni :
Siswa
Proses pembelajaran pada hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa agar dapat mencapai tujuan yang ditentukan. Dengan demikian, maka proses pengembangan proses perencanaan pembelajaran, siswa harus dijadikan pusat dari segala kegiatan.
Tujuan
Tujuan adalah komponen terpenting dalam pembelajaran setelah komponen siswa sebagai subyek belajar. Tujuan-tujuan khusus yang direncanakan oleh guru meliputi
  1. Pengetahuan, informasi, serta pemahaman sebagai bidang kognitif
  2. Sikap dan apresiasi sebagai bidang afektif.
  3. Berbagai kemampuan sebagai bidang psikomotorik
  4. Kondisi
Kondisi
Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar siswa dapat mencapai tujuan khusus seperti yang telah dirumuskan. Pengalaman belajar harus mendorong agar siswa aktif belajar baik secara fisik maupun non fisik. Merencanakan pembelajaran salah satunya adalah menyediakan kesempatan bagi siswa uantuk belajar sesuai dengan gaya belajarnya sendiri. Olehn karena itu, tekanan dalam menentukan kondisi belajar adalah siswa secara individual.
Sumber-sumber belajar
Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan siswa agar dapat memperoleh pengalaman belajar. Didalamnya meliputi lingkungan fisik seperti tempat belajar, bahan dan alat yang digunakan, personal seperti guru, petugas perpustakaan dan ahli media, dan siapa saja yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung untuk keberhasilan dalam pengalaman belajar. Dalam proses merencanakan pembelajaran, perencanaan harus dapat menggambarkan apa yang harus dilakukan guru dan siswa dalam memanfaatkan sumber belajar secara optimal.
Hasil belajar
Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan demikian, tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrument yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan data tersebut guru dapat mengembangkan dan memperbaiki program pembelajaran.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Pembelajaran

Faktor guru

Guru merupakan komponen yang menentukan, hal ini disebabkan guru merupakan orang yang secara langsung berhadapan dengan siswa. Disini guru bisa berperan sebagai perencana atau desainer pembelajaran untuk mengimplikasikan sebagai implementator dan atau mungkin keduanya. Sebagai perencana guru dituntut untuk memahami secara benar kurikulum yang berlaku, karakteristik siswa, fasilitas dan sumber daya yang ada sehingga semuanya di jadikan komponenen-komponen dalam rencana dan desain pembelajaran. Menurut dunkin (1974) ada sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas guru yaitu :
  • Teacher formatif experience mengikuti jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka, yang termasuk kedalam aspek ini diantaranya tempat asal kelahiran guru, termasuk suku, latar belakang budaya dan adat istiadat, keadaan keluarga dimana guru itu berasal.
  • Teacher training experience meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar pendidikan guru, misalnya pengalaman latihan professional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan,dsb.
  • Teacher properties adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru terhadap siswa, sikap guru terhadap profesinya, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik dalam pengelolaan pembelajaran,termasuk didalamnya kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran.
Faktor siswa
Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, disamping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.
Menurut Dunkin (1974) faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi:
  • Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran dan tempat tinggal siswa, tingkat social ekonomi siswa, dari keluarga yang bagaimana siswa berasal dan lain sebagainya.
  • Dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan dan sikap.
  • Aspek sikap dan penampilan siswa dalam proses pembelajaran juga merupakan faktor yang memengaruhi proses pembelajaran. Adakalanya ditemukan siswa yang sangat aktif (hyperkinetic) dan ada pula siswa yang pendiam, tidak sedikit juga ditemukan siswa yang memiliki motivasi yang rendah dalam belajar.
Faktor sarana dan prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancarana proses pembelajaran misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah,dsb. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran misalnya, jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil,dsb.
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan meliputi:
  • Faktor organisasi kelas didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas, organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas berkecenderungan:
    • Sumber daya kelompok akan tambah luas sesuai dengan jumlah siswa sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempit.
    • Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan sumber daya yang ada.
    • Kepuasan belajar siswa akan cenderung menurun.
    • Perbedaan individidu antar anggota akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar mencapai kesepakatan.
    • Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru.
    • Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyaknya siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok.
  • Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat memengaruhi proses pembelajaran adalah faktor iklim sosial psikologis. Maksudnya adalah keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial psikologis secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah misalnya iklim sosial antara siswa denga siswa; antara siswa dengan guru; antara guru dengan guru bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah. Iklim sosial psikologis eksternal adalah keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar misalnya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat, dsb.

Daftar Pustaka

Sanjaya, Wina. 2009. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN

A.  Pendahuluan
             
Dewasa ini pendidikan telah merebak hingga dipelosok negeri, namun memang tidak semua telah merasakan apa itu pendidikan. Pembangunan infrastruktur sekolah yang telah dilakukan oleh pemerintah maupun swasta semakin membantu perkembangan pendidikan, bahkan dikota-kota besar semakin banyak bermunculan sekolah-sekolah baik negeri maupun  swasta. Pembangunan infrastruktur yang pesat juga harus diimbangi oleh terpenuhinya kualitas sumber daya manusia yang ada. Sumber daya manusia yang dimaksud dapat meliputi komponen-komponen pendidikan yaitu guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, peserta didik, dan lainnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi.
             
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Untuk itu perlu peran serta seluruh masyarakat dan pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan sumber daya manusia.  Berdasarkan data hasil survei tentang Human Development Index (HDI) oleh United Nation Development Program atau UNDP (Brodjonegoro, dalam Pikiran Rakyat, 28 Oktober, 2005),[1] menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat 113 dari 177 negara didunia. Rendahnya sumber daya manusia Indonesia berdasarkan hasil survei UNDP  tersebut sebagai akibat rendahnya mutu pendidikan diberbagai jenis dan jenjang pendidikan karena itu salah satu kebijakan pokok pembangunan pendidikan nasional sesuai dengan amanah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yaitu mengarah pada peningkatan mutu dan relevansi pendidikan.
             
Perbaikan mutu pendidikan harus segera dilakukan secara terus menerus dengan cara memperbaiki manajemen mutu pendidikannya. Organisasi-organisasi pendidikan memegang peranan awal dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu kami dalam makalah ini berusaha membahas mengenai mutu pendidikan melalui pendekatan manajemen mutu terpadu.

B.      Tujuan Penulisan
  1. Menjelaskan definisi mutu dan perbedaaannya menurut beberapa ahli.
  2. Menjelaskan karakteristik mutu pendidikan
  3. Menjelaskan mengenai pendekatan manajemen mutu terpadu (TQM)
  4. Menjelaskan mengenai kendala-kendala mutu.
  5. Menjelaskan beberapa pemecahan masalah mutu.
C.  Definisi dan Karakteristik Mutu
1.  Definisi Mutu
           
Beberapa konsep mutu yang diutarakan oleh Prof. Dr. H. Abdul Hadis, M.Pd, dan Prof. Dr. Hj. Nurhayati B, M. Pd, dalam bukunya Manajemen Mutu Pendidikan (2010:84) menurut para ahli yaitu:[2]
  1. Menurut Juran (1993), mutu produk ialah kecocokan  penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan atas lima ciri utama yaitu (1) teknologi; yaitu kekuatan; (2) psikologis, yaitu rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual, yaitu ada jaminan; (5) etika, yaitu sopan santun (Juran, 1993)
  2. Menurut Crosby (1979:58) mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi (Crosby, 1979:58)
  3. Menurut Deming (1982:176) mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan baik berupa barang maupun jasa.
  4. Menurut Feigenbaum (1986:7) mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfication). Suatu produk dianggap bermutu apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan harapan konsumen atas produk yang dihasilkan.
  5. Garvi dan Davis (1994) menyatakan mutu ialah suatu kondisi yang berhubungan dengan produk , tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
Dari beberapa konsep mutu yang diutarakan oleh para ahli, maka dapat diambil kesimpulan bahwa mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan terhadap sebuah produk.

2.    Perbedaan Konsep Mutu
            
Konsep mutu yang paling populer dikeluarkan oleh Juran, Crosby dan Deming. Beberapa perbedaan konsep mutu menurut ketiga ahli tersebut meliputi:[3]

Tabel 1. Perbedaan Mutu menurut Deming, Juran dan Crosby
No
Aspek
Deming
Juran
Crosby
1
Definisi
Satu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan   pada   biaya yang rendah sesuai pasar.
Kemampuan untuk digunakan (fitness for use).
Sesuai persyaratan.
2
Tanggung jawab  manajemen senior
94% atas masalah mutu.
Kurang dari 20% karena  masalah mutu menjadi tanggung jawab pekerja.
100%
3
Standar pres-tasi/motivasi
Banyak skala se-hingga digunakan statistik untuk me-ngukur mutu  di semua bidang. Kerusakan nol sangat penting.
Menghindari kampanye untuk melakukan pekerjaan secara sempurna.
Kerusakan nol (Zero Defect)
4
Pendekatan umum
Mengurangi ke-anekaragaman dengan perbaikan berkesinambungan dan menghentikan pengawasan massal.
Manusiawi.
Pencegahan bukan pengawasan
5
Cara memperbaiki mutu
14 butir
10 butir
14 butir
6
Kontrol proses statistik (SPC)
Harus digunakan
Disarankan karena SPC dapat mengakibatkan    Total Driven Approach.
Menolak
7
Basis perbaikan
Terus-menerus mengurangi penyimpangan.
Pendekatan   ke-lompok, proyek-proyek, menetapkan tujuan.
Proses bukan  program, tujuan perbaikan.
8
Kerja sama tim
Partisipasi karyawan dalam membuat keputusan.
Pendekatan tim dan Gugus Kendali Mutu (GKM atau QCC).
Tim perbaikan mutu dan Dewan Mutu
9
Biaya mutu
Tidak ada optimal perbaikan terus-menerus.
Mutu tidak gratis (Quality is not free), terdapat batas optimal.
Mutu gratis.

Pembelian dan  barang   yang  diterima
Pengawasan terlalu lambat.Menggunakan standar mutu yang dapat diterima
Masalah pembelian merupakan hal yang rumit sehingga diperlukan survei resmi
Menyatakan persyaratan pemasok adalah perluasan
10
Penilaian pemasok
Tidak, kritik atas banyaknya sistem.
Ya, tetapi membantu pemasok memperbaiki.
-
11
Hanya     satu sumber    penyedia
Ya
Tidak, dapat di-abaikan untuk meningkatkan daya saing.
-

3.    Karakteristik Mutu
           
Menurut Husaini Usman (2009) dalam bukunya Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, mengatakan bahwa mutu memiliki 13 karakteristik seperti berikut ini[4]:
  1. Kinerja (performa): berkaitan dengan aspek fungsional sekolah. Misalnya: kinerja guru dalam mengajar baik, memberikan penjelasan meyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran lengkap. Pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik yang ditandai hasil belajar tinggi, lulusannya banyak, putus sekolah sedikit, dan yang lulus tepat waktu banyak. Akibat kinerja yang baik maka sekolah tersebut menjadi sekolah favorit.
  2. Waktu wajar (timeliness): selesai dengan waktu yang wajar. Misalnya: memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu. Waktu ulangan tepat. Batas waktu pemberian pekerjaan rumah wajar. Waktu untuk guru naik pangkat wajar.
  3. Handal (reliability): usia pelayanan prima bertahan lama. Misalnya: pelayanan prima yang diberikan sekolah bertahan dari tahunke tahun, mutu sekolah tetap bertahan dari tahun ke tahun. Sebagai sekolah favorit bertahan dari tahun ke tahun. Sekolah menjadi juara tertentu bertahan dari tahun ke tahun. Guru jarang sakit. Kerja keras guru bertahan dari tahun ke tahun.
  4. Daya tahan (durability): tahan banting. Misalnya: meskipun krisis moneter, sekolah masih tetap bertahan, tidak tutup. Siswa dan guru tidak putus asa dan selalu sehat
  5. .Indah (aestetics). Misalnya: eksterior dan interior sekolah ditata menarik. Taman ditanami bunga dan terpelihara dengan baik. Guru-guru membuat media pendidikan yang menarik. Warga sekolah berpenampilan rapi.
  6. Hubungan manusiawi (personal interface): menjunjung tinggi nilai-nilai
    moral dan profesionalisme.
    Misalnya: warga sekolah saling menghormati, baik warga intern maupun ektern sekolah, demokratis, dan menghargai profesionalisme.
  7. Mudah penggunaannya (easy of use). Sarana dan prasarana dipakai.Misalnya: aturan-aturan sekolah mudah diterapkan. Buku-buku perpustakaan mudah dipinjam dan dikembalikan tepat waktu. Penjelasan guru di kelas mudah dimengerti siswa. Contoh soal mudah dipahami. Demonstrasi praktik mudah diterapkan siswa.
  8. Bentuk khusus (feature): keunggulan tertentu.Misalnya: sekolah ada yang unggul dengan hampir semua lulusannya diterima di universitas bermutu. Unggul dengan bahasa Inggrisnya. Unggul dengan penguasaan teknologi informasinya (komputerisasi). Ada yang unggul dengan karya ilmiah kesenian atau olahraga.
  9. Standar tertentu (conformance to specification): memenuhi standar tertentu.Misalnya: sekolah sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah sudah memenuhi standar minimal ujian nasional atau sekolah sudah memenuhi ISO 9001:2000 atau sekolah sudah memenuhi TOEFL dengan skor 650.
  10. Konsistensi (Consistency): keajegan, konstan, atau stabil.Misalnya: Mutu sekolah dari dahulu sampai sekarang tidak menurun seperti harus mengatrol nilai siswa-siswanya. Warga sekolah konsisten antara perkataan dengan perbuatan. Apabila berkata tidak berbohong, apabila berjanji ditepati, dan apabila dipercaya tidak mengkhianati.
  11. Seragam (uniformity): tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya: sekolah menyeragamkan pakaian sekolah dan pakaian dinas. Sekolah melaksanakan aturan, tidak pandang bulu atau pilih kasih.
  12. Mampu melayani (serviceability): mampu memberikan pelayanan prima.. Misalnya: sekolah menyediakan kotak saran dan saran-saran yang masuk
    mampu dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Sekolah mampu memberikan pelayanan primanya kepada pelanggan sekolah sehingga semua pelanggan merasa puas.
  13. Ketepatan (Accruracy): ketepatan dalam pelayanan. Misalnya: Sekolah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan sekolah, guru-guru tidak salah dalam menilai siswa-siswanya. Semua warga sekolah bekerja dengan teliti. Jam Belajar di sekolah berlangsung tepat waktu. 
Mutu meliputi: 1) mutu produk, 2) mutu biaya, 3) mutu penyerahan, 4) mutu keselamatan, dan 5) mutu semangat / moril. Secara sederhana mutu memiliki karakteristik: 1) spesifikasi, 2) jumlah, 3) harga, dan 4) ketepatan waktu penyerahan. 

D.   Definisi dan Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
1. Definisi Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
           
Beberapa definisi mengenai Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan menurut para ahli yaitu:[5]
  1. Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan menurut Edward Sallis adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
  2. Manajemen Mutu Terpadu menurut Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (1995) ialah suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya saing melalui perbaikan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan.
  3. Menurut West – Burnham (1997) Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan ialah semua fungsi dari organisasi sekolah kedalam falsafah holistis yang dibangun berdasarkan konsep mutu, kerja tim, produktivitas, dan prestasi serta kepuasan pelanggan.

2.      Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
       Goetsch dan Davis (1994) mengungkapkan sepuluh unsur utama (karakteristik) total quality management, sebagai berikut:[6]
  1. Fokus Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
  2. Obsesi Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
  3. Pendekatan Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
  4. Komitmen jangka Panjang. TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
  5. Kerja sama Team (Teamwork). Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
  6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
  7. Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
  8. Pendidikan dan Pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
  9. Kebebasan Yang Terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
  10. Kesatuan Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
  11. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti
E.      Kendala dan Implementasi Mutu Dalam Dunia Pendidikan
             
Salah satu masalah yang sangat dominan seperti yang telah diungkap dalam pendahuluan adalah kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Untuk itu peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Secara garis besar ada dua faktor utama yang menyebabkan perbaikan mutu pendidikan di Indonesia masih belum atau kurang berhasil yaitu:
1.    Strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
2.    Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
    
 Sebelum membahas lebih jauh, ada beberapa masalah mutu pendidikan yang diutarakan oleh Deming yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua hal yaitu[7]:

1.    Kendala mutu pendidikan secara umum
a.    Desain kurikulum yang lemah,
b.    Bangunan yang tidak memenuhi syarat,
c.    Lingkungan kerja yang buruk,
d.    Sistem dan prosedur yang tidak sesuai,
e.    Jadwal kerja yang serampangan,
f.     Sumber daya yang kurang, dan
g.    Pengembangan staf yang tidak memadai.

2.    Kendala mutu pendidikan secara khusus
a.    Prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati,
b.    Anggota individu staf yang tidak memiliki skil, pengetahuan dan sifat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru atau manajer pendidikan.
c.    Kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota,
d.    Kurangnya motivasi,
e.    Kegagalan komunikasi, dan
f.     Kurangnya sarana dan prasarana yang memenuhi.
        
 Selain hal-hal di atas beberapa faktor lain yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
  1.   Pertama, kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berori- entasi pada keluaran atau hasil pendidikan terlalu memusatkan pada masukan dan kurang memperhatikan proses pendidikan.
  2. Kedua, penyelengaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Di samping itu segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.
  3. Ketiga, peran serta masyarakat terutama orangtua siswa dalam penyeleng- garaan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal peranserta mereka sangat penting di dalam proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.
 Berdasarkan hal-hal tersebut maka perlu adanya manajemen yang tepat untuk menangani hal-hal  tersebut. Berikut ini akan dibahas beberapa alternatif penanganan masalah pendidikan seperti yang telah dibahas diatas.
             
Deming (1986) menyatakan bahwa implementasi konsep mutu dalam sebuah organisasi memerlukan perubahan dalam filosofi yang ada di sekitar manajemen. Deming mengusulkan empat belas butir pemikiran yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas suatu organisasi juga dalam bidang pendidikan. Keempat belas butir pemikiran tersebut adalah[8]:
  1.  Ciptakan Tujuan yang Mantap Demi Perbaikan Produk dan Jasa. Sekolah memerlukan adanya tujuan akhir yang mampu mengarahkan siswa menghadapi masa depan secara mantap. Jangan membuat siswa sekedar memiliki nilai bagus tetapi juga harus mampu membuat siswa memiliki kemauan belajar seumur hidup.
  2. Adopsi Filosofi Baru. Siswa berhak mendapatkan pembelajaran yang berkualitas. Dengan kata lain, mereka tidak lagi sebagai siswa yang pasif dan rela diperlakukan seburuk apapun tanpa dapat berkomentar.
  3. Hentikan Ketergantungan pada Inspeksi Masal. Dalam bidang pendidikan, evaluasi yang dilakukan jangan hanya pada saat ulangan umum ataupun ujian akhir, tetapi dilakukan setiap saat selama proses belajar mengajar berlangsung.
 Selain itu, dalam menetapkan standar uji, maka perlu diperhatikan teori- teori kepemimpinan yang berkembang dalam Total Quality Management dan lainnya, seperti teori sifat, teori lingkungan, teori perilaku, teori humanistik, dan teori kontigensi.
     
Sejalan dengan masalah evaluasi, masalah rekrutmen dalam menentukan pimpinan kependidikan, beberapa prosedur “Fit and proper test bisa dilakukan dalam pengambilan keputusan :
  • Melakukan “hearing didepan tim, yaitu menyampaikan program, visi dan misi apabila terpilih menjadi pimpinan nantinya.
  • Menjawab pertanyaan lisan dan tertulis yang telah didesain sedemikian rupa. Adapun pertanyaan yang diajukan dapat menyangkut integritas, moralitas, profesionalisme, intelektualitas, keahlian.
  • Keharusan mengumumkan harta kekayaan dari para calon Kepala Sekolah sebelum yang bersangkutan menduduki jabatan yang dipercayakan kepadanya. Kebohongan atas kekayaan ini dapat mengakibatkan pemecatan (impeachmant).
  • Harus memahami sistem manajemen yang efektif dan efisien terhadap lembaga yang akan dipimpinnya. Termasuk dalam rekruitment karyawan, kesejahteraan, peningkatan kualitas hasil dan kinerja.
  • Mengemukakan masalah pribadi, seperti apakah calon itu pernah bercerai. Masalah anak bagaimana. Mengapa sampai terjadi perceraian. Kemudian menyangkut  masalah kebebasan dari tekanan, intimidasi, teror atau ancaman.
  • Tim seleksi melakukan investigasi   dan melacak semua kebenaran informasi yang disampaikan lisan maupun tertulis. Apabila calon-calon tersebut tidak dapat memberikan jawaban secara memuaskan, atau setelah melakukan investigasi ternyata terdapat kebohongan-kebohongan, tentu saja yang bersangkutan tidak dapat terpilih sebagai pimpinan.
4.    Akhiri Kebiasaan Melakukan Hubungan Bisnis Hanya Berdasarkan Biaya
 Dalam bidang pendidikan pernyataan di atas terutama dikaitkan dengan biaya pendidikan yang ada hubungannya dengan perbandingan junlah guru dan murid pada satu ruangan/kelas. Kelas besar memang akan membuat sekolah tersebut melakukan penghematan biaya, tetapi mutu yang dihasilkan tidak terjamin dan bukan tidak mungkin terjadi peningkatan biaya di bagian lain pada sistem tersebut.

5.    Perbaiki Sistem Produksi dan Jasa Secara Konstan dan Terus Menerus
 Dalam bidang pendidikan seorang guru harus berpikir secara strategik agar siswa dapat menjalani proses belajar mengajar secara baik, sehingga memperoleh nilai yang baik pula. Guru jangan hanya berpikir bagaimana siswa mendapatkan nilai yang baik.

6.    Lembagakan Metode Pelatihan yang Modern di Tempat Kerja
 Hal ini perlu dilakukan agar terdapat kesamaan dasar pengetahuan bagi semua anggota staf dalam suatu lembaga pendidikan. Setelah itu barulah guru dan administrator mengembangkan keahlian sesuai yang diperlukan bagi peningkatan profesionalitas.

7.    Lembagakan Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) berbeda dengan pemimpin (leader). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok dengan maksud mencapai suatu tujuan yang dinginkan bersama. Sedangkan pemimpin adalah seseorang atau sekelompok orang seperti kepala, komandan, ketua dan sebagainya.

 Secara umum, pada dasarnya terdapat delapan kunci tugas pimpinan untuk melaksanakan komitmen perbaikan kualitas terus menerus, yaitu:
  1. Menetapkan suatu dewan kualitas.
  2. Menetapkan kebijaksanaan kualitas.
  3.  Menetapkan dan menyebarluaskan sasaran kualitas.
  4. Memberikan dan menyiapkan sumber-sumber daya.
  5. Memberikan dan menyiapkan pendidikan dan pelatihan yang berorientasi pada pemecahan masalah kualitas.
  6.  Menetapkan tim perbaikan kualitas yang bertanggungjawab pada manajemen puncak untuk menyelesaikan masalah-masalah kualitas kronis.
  7. Merangsang perbaikan kualitas terus menerus.
  8. Memberikan pengakuan dan penghargaan atas prestasi dalam perbaikan kualitas terus-menerus (Vincent Gaspersz, 1997: 203-204).
Sementara itu, bagi kalangan follower/pengikut/bawahan seperti guru, karyawan dan lain-lain, perlu memperhatikan ketentuan berikut : (1) Mendukung program-program pimpinan yang baik dan benar. (2) Memiliki kebutuhan berprestasi. (3) Klarifikasi kemampuan, wewenang dan peran. (4) Memiliki organisasi kerja. (5) Kemampuan bekerja sama. (6) Kecukupan sumber daya (kuantitas). (7) Memiliki koordinasi eksternal.
             
 Ditambahkan bahwa, untuk melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinan, maka kepala sekolah perlu memperhatikan dan mengontrol Variabel situasi, yaitu seperangkat keadaan atau kondisi yang harus dikelola dan diciptakan secara kondusif. Situasi ini antara lain : (1) kekuatan posisi, (2) keadaan bawahan, (3) tugas dan kemampuan menggunakan teknologi, (4) struktur organisasi, (5) keadaan lingkungan lembaga (fisik dan non-fisik), (6) ketergantungan eksternal, (7) kekuatan sosial politik, (8) rasa aman dan demokratis. Keseluruhan proses interaksi kepemimpinan antara pemimpin, yang dipimpin dan situasi, ditujukan untuk mencapai variabel hasil akhir yaitu: (1) Kepuasan pelanggan. (2) Loyalitas pelanggan. (3) Profitabilitas. dan (4) kepuasan seluruh personil lembaga dan stakeholders.  

8.    Hilangkan Rasa Takut.
 Perlu disadari bahwa rasa takut menghambat karyawan untuk mampu mengajukan pertanyaan, melaporkan masalah, atau menyatakan ide padahal itu semua perlu dilakukan untuk menghasilkan kinerja yang maksimum. Oleh karena itu para pelaku pendidikan hendaknya jangan menerapkan sistem imbalan dan hukuman kepada siswa karena akan menghambat berkembangnya motivasi internal dari siswa masing-masing.

9.    Pecahkan Hambatan di antara Area Staf
Hambatan antardepartemen fungsional berakibat menurunkan produktivitas. Hambatan ini dapat diatasi dengan mengembangkan kerjasama kelompok. Oleh karena itu para anggota staf harus bekerjasama dan memprioritaskan diri pada peningkatan kualitas.

10. Hilangkan Slogan, Nasihat, dan Target untuk Tenaga Kerja
 Perbaikan secara berkesinambungan sebagai sasaran umum harus menggantikan simbol-simbol kerja.

11. Hilangkan Kuota Numerik
 Kuota cenderung mendorong orang untuk memfokuskan pada jumlah sering kali dengan mengorbankan mutu. Terlalu banyak menggunakan slogan dan terlalu berpatokan pada target dapat menimbulkan salah arah untuk pengembangan sistem yang baik. Tidak jarang patokan terget akan lebih terfokus pada guru dan siswa daripada sistem secara keseluruhan.

12. Hilangkan Hambatan Terhadap Kebanggaan Diri atas  Keberhasilan  Kerja
 Kebanggaan diri atas hasil kerja yang dicapai perlu dimiliki oleh guru dan siswa. Adanya kebanggaan dalam diri membuat guru dan siswa bertanggungjawab atas tugas dan kewajiban yang disandangnya sehingga mereka dapat menjaga mutu.

13. Lembagakan Program Pendidikan dan Pelatihan yang Kokoh.
 Hal ini berlaku bagi para pelaku pendidikan karena memiliki dampak langsung terhadap kualitas belajar siswa.

14. Lakukan Tindakan Nyata/Contoh Nyata
Manajer harus menjadilead manager” bukan boss manager. Seorang lead manager akan berusaha mengkomunikasikan pandangannya selalu berusaha mengembangkan kerjasama, meluangkan waktu dan tenaga untuk sistem sehingga dengan adanya contoh nyata, pekerja menyadari cara untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas.

Proses manajemen pendidikan akan tercermin dalam sebuah organisasi pendidikan. Upaya lain dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya didalam lembaga pendidikan sesuai dengan Pasal 51 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.
  
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memiliki karakteristik Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri- ciri MBS bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan sumber daya manusia (SDM), proses belajar-mengajar dan sumber daya sebagaimana digambar- kan dalam tabel berikut:[9]

Ciri-ciri sekolah yang melaksanakan MBS
Organisasi Sekolah
Proses Belajar mengajar
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya dan
Administrasi
Menyediakan manajemen/ organisasi/ kepemimpinan transformasional * dalam mencapai tujuan sekolah
Meningkatkan kualitas belajar siswa
Memberdayakan staf dan menempatkan personel yang dapat melayani keperluan siswa
Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tsb. sesuai dengan kebutuhan
Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri
Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat
Memiliki staf dengan
wawasan MBS
Mengelola  dana sekolah secara efektif dan efisien
Mengelola  kegiatan
operasional sekolah
Menyelenggarakan pembelajaran yang efektif
Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf
Menyediakan dukungan administratif
Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat
Menyediakan program pengembangan yang diperlukan siswa
Menjamin kesejahteraan staf dan siswa
Mengelola  dan memelihara gedung dan sarana
Menggerakkan partisipasi masyarakat
Berperanserta dalam memotivasi siswa
Menyelenggarakan forum /diskusi untuk membahas kemajuan kinerja sekolah

Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah




Dikutip dari Focus on School: The Future Organization of Education Service for Student, Department of Education, Queensland, Australia*)
 
 Melalui Manajemen Berbasis sekolah (MBS) ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan melalui lembaga sekolah. Beberapa hal yang diharapkan melalui penerapan MBS ini ialah[10]:
  1. Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.
  2.  Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut.
  3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.
  4.  Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.
 Peningkatan mutu pendidikan dalam pelaksanaannya perlu mendapat pengawasan yang intensif. Pelaksanaan peran dan tugas pengawasan di sekolah sebenarnya dapat diposisikan dalam upaya penjaminan mutu (quality assurance) yang diimbangi dengan peningkatan mutu (qualitity enhancement). Penjaminan mutu berkaitan dengan inisiatif superstruktur organisasi sekolah atau kepala sekolah dan pendekatannya bersifat top down, sementara peningkatan mutu terkaitan dengan pemberdayaan anggota organisasi sekolah untuk dapat berinisiatif dalam meningkatkan mutu pendidikan baik menyangkut peningkatan kompetensi individu, maupun kapabilitas organisasi melalui inisiatif sendiri sehingga pendekatannya bersifat bottom up
             
Dalam kaitan tersebut[11], maka pengawasan di sekolah perlu lebih menekankan pada mutu melalui tahapan quality assurance dengan pemantauan kesesuaian dengan standar-standar pendidikan (dalam konteks sistem nampak pada gambar 1)  yang kemudian diikuti dengan quality enhancement, sehingga peningkatan mutu pendidikan di sekolah dapat menjadi gerakan bersama dengan trigger utamanya adalah pengawas melalui pelaksanaan supervisi manajerial dan supervisi akademik, untuk kemudian lebih memberi peran dominan pada kepala sekolah melakukan hal tersebut apabila dua tahapan tersebut telah berjalan melalui implementasi MBS.

F.      Kesimpulan dan Saran
1.    Kesimpulan
             
Walaupun perkembangan TQM berasal dari dunia bisnis, namun konsep ini juga dapat diimplementasikan ke dalam dunia pendidikan atau biasa disebut TQE (Total Quality Education). Berbagai upaya perbaikan dalam manajemen sekolah menjadi titik awal dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. TQE di indonesia diterjemahkan dengan mengadopsi model manajemen berbasis sekolah.
             
Mutu pendidikan memang hal yang sangat krusial dalam pembangunan sebuah negara disamping kesehatan dan ekonomi masyarakatnya. Karena dengan pendidikan dapat menciptakan sumber daya – sumber daya yang dapat diandalkan dalam pembangunan. Untuk memajukan pendidikan peranan sekolah haruslah memenuhi standar mutu yang diharapkan bagi masyarakat. Maka tidak heran saat ini terdapat berbagai macam pilihan sekolah seperti sekolah standar nasional,reguler,standar internasional dan lainnya.  Masyarakat dapat memilih pendidikan mana yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
            
 Peningkatan mutu pendidikan secara khusus berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia   . Kualitas sumber daya akan dipengaruhi oleh input, proses dan output pendidikan. Sehingga perlu adanya kesinergian antara ketiga hal tersebut. Mutu Pendidikan akan dapat baik jika baik organisasi pendidikan maupun pemerintah telah mampu menerapkan manajemen yang tepat dalam pelaksanaannya. Sehingga tidak ada kelemahan baik itu dalam hal kurikulum, sarana prasarana, proses pembelajaran, dan kualitas sumber daya manusianya. Mutu Pendidikan dalam pelaksanaannya perlu mendapat pengawasan yang intensif dari para penyelenggara pendidikan.
                         
2.    Saran
            
 Mengenai ketidakpercayaan sebagian masyarakat dalam menyekolahkan anak didalam negeri, mereka lebih cenderung percaya kepada pendidikan diluar yang mungkin lebih maju dalam teknologi. Untuk mengantisipasi hal tersebut telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini menciptakan home scholling maupun sekolah internasional. Selain itu juga dengan meningkatkan sumber daya manusianya dalam hal ini peranan seorang guru. Pemerintah berusaha dengan menetapkan akreditasi bagi guru guna mengoptimalkan mutu pendidik di sekolah. Guru haruslah menguasai kompetensi-kompetensi seperti kompetensi bidang studi, kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang pelayanan / pengabdian masyarakat.
             
Kegagalan implementasi MBS di lapangan merupakan evaluasi bagi kita untuk melakukan sosialisasi secara terus menerus. Input, proses, serta output harus selalu disinergikan agar peningkatan mutu di indonesia dapat terealisasikan dalam waktu dekat, sehingga hasil dari pendidkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang mampu berkompetitif dalam era globalisasi.
             
Organisasi pendidikan yang sangat berperan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah sekolah harus mampu mengoptimalkan seluruh potensi yang ada. Dan pemerintah sebagai penjamin pendidikan harus memainkan peranannya sehingga pemerataan pendidikan dan pemerataan kualitas pendidikan semakin dirasakan oleh seluruh penyelenggara dan pemakai jasa pendidikan.


F.      Daftar Pustaka
Depdiknas. 2010. Manajemen Berbasis Sekolah. www.mgp-be.depdiknas.go.id. Diakses dari alamat www.mgp-be.depdiknas.go.id/cms/upload/ publikasi/m01u02a.pdf.
Fariadi, Ruslan. 2010. Total Quality Management (TQM) dan Implementasinya Dalam Dunia Pendidikan. http://aa-den.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html, diakses 8 September 2010
Hadis, Abdul. Prof. Dr  & B, Nurhayati, Prof. Dr. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit AlfaBeta, hal 2
Kristianty, Theresia, Dr. 2005. Peningkatan Mutu Pendidikan Terpadu. Jurnal Pendidikan Penabur, http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.106-112%20Peningkatan%20Mutu%20Pendidikan%20Terpadu%20 dengan%20Konsep%20Deming.pdf. diakses tanggal 28 September 2010
M Ihsan Dacholfany M.Ed & Evi Yuzana SKM. 2009. dikutip dari http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/ 2009/05/15/ manajemen-berbasis-sekolah-mbs/. Diakses tanggal 20 September 2010.
Sallis, Edward. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Total Quality Management in Edecation: Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Irchisod. Hal. 73
Usman, Husaini, Prof. Dr. 2009. Manajemen : Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, hal. 512-513



[1] Prof. Dr. Hadis, Abdul. Prof. Dr  & B, Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit AlfaBeta, hal 2
[2] Prof. Dr. Hadis, Abdul. Prof. Dr  & B, Nurhayati. 2010. Ibid. hal 84-85.
[3] Prof. Dr. Usman, Husaini. 2009. Manajemen : Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, hal. 512-513.
[4] Prof. Dr. Usman, Husaini. 2009.ibid. hal. 515
[5] Edward Sallis. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Total Quality Management in Edecation: Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Irchisod. Hal. 73
[6] Fariadi, Ruslan. 2010. Total Quality Management (TQM) dan Implementasinya Dalam Dunia Pendidikan. http://aa-den.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html, diakses 8 September 2010.
[7] Sallis, Edward. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. opcit. Hal 103
[8] Kristianty, Theresia, Dr. 2005. Peningkatan Mutu Pendidikan Terpadu. Jurnal Pendidikan Penabur, http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.106-112%20Peningkatan%20Mutu%20Pendidikan%20Terpadu%20 dengan%20Konsep%20Deming.pdf. diakses tanggal 28 September 2010.
[9] Depdiknas. 2010. Manajemen Berbasis Sekolah. www.mgp-be.depdiknas.go.id. Diakses dari alamat www.mgp-be.depdiknas.go.id/cms/upload/publikasi/m01u02a.pdf.
[10] M Ihsan Dacholfany M.Ed Dan Evi Yuzana SKM.2009. dikutip dari http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/ 2009/05/15/ manajemen-berbasis-sekolah-mbs/. Diakses tanggal 20 September 2010.
[11] Suharsaputra, Uhar. Drs. 2009. Membangun Pengawasan Pendidikan Berorientasi Mutu. Dikutip dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/07/06/membangun-pengawasan-pendidikan-berorientasi-mutu/. Diakses tanggal 20 September 2010.