Sindonews.com
- Persaingan global di segala bidang kini melanda semua belahan di
dunia, tak terkecuali dengan Indonesia. Persaingan global menuntut untuk
meningkatkan segala sektor negara baik politik, ekonomi, pendidikan
maupun ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).
Menyikapi hal tersebut, sesuatu yang wajar jika pemerintah melalui keputusan Menteri Pendidikan Nasional telah mencanangkan kewajiban belajar 9 tahun. Bahkan untuk meminimalisir jumlah angka putus sekolah dan agar seluruh warga usia sekolah berkesempatan untuk menikmati pendidikan, pemerintah berupaya mencanangkan pendidikan menengah universal yang mengisyaratkan agar semua anak di Indonesia bisa bersekolah hingga lulus pendidikan menengah tingkat atas.
Pendidikan Menengah Universal (PMU) sudah di-launching pada Juni 2013 lalu. PMU adalah program pendidikan yang memberikan layanan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Indonesia untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu. “PMU merupakan rintisan wajib belajar 12 tahun,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh.
Menurut Nuh, PMU 12 tahun ditempuh untuk menjaring usia produktif di Indonesia. Pemerintah mewajibkan program PMU atau pendidikan gratis hingga SMA. Oleh karena itu, pemerintah mengamandemen Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur soal wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.
Sasaran penyelenggaraan PMU ialah tiap warga Indonesia usia 16 tahun sampai dengan 18 tahun, yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah dan mempercepat angka partisipasi kasar (APK) pendidikan menengah mencapai 97% pada tahun 2020.
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat memperhatikan layanan bagi warga negara usia 16 (enam belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun yang berasal dari keluarga tidak mampu, dari daerah perbatasan, daerah tertinggal, daerah terluar dan dari daerah terpencil untuk mengikuti pendidikan menengah.
APK merupakan angka rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat tertentu, terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Anak usia SMA/sederajat, baru 70,5% yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat. Saat ini, pemerintah menargetkan APK pendidikan menengah sebesar 97%. Tanpa PMU, sasaran itu diperkirakan baru tercapai pada 2040.
PMU dinilai menjadi sebuah lompatan yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Tujuan utama PMU adalah meningkatkan kualitas penduduk Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi bangsa, peningkatan sosial politik, serta kesejahteraan rakyat.
Untuk mewujudkan pendidikan menengah 12 tahun, tentu harus dijalankan dengan perhatian besar terhadap kemampuan keuangan pemerintah pusat maupun daerah. Pemerintah daerah memiliki andil besar dalam pembiayaan pendidikan ini.
“Implementasi program PMU tidak akan berhasil bila daerah tidak ikut berpartisipasi aktif. Karena itu, komitmen daerah amat penting dan berperan besar,” papar Dirjen Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Ahmad Jazidie.
Untuk melaksanakan pendidikan wajib belajar 12 tahun ini, yang perlu diperhatikan pula yaitu meliputi sarana pendidikan, pendidik, dan tenaga kerja kependidikan di tingkat kabupaten/kota.
Dengan dilaksanakannya Program PMU, diharapkan lulusan-lulusan di Indonesia akan memiliki SDM yang spesifik dan lebih siap untuk bekerja. Hal ini dapat dilakukan dengan pencanangan pendidikan vokasi pada jenjang menengah dengan memperbanyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Secara operasional, PMU dilaksanakan sama dengan wajib belajar 9 tahun. Untuk menjamin PMU mencapai sasarannya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akan mengalokasikan dana, terutama untuk pengadaan sarana dan prasarana, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), penyediaan dan peningkatan kualitas guru, serta bantuan untuk siswa yang kurang mampu.
Masalah anggaran, adalah masalah yang paling spesifik. Kemendikbud sudah menghitung anggaran yang diperlukan. “Sekarang ini, dibutuhkan minimal yang harus disiapkan ialah Rp21 triliun. Biaya itu, sebagian besar digunakan untuk pengeluaran dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)."
KendalaMenurut Jazidie, kendala yang dihadapi dalam pelaksanan PMU ini masih sangat banyak dan beragam. "Antara lain, persepsi bahwa SMA itu mahal. Masyarakat juga masih berprinsip, dari pada sekolah SMA lebih baik bekerja,” ujarnya.
Dengan adanya program PMU ini, yang juga perlu diperhatikan ialah, pengadaan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Untuk PMU, pemerintah menganggarkan mulai dari ekspansi ruang kelas baru, hingga unit sekolah baru. Itu salah satu program utama Kemendikbud. Dan pihak Ditjen Dikmen juga telah memiliki peta daerah mana saja yang perlu menjadi prioritas PMU.
Selain rencana pembangunan unit ruang kelas dan sekolah baru guna memperluas akses ke jenjang SMA sederajat, ketersediaan guru juga harus dipersiapkan secara matang. Pasalnya, ketika terjadi penambahan ruang kelas dan sekolah baru, hal itu akan berdampak terhadap jumlah dan kesiapan guru. Karena itu, Kemendikbud menyiapkan anak-anak dari program sarjana mendidik di daerah terdepan, terluar, tertinggal (SM3T).
Selain itu, secara nasional, guru SMA lebih banyak dibanding dengan jumlah guru SMK. “Kekurangan guru produktif di SMK memang tidak dapat dihindari. Pasalnya, jurusan pendidikan guru di lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK) belum mencakup keahlian yang diperlukan di SMK,” kata Jazidie.
Kemendikbud tak bisa hanya mengandalkan untuk merekrut calon guru dengan pendidikan formal yang pas untuk mengisi kebutuhan guru SMK. Apalagi, untuk menjadi guru, masih ada persyaratan bahwa sang calon mesti berijazah strata 1 (S1) ataupun diploma empat (D4).
Karenanya, pemerintah membuat skema pemenuhan guru produktif SMK di daerah-daerah. Cara yang paling memungkinkan ialah mengangkat tenaga profesional yang sudah lama berkecimpung di dunia industri. “Kita akan mengangkat praktisi yang memiliki pengetahuan selevel tinggi di dunia industri,” terang Jazidie.
Dia mengatakan, pihaknya membutuhkan pemetaan secara keseluruhan. Dengan demikian, dapat diketahui secara pasti bagaimana realisasi dari PMU yang selama ini berjalan sehingga segala kebutuhan dan kekurangan dapat segera ditangani.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu bukan menjadi milik suatu kelompok atau perseorangan, tapi pendidikan ialah hak semua orang, tanpa membedakan ras, suku ataupun kedudukan sosial. Bagaimanapun, anak-anak Indonesia, dalam 10 sampai 20 tahun mendatang, siap menyambut Indonesia Emas di 2045.
Menyikapi hal tersebut, sesuatu yang wajar jika pemerintah melalui keputusan Menteri Pendidikan Nasional telah mencanangkan kewajiban belajar 9 tahun. Bahkan untuk meminimalisir jumlah angka putus sekolah dan agar seluruh warga usia sekolah berkesempatan untuk menikmati pendidikan, pemerintah berupaya mencanangkan pendidikan menengah universal yang mengisyaratkan agar semua anak di Indonesia bisa bersekolah hingga lulus pendidikan menengah tingkat atas.
Pendidikan Menengah Universal (PMU) sudah di-launching pada Juni 2013 lalu. PMU adalah program pendidikan yang memberikan layanan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Indonesia untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu. “PMU merupakan rintisan wajib belajar 12 tahun,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh.
Menurut Nuh, PMU 12 tahun ditempuh untuk menjaring usia produktif di Indonesia. Pemerintah mewajibkan program PMU atau pendidikan gratis hingga SMA. Oleh karena itu, pemerintah mengamandemen Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur soal wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.
Sasaran penyelenggaraan PMU ialah tiap warga Indonesia usia 16 tahun sampai dengan 18 tahun, yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah dan mempercepat angka partisipasi kasar (APK) pendidikan menengah mencapai 97% pada tahun 2020.
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat memperhatikan layanan bagi warga negara usia 16 (enam belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun yang berasal dari keluarga tidak mampu, dari daerah perbatasan, daerah tertinggal, daerah terluar dan dari daerah terpencil untuk mengikuti pendidikan menengah.
APK merupakan angka rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat tertentu, terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Anak usia SMA/sederajat, baru 70,5% yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat. Saat ini, pemerintah menargetkan APK pendidikan menengah sebesar 97%. Tanpa PMU, sasaran itu diperkirakan baru tercapai pada 2040.
PMU dinilai menjadi sebuah lompatan yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Tujuan utama PMU adalah meningkatkan kualitas penduduk Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi bangsa, peningkatan sosial politik, serta kesejahteraan rakyat.
Untuk mewujudkan pendidikan menengah 12 tahun, tentu harus dijalankan dengan perhatian besar terhadap kemampuan keuangan pemerintah pusat maupun daerah. Pemerintah daerah memiliki andil besar dalam pembiayaan pendidikan ini.
“Implementasi program PMU tidak akan berhasil bila daerah tidak ikut berpartisipasi aktif. Karena itu, komitmen daerah amat penting dan berperan besar,” papar Dirjen Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Ahmad Jazidie.
Untuk melaksanakan pendidikan wajib belajar 12 tahun ini, yang perlu diperhatikan pula yaitu meliputi sarana pendidikan, pendidik, dan tenaga kerja kependidikan di tingkat kabupaten/kota.
Dengan dilaksanakannya Program PMU, diharapkan lulusan-lulusan di Indonesia akan memiliki SDM yang spesifik dan lebih siap untuk bekerja. Hal ini dapat dilakukan dengan pencanangan pendidikan vokasi pada jenjang menengah dengan memperbanyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Secara operasional, PMU dilaksanakan sama dengan wajib belajar 9 tahun. Untuk menjamin PMU mencapai sasarannya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akan mengalokasikan dana, terutama untuk pengadaan sarana dan prasarana, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), penyediaan dan peningkatan kualitas guru, serta bantuan untuk siswa yang kurang mampu.
Masalah anggaran, adalah masalah yang paling spesifik. Kemendikbud sudah menghitung anggaran yang diperlukan. “Sekarang ini, dibutuhkan minimal yang harus disiapkan ialah Rp21 triliun. Biaya itu, sebagian besar digunakan untuk pengeluaran dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)."
KendalaMenurut Jazidie, kendala yang dihadapi dalam pelaksanan PMU ini masih sangat banyak dan beragam. "Antara lain, persepsi bahwa SMA itu mahal. Masyarakat juga masih berprinsip, dari pada sekolah SMA lebih baik bekerja,” ujarnya.
Dengan adanya program PMU ini, yang juga perlu diperhatikan ialah, pengadaan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Untuk PMU, pemerintah menganggarkan mulai dari ekspansi ruang kelas baru, hingga unit sekolah baru. Itu salah satu program utama Kemendikbud. Dan pihak Ditjen Dikmen juga telah memiliki peta daerah mana saja yang perlu menjadi prioritas PMU.
Selain rencana pembangunan unit ruang kelas dan sekolah baru guna memperluas akses ke jenjang SMA sederajat, ketersediaan guru juga harus dipersiapkan secara matang. Pasalnya, ketika terjadi penambahan ruang kelas dan sekolah baru, hal itu akan berdampak terhadap jumlah dan kesiapan guru. Karena itu, Kemendikbud menyiapkan anak-anak dari program sarjana mendidik di daerah terdepan, terluar, tertinggal (SM3T).
Selain itu, secara nasional, guru SMA lebih banyak dibanding dengan jumlah guru SMK. “Kekurangan guru produktif di SMK memang tidak dapat dihindari. Pasalnya, jurusan pendidikan guru di lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK) belum mencakup keahlian yang diperlukan di SMK,” kata Jazidie.
Kemendikbud tak bisa hanya mengandalkan untuk merekrut calon guru dengan pendidikan formal yang pas untuk mengisi kebutuhan guru SMK. Apalagi, untuk menjadi guru, masih ada persyaratan bahwa sang calon mesti berijazah strata 1 (S1) ataupun diploma empat (D4).
Karenanya, pemerintah membuat skema pemenuhan guru produktif SMK di daerah-daerah. Cara yang paling memungkinkan ialah mengangkat tenaga profesional yang sudah lama berkecimpung di dunia industri. “Kita akan mengangkat praktisi yang memiliki pengetahuan selevel tinggi di dunia industri,” terang Jazidie.
Dia mengatakan, pihaknya membutuhkan pemetaan secara keseluruhan. Dengan demikian, dapat diketahui secara pasti bagaimana realisasi dari PMU yang selama ini berjalan sehingga segala kebutuhan dan kekurangan dapat segera ditangani.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu bukan menjadi milik suatu kelompok atau perseorangan, tapi pendidikan ialah hak semua orang, tanpa membedakan ras, suku ataupun kedudukan sosial. Bagaimanapun, anak-anak Indonesia, dalam 10 sampai 20 tahun mendatang, siap menyambut Indonesia Emas di 2045.