Minggu, 10 Maret 2013

Perang Badar Perang yang sangat menentukan(bagian pertama)


Posted by Drs.H.Mutawalli, M.Pd.I   on August 28, 2010
A. ‘Amr bin’l-Hadzrami darah yang pertama  tertumpah oleh kaum Muslimin
 
SATUAN Abdullah b. Jahsy merupakan  persimpangan  jalan  dalam strategi  politik  Islam.  Ketika  itulah  Waqid  b.  Abdullah at-Tamimi  melepaskan  anak   panahnya   dan   mengenai   ‘Amr bin’l-Hadzrami  hingga  ia  tewas.  Ini  adalah  darah pertama ditumpahkan oleh Muslimin. Karena  itu  pula  ayat  yang  kita sebutkan  tadi  turun.  Sebagai kelanjutannya maka diundangkan perang terhadap mereka yang mau memfitnah dan mengalihkan kaum Muslimin  dan  agamanya  serta  menghalangi  mereka  dan jalan Allah. Juga satuan  ini  merupakan  persimpangan  jalan  dalam strategi  politik Muslimin terhadap Quraisy, karena dengan ini keduanya dapat berhadapan sama kuat. Sesudah itu kaum Muslimin jadi  berpikir  lebih  sungguh-sungguh  lagi dalam membebaskan harta-benda mereka dalam  menghadapi  Quraisy.  Disamping  itu pihak  Quraisy  berusaha menghasut seluruh Jazirah Arab, bahwa Muhammad dan  sahabat-sahabatnya  melakukan  pembunuhan  dalam bulan  suci. Muhammadpun yakin sudah, bahwa harapan akan dapat bekerja sama  dengan  jalan  persetujuan  yang  sebaik-baiknya dengan mereka sudah tak ada lagi.
Pada  permulaan  musim  rontok  tahun kedua Hijrah, Abu Sufyan berangkat membawa perdagangan yang cukup besar,  menuju  Syam. Perjalanan  dagang  inilah yang ingin dicegat oleh orang-orang Islam ketika  Nabi  s.a.w.  dulu  pergi  ke  ‘Usyaira.  Tetapi tatkala  mereka sampai kafilah Abu Sufyan sudah lewat dua hari lebih dulu sebelum ia tiba di tempat tersebut.  Sekarang  kaum Muslimin  bertekad menunggu mereka kembali. Sementara Muhammad menantikan mereka kembali dari Syam itu, dikirimnya  Talha  b. ‘Ubaidillah  dan  Sa’id b. Zaid menunggu berita-berita. Mereka berdua berangkat, dan sesampainya di tempat Kasyd al-Juhani di bilangan  Haura’2, mereka bersembunyi, menunggu hingga kafilah itu lewat. Kemudian cepat-cepat mereka berdua menemui Muhammad guna memberitahukan keadaan mereka.
Tetapi  belum  lagi selesai Muhammad menunggu kedatangan kedua utusan itu dari Haura’ beserta kabar tentang kafilah yang akan dibawanya,  lebih  dulu  sudah  tersebar berita tentang adanya sebuah rombongan kafilah besar,  dan  bahwa  seluruh  penduduk Mekah  punya  saham  di  situ. Tak ada penduduk laki-laki atau wanita yang dapat memberikan sahamnya yang tidak  ikut  serta, sehingga  seluruhnya  mencapai jumlah 50.000 dinar. Ia kuatir, kalau masih menunggu lagi kafilah itu kembali ke Mekah, mereka akan  menghilang  seperti  ketika berangkat ke Syam dulu. Oleh karena itu ia segera mengutus kaum Muslimin dengan mengatakan:
“Ini  adalah  kafilah  Quraisy.  Berangkatlah  kamu  ke  sana. Mudah-mudahan Tuhan memberikan kelebihan kepada kamu.”
Ada  orang  yang  segera  menyambutnya dan ada pula yang masih merasa berat-berat. Dan ada lagi orang-orang yang belum  Islam ingin  bergabung  karena  mereka hanya ingin mendapatkan harta rampasannya saja. Tetapi Muhammad menolak penggabungan  mereka ini sebelum mereka beriman kepada Allah dan RasulNya. Sementara  itu Abu Sufyan sudah mengetahui pula akan kepergian Muhammad yang akan mencegat  kafilahnya  dalam  perjalanan  ke Syam.  Ia  kuatir  kalau-kalau  kaum Muslimin akan mencegatnya bila ia kembali dengan membawa laba perdagangan.  Sekarang  ia tinggal  menunggu  berita  tentang  mereka itu, termasuk Kasyd Juhani yang pernah dikunjungi oleh kedua  utusan  Muhammad  di Haura’ itu, di antara orang yang ditanyainya. Sekalipun Juhani belum  mempercayai  berita  tersebut,  tapi   berita   tentang Muhammad,   kaum   Muhajirin  dan  Anshar  sudah  sampai  juga kepadanya seperti tersebarnya berita itu dulu kepada Muhammad. Ia  merasa  kuatir  juga  kalau  dari pihak Quraisy pengawalan kafilah hanya terdiri dari tiga puluh atau empat  puluh  orang saja.
Ketika  itulah  ia  lalu  mengupah Dzamdzam b. ‘Amr al-Ghifari supaya cepat-cepat pergi ke Mekah  untuk  mengerahkan  Quraisy menolong  harta-benda  mereka,  juga  diberitahukannya,  bahwa Muhammad dan sahabat-sahabatnya sedang mengancam. Setibanya di Mekah,  ketika  berada  di  tengah-tengah  sebuah lembah,   dipotongnya   kedua   telinga  dan  hidung  untanya, dibalikkannya pelananya dan dia sendiri berhenti di tempat itu sambil berteriak-teriak memberitahukan, dengan mengenakan baju yang sudah dikoyak-koyak bagian depan dan belakangnya:
“Hai orang-orang Quraisy! Kafilah, kafilah! harta  bendamu  di tangan   Abu   Sufyan   telah   dicegat   oleh   Muhammad  dan sahabat-sahabatnya. Kamu sekalian harus segera menyusul. Perlu pertolongan! Pertolongan!”
Mendengar ini Abu Jahl segera memanggil orang-orang di sekitar Ka’bah. Mereka dikerahkan. Abu Jahl adalah  seorang  laki-laki berbadan kecil, berwajah keras dengan lidah dan pandangan mata yang tajam. Sebenarnya orang-orang  Quraisy  itu  sudah  tidak perlu  lagi  dikerahkan  karena setiap orang sudah punya saham sendiri-sendiri dalam kafilah itu.
Sungguhpun begitu ada juga penduduk Mekah  itu  sebagian  yang sudah   merasakan   adanya  kekejaman  Quraisy  terhadap  kaum Muslimin  sehingga  menyebabkan  mereka  terpaksa  hijrah   ke Abisinia  dan  kemudian  hijrah  ke  Medinah. Mereka ini masih maju-mundur:  akan   turut   juga   berperang   mempertahankan harta-benda mereka, atau akan tinggal diam saja dengan harapan kalau-kalau kafilah  itu  tidak  mengalami  sesuatu  gangguan.
Mereka  ini  masih ingat bahwa dulu antara kabilah Quraisy dan kabilah Kinana ada tuntutan darah yang  dilakukan  oleh  kedua belah   pihak.   Apabila  mereka  ini  cepat-cepat  menghadapi Muhammad dalam membela kafilah itu, mereka kuatir akan diserbu
oleh  Banu  Bakr  (dari Kinana) dari belakang. Alasan demikian ini hampir saja memperkuat pendapat yang  ingin  tinggal  diam saja,  kalau  tidak  lalu  datang  Malik  b. Ju’syum (Mudlij), seorang pemuka Banu Kinana.
“Bagi  kamu  aku  adalah  jaminan,  bahwa  Kinana  tidak  akan melakukan  sesuatu  di  belakang kamu yang akan merugikan kamu sekalian.”
Dengan  demikian   orang-orang   semacam   Abu   Jahl,   ‘Amir al-Hadzrami   serta   penganjur-penganjur   perang   menentang Muhammad dan pengikut-pengikutnya, mendapat dukungan kuat. Tak ada  alasan  bagi  orang  yang  mampu  berperang itu yang akan tinggal di belakang atau  akan  menggantikannya  kepada  orang lain.  Dari pemuka-pemuka Quraisypun tak ada yang ketinggalan, kecuali Abu Lahab yang diwakili  oleh  al-’Ash  b.  Hisyam  b. Mughira. Orang ini punya hutang kepadanya (Abu Lahab) sebanyak 4000 dirham yang tak dibayar sehingga ia  bangkrut  karenanya. Sedang  Uamyyah b. Khalaf sudah bertekad akan tinggal diam. Dia sebagai orang  terpandang,  yang  sudah  tua  sekali  usianya, badannya gemuk dan berat.
Ketika  itu ia didatangi oleh ‘Uqba b. Abi Mu’ait dan Abu Jahl ke mesjid. ‘Uqba membawa perapian dengan kemenyan  sedang  Abu Jahl  membawa  tempat  celak  dan pemalitnya. ‘Uqba meletakkan tempat api itu di depannya seraya berkata:
“Abu Ali,3 gunakanlah  perapian  dan  menyan  ini,  sebab  kau wanita.”
“Pakailah  celak  ini, Abu Ali, sebab kau perempuan,” kata Abu Jahl.
“Belikan buat aku seekor unta yang  terbaik  di  lembah  ini,” jawab Umayya.
Lalu  iapun  pergi  bersama  mereka. Sekarang tiada seorangpun yang mampu bertempur yang masih tinggal di Mekah.
Pada hari kedelapan bulan Ramadan  tahun  kedua  Hijrah,  Nabi s.a.w.   berangkat   dengan   sahabat-sahabatnya  meninggalkan Medinah. Pimpinan sembahyang diserahkan  kepada  ‘Amr  b.  Umm Maktum, sedang pimpinan Medinah kepada Abu Lubaba dari Rauha’.
Dalam perjalanan  ini  Muslimin  didahului  oleh  dua  bendera hitam.  Mereka  membawa  tujuhpuluh  ekor  unta,  yang dinaiki dengan cara silih berganti.  Setiap  dua  orang,  setiap  tiga orang  dan  setiap  empat  orang  bergantian naik seekor unta.
Dalam hal ini  Muhammad  juga  mendapat  bagian  sama  seperti sahabat-sahabatnya  yang  lain.  Dia,  Ali  b.  Abi  Talib dan Marthad b. Marthad al-Ghanawi bergantian naik seekor unta. Abu Bakr,  Umar  dan  Abdur-Rahman  b. ‘Auf bergantian juga dengan seekor unta. Jumlah mereka  yang  berangkat  bersama  Muhammad dalam  ekspedisi  ini  terdiri  dari  tiga  ratus  lima orang, delapanpuluh tiga di antaranya Muhajirin, enampuluh satu orang Aus dan yang selebihnya dari Khazraj.
Karena   dikuatirkan   Abu   Sufyan   akan   menghilang  lagi, cepat-cepat mereka berangkat sambil terus  berusaha  mengikuti berita-berita   tentang   orang   ini   di  mana  saja  mereka berada.Tatkala sampai di ‘Irq’z-Zubya  mereka  bertemu  dengan seorang   orang  Arab  gunung  yang  ketika  ditanyai  tentang rombongan itu, ternyata  ia  tidak  mendapat  berita  apa-apa. Mereka  meneruskan  perjalanan  hingga  sampai  di sebuah wadi bernama Dhafiran; di tempat itu mereka turun. Di tempat inilah mereka  mendapat  berita,  bahwa pihak Quraisy sudah berangkat dari Mekah, akan melindungi kafilah mereka.
Ketika itu suasananya sudah berubah. Kini kaum  Muslimin  dari kalangan Muhajirin dan Anshar bukan lagi berhadapan dengan Abu Sufyan dengan kalifahnya serta tigapuluh atau empatpuluh orang rombongannya  itu saja, yang takkan dapat melawan Muhammad dan sahabat-sahabatnya,  melainkan  Mekah  dengan  seluruh  isinya sekarang  keluar  dipimpin  oleh  pemuka-pemuka mereka sendiri guna membela perdagangan mereka itu.
Andaikata pihak Muslimin sudah dapat mengejar Abu Sufyan,  dan beberapa  orang  dari  rombongan itu sudah dapat ditawan, unta beserta muatannya sudah dapat dikuasai, pihak Quraisypun tentu akan   segera  pula  dapat  menyusul  mereka.  Soalnya  karena terdorong  oleh  rasa  cintanya   kepada   harta   dan   ingin mempertahankannya.  Mereka merasa sudah didukung oleh sejumlah orang dan perlengkapan yang cukup besar. Mereka bertekad  akan bertempur  dan  mengambil  kembali harta mereka, atau bersedia mati untuk itu.
Tetapi sebaliknya, apabila Muhammad kembali ke tempat  semula, pihak  Quraisy dan Yahudi Medinah tentu merasa mendapat angin. Dia sendiri terpaksa akan  berada  dalam  situasi  yang  serba dibuat-buat,  sahabat-sahabatnya  pun  terpaksa  akan  memikul segala tekanan dan gangguan Yahudi Medinah,  seperti  gangguan yang  pernah  mereka alami dari pihak Quraisy di Mekah dahulu. Ya, apabila ia menyerah kepada situasi semacam  itu,  mustahil sekali   kebenaran   akan  dapat  ditegakkan  dan  Tuhan  akan memberikan pertolongan dalam menegakkan agama itu.
B. Rasul Bermusyawarah tentang perang Badar
Sekarang   ia   bermusyawarah    dengan    sahabat-sahabatnya. Diberitahukannya kepada mereka tentang keadaan Quraisy menurut berita yang sudah diterimanya. Abu Bakr  dan  Umar  juga  lalu memberikan   pendapat.   Kemudian   Miqdad   b.   ‘Amr  tampil mengatakan:
Rasulullah, teruskanlah apa  yang  sudah  ditunjukkan  Allah. Kami  akan  bersama  tuan.  Kami tidak akan mengatakan seperti Banu Israil yang berkata kepada  Musa:  “Pergilahkamu  bersama Tuhanmu, dan berperanglah. Kami di sini akan tinggal menunggu. Tetapi, pergilah engkau dan Tuhanmu,  dan  berperanglah,  kami bersamamu akan juga turut berjuang.”
Semua orang diam. “Berikan  pendapat  kamu  sekalian kepadaku,” kata Rasul lagi.
Kata-kata ini sebenarnya ditujukan kepada  pihak  Anshar  yang telah menyatakan Ikrar ‘Aqaba, bahwa mereka akan melindunginya seperti terhadap sanak keluarganya sendiri, tapi mereka  tidak mengadakan ikrar itu untuk mengadakan serangan keluar Medinah.
Tatkala pihak Anshar merasa bahwa memang mereka yang dimaksud, maka Sa’d b. Musadh  yang  memegang  pimpinan  mereka  menoleh kepada Muhammad.
“Agaknya yang dimaksud Rasulullah adalah kami,” katanya. “Ya,” jawab Rasul.
Kami  telah  percaya kepada Rasul dan membenarkan,” kata Sa’d pula, “Kamipun telah menyaksikan bahwa apa  yang  kaubawa  itu adalah  benar.  Kami  telah  memberikan janji kami dan jaminan kami,  bahwa  kami  akan  tetap  taat   setia.   Laksanakanlah kehendakmu,  kami  disampingmu. Demi yang telah mengutus kamu, sekiranya kaubentangkan  lautan  di  hadapan  kami,  lalu  kau terjun menyeberanginya, kamipun akan terjun bersamamu, dan tak seorangpun dari kami akan tinggal  di  belakang.  Kami  takkan segan-segan  menghadapi  musuh  kita  besok.  Kami cukup tabah dalam perang, cukup setia bertempur. Semoga Tuhan  membuktikan segalanya  dari  kami  yang  akan menyenangkan hatimu. Ajaklah kami bersama, dengan berkah Tuhan.”
Begitu Sa’d selesai bicara,  wajah  Muhammad  tampak  berseri. Tampaknya ia puas sekali; seraya katanya:
Berangkatlah,   dan   gembirakan!   Allah  sudah  menjanjikan kepadaku  atas  salah  satunya   dari   dua   kelompok4   itu. Seolah-olah kini kehancuran mereka itu tampak di hadapanku.”
Merekapun  lalu  berangkat  semua.  Ketika  sampai  pada suatu tempat dekat Badr, Muhammad pergi lagi dengan untanya sendiri. Ia  menemui  seorang  orang  Arab  tua.  Kepada  orang  ini ia menanyakan    Quraisy    dan    menanyakan    Muhammad     dan
sahabat-sahabatnya, yang kemudian daripadanya diketahui, bahwa kafilah Quraisy berada tidak jauh dari tempat itu.
Lalu kembali lagi ia ke tempat sahabat-sahabatnya. Ali b.  Abi Talib,  Zubair bin’l-Awwam, Sa’d b. Abi Waqqash serta beberapa orang   sahabat   lainnya   segera   ditugaskan   mengumpulkan berita-berita  dari  sebuah  tempat  di Badr. Kurir ini segera
kembali dengan membawa dua orang anak. Dari  kedua  orang  ini Muhammad  mengetahui, bahwa pihak Quraisy kini berada di balik bukit pasir di tepi ujung Wadi.5 Ketika mereka menjawab, bahwa mereka  tidak  mengetahui berapa jumlah pihak Quraisy, ditanya lagi oleh Muhammad:
“Berapa ekor ternak yang mereka potong tiap hari?” “Kadang sehari sembilan, kadang sehari  sepuluh  ekor,” jawabmereka.
Dengan  demikian Nabi dapat mengambil kesimpulan, bahwa mereka terdiri dari antara 900 sampai 1000  orang.  Juga  dari  kedua anak  itu  dapat  diketahui  bahwa bangsawan-bangsawan Quraisy ikut serta memperkuat diri Lalu katanya kepada sahabat-sahabatnya: “Lihat.  Sekarang  Mekah  sudah   menghadapkan   semua   bunga bangsanya kepada kita.”
Mau  tidak  mau,  sekarang  ia  dan  sahabat-sahabatnya  harus berhadapan dengan suatu golongan yang jumlahnya tiga kali jauh lebih  besar. Mereka harus mengerahkan seluruh semangat, harus mengadakan persiapan mental menghadapi kekerasan  itu.  Mereka harus siap menunggu suatu pertempuran sengit dan dahsyat, yang takkan dapat dimenangkan kecuali oleh iman yang kuat  memenuhi kalbu, iman dan kepercayaan akan adanya kemenangan itu.
Bilamana  Ali  sudah  kembali  dengan  kedua  orang  anak yang membawa berita tentang Quraisy itu, dua orang Muslimin lainnya lalu  berangkat  lagi  menuju  lembah Badr. Mereka berhenti di atas sebuah bukit tidak jauh dari tempat  air,  dikeluarkannya
tempat persediaan airnya, dan di sini mereka mengisi air itu. Sementara  mereka  berada  di  tempat air, terdengar ada suara seorang budak perempuan, yang agaknya  sedang  menagih  hutang kepada seorang wanita lainnya, yang lalu dijawab:
Kafilah  dagang  besok  atau lusa akan datang. Pekerjaan akan kuselesaikan dengan mereka dan hutang segera akan kubayar.”
Kedua laki-laki itu kembali.  Disampaikannya  apa  yang  telah mereka dengar itu kepada Muhammad.
Tetapi,  dalam pada itu Abu Sufyan sudah mendahului kafilahnya mencari-cari berita. Ia kuatir Muhammad akan sudah lebih  dulu ada  di jalan itu. Sesampainya di tempat air ia bertemu dengan Majdi b. ‘Amr.
“Ada kau melihat orang tadi?” tanyanya.
Majdi menjawab bahwa ia melihat  ada  dua  orang  berhenti  di bukit  itu  sambil  ia  menunjuk ke tempat dua orang laki-laki Muslim itu  tadi  berhenti.  Abu  Sufyanpun  pergi  mendatangi tempat  perhentian  tersebut.  Dilihatnya ada kotoran dua ekor unta  dan  setelah  diperiksanya,  diketahuinya,  bahwa   biji kotoran itu berasal dari makanan ternak Yathrib. Cepat-cepat  ia kembali menemui teman-temannya dan membatalkan perjalanannya melalui jalan semula. Dengan tergesa-gesa sekali sekarang ia memutar haluan melalui jalan pantai laut. Jaraknya dengan Muhammad sudah jauh, dan dia dapat meloloskan diri.
Hingga keesokan harinya kaum Muslimin masih menantikan kafilah itu  akan  lewat.  Tetapi  setelah  ada berita-berita bahwa ia sudah lolos dan yang masih ada di dekat mereka sekarang adalah angkatan perang Quraisy, beberapa orang yang tadinya mempunyai harapan penuh akan beroleh harta  rampasan,  terbalik  menjadi layu.  Beberapa  orang  bertukar  pikiran  dengan  Nabi dengan maksud supaya kembali saja ke Medinah, tidak perlu  berhadapan dengan  mereka yang datang dari Mekah hendak berperang. Ketika itu datang firman Tuhan:
“Ingat! Tuhan menjanjikan kamu salah satu  dari  dua  keIompok (musuh)  itu  untuk kamu. Sedang kamu menginginkan, bahwa yang tidak bersenjata itulah yang  untuk  kamu.  Tetapi  Allah  mau membuktikan kebenaran itu sesuai dengan ayat-ayatNya, dan akan merabut akar orang-orang yang tak beriman itu.”6
Pada pihak Quraisy juga begitu. Perlu  apa  mereka  berperang, perdagangan  mereka  sudah selamat? Bukankah lebih baik mereka kembali ke tempat semula, dan membiarkan pihak  Islam  kembali ke  tempat  mereka.  Abu  Sufyan  juga  berpikir  begitu.  Itu sebabnya ia mengirim utusan kepada  Quraisy  mengatakan:  Kamu telah berangkat guna menjaga kafilah dagang, orang-orang serta harta-benda kita.  Sekarang  kita  sudah  diselamatkan  Tuhan. Kembalilah. Tidak sedikit dari pihak Quraisy sendiri yang juga mendukung pendapat ini.
Sumber: S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat Cetakan Kelima, 1980