Posted by Drs.H.Mutawalli, M.Pd.I on August 28, 2010
A. ‘Amr bin’l-Hadzrami darah yang pertama tertumpah oleh kaum Muslimin
SATUAN
Abdullah b. Jahsy merupakan persimpangan jalan dalam strategi
politik Islam. Ketika itulah Waqid b. Abdullah at-Tamimi
melepaskan anak panahnya dan mengenai ‘Amr bin’l-Hadzrami
hingga ia tewas. Ini adalah darah pertama ditumpahkan oleh
Muslimin. Karena itu pula ayat yang kita sebutkan tadi turun.
Sebagai kelanjutannya maka diundangkan perang terhadap mereka yang mau
memfitnah dan mengalihkan kaum Muslimin dan agamanya serta
menghalangi mereka dan jalan Allah. Juga satuan ini merupakan
persimpangan jalan dalam strategi politik Muslimin terhadap Quraisy,
karena dengan ini keduanya dapat berhadapan sama kuat. Sesudah itu kaum
Muslimin jadi berpikir lebih sungguh-sungguh lagi dalam membebaskan
harta-benda mereka dalam menghadapi Quraisy. Disamping itu pihak
Quraisy berusaha menghasut seluruh Jazirah Arab, bahwa Muhammad dan
sahabat-sahabatnya melakukan pembunuhan dalam bulan suci.
Muhammadpun yakin sudah, bahwa harapan akan dapat bekerja sama dengan
jalan persetujuan yang sebaik-baiknya dengan mereka sudah tak ada
lagi.
Pada permulaan musim rontok tahun
kedua Hijrah, Abu Sufyan berangkat membawa perdagangan yang cukup
besar, menuju Syam. Perjalanan dagang inilah yang ingin dicegat oleh
orang-orang Islam ketika Nabi s.a.w. dulu pergi ke ‘Usyaira.
Tetapi tatkala mereka sampai kafilah Abu Sufyan sudah lewat dua hari
lebih dulu sebelum ia tiba di tempat tersebut. Sekarang kaum Muslimin
bertekad menunggu mereka kembali. Sementara Muhammad menantikan mereka
kembali dari Syam itu, dikirimnya Talha b. ‘Ubaidillah dan Sa’id b.
Zaid menunggu berita-berita. Mereka berdua berangkat, dan sesampainya di
tempat Kasyd al-Juhani di bilangan Haura’2, mereka bersembunyi,
menunggu hingga kafilah itu lewat. Kemudian cepat-cepat mereka berdua
menemui Muhammad guna memberitahukan keadaan mereka.
Tetapi belum lagi selesai Muhammad
menunggu kedatangan kedua utusan itu dari Haura’ beserta kabar tentang
kafilah yang akan dibawanya, lebih dulu sudah tersebar berita
tentang adanya sebuah rombongan kafilah besar, dan bahwa seluruh
penduduk Mekah punya saham di situ. Tak ada penduduk laki-laki atau
wanita yang dapat memberikan sahamnya yang tidak ikut serta, sehingga
seluruhnya mencapai jumlah 50.000 dinar. Ia kuatir, kalau masih
menunggu lagi kafilah itu kembali ke Mekah, mereka akan menghilang
seperti ketika berangkat ke Syam dulu. Oleh karena itu ia segera
mengutus kaum Muslimin dengan mengatakan:
“Ini adalah kafilah Quraisy. Berangkatlah kamu ke sana. Mudah-mudahan Tuhan memberikan kelebihan kepada kamu.”
Ada orang yang segera menyambutnya
dan ada pula yang masih merasa berat-berat. Dan ada lagi orang-orang
yang belum Islam ingin bergabung karena mereka hanya ingin
mendapatkan harta rampasannya saja. Tetapi Muhammad menolak
penggabungan mereka ini sebelum mereka beriman kepada Allah dan
RasulNya. Sementara itu Abu Sufyan sudah mengetahui pula akan kepergian
Muhammad yang akan mencegat kafilahnya dalam perjalanan ke Syam.
Ia kuatir kalau-kalau kaum Muslimin akan mencegatnya bila ia kembali
dengan membawa laba perdagangan. Sekarang ia tinggal menunggu
berita tentang mereka itu, termasuk Kasyd Juhani yang pernah
dikunjungi oleh kedua utusan Muhammad di Haura’ itu, di antara orang
yang ditanyainya. Sekalipun Juhani belum mempercayai berita
tersebut, tapi berita tentang Muhammad, kaum Muhajirin dan
Anshar sudah sampai juga kepadanya seperti tersebarnya berita itu
dulu kepada Muhammad. Ia merasa kuatir juga kalau dari pihak
Quraisy pengawalan kafilah hanya terdiri dari tiga puluh atau empat
puluh orang saja.
Ketika itulah ia lalu mengupah
Dzamdzam b. ‘Amr al-Ghifari supaya cepat-cepat pergi ke Mekah untuk
mengerahkan Quraisy menolong harta-benda mereka, juga
diberitahukannya, bahwa Muhammad dan sahabat-sahabatnya sedang
mengancam. Setibanya di Mekah, ketika berada di tengah-tengah
sebuah lembah, dipotongnya kedua telinga dan hidung untanya,
dibalikkannya pelananya dan dia sendiri berhenti di tempat itu sambil
berteriak-teriak memberitahukan, dengan mengenakan baju yang sudah
dikoyak-koyak bagian depan dan belakangnya:
“Hai orang-orang Quraisy!
Kafilah, kafilah! harta bendamu di tangan Abu Sufyan telah
dicegat oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Kamu sekalian harus
segera menyusul. Perlu pertolongan! Pertolongan!”
Mendengar ini Abu Jahl segera memanggil
orang-orang di sekitar Ka’bah. Mereka dikerahkan. Abu Jahl adalah
seorang laki-laki berbadan kecil, berwajah keras dengan lidah dan
pandangan mata yang tajam. Sebenarnya orang-orang Quraisy itu sudah
tidak perlu lagi dikerahkan karena setiap orang sudah punya saham
sendiri-sendiri dalam kafilah itu.
Sungguhpun begitu ada juga penduduk
Mekah itu sebagian yang sudah merasakan adanya kekejaman
Quraisy terhadap kaum Muslimin sehingga menyebabkan mereka
terpaksa hijrah ke Abisinia dan kemudian hijrah ke Medinah.
Mereka ini masih maju-mundur: akan turut juga berperang
mempertahankan harta-benda mereka, atau akan tinggal diam saja dengan
harapan kalau-kalau kafilah itu tidak mengalami sesuatu gangguan.
Mereka ini masih ingat bahwa dulu
antara kabilah Quraisy dan kabilah Kinana ada tuntutan darah yang
dilakukan oleh kedua belah pihak. Apabila mereka ini
cepat-cepat menghadapi Muhammad dalam membela kafilah itu, mereka
kuatir akan diserbu
oleh Banu Bakr (dari Kinana) dari
belakang. Alasan demikian ini hampir saja memperkuat pendapat yang
ingin tinggal diam saja, kalau tidak lalu datang Malik b.
Ju’syum (Mudlij), seorang pemuka Banu Kinana.
“Bagi kamu aku adalah
jaminan, bahwa Kinana tidak akan melakukan sesuatu di belakang
kamu yang akan merugikan kamu sekalian.”
Dengan demikian orang-orang
semacam Abu Jahl, ‘Amir al-Hadzrami serta
penganjur-penganjur perang menentang Muhammad dan
pengikut-pengikutnya, mendapat dukungan kuat. Tak ada alasan bagi
orang yang mampu berperang itu yang akan tinggal di belakang atau
akan menggantikannya kepada orang lain. Dari pemuka-pemuka
Quraisypun tak ada yang ketinggalan, kecuali Abu Lahab yang diwakili
oleh al-’Ash b. Hisyam b. Mughira. Orang ini punya hutang kepadanya
(Abu Lahab) sebanyak 4000 dirham yang tak dibayar sehingga ia
bangkrut karenanya. Sedang Uamyyah b. Khalaf sudah bertekad akan
tinggal diam. Dia sebagai orang terpandang, yang sudah tua sekali
usianya, badannya gemuk dan berat.
Ketika itu ia didatangi oleh ‘Uqba b.
Abi Mu’ait dan Abu Jahl ke mesjid. ‘Uqba membawa perapian dengan
kemenyan sedang Abu Jahl membawa tempat celak dan pemalitnya.
‘Uqba meletakkan tempat api itu di depannya seraya berkata:
“Abu Ali,3 gunakanlah perapian dan menyan ini, sebab kau wanita.”
“Pakailah celak ini, Abu Ali, sebab kau perempuan,” kata Abu Jahl.
“Belikan buat aku seekor unta yang terbaik di lembah ini,” jawab Umayya.
Lalu iapun pergi bersama mereka. Sekarang tiada seorangpun yang mampu bertempur yang masih tinggal di Mekah.
Pada hari kedelapan bulan Ramadan tahun
kedua Hijrah, Nabi s.a.w. berangkat dengan sahabat-sahabatnya
meninggalkan Medinah. Pimpinan sembahyang diserahkan kepada ‘Amr b.
Umm Maktum, sedang pimpinan Medinah kepada Abu Lubaba dari Rauha’.
Dalam perjalanan ini Muslimin
didahului oleh dua bendera hitam. Mereka membawa tujuhpuluh ekor
unta, yang dinaiki dengan cara silih berganti. Setiap dua orang,
setiap tiga orang dan setiap empat orang bergantian naik seekor
unta.
Dalam hal ini Muhammad juga mendapat
bagian sama seperti sahabat-sahabatnya yang lain. Dia, Ali b.
Abi Talib dan Marthad b. Marthad al-Ghanawi bergantian naik seekor
unta. Abu Bakr, Umar dan Abdur-Rahman b. ‘Auf bergantian juga dengan
seekor unta. Jumlah mereka yang berangkat bersama Muhammad dalam
ekspedisi ini terdiri dari tiga ratus lima orang, delapanpuluh
tiga di antaranya Muhajirin, enampuluh satu orang Aus dan yang
selebihnya dari Khazraj.
Karena dikuatirkan Abu Sufyan
akan menghilang lagi, cepat-cepat mereka berangkat sambil terus
berusaha mengikuti berita-berita tentang orang ini di mana
saja mereka berada.Tatkala sampai di ‘Irq’z-Zubya mereka bertemu
dengan seorang orang Arab gunung yang ketika ditanyai tentang
rombongan itu, ternyata ia tidak mendapat berita apa-apa. Mereka
meneruskan perjalanan hingga sampai di sebuah wadi bernama Dhafiran;
di tempat itu mereka turun. Di tempat inilah mereka mendapat berita,
bahwa pihak Quraisy sudah berangkat dari Mekah, akan melindungi kafilah
mereka.
Ketika itu suasananya sudah berubah. Kini
kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar bukan lagi
berhadapan dengan Abu Sufyan dengan kalifahnya serta tigapuluh atau
empatpuluh orang rombongannya itu saja, yang takkan dapat melawan
Muhammad dan sahabat-sahabatnya, melainkan Mekah dengan seluruh
isinya sekarang keluar dipimpin oleh pemuka-pemuka mereka sendiri
guna membela perdagangan mereka itu.
Andaikata pihak Muslimin sudah dapat
mengejar Abu Sufyan, dan beberapa orang dari rombongan itu sudah
dapat ditawan, unta beserta muatannya sudah dapat dikuasai, pihak
Quraisypun tentu akan segera pula dapat menyusul mereka. Soalnya
karena terdorong oleh rasa cintanya kepada harta dan ingin
mempertahankannya. Mereka merasa sudah didukung oleh sejumlah orang dan
perlengkapan yang cukup besar. Mereka bertekad akan bertempur dan
mengambil kembali harta mereka, atau bersedia mati untuk itu.
Tetapi sebaliknya, apabila Muhammad
kembali ke tempat semula, pihak Quraisy dan Yahudi Medinah tentu
merasa mendapat angin. Dia sendiri terpaksa akan berada dalam
situasi yang serba dibuat-buat, sahabat-sahabatnya pun terpaksa
akan memikul segala tekanan dan gangguan Yahudi Medinah, seperti
gangguan yang pernah mereka alami dari pihak Quraisy di Mekah dahulu.
Ya, apabila ia menyerah kepada situasi semacam itu, mustahil sekali
kebenaran akan dapat ditegakkan dan Tuhan akan memberikan
pertolongan dalam menegakkan agama itu.
B. Rasul Bermusyawarah tentang perang Badar
Sekarang ia bermusyawarah
dengan sahabat-sahabatnya. Diberitahukannya kepada mereka tentang
keadaan Quraisy menurut berita yang sudah diterimanya. Abu Bakr dan
Umar juga lalu memberikan pendapat. Kemudian Miqdad b. ‘Amr
tampil mengatakan:
“Rasulullah, teruskanlah apa
yang sudah ditunjukkan Allah. Kami akan bersama tuan. Kami tidak
akan mengatakan seperti Banu Israil yang berkata kepada Musa:
“Pergilahkamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah. Kami di sini akan
tinggal menunggu. Tetapi, pergilah engkau dan Tuhanmu, dan
berperanglah, kami bersamamu akan juga turut berjuang.”
Semua orang diam. “Berikan pendapat kamu sekalian kepadaku,” kata Rasul lagi.
Kata-kata ini sebenarnya ditujukan
kepada pihak Anshar yang telah menyatakan Ikrar ‘Aqaba, bahwa mereka
akan melindunginya seperti terhadap sanak keluarganya sendiri, tapi
mereka tidak mengadakan ikrar itu untuk mengadakan serangan keluar
Medinah.
Tatkala pihak Anshar merasa
bahwa memang mereka yang dimaksud, maka Sa’d b. Musadh yang memegang
pimpinan mereka menoleh kepada Muhammad.
“Agaknya yang dimaksud Rasulullah adalah kami,” katanya. “Ya,” jawab Rasul.
“Kami telah percaya kepada
Rasul dan membenarkan,” kata Sa’d pula, “Kamipun telah menyaksikan bahwa
apa yang kaubawa itu adalah benar. Kami telah memberikan janji
kami dan jaminan kami, bahwa kami akan tetap taat setia.
Laksanakanlah kehendakmu, kami disampingmu. Demi yang telah mengutus
kamu, sekiranya kaubentangkan lautan di hadapan kami, lalu kau
terjun menyeberanginya, kamipun akan terjun bersamamu, dan tak
seorangpun dari kami akan tinggal di belakang. Kami takkan
segan-segan menghadapi musuh kita besok. Kami cukup tabah dalam
perang, cukup setia bertempur. Semoga Tuhan membuktikan segalanya
dari kami yang akan menyenangkan hatimu. Ajaklah kami bersama, dengan
berkah Tuhan.”
Begitu Sa’d selesai bicara, wajah Muhammad tampak berseri. Tampaknya ia puas sekali; seraya katanya:
“Berangkatlah, dan
gembirakan! Allah sudah menjanjikan kepadaku atas salah satunya
dari dua kelompok4 itu. Seolah-olah kini kehancuran mereka itu
tampak di hadapanku.”
Merekapun lalu berangkat semua.
Ketika sampai pada suatu tempat dekat Badr, Muhammad pergi lagi dengan
untanya sendiri. Ia menemui seorang orang Arab tua. Kepada
orang ini ia menanyakan Quraisy dan menanyakan Muhammad
dan
sahabat-sahabatnya, yang kemudian daripadanya diketahui, bahwa kafilah Quraisy berada tidak jauh dari tempat itu.
Lalu kembali lagi ia ke tempat
sahabat-sahabatnya. Ali b. Abi Talib, Zubair bin’l-Awwam, Sa’d b. Abi
Waqqash serta beberapa orang sahabat lainnya segera ditugaskan
mengumpulkan berita-berita dari sebuah tempat di Badr. Kurir ini
segera
kembali dengan membawa dua orang anak.
Dari kedua orang ini Muhammad mengetahui, bahwa pihak Quraisy kini
berada di balik bukit pasir di tepi ujung Wadi.5 Ketika mereka menjawab,
bahwa mereka tidak mengetahui berapa jumlah pihak Quraisy, ditanya
lagi oleh Muhammad:
“Berapa ekor ternak yang mereka potong tiap hari?” “Kadang sehari sembilan, kadang sehari sepuluh ekor,” jawabmereka.
Dengan demikian Nabi dapat mengambil
kesimpulan, bahwa mereka terdiri dari antara 900 sampai 1000 orang.
Juga dari kedua anak itu dapat diketahui bahwa bangsawan-bangsawan
Quraisy ikut serta memperkuat diri Lalu katanya kepada
sahabat-sahabatnya: “Lihat. Sekarang Mekah sudah menghadapkan semua bunga bangsanya kepada kita.”
Mau tidak mau, sekarang ia dan
sahabat-sahabatnya harus berhadapan dengan suatu golongan yang
jumlahnya tiga kali jauh lebih besar. Mereka harus mengerahkan seluruh
semangat, harus mengadakan persiapan mental menghadapi kekerasan itu.
Mereka harus siap menunggu suatu pertempuran sengit dan dahsyat, yang
takkan dapat dimenangkan kecuali oleh iman yang kuat memenuhi kalbu,
iman dan kepercayaan akan adanya kemenangan itu.
Bilamana Ali sudah kembali dengan
kedua orang anak yang membawa berita tentang Quraisy itu, dua orang
Muslimin lainnya lalu berangkat lagi menuju lembah Badr. Mereka
berhenti di atas sebuah bukit tidak jauh dari tempat air,
dikeluarkannya
tempat persediaan airnya, dan di sini
mereka mengisi air itu. Sementara mereka berada di tempat air,
terdengar ada suara seorang budak perempuan, yang agaknya sedang
menagih hutang kepada seorang wanita lainnya, yang lalu dijawab:
“Kafilah dagang besok atau lusa akan datang. Pekerjaan akan kuselesaikan dengan mereka dan hutang segera akan kubayar.”
Kedua laki-laki itu kembali. Disampaikannya apa yang telah mereka dengar itu kepada Muhammad.
Tetapi, dalam pada itu Abu Sufyan sudah
mendahului kafilahnya mencari-cari berita. Ia kuatir Muhammad akan sudah
lebih dulu ada di jalan itu. Sesampainya di tempat air ia bertemu
dengan Majdi b. ‘Amr.
“Ada kau melihat orang tadi?” tanyanya.
Majdi menjawab bahwa ia melihat ada
dua orang berhenti di bukit itu sambil ia menunjuk ke tempat dua
orang laki-laki Muslim itu tadi berhenti. Abu Sufyanpun pergi
mendatangi tempat perhentian tersebut. Dilihatnya ada kotoran dua
ekor unta dan setelah diperiksanya, diketahuinya, bahwa biji
kotoran itu berasal dari makanan ternak Yathrib. Cepat-cepat ia kembali
menemui teman-temannya dan membatalkan perjalanannya melalui jalan
semula. Dengan tergesa-gesa sekali sekarang ia memutar haluan melalui
jalan pantai laut. Jaraknya dengan Muhammad sudah jauh, dan dia dapat
meloloskan diri.
Hingga keesokan harinya kaum Muslimin
masih menantikan kafilah itu akan lewat. Tetapi setelah ada
berita-berita bahwa ia sudah lolos dan yang masih ada di dekat mereka
sekarang adalah angkatan perang Quraisy, beberapa orang yang tadinya
mempunyai harapan penuh akan beroleh harta rampasan, terbalik menjadi
layu. Beberapa orang bertukar pikiran dengan Nabi dengan maksud
supaya kembali saja ke Medinah, tidak perlu berhadapan dengan mereka
yang datang dari Mekah hendak berperang. Ketika itu datang firman Tuhan:
“Ingat! Tuhan menjanjikan
kamu salah satu dari dua keIompok (musuh) itu untuk kamu. Sedang
kamu menginginkan, bahwa yang tidak bersenjata itulah yang untuk
kamu. Tetapi Allah mau membuktikan kebenaran itu sesuai dengan
ayat-ayatNya, dan akan merabut akar orang-orang yang tak beriman itu.”6
Pada pihak Quraisy juga begitu.
Perlu apa mereka berperang, perdagangan mereka sudah selamat?
Bukankah lebih baik mereka kembali ke tempat semula, dan membiarkan
pihak Islam kembali ke tempat mereka. Abu Sufyan juga berpikir
begitu. Itu sebabnya ia mengirim utusan kepada Quraisy mengatakan:
Kamu telah berangkat guna menjaga kafilah dagang, orang-orang serta
harta-benda kita. Sekarang kita sudah diselamatkan Tuhan.
Kembalilah. Tidak sedikit dari pihak Quraisy sendiri yang juga mendukung
pendapat ini.
Sumber: S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat Cetakan Kelima, 1980