Minggu, 10 Maret 2013

Perang Chandaq dan Banu Quraiza( bagian III)


Posted by Drs.H.Mutawalli,M.Pd.I   on September 25, 2010
A. Pengepungan Kaum Muslimin pada benteng banu Quraiza
 
Ketika  Rasul  kemudian  sampai  ke  tempat  itu  Ali   segera menemuinya   dan   dimintanya   supaya   jangan  ia  mendekati perbentengan Yahudi itu. “Kenapa?“  tanya  Muhammad.  “Rupanya  kau  mendengar   mereka memaki-maki aku.” “Ya” jawab Ali. “Kalau  mereka  melihat  aku“  kata  Rasulullah, “tentu mereka tidak akan mengeluarkan kata-kata itu.” Setelah   berada   dekat   dari   perbentengan   itu    mereka dipanggil-panggil: “Hai,  golongan  kera. Tuhan sudah menghinakan kamu bukan, dan sudah menurunkan murkaNya kepada kamu sekalian?!” Abu’l-Qasim,”  kata  mereka.  “Tentu   engkau   bukan   tidak mengetahui.”
Sepanjang  hari  itu kaum Muslimin terus berdatangan ke tempat Banu  Quraiza,  sehingga  mereka  dapat  berkumpul  di   sana. Kemudian Muhammad memerintahkan supaya tempat itu dikepung. Pengepungan  demikian  itu terjadi selama duapuluh lima malam. Sementara itu terjadi  pula  beberapa  kali  bentrokan  dengan saling melempar anak panah dan batu. Selama dalam kepungan itu
B.Abu Lubaba dikirim kepada mereka  atas permintaan sendiri
Banu Quraiza samasekali tidak  berani  keluar  dari  kubu-kubu mereka. Setelah terasa lelah dan yakin pula bahwa mereka tidak akan dapat tertolong dari bencana dan mereka pasti akan  jatuh ke  tangan  kaum  Muslimin  apabila  masa pengepungan berjalan lama,  maka  mereka  mengutus  orang   kepada   Rasul   dengan permintaan  “supaya  mengirimkan  Abu Lubaba kepada kami untuk kami mintai pendapatnya sehubungan dengan masalah  kami  ini.”
Sebenarnya  Abu  Lubaba ini golongan Aus yang termasuk sahabat baik mereka. Begitu mereka melihat kedatangan Abu Lubaba, mereka memberikan sambutan  yang  luarbiasa.  Kaum  wanita  dan anak-anak segera meraung pula, menyambutnya dengan ratap tangis. Ia merasa  iba sekali melihat mereka.
“Abu  Lubaba,”  kata  mereka  kemudian. “Apa kita harus tunduk kepada keputusan Muhammad?” “Ya” jawabnya sambil memberi isyarat dengan tangan  kelehernya Kalau tidak berarti potong leher.” Beberapa buku sejarah Nabi mengatakan, bahwa Abu Lubaba merasa sangat menyesal sekali memberikan isyarat demikian itu.
C. Ka’b  b Asabpemimpin mereka  Menyarankan masuk Islam atau berperang setelah mengorbankan wanita dan anak-anak.
Setelah Abu  Lubaba  pergi,  Ka’b b. Asad  menyarankan  kepada mereka,  supaya mereka mau menerima agama Muhammad dan menjadi orang Islam. Mereka serta  harta-benda  dan  anak-anak  mereka akan  hidup  lebih  aman.  Tetapi saran itu ditolak oleh teman Ka’b: “Kami tidak akan meninggalkan ajaran Taurat tidak  akan menggantikannya dengan yang lain.”
Kemudian  disarankannya  lagi supaya kaum wanita dan anak-anak itu dibunuh  saja,  dan  mereka  boleh  melawan  Muhammad  dan sahabat-sahabatnya  dengan  pedang terhunus tanpa meninggalkan suatu beban di belakang. Biar nanti  Tuhan  menentukan,  kalah atau  menang  melawan Muhammad. Kalau mereka hancur, tidak ada lagi turunan nanti yang akan  dikuatirkan.  Sebaliknya,  kalau menang  mereka  akan  memperoleh  wanita-wanita  dan anak-anak lagi.
“Kasihan kita membunuhi mereka. Apa artinya hidup tanpa mereka itu.” “Kalau  begitu  tak  ada  jalan  lain kita harus tunduk kepada keputusan Muhammad. Kita sudah mendengar, apa sebenarnya  yang sedang  menunggu  kita.”  Demikian  kata  Ka’b kemudian kepada mereka.
Mereka sekarang berunding antara sesama mereka. “Nasib mereka tidak akan lebih buruk dari Banu  Nadzir,”  kata salah  seorang  dari mereka. “Wakil-wakil mereka dari kalangan Aus akan  membela.  Kalau  mereka  mengusulkan  supaya  mereka dibolehkan pergi ke Adhri’at di wilayah Syam, tentu terpaksa Muhammad mengabulkan.”
Banu  Quraiza  mengirimkan  utusan  kepada   Muhammad   dengan menyarankan   bahwa  mereka  akan  pergi  ke  Adhri’at  dengan meninggalkan harta-benda  mereka.  Tetapi  ternyata  usul  ini ditolak.  Mereka  harus tunduk kepada keputusan. Dalam hal ini mereka lalu mengirim orang kepada Aus dengan pesan:  Tuan-tuan hendaknya  dapat  membantu saudara-saudaramu ini; seperti yang pernah dilakukan oleh Khazraj terhadap saudara-saudaranya. Sebuah rombongan dari kalangan Aus segera  berangkat  hendak menemui Muhammad. “Ya  Rasulullah,”  kata  mereka  memulai, “dapatkah permintaan kawan-kawan  sepersekutuan   kami   itu   dikabulkan   seperti permintaan  kawan-kawan  sepersekutuan  Khazraj dulu yang juga sudah dikabulkan?” “Saudara-saudara dari  Aus,”  kata  Muhammad,  “Dapatkah  kamu menerima  kalau  kuminta  salah  seorang  dari  kamu menengahi persoalan dengan teman-teman sepersekutuanmu itu?” “Tentu sekali,” jawab mereka. Kalau begitu,” katanya lagi, “katakan kepada  mereka  memilih siapa saja yang mereka kehendaki.”
D. Yahudi menerima akibat  permusuhan bukan karena Agamanya
Dalam  hal  ini pihak Yahudi lalu memilih Sa’d b. Mu’adh. Mata mereka  seolah-olah  sudah  tertutup  dari  nasib  yang  sudah ditentukan  bagi  mereka  itu, sehingga mereka samasekali lupa akan kedatangan Sa’d tatkala  pertama  kali  mereka  melanggar perjanjian,   lalu  diberi  peringatan,  juga  tatkala  mereka memaki-maki Muhammad di depannya serta mencerca kaum  Muslimin tidak pada tempatnya.
Sa’d  lalu  membuat  persetujuan dengan kedua belah pihak itu. Masing-masing hendaknya dapat  menerima  keputusan  yang  akan diambilnya.  Setelah  persetujuan  demikian  diberikan, kepada Banu  Quraiza  diperintahkan  supaya  turun   dan   meletakkan senjata. Keputusan ini  mereka laksanakan. Seterusnya Sa’d memutuskan, supaya  mereka  yang  terjun  melakukan  kejahatan perang  dijatuhi  hukuman mati, harta-benda dibagi, wanita dan anak-anak supaya ditawan.
Mendengar keputusan itu Muhammad berkata: “Demi Yang menguasai diriku.  Keputusanmu  itu  diterima  oleh Tuhan  dan  oleh  orang-orang  beriman,  dan  dengan  itu  aku diperintahkan.” Sesudah  itu  ia  keluar   ke   sebuah   pasar   di   Medinah.
Diperintahkannya  supaya  digali beberapa buah parit di tempat itu. Orang-orang Yahudi itu dibawa  dan  disana  leher  mereka dipenggal,  dan  didalam  parit-parit  itu  mereka dikuburkan. Sebenarnya Banu Quraiza tidak menduga  akan  menerima  hukuman demikian  dari  Said  b.  Mu’adh  teman  sepersekutuannya itu. Bahkan  tadinya  mereka  mengira  ia  akan  bertindak  seperti Abdullah  b.  Ubayy  terhadap  Banu Qainuqa.’ Mungkin teringat oleh  Said,  bahwa  kalau  pihak  Ahzab  yang  menang   karena pengkhianatan  Banu  Quraiza  itu,  kaum  Muslimin  pasti akan dikikis habis, akan  dibunuh  dan  dianiaya.  Maka  balasannya seperti yang sedang mengancam kaum Muslimin sendiri.
E. Kegigihan Orang Yahudi dalam berperinsip.
Keuletan  orang-orang Yalmudi menghadapi maut dapat kita lihat dalam percakapan Huyayy b. Akhtab  ini  ketika  ia  dihadapkan untuk  menjalani  hukuman  potong leher, Nabi telah menatapnya seraya berkata: “Huyayy, bukankah Tulman sudah membuat kau jadi hina?” “Setiap orang merasakan kematian,” kata Huyayy. “Umurku  juga tidak  akan dapat kulampaui. Aku tidak akan menyalahkan diriku dalam memusuhimu ini.”‘ Lalu ia menoleh  kepada  orang  banyak sambil   katanya   lagi:  “Saudara-saudara.  Tidak  apa  kita menjalani perintah Tuhan, yang telah mentakdirkan kepada  Banu Israil menghadapi perjuangan ini.”
Kemudian  juga  peristiwa  yang  terjadi dengan Zubair b. Bata dari Banu Quraiza. Ia pernah berjasa  kepada  Thabit  b.  Qais ketika  terjadi  perang  Bu’ath, sebab ia telah membebaskannya dari tawanan musuh.  Sekarang  Thabit  ingin  membalas  dengan tangannya sendiri budi orang  itu, setelah Sa’d ibn Mu’adh menjatuhkan   keputusannya   terhadap   orang-orang    Yahudi.
Disampaikannya kepada Rasulullah tentang jasa Zubair kepadanya dulu dan ia  mempertaruhkan  diri  minta  persetujuannya  akan menyelamatkan    nyawa    Zubair.    Rasulullah mengabulkan pernmintaannya itu. Tetapi  setelah  Zubair  mengetahui  usaha Thabit  itu  ia berkata: Orang yang sudah setua aku ini, tidak lagi ada isteri, tidak  lagi  ada  anak;  buat  apa  lagi  aku hidup?!”
Sekali lagi Thabit mempertaruhkan diri minta supaya isteri dan anak-anaknya dibebaskan. Ini pun dikabulkan juga.  Selanjutnya dimintanya   supaya   hartanya  juga  diselamatkan.  Juga  ini dikabulkan.
Setelah Zubair merasa puas tentang isteri, anak  dan  hartanya itu,  ia bertanya lagi tentang Ka’b b. Asad, tentang Huyayy b. Akhtab dan ‘Azzal b. Samu’al serta  pemimpin-pemimpin  Quraiza yang  lain. Sesudah diketahuinya, bahwa mereka sudah menjalani
hukuman mati, ia berkata: “Thabit, dengan budiku kepadamu itu aku minta, susulkanlah aku kepada  mereka.  Sesudah  mereka tidak ada, juga tidak berguna aku hidup lagi. Aku sudah tidak betah  hidup  lama-lama  lagi. Biarlah  aku  segera  bertemu dengan orang-orang yang kucintai itu!”
Dengan demikian hukuman  potong  leher  dijalankan  juga  atas permintaannya sendiri.
F.Tidak ada hukumam mati untuk anak-anak dan wanita
Pada  dasarnya  dalam  perang  itu  pihak  Muslimin tidak akan membunuh wanita atau anak-anak. Tetapi pada waktu  itu  mereka sampai  membunuh  seorang  wanita  juga  yang telah lebih dulu membunuh seorang  Muslim  dengan  mempergunakan  batu  giling.
Dalam hal ini Aisyah pernah berkata: “Tentang  dia  sungguh  suatu  hal yang aneh tidak pernah akan saya lupakan.  Dia  seorang  orang  yang  periang  dan  banyak tertawa, padahal dia mengetahui akan dibunuh mati.”
Waktu  itu  ada  empat  orang  pihak  Yahudi yang masuk Islam. Mereka ini terhindar dari maut.
G.Huyayy  b.  Akhtab sangat bertanggungjawab tentang nasib Yahudi banu Quraiza ini karena dengan kehebatan pengaruhnya seluruh Jazirah bersatu dalam memusuhi Nabi Muhammad saw dan kaum Muslimin.
Menurut hemat kami terbunuhnya  Banu  Quraiza  itu  berada  di tangan  Huyayy  b.  Akhtab,  meskipun  dia  sendiri juga turut terbunuh.  Dia  telah  melanggar  janji   yang   dibuat   oleh golongannya  sendiri,  oleh  Banu  Nadzir,  yang oleh Muhammad telah dikeluarkan dari Medinah dengan tiada seorang  pun  yang dibunuh, setelah keputusannya itu mereka terima. Tetapi dengan tindakannya menghasut pihak  Quraisy  dan  Ghatafan,  kemudian menyusun  masyarakat  dan  kabilah-kabilah  Arab  semua supaya memerangi Muhammad, hal ini telah memperbesar rasa  permusuhan antara  golongan  Yahudi dengan kaum Muslimin, sehingga mereka itu berkeyakinan, bahwa kaum Israil itu tidak akan merasa puas sebelum  dapat mengikis habis Muhammad dan sahabat-sahabatnya.
Dia juga lagi yang kemudian mengajak  Banu  Quraiza  melanggar perjanjian  dan  meninggalkan  sikap  kenetralannya. Sekiranya Banu Quraiza tetap bertahan,  tentu  mereka  takkan  mengalami nasib  seburuk  itu.  Dia juga yang kemudian datang ke benteng Banu Quraiza – setelah  kepergian  pihak  Ahzab  dan  mengajak mereka  melawan  kaum  Muslimin.  Sekiranya dari semula mereka sudah bersedia pula menerima keputusan Muhammad serta mengakui kesalahannya yang  telah  melanggar  janjinya  sendiri  itu, pertumpahan darah dan pemotongan leher niscaya takkan terjadi.
Akan  tetapi,  permusuhan  itu sudah begitu berakar dalam jiwa Huyayy dan kemudian menular pula  ke  dalam  hati  orang-orang Quraiza,   sehingga  Sa’d  b.  Mu’adh  sendiri  sebagai  kawan sepersekutuan mereka yakin bahwa kalau mereka dibiarkan hidup, keadaan tidak akan pernah jadi tenteram. Mereka akan menghasut lagi golongan  Ahzab, akan  mengerahkan  kabilah-kabilah  dan orang-orang  Arab supaya memerangi Muslimin, dan akan mengikis sampai ke akar-akarnya kalau mereka dapat   mengalahkan.
Keputusan  yang telah diambilnya dengan begitu keras, hanyalah karena terdorong oleh sikap hendak mempertahankan diri, dengan pertimbangan  bahwa  adanya  atau lenyapnya orang-orang Yahudi itu berarti hidup atau matinya kaum Muslimin.
Kaum wanita, anak-anak serta  harta-benda Banu  Quraiza oleh Nabi   di   bagi-bagikan   kepada   kaum   Muslimin,   setelah seperlimanya dikeluarkan, Setiap seorang dari pasukan  berkuda mendapat dua pucuk panah, untuk kudanya sepucuk panah. Prajurit  yang  berjalan  kaki  mendapat sepucuk panah. Jumlah kuda dalam peristiwa Quraiza itu sebanyak tigapuluh enam ekor.
Setelah itu, Sa’d b. Zaid kemudian mengirimkan tawanan-tawanan Banu  Quraiza  itu ke Najd. Dengan demikian dibelinya beberapa ekor kuda dan senjata untuk lebih memperkuat  angkatan  perang Muslimin.
Raihana adalah  salah  seorang tawanan Banu Quraiza. Ia jatuh menjadi bagian Muhammad. Kepadanya ditawarkan  kalau-kalau  ia bersedia  menjadi orang Islam. Tetapi ia tetap bertahan dengan agama Yahudinya. Juga ditawarkan kepadanya kalau-kalau ia  mau di  kawini.  Tetapi  dia  menjawab: “Biar sajalah saya dibawah tuan. Ini akan lebih ringan buat saya, juga buat tuan.”
Barangkali  juga,  melekatnya  ia  kepada  agama  Yahudi   dan penolakannya   akan   dikawin,   berpangkal   pada   fanatisma kegolongan, serta  sisa-sisa  kebencian  yang  masih  tertanam dalam hatinya terhadap kaum Muslimin dan terhadap Nabi. Tetapi tidak ada orang yang bicara tentang kecantikan Raihana seperti yang  pernah  disebut-sebut  orang  tentang  Zainab bt. Jahsy, sekalipun ada juga yang menyebutkan  bahwa  dia  juga  cantik.
Buku-buku sejarah dalam hal ini berbeda-beda pendapat: Adakah ia juga menggunakan tabir seperti terhadap isteri-isteri Nabi, atau  masih seperti wanita-wanita Arab umumnya pada waktu itu, yang memang tidak menggunakan tutup muka.  Sampai  pada  waktu Raihana wafat di tempat Nabi, ia tetap sebagai miliknya.
Adanya  serbuan  Ahzab  serta  hukuman  yang telah di jatuhkan kepada Banu Quraiza, telah memperkuat  kedudukan  Muslimin  di Medinah.  Orang-orang  golongan Munafik sudah samasekali tidak bersuara lagi. Semua masyarakat dan kabilah-kabi]ah Arab sudah mulai   bicara   tentang   kekuatan  dan  kekuasaan  Muslimin, disamping posisi dan kewibawaan Muhammad yang ada. Akan tetapi ajaran  itu  bukan  hanya  buat  Medinah  saja, meiainkan buat seluruh dunia. Jadi Nabi dan  sahabat-sahabatnya  masih  harus terus  meratakan jalan dalam menjalankan perintah Allah, dalam mengajak  orang  menganut  agama  yang  benar,  dengan   terus membendung  setiap  usaha yang hendak melanggarnya. Dan memang inilah yang mereka lakukan.
Catatan kaki:
1 Khandaq berarti parit. Dalam terjemahan seterusnya sering dipakai kata parit (A).
2 Ghatafan merupakan sekumpulan kabilah-kabilah, yang  terkenal diantaranya kabilah ‘Abs dan Dhubyan yang  terlibat dalam perang Dahis, dan Dhubyan ini bercabang  lagi menjadi ‘Ailan, Fazara, Murra, Asyja’, Sulaim dan  lain-lain (A).
3 Aslinya Al-Ahzab, kelompok-kelompok atau puak-puak. Di sini berarti persekutuan atau gabungan kekuatan angkatan perang kabilah-kabilah Arab di sekitar Mekah dan Medinah serta golongan Yahudi, yang bersama-sama hendak menghancurkan kaum Muslimin di Medinah. Dalam  terjemahan selanjutnya lebih banyak dipergunakan kata Ahzab (A).
4 Yakni Hari Sabat, hari besar agama Yahudi (A)
Sumber:  S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat Cetakan Kelima, 1980