Minggu, 10 Maret 2013

Nabi Muhammad mempunyai isteri satu, usia senja berpoligami mengapa?(bag.I)


Posted by  Drs. H. Mutawalli, M.Pd.I    on September 19, 2010
A.Teriakan Orientalis tentang Zainab bt Jahsy
 
SEMENTARA  peristiwa-peristiwa  dalam dua bagian di atas itu terjadi, Muhammad kawin dengan Zainab bt. Khuzaima, kemudian kawin  dengan  Umm  Salama  bt.  Abi  Umayya  bin’l-Mughira, selanjutnya kawin  lagi  dengan  Zainab  bt.  Jahsy  setelah dicerai  oleh  Zaid  b.  Haritha.  Zaid  inilah  yang  telah diangkat  sebagai  anak  oleh  Muhammad  setelah  dibebaskan sebagai  budak sejak ia dibelikan oleh Yasar untuk Khadijah.
Di sinilah  kaum  Orientalis  dan  misi-misi  penginjil  itu kemudian   berteriak   keras-keras:  Lihat!  Muhammad  sudah berubah. Tadinya, ketika ia masih di Mekah sebagai  pengajar yang   hidup   sederhana,   yang   dapat  menahan  diri  dan mengajarkan tauhid, sangat  menjauhi  nafsu  hidup  duniawi, sekarang  ia  sudah  menjadi  orang yang diburu syahwat, air liurnya mengalir bila melihat wanita. Tidak cukup tiga orang isteri  saja  dalam  rumah, bahkan ia kawin lagi dengan tiga orang wanita seperti yang disebutkan di  atas.  Sesudah  itu mengawini  tiga  orang  wanita  lagi,  selain Raihana. Tidak cukup kawin dengan wanita-wanita yang tidak bersuami, bahkan ia  jatuh  cinta  kepada Zainab bt. Jahsy yang masih terikat sebagai isteri Zaid b. Haritha bekas budaknya. Soalnya tidak lain karena ia pernah singgah di rumah Zaid ketika ia sedang tidak ada di tempat  itu,  lalu  ia  disambut  oleh  Zainab.
Tatkala itu ia sedang mengenakan pakaian yang memperlihatkan kecantikannya,  dan  kecantikan  ini   sangat   mempengaruhi hatinya. Waktu itu ia berkata “Maha suci Ia yang telah dapat membalikkan hati manusia!” Kata-kata  ini  diulanginya  lagi ketika   ia   meninggalkan   tempat  itu.  Zainab  mendengar kata-kata itu dan ia melihat api  cinta  itu  bersinar  dari matanya.  Zainab merasa bangga terhadap dirinya dan apa yang didengarnya itu diberitahukannya kepada Zaid. Langsung waktu itu  juga Zaid menemui Nabi dan mengatakan bahwa ia bersedia menceraikannya. Lalu kata Nabi kepadanya:
Jaga  baik-baik  isterimu, jangan  diceraikan.   Hendaklah engkau takut kepada Allah.”
Tetapi  pergaulan  Zainab dengan Zaid sudah tidak baik iagi. Kemudian ia dicerai.  Muhammad  menahan  diri  tidak  segera mengawininya  sekalipun  hatinya  gelisah. Ketika itu firman Tuhan datang:
Ingat, tatkala  engkau  berkata  kepada  orang  yang  telah diberi  karunia oleh Allah dan engkau pun telah pula berbudi kepadanya:  Jagalah  baik-baik  isterimu.  Hendaklah  engkau takut  kepada  Allah.  Dan  engkau menyembunyikan sesuatu di dalam hatimu apa yang oleh Tuhan sudah  diterangkan.  Engkau takut  kepada  manusia,  padahal seharusnya Allah yang lebih patut  kautakuti.  Maka  setelah  Zaid  meluluskan  kehendak wanita  itu,  Kami  kawinkan dia dengan engkau, supaya kelak tidak menjadi alangan bagi orang-orang beriman kawin  dengan (bekas)  isteri-isteri  anak-anak  angkat  mereka,  bilamana kehendak  mereka  (wanita-wanita)  itu   sudah   diluluskan. Perintah Allah itu mesti dilaksanakan.” (Qur’an, 33:37)
Ketika  itulah wanita itu dikawininya. Dengan perkawinan ini semarak cinta berahi dan api  asmaranya  yang  menyala-nyala dapat  dipadamkan.  Nabi  apa itu!? Bagaimana ia membenarkan hal  itu  buat  dirinya  sedang  buat  orang  lain   tidak?! Bagaimana  ia tidak tunduk kepada undang-undang yang katanya diturunkan Tuhan  kepadanya?!  Bagaimana  pula  “harem”  ini diciptakan,  yang  mengingatkan  orang  pada  raja-raja yang hidup mewah-mewah, bukan  pada  para  nabi  yang  saleh  dan memperbaiki  kehidupan  umat?! Selanjutnya bagaimana pula ia menyerah kepada kekuasaan  cinta  dalam  hubungannya  dengan Zainab  sehingga  ia  menghubungi Zaid bekas budaknya supaya menceraikannya, kemudian ia tampil mengawininya! Hal semacam ini  pada  zaman jahiliah dilarang, tapi nabinya orang Islam ini membolehkan, karena mau menuruti kehendak nafsunya,  mau memenuhi dorongan cintanya.
B.Hayalan Orientalis Tentang Nabi Muhammad dan Zainab bt Jahsy
Bilamana  kaum  Orientalis  dan  para  misi penginjil bicara mengenai masalah ini dalam  sejarah  Muhammad,  maka  mereka membiarkan  khayal  mereka itu bebas tak terkendalikan lagi; sehingga ada diantara mereka itu yang menggambarkan Zainab – ketika terlihat oleh Nabi – dalam keadaan setengah telanjang atau hampir telanjang, dengan rambutnya yang  hitam  panjang lepas  terurai sampai menjamah tubuhnya yang lembut gemulai, yang akan dapat menterjemahkan  segala  arti  cinta  berahi.
Yang  lain  lagi  menyebutkan, bahwa ketika ia membuka pintu rumah Zaid, angin menghembus menguakkan tabir kamar  Zainab. Ketika  itu  ia  sedang  telentang  di  tempat  tidur dengan mengenakan baju tidur. Pemandangan ini  sangat  menggetarkan
jantung  laki-laki  yang gila perempuan dengan kecantikannya itu. Ia menyembunyikan perasaan hatinya meskipun  sebenarnya ia tidak dapat tahan lama demikian! Gambaran  yang  diciptakan  oleh  khayal demikian itu banyak sekali.  Akan  kita  jumpai  ini  dalam  karya-karya   Muir, Dermenghem,  Washington  Irving, Lammens dan yang lain, baik mereka ini para Orientalis  atau  misi-misi  penginjil.  Dan yang   sungguh   disayangkan   lagi   karena  dalam  membuat cerita-cerita itu, semua mereka memang  mengambil  sumbernya dari  kitab-kitab  sejarah  Nabi dan tidak sedikit pula dari hadis. Kemudian dengan apa yang mereka gambarkan itu, mereka membangun  istana-istana  gading  dari khayal mereka sendiri tentang Muhammad serta  hubungannya  dengan  wanita.  Alasan mereka  ialah  karena isterinya banyak, yang sampai Sembilan orang menurut pendapat yang lebih tepat, atau lebih dari itu menurut sumber-sumber lain.
C. Beberapa Uraian peristiwa tentang pengecualian untuk menegakkan syari’at
Sebenarnya  dapat saja kita membantah semua kata-kata mereka itu dengan ucapan: Anggaplah semua itu benar, tetapi  dengan itu   apa  pula  kiranya  yang  akan  dapat  mendiskreditkan kebesaran   Muhammad   atau   kenabian   dan   kerasulannya. Undang-undang  yang biasanya berlaku pada umum, tidak untuk peristiwa khusus, lebih-lebih terhadap para  rasul dan nabi.
Bukankah ketika Musa a.s. melihat perselisihan dua orang, yang  seorang  dari  golongannya  sendiri,  dan  yang seorang lagi dari pihak musuhnya, ditinjunya orang yang dari pihak musuh itu hingga menemui ajalnya,  padahal  pembunuhan demikian  itu  dilarang, baik dalam perang atau pun setengah perang? Ini berarti melanggar undang-undang. Jadi Musa tidak tunduk  kepada  undang-undang,  tapi  juga tidak berarti ini dapat mendiskreditkan  kenabian  atau  kerasulannya,  bahkan mengurangi  kebesarannyapun  juga  tidak.
Dan dalam hal Isa, dalam menyalahi undang-undang lebih besar lagi dari  masalah Muhammad,  dari  para  nabi  dan  para  rasul  semuanya. Dan soalnya tidak hanya  terbatas  pada  besarnya  kekuatan  dan keinginan  saja, bahkan kelahiran dan kehidupannya pun sudah melanggar undang-undang dan kodrat alam. Di  hadapan  ibunya malaikat  muncul  sebagai  manusia  yang sempurna, yang akan mengantarkan seorang anak yang suci bersih kepadanya. Wanita itu  keheranan,  sambil berkata: “Bagaimana aku akan beroleh seorang putera, padahal aku belum disentuh seorang  manusia, juga  aku  bukan  seorang  pelacur.” Malaikat berkata, bahwa Tuhan menghendaki  supaya  ia  menjadi  pertanda  bagi  umat manusia.
Setelah terasa sakit hendak melahirkan, ia berkata: “Aduhai, coba sebelum  ini  aku  mati  saja,  maka  aku  akan  hilang dilupakan orang.” Lalu datang suara memanggilnya dari bawah: “Jangan berdukacita, Tuhan telah mengalirkan  sebatang  anak sungai  di  bawahmu.” Dibawanya anak itu kepada keluarganya.
Mereka pun berkata: “Maryam, engkau datang membawa  masalah besar. Dalam  buaiannya  itu  (usia semuda itu) Isa berkata kepada mereka: “Aku adalah hamba Allah É” dan seterusnya.
Betapapun orang-orang Yahudi menolak  semua  ini,  dan  oleh mereka  Isa  dinasabkan  kepada  Yusuf an-Najjar (Yusuf anak Heli), sebagian sarjana semacam Renan  sampai  sekarang  pun memang  menganggapnya  demikian.  Kebesaran Isa, kenabiannya dan kerasulannya serta penyimpangannya dari hukum dan kodrat alam  adalah  suatu  pertanda  mujizat Tuhan kepadanya. Tapi anehnya, misi-misi penginjil Kristen itu minta orang  supaya percaya kepada hal-hal yang di luar hukum alam mengenai diri Yesus,
Sementara  mengenai  diri  Muhammad   mereka   sudah menjatuhkan  hukuman  sendiri. Padahal apa yang dilakukannya tidak  seberapa  dan  tidak  lebih  karena  Muhammad  memang terlalu  tinggi  untuk  dapat  tunduk  kepada  undang-undang masyarakat  yang  berlaku  terhadap  setiap   orang   besar, terhadap  raja-raja,  kepala-kepala negara yang pada umumnya sudah didahului oleh undang-undang  dasar  sehingga  membuat mereka tak dapat diganggu-gugat.
Sebenarnya  dapat saja kita membantah semua kata-kata mereka itu dengan jawaban yang sudah tentu akan  menjatuhkan  semua argumen  misi-misi penginjil dan orang-orang Orientalis yang juga mau ikut cara-cara mereka itu.  Tetapi  dalam  hal  ini kita   lalu  memperkosa  sejarah  dan  memperkosa  kebesaran Muhammad dan kerasulannya. Dia bukanlah orang  seperti  yang mereka  gambarkan:  orang  yang  pikirannya dipengaruhi oleh hawa nafsu. Tak ada isterinya  itu  yang  dikawininya  hanya karena  ia  terdorong  oleh  syahwat atau nafsu berahi saja.
Kalaupun  ada  beberapa  penulis  Muslim  pada   zaman-zaman tertentu   dengan   sesuka   hati   berkata   demikian   dan mengemukakan alasan itu kepada lawan-lawan Islam dengan niat baik,  soalnya  ialah  karena  tradisi  yang  berlaku  telah membawa  mereka  kepada  pengertian  materi.  Mereka   ingin menggambarkan Muhammad itu besar dalam segalanya, juga besar dalam  kehidupan  hawa  nafsu.   Sudah   tentu   ini   suatu penggambaran  yang salah sama sekali. Sejarah hidup Muhammad sama sekali  tak  dapat  menerima  ini,  dan  seluruh  hidup pribadinya pun dengan sendirinya sudah menolak.
D.Nabi Muhammad saw Mempunyai isteri Satu sampai melewati lima puluhan
Ia  kawin  dengan  Khadijah  dalam usia duapuluh lima  tahun, usia muda-remaja, dengan perawakan yang indah dan paras muka yang begitu tampan, gagah dan tegap. Namun sungguhpun begitu Khadijah adalah tetap isteri satu-satunya,  selama  duapuluh delapan  tahun,  sampai  melampaui usia limapuluhan. Padahal masalah poligami ialah masalah yang umum sekali di  kalangan masyarakat Arab waktu itu. Di samping itu Muhammad pun bebas kawin dengan Khadijah atau dengan yang lain,  dalam  hal  ia dengan  isterinya  tidak  beroleh anak laki-laki yang hidup, dan yang  dapat  dianggap  sebagai  keturunan pengganti hanyalah anak laki-laki.
Sumber:    S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL  diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat  Cetakan Kelima, 1980