Posted by Drs. H. Mutawalli, M.Pd.I on September 19, 2010
A.Teriakan Orientalis tentang Zainab bt Jahsy
SEMENTARA
peristiwa-peristiwa dalam dua bagian di atas itu terjadi, Muhammad
kawin dengan Zainab bt. Khuzaima, kemudian kawin dengan Umm Salama
bt. Abi Umayya bin’l-Mughira, selanjutnya kawin lagi dengan
Zainab bt. Jahsy setelah dicerai oleh Zaid b. Haritha. Zaid
inilah yang telah diangkat sebagai anak oleh Muhammad setelah
dibebaskan sebagai budak sejak ia dibelikan oleh Yasar untuk Khadijah.
Di sinilah kaum Orientalis dan
misi-misi penginjil itu kemudian berteriak keras-keras: Lihat!
Muhammad sudah berubah. Tadinya, ketika ia masih di Mekah sebagai
pengajar yang hidup sederhana, yang dapat menahan diri dan
mengajarkan tauhid, sangat menjauhi nafsu hidup duniawi, sekarang
ia sudah menjadi orang yang diburu syahwat, air liurnya mengalir bila
melihat wanita. Tidak cukup tiga orang isteri saja dalam rumah,
bahkan ia kawin lagi dengan tiga orang wanita seperti yang disebutkan
di atas. Sesudah itu mengawini tiga orang wanita lagi, selain
Raihana. Tidak cukup kawin dengan wanita-wanita yang tidak bersuami,
bahkan ia jatuh cinta kepada Zainab bt. Jahsy yang masih terikat
sebagai isteri Zaid b. Haritha bekas budaknya. Soalnya tidak lain karena
ia pernah singgah di rumah Zaid ketika ia sedang tidak ada di tempat
itu, lalu ia disambut oleh Zainab.
Tatkala itu ia sedang mengenakan pakaian
yang memperlihatkan kecantikannya, dan kecantikan ini sangat
mempengaruhi hatinya. Waktu itu ia berkata “Maha suci Ia yang telah
dapat membalikkan hati manusia!” Kata-kata ini diulanginya lagi
ketika ia meninggalkan tempat itu. Zainab mendengar kata-kata
itu dan ia melihat api cinta itu bersinar dari matanya. Zainab
merasa bangga terhadap dirinya dan apa yang didengarnya itu
diberitahukannya kepada Zaid. Langsung waktu itu juga Zaid menemui Nabi
dan mengatakan bahwa ia bersedia menceraikannya. Lalu kata Nabi
kepadanya:
“Jaga baik-baik isterimu, jangan diceraikan. Hendaklah engkau takut kepada Allah.”
Tetapi pergaulan Zainab dengan Zaid
sudah tidak baik iagi. Kemudian ia dicerai. Muhammad menahan diri
tidak segera mengawininya sekalipun hatinya gelisah. Ketika itu
firman Tuhan datang:
“Ingat, tatkala engkau
berkata kepada orang yang telah diberi karunia oleh Allah dan
engkau pun telah pula berbudi kepadanya: Jagalah baik-baik isterimu.
Hendaklah engkau takut kepada Allah. Dan engkau menyembunyikan
sesuatu di dalam hatimu apa yang oleh Tuhan sudah diterangkan. Engkau
takut kepada manusia, padahal seharusnya Allah yang lebih patut
kautakuti. Maka setelah Zaid meluluskan kehendak wanita itu,
Kami kawinkan dia dengan engkau, supaya kelak tidak menjadi alangan
bagi orang-orang beriman kawin dengan (bekas) isteri-isteri
anak-anak angkat mereka, bilamana kehendak mereka (wanita-wanita)
itu sudah diluluskan. Perintah Allah itu mesti dilaksanakan.”
(Qur’an, 33:37)
Ketika itulah wanita itu dikawininya.
Dengan perkawinan ini semarak cinta berahi dan api asmaranya yang
menyala-nyala dapat dipadamkan. Nabi apa itu!? Bagaimana ia
membenarkan hal itu buat dirinya sedang buat orang lain tidak?!
Bagaimana ia tidak tunduk kepada undang-undang yang katanya diturunkan
Tuhan kepadanya?! Bagaimana pula “harem” ini diciptakan, yang
mengingatkan orang pada raja-raja yang hidup mewah-mewah, bukan
pada para nabi yang saleh dan memperbaiki kehidupan umat?!
Selanjutnya bagaimana pula ia menyerah kepada kekuasaan cinta dalam
hubungannya dengan Zainab sehingga ia menghubungi Zaid bekas
budaknya supaya menceraikannya, kemudian ia tampil mengawininya! Hal
semacam ini pada zaman jahiliah dilarang, tapi nabinya orang Islam ini
membolehkan, karena mau menuruti kehendak nafsunya, mau memenuhi
dorongan cintanya.
B.Hayalan Orientalis Tentang Nabi Muhammad dan Zainab bt Jahsy
Bilamana kaum Orientalis dan para
misi penginjil bicara mengenai masalah ini dalam sejarah Muhammad,
maka mereka membiarkan khayal mereka itu bebas tak terkendalikan
lagi; sehingga ada diantara mereka itu yang menggambarkan Zainab –
ketika terlihat oleh Nabi – dalam keadaan setengah telanjang atau hampir
telanjang, dengan rambutnya yang hitam panjang lepas terurai sampai
menjamah tubuhnya yang lembut gemulai, yang akan dapat menterjemahkan
segala arti cinta berahi.
Yang lain lagi menyebutkan, bahwa
ketika ia membuka pintu rumah Zaid, angin menghembus menguakkan tabir
kamar Zainab. Ketika itu ia sedang telentang di tempat tidur
dengan mengenakan baju tidur. Pemandangan ini sangat menggetarkan
jantung laki-laki yang gila perempuan
dengan kecantikannya itu. Ia menyembunyikan perasaan hatinya meskipun
sebenarnya ia tidak dapat tahan lama demikian! Gambaran yang
diciptakan oleh khayal demikian itu banyak sekali. Akan kita
jumpai ini dalam karya-karya Muir, Dermenghem, Washington Irving,
Lammens dan yang lain, baik mereka ini para Orientalis atau
misi-misi penginjil. Dan yang sungguh disayangkan lagi karena
dalam membuat cerita-cerita itu, semua mereka memang mengambil
sumbernya dari kitab-kitab sejarah Nabi dan tidak sedikit pula dari
hadis. Kemudian dengan apa yang mereka gambarkan itu, mereka membangun
istana-istana gading dari khayal mereka sendiri tentang Muhammad
serta hubungannya dengan wanita. Alasan mereka ialah karena
isterinya banyak, yang sampai Sembilan orang menurut pendapat yang lebih
tepat, atau lebih dari itu menurut sumber-sumber lain.
C. Beberapa Uraian peristiwa tentang pengecualian untuk menegakkan syari’at
Sebenarnya dapat saja kita membantah
semua kata-kata mereka itu dengan ucapan: Anggaplah semua itu benar,
tetapi dengan itu apa pula kiranya yang akan dapat
mendiskreditkan kebesaran Muhammad atau kenabian dan
kerasulannya. Undang-undang yang biasanya berlaku pada umum, tidak
untuk peristiwa khusus, lebih-lebih terhadap para rasul dan nabi.
Bukankah ketika Musa a.s. melihat
perselisihan dua orang, yang seorang dari golongannya sendiri, dan
yang seorang lagi dari pihak musuhnya, ditinjunya orang yang dari pihak
musuh itu hingga menemui ajalnya, padahal pembunuhan demikian itu
dilarang, baik dalam perang atau pun setengah perang? Ini berarti
melanggar undang-undang. Jadi Musa tidak tunduk kepada undang-undang,
tapi juga tidak berarti ini dapat mendiskreditkan kenabian atau
kerasulannya, bahkan mengurangi kebesarannyapun juga tidak.
Dan dalam hal Isa, dalam menyalahi
undang-undang lebih besar lagi dari masalah Muhammad, dari para
nabi dan para rasul semuanya. Dan soalnya tidak hanya terbatas
pada besarnya kekuatan dan keinginan saja, bahkan kelahiran dan
kehidupannya pun sudah melanggar undang-undang dan kodrat alam. Di
hadapan ibunya malaikat muncul sebagai manusia yang sempurna, yang
akan mengantarkan seorang anak yang suci bersih kepadanya. Wanita itu
keheranan, sambil berkata: “Bagaimana aku akan beroleh
seorang putera, padahal aku belum disentuh seorang manusia, juga aku
bukan seorang pelacur.” Malaikat berkata, bahwa Tuhan menghendaki
supaya ia menjadi pertanda bagi umat manusia.
Setelah terasa sakit hendak melahirkan, ia berkata: “Aduhai, coba sebelum ini aku mati saja, maka aku akan hilang dilupakan orang.” Lalu datang suara memanggilnya dari bawah: “Jangan berdukacita, Tuhan telah mengalirkan sebatang anak sungai di bawahmu.” Dibawanya anak itu kepada keluarganya.
Mereka pun berkata: “Maryam, engkau datang membawa masalah besar. Dalam buaiannya itu (usia semuda itu) Isa berkata kepada mereka: “Aku adalah hamba Allah É” dan seterusnya.
Betapapun orang-orang Yahudi menolak
semua ini, dan oleh mereka Isa dinasabkan kepada Yusuf an-Najjar
(Yusuf anak Heli), sebagian sarjana semacam Renan sampai sekarang pun
memang menganggapnya demikian. Kebesaran Isa, kenabiannya dan
kerasulannya serta penyimpangannya dari hukum dan kodrat alam adalah
suatu pertanda mujizat Tuhan kepadanya. Tapi anehnya, misi-misi
penginjil Kristen itu minta orang supaya percaya kepada hal-hal yang di
luar hukum alam mengenai diri Yesus,
Sementara mengenai diri Muhammad
mereka sudah menjatuhkan hukuman sendiri. Padahal apa yang
dilakukannya tidak seberapa dan tidak lebih karena Muhammad
memang terlalu tinggi untuk dapat tunduk kepada undang-undang
masyarakat yang berlaku terhadap setiap orang besar, terhadap
raja-raja, kepala-kepala negara yang pada umumnya sudah didahului oleh
undang-undang dasar sehingga membuat mereka tak dapat diganggu-gugat.
Sebenarnya dapat saja kita membantah
semua kata-kata mereka itu dengan jawaban yang sudah tentu akan
menjatuhkan semua argumen misi-misi penginjil dan orang-orang
Orientalis yang juga mau ikut cara-cara mereka itu. Tetapi dalam hal
ini kita lalu memperkosa sejarah dan memperkosa kebesaran
Muhammad dan kerasulannya. Dia bukanlah orang seperti yang mereka
gambarkan: orang yang pikirannya dipengaruhi oleh hawa nafsu. Tak ada
isterinya itu yang dikawininya hanya karena ia terdorong oleh
syahwat atau nafsu berahi saja.
Kalaupun ada beberapa penulis Muslim
pada zaman-zaman tertentu dengan sesuka hati berkata
demikian dan mengemukakan alasan itu kepada lawan-lawan Islam dengan
niat baik, soalnya ialah karena tradisi yang berlaku telah
membawa mereka kepada pengertian materi. Mereka ingin
menggambarkan Muhammad itu besar dalam segalanya, juga besar dalam
kehidupan hawa nafsu. Sudah tentu ini suatu penggambaran yang
salah sama sekali. Sejarah hidup Muhammad sama sekali tak dapat
menerima ini, dan seluruh hidup pribadinya pun dengan sendirinya
sudah menolak.
D.Nabi Muhammad saw Mempunyai isteri Satu sampai melewati lima puluhan
Ia kawin dengan Khadijah dalam usia
duapuluh lima tahun, usia muda-remaja, dengan perawakan yang indah dan
paras muka yang begitu tampan, gagah dan tegap. Namun sungguhpun begitu
Khadijah adalah tetap isteri satu-satunya, selama duapuluh delapan
tahun, sampai melampaui usia limapuluhan. Padahal masalah poligami
ialah masalah yang umum sekali di kalangan masyarakat Arab waktu itu.
Di samping itu Muhammad pun bebas kawin dengan Khadijah atau dengan yang
lain, dalam hal ia dengan isterinya tidak beroleh anak laki-laki
yang hidup, dan yang dapat dianggap sebagai keturunan pengganti
hanyalah anak laki-laki.
Sumber: S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat Cetakan Kelima, 1980