Minggu, 10 Maret 2013

Perang Badar Perang yang sangat menentukan(bagian keempat)


Posted by Drs.H.Mutawalli, M.Pd.I     on September 1, 2010
 
Di  kalangan para nabi seperti Isa tatkala ia berkata: “Kalaupun mereka Engkau siksa, mereka itu semua  hambaMu;  dan kalau   Engkau  ampuni,  Engkau  Maha  Kuasa  dan  Bijaksana.” (Qur’an, 5: 118)
Sedang  Umar,  dalam  malaikat   contohnya   seperti   Jibril, diturunkan  membawa  kemurkaan dari Tuhan dan bencana terhadap musuh-musuhNya. Di lingkungan para nabi ia seperti Nuh tatkala berkata: “Tuhan,  jangan  biarkan  orang-orang  yang  ingkar  itu punya tempat-tinggal di muka bumi ini.” (Qur’an, 71: 26)
Atau seperti Musa bila ia berkata: “O Tuhan! Binasakanlah harta-benda mereka  itu,  dan  tutuplah hati  mereka.  Mereka  takkan percaya sebelum siksa yang pedih mereka rasakan.” (Qur’an, 10: 88)
Kemudian katanya:“Kamu semua mempunyai tanggungan. Jangan ada yang lolos mereka itu, harus dengan ditebus atau dipenggal lehernya.
A. Abu ‘Azza ‘Amr b.  Abdullah  b. ‘Umair  al-Jumahi  Tawanan Badar Yang dibebaskan dengan Jaminan Nabi
Kaum MusliminLalu  mereka berunding lagi dengan sesamanya. Di antara mereka itu ada seorang penyair, yaitu Abu ‘Azza ‘Amr b.  Abdullah  b. ‘Umair  al-Jumahi.  Melihat  adanya  pertentangan pendapat itu cepat-cepat ia mau menyelamatkan diri. “Muhammad,” katanya,  “Saya  punya  lima  anak  perempuan  dan mereka  tidak  punya  apa-apa. Maka sedekahkan sajalah aku ini kepada mereka. Aku berjanji dan memberikan jaminan, bahwa  aku tidak akan memerangi kau lagi, juga sama sekali aku tidak akan memaki-maki kau lagi.”
Orang ini mendapat jaminan Nabi dan dibebaskan tanpa  membayar uang  tebusan. Hanya dialah satu-satunya tawanan yang berhasil mendapat  jaminan  demikian.  Tetapi  kemudian  ia  memungkiri janjinya,  dan  kembali  ia setahun kemudian ikut berperang di Uhud. Ia kena tawan lagi lalu terbunuh.
Pihak Muslimin, sesudah lama  berunding  akhirnya  memutuskan, bahwa  mereka  dapat  mengabulkan  cara  penebusan itu. Dengan dikabulkannya itu ayat ini turun.
Tidak   sepatutnya   seorang   nabi   itu   akan    mempunyai tawanan-tawanan  perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia. Kamu menghendaki harta-benda dunia, sedang  Allah  menghendaki akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana.” (Qur’an, 8: 67)
Menanggapi  masalah tawanan-tawanan Badr ini serta terbunuhnya Nadzr dan ‘Uqba  ada  beberapa  orang  Orientalis  yang  masih bertanya-tanya: bukankah dengan demikian ini sudah membuktikan bahwa agama baru ini sangat  haus  darah?  Kalau  tidak  tentu kedua  orang itu tidak akan dibunuh. Bukankah sesudah mendapat kemenangan dalam pertempuran akan lebih  terhormat  bagi  kaum Muslimin  jika mengembalikan saja para tawanan itu, dan mereka sudah cukup memperoleh rampasan perang?
Maksudnya dengan pertanyaan  ini  ialah  hendak  membangkitkan rasa  simpati  dalam  hati orang yang selama itu belum menjadi masalah, supaya seribu tahun kemudian sesudah perang Badr  dan peperangan-peperangan  yang  terjadi berikutnya akan dijadikan alat untuk mendiskreditkan agama ini serta pembawany
Tetapi ternyata pertanyaan semacam  ini  kemudian  jadi  gugur sendiri   apabila   terbunuhnya   Nadzr  dan  ‘Uqba  ini  kita bandingkan dengan apa yang terjadi dewasa ini dan akan  selalu terjadi,  selama  perabadan  Barat, yang memakai jubah Kristen itu masih tetap  menguasai  dunia.  Terhadap  apa  yang  telah terjadi  di  negara-negara  yang dikuasai oleh penjajah secara paksa atas nama hendak memadamkan pemberontakan itu,  dapatkah peristiwa   di   atas   tadi   -   sedikit  saja  -  dijadikan perbandingan?  Dapatkah  hal  itu  -  sedikit  saja   -   kita bandingkan  dengan  penyembelihan  yang  terjadi  dalam Perang Dunia? Selanjutnya, dapatkah  peristiwa  itu  kita  bandingkan pula  -  sedikit  saja  – dengan apa yang telah terjadi selama Revolusi Perancis, dalam pelbagai revolusi yang pernah terjadi dan akan selalu terjadi pada bangsa-bangsa Eropa lainnya?
Memang  sudah  tak  dapat  disangkal  bahwa  apa  yang dialami Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu adalah suatu revolusi yang dahsyat  dan  Muhammad  yang  diutus  Tuhan, berhadapan dengan paganisma dan orang-orang musyrik sebagai penyembahnya.  Suatu revolusi, yang pada mulanya berkecamuk di Mekah, dan yang oleh karenanya, berbagai macam siksaan dan penderitaan dialami oleh Muhammad   dan   sahabat-sahabatnya   selama  tigabelas  tahun terus-menerus. Kemudian kaum Muslimin pindah  ke  Medinah.  Di tempat  ini mereka nengumpulkan tenaga dan kekuatan. Sementara itu benih-benih revolusi masih terus tumbuh dalam hati mereka, juga dalam hati semua orang Quraisy.
Pindahnya   Muslimin  ke  Medinah,  perjanjian  mereka  dengan orang-orang Yahudi setempat, terjadinya  benterokan-benterokan sebelum  peristiwa  Badr, lalu Perang Badr itu sendiri – semua itu adalah suatu siasat revolusi, bukan prinsip. Kebijaksanaan
yang    telah    ditentukan   oleh   pemimpin   revolusi   dan sahabat-sahabatnya itu akan disusul pula oleh adanya ketentuan prinsip-prinsip  yang  luhur,  yang  telah  dibawa oleh Rasul.
Jadi, siasat revolusi itu lain  dan  prinsip-prinsip  revolusi lain  lagi.  Juga  kondisi yang terjadi berikutnya kadang sama sekali berbeda dari tujuan pokok kondisi itu. Dalam hal  Islam telah  menjadikan  rasa  persaudaraan sebagai dasar peradaban Islam, maka untuk mencapai sukses jalan  itu  harus  ditempuh, sekalipun untuk itu harus berlaku suatu kekerasan kalau memang sudah tak dapat dihindarkan lagi.
Tindakan kaum Muslimin terhadap  tawanan-tawanan  perang  Badr adalah   suatu  teladan  yang  baik  dan  penuh  kasih-sayang, dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam  beberapa  revolusi yang  oleh  pencetusnya  diagungkan  dengan  arti keadilan dan kasih-sayang. Dan inipun merupakan satu bagian saja di samping penyembelihan-penyembelihan  yang  banyak  terjadi  atas  nama Kristus,  seperti  penyembelihan  Saint   Bartholomew   (Saint Barthelemy), suatu peristiwa penyembelihan yang dapat dianggap sebagai suatu aib besar  dalam  sejarah  Kristen,  yang  dalam sejarah  Islam contoh semacam itu samasekali tidak pernah ada.
Penyembelihan ini diatur pada waktu malam. Orang-orang Katolik di   Paris   membantai   orang-orang  Protestan  dengan  jalan tipu-muslihat dan penghkianatan, suatu gambaran  tipu-muslihat dan penghianatan yang sungguh rendah dan kotor.
Jadi  kalau  dua  orang  saja dari lima puluh tawanan Badr itu yang dibunuh oleh Muslimin, karena mereka  selama  tiga  belas tahun  memang begitu kejam terhadap kaum Muslimin, yang sampai menderita pelbagai  macam  siksaan  selama  di  Mekah,  itupun karena adanya sikap kasihan yang berlebih-lebihan dan dianggap sebagai suatu keuntungan yang terlalu pagi seperti  disebutkan dalam ayat:
Tidak    sepatutnya   seorang   nabi   itu   akan   mempunyai tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di  dunia. Kamu  menghendaki  kekayaan  duniawi, sedang Allah menghendaki akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana.” (Qur’an, 8: 67)
Sementara orang-orang Islam sedang  bersukaria  karena  dengan anugerah   Tuhan  mereka  mendapat  kemenangan  berikut  harta rampasan, Haisuman b. Abdullah al-Khuza’i secara  tergesa-gesa sekali  berangkat  pula  menuju  Mekah. Dia menjadi orang yamg pertama masuk di Mekah dan  memberitahukan  penduduk  mengenai hancurnya  pasukan  Quraisy  serta  bencana yang telah menimpa pembesar-pembesar, pemimpin-pemimpin  dan  bangsawan-bangsawan mereka.   Pada   mulanya  Mekah  terkejut  sekali,  dan  tidak mempercayai  berita  itu.  Betapa  takkan  terkejut  mendengar berita  kehancuran itu serta terbunuhnya pemimpin-pemimpin dan
bangsawan-bangsawan mereka! Tetapi tampaknya  Haisuman  memang tidak  mengigau,  diyakinkannya  sekali apa yang dikatakannya. Dari pihak Quraisy  dia  sendiri  memang  yang  merasa  paling terpukul dengan bencana itu.
Setelah   ternyata  berita  kejadian  tersebut  memang  benar, seolah-olah mereka tersungkur jatuh pingsan. Abu  Lahab  jatuh demam,  dan  tujuh  hari  kemudian  iapun  meninggal. Sekarang orang-orang mengadakan  perundingan,  apa  yang  harus  mereka lakukan.  Kemudian dicapai kata sepakat untuk tidak menyatakan duka-cita  atas  kematian  mereka,  sebab  apabila  nanti  ini terdengar  oleh  Muhammad  dan sahabat-sahabatnya, mereka akan diejek. Juga tidak  akan  mengrim  orang  untuk  menebus  para tawanan    itu,    supaya    jangan    sampai   Muhammad   dan sahabat-sahabatnya  nanti  memperketat  mereka   dan   meminta tebusan yang terlampau tinggi.
Haripun berjalan juga. Orang-orang Quraisy sedang menahan hati mengalami cobaan itu sambil menunggu kesempatan  sampai  dapat tawanan-tawanan mereka itu nanti tertebus. Hari  itu  yang  datang  adalah Mikraz b. Hafz, hendak menebus Suhail b. ‘Amr. Rupanya  Umar  bin’l-Khattab  keberatan  kalau orang  itu bebas tanpa mendapat sesuatu gangguan. Maka lalu ia berkata:
“Rasulullah. Ijinkan saya mencabut dua  gigi  seri  Suhail  b. ‘Amr  ini,  supaya  lidahnya  menjulur  keluar  dan tidak lagi berpidato mencercamu di mana-mana.”
Tapi ini dijawab oleh Nabi dengan suatu jawaban  yang  sungguh agung:
Aku  tidak  akan  memperlakukannya secara kasar, supaya Tuhan tidak memperlakukan aku demikian, sekalipun aku seorang nabi.”
Zainab  puteri  Nabi  juga  lalu  mengirimkan  tebusan  hendak membebaskan  suaminya,  Abu’l-’Ash  b.  Rabi’.  Diantara  yang dipakai penebus itu ialah sebentuk kalung  pemberian  Khadijah ketika dulu ia akan dikawinkan dengan Abu’l-’Ash.
Melihat kalung itu, Nabi merasa sangat terharu sekali
Kalau   tuan-tuan   hendak  melepaskan  seorang  tawanan  dan mengembalikan  barang  tebusannya  kepada  sipemilik,  silakan saja,” kata Nabi. Kemudian  ia  mendapat  kata  sepakat  dengan Abu’l-’Ash untuk menceraikan Zainab, yang  menurut  hukum  Islam  mereka  sudah bercerai. Dalam pada itu Muhammad mengutus Zaid b. Haritha dan seorang sahabat lagi guna menjemput Zainab dan  membawanya  ke Medinah.
B.Abu’l-Ash Serang Tawanan
Akan  tetapi sesudah sekian lama Abu’l-’Ash dibebaskan sebagai tawanan, ia berangkat ke Syam membawa barang dagangan Quraisy. Sesampainya   di  dekat  Medinah,  ia  bertemu  dengan  satuan Muslimin. Barang-barang bawaannya mereka ambil. Ia  meneruskan perjalanan  dalam  gelap malam itu hingga ke tempat Zainab. Ia minta perlindungan dari  Zainab  dan  Zainabpun  melindunginya pula.  Ketika  itu barang-barang dagangannya dikembalikan oleh Muslimin kepadanya  dan  dengan  aman  ia  kembali  ke  Mekah. Setelah  barang-barang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing dari kalangan Quraisy, ia berkata:
“Masyarakat  Quraisy!  masih  adakah  dari  kamu  yang   belum mengambil barangnya?” “Tidak  ada,”  jawab  mereka.  “Mudah-mudahan  Tuhan  membalas kebaikanmu. Engkau ternyata orang yang jujur dan murah hati.” “Saya naik saksi,” katanya lagi kemudian, “bahwa tak ada Tuhan selain  Allah  dan  bahwa  Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Sebenarnya saya dapat saja masuk Islam di  kotanya  itu,  tapi saya  kuatir  tuan-tuan  akan  menduga, bahwa saya hanya ingin makan harta tuan-tuan ini. Setelah semua ini  saya  kembalikan kepada  tuan-tuan  dan  tugas saya selesai, maka sekarang saya masuk Islam.”
Kemudian  ia  kembali  ke  Medinah.  Zainab  juga  oleh   Nabi dikembalikan lagi kepadanya. Dalam  pada  itu  pihak Quraisy terus saja menebus tawanannya. Nilai tebusan waktu itu berkisar antara  seribu  sampai  empat ribu dirham untuk tiap orang. Kecuali yang tidak punya apa-apa dengan kemurahan hati Muhammad membebaskannya.
Rasanya tidak ringan nasib  yang  menimpa  Quraisy  itu,  juga mereka  tidak mau menghentikan permusuhan dengan Muhammad atau melupakan kekalahan yang  mereka  alami.  Bahkan  sesudah  itu kemudian  wanita-wanita Quraisy itu ramai-ramai selama sebulan penuh menangisi mayat mereka.  Rambut  kepala  mereka  sendiri mereka  gunting. Kendaraan atau kuda orang yang sudah mati itu dibawa, lalu mereka menangis mengelilinginya.
Dalam hal ini tak ada yang  ketinggalan,  kecuali  Hindun  bt. ‘Utba,  isteri Abu Sufyan. Ketika pada suatu hari ia didatangi oleh wanita-wanita dengan  mengatakan:  “Kau  tidak  menangisi ayahmu, saudaramu, pamanmu dan keluargamu?”
Ia menjawab:
Aku  menangisi  mereka?  Supaya  kalau  nanti  didengar  oleh Muhammad  dan  teman-temannya  mereka  menyoraki   kita?   Dan wanita-wanita  Khazraj  juga  akan  menyoraki kita? Tidak! Aku mesti menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram kita  memakai  minyak  sebelum  dapat kita memerangi Muhammad. Sungguh, kalau aku dapat mengetahui, bahwa kesedihan itu  bisa hilang  dari  hatiku, tentu aku menangis. Tetapi ini baru akan hilang kalau mangsaku yang membunuh orang-orang yang  kucintai itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri!”
Memang,   ia   tidak   lagi   memakai  minyak  atau  mendekati tempat-tidur Abu Sufyan. Ia  terus  mengerahkan  orang  sampai pada  waktu  pecah  perang  Uhud.  Sedang  Abu Sufyan, sesudah peristiwa Badr, ia bernazar tidak akan bersuci  kepala  dengan air sebelum ia memerangi Muhammad.
Catatan kaki:
  1. 1. Pada umumnya istilah ghazwa dan sarinya, dibedakan  dengan pengertian, bahwa ghazwa (jamak ghazawat),  pasukan yang bergerak bersama-sama dengan Nabi, sedang  sariya (jamak saraya) pasukan yang bergerak tanpa Nabi  ikut serta. Kata ghazwa pada umumnya diterjemahkan dengan perang. Dalam terjemahan ini dipergunakan tiga pengertian: perang ekspedisi dan razzia atau pembersihan. Buku yang lebih khusus membicarakan strategi perang antara lain: Mayor Muh. Abd’l-Fattah Ibrahim, Muhammad al-Qa’id, Cairo 1945/1964; Muhammad  Hamidullah, The Battlefields of the Prophet Muhammad,  Working, England, 1952, 1953; Jenderal Mahmud Syait Khattab Ar-Rasul’l-Qa’id, Cairo, 1964. Badr adalah sebuah desa di barat daya Medinah, sebuah pangkalan air terkenal yang terletak antara Medinah dan Mekah, tak  seberapa jauh dari pantai Laut Merah (A).
  2. 2. Al-Haura, sebuah distrik di sebelah Mesir pada akhir  perbatasan dengan Hijaz di Laut Merah, yang merupakan  pelabuhan kapal-kapal Mesir ke Medinah. Cf. Jenderal  Mahmud Syeit Khattab, ar-Rasul’l-Qa’id, hal. 90 (A).
  3. 3. Julukan Umayya b. Khalaf (A).
  4. 4. Ihda’t-ta’ifatain, harfiah, salah satu dari dua  kelompok. Dua kelompok ialah kafilah Quraisy yang datang  dari Suria membawa harta dagangan yang besar, terdiri dari 40 orang tak bersenjata di bawah pimpinan Abu Sufyan. 2) Angkatan bersenjata Quraisy terdiri dan 1000  orang dengan perenjataan lengkap datang dan Mekah di  bawah pimpinan Abu Jahl. (A).
  5. 5. ‘Udwa ‘tepi wadi’ (LA). Al-’udwat’l-qashwa ‘tepi wadi  yang lebih dekat ke arah Mekah’ sebaliknya daripada  ’al-’udwat’d-dunya’ ‘tepi wadi yang lebih dekat ke arah  Medinah’ (L4) (A)
  6. 6. Qur’an, 8: 7. (Lihat juga catatan bahwa halaman 268) (A).
  7. 7. Aslinya “Ya Nabiullah” (A).
  8. 8. Maksudnya ‘Amr bin’l-Hadzami yang tewas dalam bentrokan dengan satuan Abdullah b. Jahsy (A).
  9. 9. “Demi Allah” (A).
10. Suatu pernyataan Tauhid (A).
11. Manaha harfiah berarti ‘tempat wanita-wanita menangisi mayat’ (LA). (A).
Sumber: S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat Cetakan Kelima, 1980