Biografi Sunan Kalijaga
Dialah "wali" yang namanya paling banyak
disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah
Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit,
Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam.
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga
memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya,Syekh Malaya, Pangeran Tuban
atau
Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut
asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal
dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon
dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya
dengan kesukaan wali ini untuk berendam ('kungkum') di sungai (kali) atau
"jaga kali". Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa
Arab "qadli dzaqa" yang menunjuk statusnya sebagai "penghulu
suci" kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih
dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit
(berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga
Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram
dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid
Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu)
yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor
sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung
"sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata).
Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat
bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus
didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga
berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam
mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara
suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan,
grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat
kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai
karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa
memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran,
Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede - Yogya). Sunan
Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang.
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah
yang berarti "sapi betina". Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.
Biografi Sunan Gunung Djati
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan
Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual
seperti Isra' Mi'raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan
menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).
Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat
masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri
dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif
Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia
14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara.
Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama
lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan
Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya
"wali songo" yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati
memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam
dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah
yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur
berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.
Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati
juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan
sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal
Kesultanan Banten.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari
jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada
Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120
tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung
Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.
Biografi Sunan Kudus
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang.
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah
yang berarti "sapi betina". Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.
Biografi Sunan Giri
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul
Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga
yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya
yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya seorang putri raja Blambangan bernama
Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja
(Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung MaulanaMalik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal
mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya
berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya,
Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke
Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan
Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah
"giri". Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat
pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat.
Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan-
memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun
berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton.
Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata
.
.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting
di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, SunanGiri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak.
Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari
pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi
keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang
penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang
kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai
penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura,
Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan,
Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari
Minangkabau
.
.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang
luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih.
Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan,
Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian
pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan
ajaran Islam.
Biografi Sunan Drajat
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan
demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang
bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M.
Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya
untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun
Jelog --pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi
setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan
padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.
Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat
mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal.
Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang
dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka ia menggubah sejumlah suluk,
di antaranya adalah suluk petuah "berilah tongkat pada si buta/beri makan
pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang'.
Biografi Sunan Muria
Ia putra Dewi Saroh, adik kandung Sunan Giri
sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama
kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal
terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus.
Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
Biografi Sunan Bonang
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu MaulanaMalik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan
1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati
di Tuban .
Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di
Ampel Denta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok
Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri,
yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia
mendirikan Masjid Sangkal Daha.
Ia kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem,
Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun
tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu
Layar. Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak,
dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian, Sunan Bonang tak
pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang sangat
sulit.
Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban,
Pati, Madura maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal.
Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, setelah sempat
diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban.
Tak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran
Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf
ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan
arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai
mencari sumber air di tempat-tempat gersang.
Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat
'cinta'('isyq). Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut
Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan
kepada Allah SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara
populer melalui media kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan
Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga.
Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa
suluk, atau tembang tamsil. Salah satunya adalah "Suluk Wijil" yang
tampak dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr (wafat pada 899).
Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut. Sebuah
pendekatan yang juga digunakan oleh Ibnu Arabi, Fariduddin Attar, Rumi serta
Hamzah Fansuri.
Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu
kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi
kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang.
Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada
kehidupan transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah
salah satu karya Sunan Bonang.
Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang
yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan
memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa
ditafsirkan Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi
(peniadaan) dan 'isbah (peneguhan). Biografi Sunan Gresik
Maulana
Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di
Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma
menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap
As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi
.
Maulana
Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah
menyebutnya
Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra
Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah
anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di
Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari
Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw
.
Maulana
Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas
tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua
putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali
Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri
itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan
keluarganya.
Beberapa
versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang
ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam
wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran
kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas
pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka
warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu
secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat
secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati
istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih
kerabat istrinya.
Kakek
Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat
bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya,
yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda
krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat
belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini
terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.
Biografi Imam Bukhori
Sumber dari segala sumber hukum yang utama atau yang pokok di dalam
agama Islam adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Selain sebagai sumber hukum,
Al-Qur'an dan As-Sunnah juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang
universal. Isyarat sampai kepada ilmu yg mutakhir telah tercantum di
dalamnya. Oleh karenanya siapa yang ingin mendalaminya, maka tidak akan
ada habis-habisnya keajaibannya.
Untuk mengetahui As-Sunnah atau hadits-hadits Nabi, maka salah satu dari beberapa bagian penting yang tidak kalah menariknya untuk diketahui adalah mengetahui profil atau sejarah orang-orang yang mengumpulkan hadits, yang dengan jasa-jasa mereka kita yang hidup pada jaman sekarang ini dapat dengan mudah memperoleh sumber hukum secara lengkap dan sistematis serta dapat melaksanakan atau meneladani kehidupan Rasulullah untuk beribadah seperti yang dicontohkannya.
Untuk mengetahui As-Sunnah atau hadits-hadits Nabi, maka salah satu dari beberapa bagian penting yang tidak kalah menariknya untuk diketahui adalah mengetahui profil atau sejarah orang-orang yang mengumpulkan hadits, yang dengan jasa-jasa mereka kita yang hidup pada jaman sekarang ini dapat dengan mudah memperoleh sumber hukum secara lengkap dan sistematis serta dapat melaksanakan atau meneladani kehidupan Rasulullah untuk beribadah seperti yang dicontohkannya.
Untuk itu pada beberapa edisi kali ini, kami sajikan secara berturut-turut Profile Sejarah Hidup Enam Tokoh Penghimpun Hadits yang paling terkenal serta Sekilas Penjelasan Tentang Kitab Hadits-nya yang masyur.
Abad ketiga Hijriah merupakan kurun waktu terbaik untuk menyusun atau menghimpun Hadits Nabi di dunia Islam. waktu itulah hidup enam penghimpun ternama Hadits Sahih yaitu:
Imam Bukhari
Imam Muslim
Imam Abu Daud
Imam Tirmizi
Imam Nasa'i
Imam Ibn Majah
Tokoh Islam penghimpun dan penyusun hadits itu banyak, dan yang lebih terkenal di antaranya seperti yang disebut diatas. Adapun urutan pertama yang paling terkenal diantara enam tokoh tersebut di atas adalah Amirul-Mu'minin fil-Hadits (pemimpin orang mukmin dalam hadits), suatu gelar ahli hadits tertinggi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah. Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, terkenal kemudian sebagai Imam Bukhari, lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M), cucu seorang Persia bernama Bardizbah. Kakeknya, Bardizbah, adalah pemeluk Majusi, agama kaumnya. Kemudian putranya, al-Mughirah, memeluk Islam di bawah bimbingan al-Yaman al Ja'fi, gubernur Bukhara. Pada masa itu Wala dinisbahkan kepadanya. Karena itulah ia dikatakan "al-Mughirah al-Jafi."
Mengenai kakeknya, Ibrahim, tidak terdapat data yang menjelaskan. Sedangkan ayahnya, Ismail, seorang ulama besar ahli hadits. Ia belajar hadits dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan oleh Ibn Hibban dalam kitab As-Siqat, begitu juga putranya, Imam Bukhari, membuat biografinya dalam at-Tarikh al-Kabir.
Ayah Bukhari disamping sebagai orang berilmu, ia juga sangat wara' (menghindari yang subhat/meragukan dan haram) dan takwa. Diceritakan, bahwa ketika menjelang wafatnya, ia berkata: "Dalam harta yang kumiliki tidak terdapat sedikitpun uang yang haram maupun yang subhat." Dengan demikian, jelaslah bahwa Bukhari hidup dan terlahir dalam lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara'. Tidak heran jika ia lahir dan mewrisi sifat-sifat mulia dari ayahnya itu.
Ia dilahirkan di Bukhara setelah salat Jum'at. Tak lama setelah bayi yang baru lahir itu membuka matanya, iapun kehilangan penglihatannya. Ayahnya sangat bersedih hati. Ibunya yang saleh menagis dan selalu berdo'a ke hadapan Tuhan, memohon agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya perempuan itu bermimpi didatangi Nabi Ibrahim yang berkata: "Wahai ibu, Allah telah menyembuhkan penyakit putramu dan kini ia sudah dapat melihat kembali, semua itu berkat do'amu yang tiada henti-hentinya." Ketika ia terbangun, penglihatan bayinya sudah normal. Ayahnya meninggal di waktu dia masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia hidup dalam pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Dia dirawat dan dididikl oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian.
Keunggulan dan kejeniusan Bukhari sudah nampak semenjak masih kecil. Allah menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadits. Ketika berusia 10 tahun, ia sudah banyak menghafal hadits. Pada usia 16 tahun ia bersama ibu dan abang sulungnya mengunjungi berbagai kota suci. Kemudian ia banyak menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinya untuk memperoleh dan belajar hadits, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka. Dalam usia 16 tahun, ia sudah hafal kitab sunan Ibn Mubarak dan Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat ahli ra'yi (penganut faham rasional), dasar-dasar dan mazhabnya.
Rasyid ibn Ismail, abangnya yang tertua menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberpa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia dicela membuang waktu dengan percuma karena tidak mencatat. Bukhari diam tidak menjawab. Pada suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan yang terus-menerus itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka. Tercenganglah mereka semua karena Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 haddits, lengkap terinci dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Tahun 210 H, Bukhari berangkat menuju Baitullah untuk menunaikan ibadah haji, disertai ibu dan saudaranya, Ahmad. Saudaranya yang lebih tua ini kemudian pulang kembali ke Bukhara, sedang dia sendiri memilih Mekah sebagai tempat tinggalnya. Mekah merupakan salah satu pusat ilmu yang penting di Hijaz. Sewaktu-waktu ia pergi ke Madinah. Di kedua tanah suci itulah ia menulis sebagian karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar kitab Al-Jami'as-Sahih dan pendahuluannya.
Ia menulis Tarikh Kabir-nya di dekat makam Nabi s.a.w. dan banyak menulis pada waktu malam hari yang terang bulan. Sementara itu ketiga buku tarikhnya, As-Sagir, Al-Awsat dan Al-Kabir, muncul dari kemampuannya yang tinggi mengenai pengetahuan terhadap tokoh-tokoh dan kepandaiannya bemberikan kritik, sehingga ia pernah berkata bahwa sedikit sekali nama-nama yang disebutkan dalam tarikh yang tidak ia ketahui kisahnya.
Kemudian ia pun memulai studi perjalanan dunia Islam selama 16 tahun. Dalam perjalanannya ke berbagai negeri, hampir semua negeri Islam telah ia kunjungi sampai ke seluruh Asia Barat. Diceritakan bahwa ia pernah berkata: "Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali, ke basrah empat kali, menetap di Hijaz (Mekah dan Madinah) selama enam tahun dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits."
Pada waktu itu, Baghdad adalah ibu kota negara yang merupakan gudang ilmu dan ulama. Di negeri itu, ia sering menemui Imam Ahmad bin Hambal dan tidak jarang ia mengajaknya untuk menetap di negeri tersebut dan mencelanya karena menetap di negeri Khurasan.
Dalam setiap perjalanannya yang melelahkan itu, Imam Bukhari senantiasa menghimpun hadits-hadits dan ilmu pengetahuan dan mencatatnya sekaligus. Di tengah malam yang sunyi, ia bangun dari tidurnya, menyalakan lampu dan menulis setiap masalah yang terlintas di hatinya, setelah itu lampu di padamkan kembali. Perbutan ini ia lakukan hampir 20 kali setiap malamnya. Ia merawi hadits dari 80.000 perawi, dan berkat ingatannya yang memang super jenius, ia dapat menghapal hadits sebanyak itu lengkap dengan sumbernya.
Kemasyuran Imam Bukhari segera mencapai bagian dunia Islam yang jauh, dan kemanapun ia pergi selalu di elu-elukan. Masyarakat heran dan kagum akan ingatanya yang luar biasa. Pada tahun 250 H. Imam Bukhari mengunjungi Naisabur. Kedatangannya disambut gembira oleh para penduduk, juga oleh gurunya, az-Zihli dan para ulama lainnya.
Imam Muslim bin al-Hajjaj, pengarang kitab as-Sahih Muslim menceritakan: "Ketika Muhammad bin Ismail dating ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (± 100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya az-Zihli berkata: "Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, seebab aku sendiri akan ikut menyambutnya. Esok paginya Muhammad bin Yahya az-Zihli, sebagian ulama dan penduduk Naisabur menyongsong kedatangan Imam Bukhari, ia pun lalu memasuki negeri itu dan menetap di daerah perkampungan orang-orang Bukhara. Selama menetap di negeri itu, ia mengajarkan hadits secara tetap. Sementara itu, az-zihli pun berpesan kepada para penduduk agar menghadiri dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: "Pergilah kalian kepada orang alim yang saleh itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya."
Tak lama kemudian terjadi fitnah terhadap Imam bukhari atas perbuatan orang-orang yang iri dengki. Mereka meniupkan tuduhannya kepada Imam Bukhari sebagai orang yang berpendapat bahwa "Al-Qur'an adalah makhluk." Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, az-Zihli kepadanya, sehingga ia berkata: "Barang siapa berpendapat lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid'ah. Ia tidak boleh diajak bicara dan majelisnya tidak boleh di datangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majelisnya, curigailah dia." Setelah adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.
Pada hakikatnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya: "Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur'an, makhluk ataukah bukan?" Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali. Tetapi orang tersebut terus mendesaknya, maka ia menjawab: "Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid'a." Yang dimaksud dengan perbuatan manusia adalah bacaan dan ucapan mereka. Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq dan ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari perbah berkata: "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW. yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman kemudian Ali. Dengan berpegang pada keyakinan dan keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akherat kelak, insya Allah." Demikian juga ia pernah berkata: "Barang siapa menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, ia adalah pendusta."
Az-Zahli benar-benar telah murka kepadanya, sehingga ia berkata: "Lelaki itu (Bukhari) tidak boleh tinggal bersamaku di negeri ini." Oleh karena Imam Bukhari berpendapat bahwa keluar dari negeri itu lebih baik, demi menjaga dirinya, dengan hrapan agar fitnah yang menimpanya itu dapat mereda, maka ia pun memutuskan untuk keluar dari negeri tersebut.
Setelah keluar dari Naisabur, Imam Bukhari pulang ke negerinya sendiri, Bukhara. Kedatangannya disambut meriah oleh seluruh penduduk. Untuk keperluan itu, mereka mengadakan upacara besar-besaran, mendirikan kemah-kemah sepanjang satu farsakh (± 8 km) dari luar kota dan menabur-naburkan uang dirham dan dinar sebagai manifestasi kegembiraan mereka. Selama beberapa tahun menetap di negerinya itu, ia mengadakan majelis pengajian dan pengajaran hadits.
Tetapi kemudian badai fitnah dating lagi. Kali ini badai itu dating dari penguasa Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad az-Zihli, walaupun sebabnya timbul dari sikap Imam Bukhari yang terlalu memuliakan ilmu yang dimlikinya. Ketika itu, penguasa Bukhara, mengirimkan utusan kepada Imam Bukhari, supaya ia mengirimkan kepadanya dua buah karangannya, al-Jami' al-Sahih dan Tarikh. Imam Bukhari keberatan memenuhi permintaan itu. Ia hanya berpesan kepada utusan itu agar disampaikan kepada Khalid, bahwa "Aku tidak akan merendahkan ilmu dengan membawanya ke istana. Jika hal ini tidak berkenan di hati tuan, tuan adalah penguasa, maka keluarkanlah larangan supaya aku tidak mengadakan majelis pengajian. Dengan begitu, aku mempunyai alas an di sisi Allah kelak pada hari kiamat, bahwa sebenarnya aku tidak menyembunyikan ilmu." Mendapat jawaban seperti itu, sang penguasa naik pitam, ia memerintahkan orang-orangnya agar melancarkan hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Dengan demikian ia mempunyai alas an untuk mengusir Imam Bukhari. Tak lama kemudian Imam Bukhari pun diusir dari negerinya sendiri, Bukhara.
Imam Bukhari, kemudian mendo'akan tidak baik atas Khalid yang telah mengusirnya secara tidak sah. Belum sebulan berlalu, Ibn Tahir memerintahkan agar Khalid bin Ahmad dijatuhi hukuman, dipermalukan di depan umum dengan menungang himar betina. Maka hidup sang penguasa yang dhalim kepada Imam Bukhari itu berakhir dengan kehinaan dan dipenjara.
Imam Bukhari tidak saja mencurahkan seluruh intelegensi dan daya ingatnnya yang luar biasa itu pada karya tulisnya yang terpenting, Sahih Bukhari, tetapi juga melaksanakan tugas itu dengan dedikasi dan kesalehan. Ia selalu mandi dan berdo'a sebelum menulis buku itu. Sebagian buku tersebut ditulisnya di samping makan Nabi di Madinah.
Imam Durami, guru Imam Bukhari, mengakui keluasan wawasan hadits muridnya ini: "Di antara ciptaan Tuhan pada masanya, Imam Bukharilah agaknya yang paling bijaksana."
Biografi Imam Muslim
Penghimpun dan penyusun hadits terbaik kedua setelah Imam Bukhari adalah
Imam Muslim. Nama lengkapnya ialah Imam Abul Husain Muslim bin
al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia juga
mengarang kitab As-Sahih (terkenal dengan Sahih Muslim). Ia salah
seorang ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal hingga kini. Ia
dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H. menurut pendapat yang sahih
sebagaimana dikemukakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya
`Ulama`ul-Amsar.
Kehidupan dan Lawatannya untuk Mencari Ilmu
Ia belajar hadits sejak masih dalam usia dini, yaitu mulai tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya.
Dalam lawatannya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu `Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa`id bin Mansur dan Abu Mas`Abuzar; di Mesir berguru kepada `Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadits yang lain.
Kehidupan dan Lawatannya untuk Mencari Ilmu
Ia belajar hadits sejak masih dalam usia dini, yaitu mulai tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya.
Dalam lawatannya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu `Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa`id bin Mansur dan Abu Mas`Abuzar; di Mesir berguru kepada `Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadits yang lain.
Muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits, dan kunjungannya yang terakhir pada 259 H. di waktu Imam Bukhari dating ke Naisabur, Muslim sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung kepada Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Sahihnya maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az-Zihli padahal ia adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadits dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Bukhari, padahal iapun sebagai gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan ke dalan Sahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan tetap mengakui mereka sebagai guru.
Wafatnya
Imam Muslim wafat pada Minggu sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun.
Guru-gurunya
Selain yang telah disebutkan di atas, Muslim masih mempunyai banyak ulama yang menjadi gurunya. Di antaranya : Usman dan Abu Bakar, keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr an-Naqid, Muhammad bin al-Musanna, Muhammad bin Yassar, Harun bin Sa`id al-Ayli, Qutaibah bin Sa`id dan lain sebagainya.
Keahlian dalam Hadits
Apabila Imam Bukhari merupakan ulama terkemuka di bidang hadits sahih, berpengetahuan luas mengenai ilat-ilat dan seluk beluk hadits, serta tajam kritiknya, maka Imam Muslim adalah orang kedua setelah Imam Bukhari, baik dalam ilmu dan pengetahuannya maupun dalam keutamaan dan kedudukannya.
Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib al-Baghdadi berketa, “Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, memperhatikan ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya.”
Pernyataan ini tidak berarti bahwa Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab, ia mempunyai cirri khas dan karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab, serta etode baru yang belum pernah diperkenalkan orang sebelumnya.
Abu Quraisy al-Hafiz menyatakan bahwa di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Muslim (Tazkiratul Huffaz, jilid 2, hal. 150). Maksud perkataan tersebut adalah ahli-ahli hadits terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy, sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.
Karya-karya Imam Muslim
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya :
Al-Jami` as-Sahih (Sahih Muslim).
Al-Musnadul Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadits).
Kitabul-Asma `wal-Kuna.
Kitab al-`Ilal.
Kitabul-Aqran.
Kitabu Su`alatihi Ahmad bin Hambal.
Kitabul-Intifa` bi Uhubis-Siba`.
Kitabul-Muhadramin.
Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahid.
Kitab Auladis-Sahabah.
Kitab Awhamil-Muhadditsin.
Kitab Sahih Muslim
Di antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfat luas, serta masih tetap beredar hingga kini ialah Al-Jami` as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.
Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat-riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedeemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahihnya.
Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahwa ia pernah berkata: “Aku susun kitab Sahih ini yang disaring dari 300.000 hadits.”
Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : “Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.
Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yang berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang tidak disebutkan berulang.
Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya: “Tidak setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan di sini, yakni dalam Sahihnya. Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama hadits.”
Imam Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya: “Apabila penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad ini.”
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut : “Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alas an pula.”
Imam Muslim di dalam penulisan Sahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang palin
Biografi Imam An-Nawawi
Al-Hafidz Adz-Dzahabi dalam bukunya Tadzkiratul Huffadz (juz.4, hal.
1472) dan Ibnu Qadhi Syuhbah dalam Thabaqotus Syafi'iyyah (juz. 2, hal.
194) di dalam bab biografi Imam Nawawi berkata :
Beliau adalah Al-Imam Al-Hafidz Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syarf bin Muri bin Al-Hizami Al-Haurani As-Syafi'i, penulis banyak kitab, lahir pada bulan Muharram 631 H di kota Nawa (oleh sebab itu beliau dikenal dengan An-Nawawi). Beliau menginjakkan kakinya di kota Baghdad pada tahun 649 H dan tinggal di sekolah Ar-Ruhiyyah. Setiap harinya beliau hanya makan sedikit roti yang dibagikan di sekolah tersebut.
Beliau adalah Al-Imam Al-Hafidz Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syarf bin Muri bin Al-Hizami Al-Haurani As-Syafi'i, penulis banyak kitab, lahir pada bulan Muharram 631 H di kota Nawa (oleh sebab itu beliau dikenal dengan An-Nawawi). Beliau menginjakkan kakinya di kota Baghdad pada tahun 649 H dan tinggal di sekolah Ar-Ruhiyyah. Setiap harinya beliau hanya makan sedikit roti yang dibagikan di sekolah tersebut.
Beliau pernah berkata, "Kurang lebih dua tahun saya tinggal di sekolah
Ar-Ruhiyyah dan selama itu pula saya tidak pernah tidur berbaring."
Dalam waktu empat setengah bulan beliau berhasil menghafalkan kitab
At-Tanbih dan dalam waktu tujuh setengah bulan beliau berhasil
menghafalkan kitab seperempat kitab Al-Muhadzdzab. Beliau sempat
mengoreksi hafalan beliau tersebut di depan gurunya As-Syeikh Kamal
Ishaq bin Ahmad.
Salah seorang murid beliau As-Syeikh Abu Hasan bin Al-Atthar pernah
mendengar dari beliau bahwa beliau Imam Nawawi setiap harinya membaca 12
materi pelajaran dengan men-syarah dan men-tashih di hadapan
guru-gurunya yaitu 2 materi dari kitab Al-Wasith (Figih), 1 materi dari
kitab Al-Muhadzdzab (Figih), 1 materi dari kitab Al-Jam'u baina Sahihain
(Metodologi Hadits), 1 materi dari kitab Shahih Muslim (Hadits), 1
materi dari kitab Al-Luma' karya Ibnu Jinni (Nahwu), 1 materi tentang
Ishlahul Mantiq (Etimologi), 1 materi di bidang Shorof, 1 materi di
bidang Ushul Figih (terkadang membaca kitab Al-Luma' karya Abu Ishaq
atau terkadang membaca kitab Al-Muntakhab karya Fakhruddin Ar-Razy), 1
materi di bidang Asma'ul Rijal (kitab yang menerangkan tentang perawi
hadits), 1 materi di bidang Teologi, dan 1 materi lagi di bidang Nahwu.
Kemudian beliau Imam Nawawi menambahkan, "Semua buku yang saya baca
tadi, saya komentari, terkadang men-syarah kalimat-kalimat yang sulit,
menjelaskan beberapa makna, atau mengkoreksi susunan bahasanya. Semoga
Alloh selalu memberkahi waktuku."
Abu Al-Atthar menyebutkan gurunya Imam Nawawi pernah bercerita kepadanya
bahwa beliau tidak pernah mensia-siakan waktunya sekejap pun. Waktu
beliau selalu habis untuk menuntut ilmu, bahkan di jalan pun beliau
selalu membaca dan hal itu berlangsung selama 6 tahun.
Beliau juga mengarang, mengajar dan memberikan nasehat-nasehat dalam hal
kebaikan. Sehari semalam beliau hanya makan sekali pada akhir Isya'
(menjelang waktu sahur), begitu juga dengan minum.
Beliau selalu sibuk mengarang, menyebarkan ilmu, beribadah, berdzikir,
berpuasa dan sabar akan kehidupannya yang serba pas-pasan, baik dalam
hal sandang maupun pangan. Pakaian beliau pun terbuat dari kulit.
Beliau berpulang ke rahmatullah pada tahun 676 H pada usia yang relatif
muda 45 tahun. Sampai akhir hayatnya, beliau meninggalkan banyak
karangan besar. Betapa berkahnya umur beliau.
Biografi Ibnu Khaldun
lbn Khaldun, seorang filsuf
sejarah yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang
pemikir terkermuka yang pemah dilahirkan. Sebelum Khaldun, sejarah hanya berkisar pada pencatatan
sederhana dari kejadian-kejadian tanpa ada pembedaan antara yang fakta dan
hasil rekaan.
Sebagai pendiri ilmu pengetahuan sosiologi, lbn Khaldun secara khas membedakan
cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk
mendukung kejadian-kejadian yang nyata. Seorang kritikus Barat terkemuka
mengatakan, "Tak ada satu pun dalam perbendaharaan sastra Kristen dari
masa Abad Pertengahan yang pantas disejajarkan dengan sejarahnya lbn Khaldun
dan tak satu pun sejarawan Kristen yang menulis sebuah versi dengan begitu
gamblang dan tepat mengenai negara Islam."
Nenek moyang lbn Khaldun mungkin berasal dari golongan
Arab Yaman di Hadramaut, tapi ia dilahirkan di Tunis pada tanggal 27 Mei
1332 M. Di situlah keluarganya menetap setelah pindah dari Spanyol Moor.
Khaldun memiliki karier bermacam-macam pada masa mudanya. Secara aktif dia
ambil bagian dalam kancah politik yang penuh intrik di kerajaan-kerajaan kecil
di Afrika Utara. Secara bergantian dialaminya masa-masa menyenangkan atau pun
celaka karena ulah penguasa, dan ada saat-saat di mana terpaksa ia bersembunyi
di Granada yang jauh. Semangat revolusionernya tumbuh karena kemuakan akan
politik yang kotor pada masa-masa itu sehingga membuatnya mundur sebentar
selama kurang lebih empat tahun di pinggiran Kota Tunis. Di tempat itu ia
menyelesaikan Muqaddimah, tahun 1377 M. Kemudian pindah ke Tunis untuk
menyelesaikan karyanya yang monumental, Kitab
al-l'bar (Sejarah Dunia), dengan perolehan bahan-bahan dari
perpustakaan kerajaan. Setelah menjalani hidup penuh petualangan di Afrika Utara,
pemikir besar ini kemudian berlayar ke negeri Mesir tahun 1382 M.
Sebelum ia menginjakkan kaki di tanah Mesir, ternyata
karyanya sudah sampai terlebih dahulu di sana, karenanya ia disambut meriah
oleh kalangan sastrawan di Kairo. Tidak lama kemudian, datang undangan untuk
berceramah di Masjid al-Azhar yang tersohor itu, lalu diterima oleh Raja Mesir
dan mengangkatnya sebagai Hakim Maliki. Tapi jabatan ini menimbulkan intrik dan
persaingan di Istana sehingga terpaksa dilepaskan. Namun Raja mengangkatnya lagi
sampai enam kali, meskipun setiap kali ia harus tergeser.
Di negerinya yang baru itu lbn Khaldun memperoleh
kesempatan untuk bertemu dengan Tamerlane
(Tmiurlenk) setelah Syria diserbu dan diadakan perjanjian perdamaian dengan
Raja Mesir. Timurlenk terkesan sekali akan kepandaian dari kefasihan lbn
Khaldun, tokoh yang meninggal tahun 1406 M.
lbn Khaldun telah memperoleh tempat tersendiri di
antara para ahli filsafat sejarah. Sebelum dia, sejarah hanyalah sekadar
deretan peristiwa yang dicatat secara kasar tanpa membedakan mana yang fakta
dan mana pula yang bukan fakta. lbn Khaldun sangat menonjol di antara sejarawan lainnya, karena
memperlakukan sejarah sebagai ilmu, tidak hanya sebagai dongeng. Dia menulis
sejarah dengan metodenya yang baru untuk menerangkan, memberi alasan, dan
mengembangkannya sebagai sebuah filsafat sosial. Ketika menerangkan tentang
seni menulis sejarah, lbn Khaldun berkata dalam bukunya Muqaddimah, "Hanya
dengan penelitian yang saksama dan penerapan yang terjaga baik kita bisa menemukan
kebenaran serta menjaga diri kita sendiri dari kekhilafan dan kesalahan.
Kenyataannya, jikalau kita hanya ingin memuaskan diri kita dengan membuat
reproduksi dari catatan yang diwariskan melalui adat istiadat atau tradisi
tanpa mempertimbangkan aturan-aturan yang muncul karena pengalaman,
prinsip-prinsip yang mendasar dari seni memerintah, alam, kejadian-kejadian,
dan budaya di suatu tempat atau pun hal-hal yang membentuk ciri masyarakat:
jikalau kita tidak mau menimbang berbagai peristiwa yang terjadi jauh di masa
lalu dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di depan mata kita; jikalau kita
tidak mau membandingkan yang lalu dengan saat ini, maka akan sulit bagi kita
untuk bisa menghindari kesalahan dan tersesat dari jalan kebenaran."
Biografi Syah Waliullah
Tentang ajaran Shah Abdul Rahim beserta kakaknya, Maulana Ubaidullah Sindhi menulis: "Inti ajaran kedua bersaudara itu ialah usaha untuk menemukan jalan bersama bagi para filsuf Muslim (para sufi dan para mutakallim) dan para fuqaha (ahli hukum Islam)."
Shah Waliullah mendapatkan pendidikan yang pertama dari ayahnya, yang juga adalah gurunya dan pengarah perkembangan rohaninya yang menjadi dewasa sebelum waktunya. Daya ingatannya kuat, ia hafal Quran pada usia yang sangat muda, tujuh tahun. Selang beberapa waktu setelah ayahnya meninggal dunia, 1131 Hijrah, ketika itu usia Waliullah belum 17 tahun, tapi sudah mulai mengajar di Madrasah Rahmulya milik ayahnya, dan meneruskan tugas ini selama 12 tahun sampai saat kepergiannya ke Arabia untuk studi yang lebih tinggi. Selama berada di Mekkah dan Madinah — ernpat belas bulan — ia berhubungan dengan para guru terkenal di Hejaz. Guru kesayangannya ialah Syeikh Abu Tahir bin lbrahim dari Madinah, dan dari guru ini Shah Waliullah mendapatkan Sanad (titel kesarjanaan) dalam bidang Hadis. Gurunya itu berpengetahuan seperti ensikiopedi. Shah Waliullah banyak sekali menimba manfaat dari padanya, dan mengakui bahwa gurunya teramat saleh, berpandangan luas, dan bakat kesarjanaannya luar biasa.
Sewaktu berada di Mekkah, Shah Waliullah bermimpi bertemu Rasulullah SAW yang memerintahkan agar dirinya bekerja bagi organisasi pengembangan masyarakat Islam di India, la pun segera kembali ke Delhi pada 9 Juli, 1732, dan memulai tugasnya dengan sungguh-sungguh. la menghadapi tugas yang teramat berat pada masa di mana Muslimin India sedang dalam keadaan yang paling kritis dalam sejarahnya, begitu juga kondisi struktur sosial, politik, ekonomi, dan spiritual dalam keadaan yang terkoyak-koyak. la mulai mengajar pengetahuan agama dan mempercayakan kepada para muridnya untuk bekerja sebagai muallim yang memberikan penerangan kepada masyarakat tentang sifat Islam yang sesungguhnya. la menulis buku standar pelajaran agama Islam, dan sebelum meninggal dunia dalam tahun 1762, ia telah menyelesaikan sejumlah besar buku-buku yang menyangkut tentang Islam.
Dedikasinya terhadap pekerjaannya demikian besarnya, sehingga menurut anak lelakinya, yang juga berbakat. Shah Abdul Aziz: "Beliau itu jarang sakit. Sekali beliau duduk untuk bekerja setelah dhuha (shalat setengah matahari terbit), beliau tidak bergeser dari tempatnya sampai tengah hari." la seorang genius, intelektual yang mengabdikan diri bagi tugas pendidikan umat yang terjerumus mendapatkan tuntunan agama Islam yang salah. Adalah tugasnya untuk menghidupkan kembali Islam di subkontinen itu, di mana keadaannya saat itu diliputi kabut filsafat dan tasawuf. la bertekad membawa Islam kepada ajarannya yang mumi.
Kegiatannya tidak hanya terbatas pada bidang kerohanian dan intelektual saja. la hidup dalam zaman yang bergejolak, dan selama hidupnya ia menyaksikan beberapa penguasa yang menduduki singgasana Delhi. Diberkahi dengan pandangan politik yang tajam, ia melihat dengan kesedihan yang mendalam akan kehancuran Islam di subkontinen itu, sehingga ia menulis surat kepada para penguasa politik seperti Ahmad Shah Abdali, Nizam ul Mulk, dan Najibuddaula, agar mereka menghentikan pembusukan yang telah melekat pada kehidupan orang-orang Islam di India.
Berkat seruannya, Ahmad Shah Abdali muncul di medan pertempuran di Panipat, 1761, dan menghentikan impian Marhatta untuk menguasai benua kecil India.
Shah Waliullah itu seorang penulis yang produktif. la menulis dalam dua bahasa, Arab dan Persia. Sampai saat ini, beberapa di antara buku-bukunya itu tersimpan di seluruh wilayah literatur Islam, dan belum terungguli oleh buku lain.
Biografi Imam Dawud Adz-Dzahiri
Untuk memperluas cakrawala tentang madzhab Dawud Al-Dzahiri, kita perlu
mengetahui siapa sebenarnya Dawud Al-Dzahiri. Nama lengkap beliau adalah
Abu Sulaiman Dawud bin Ali Al-Asfihany Al-Dzahiri. Dia lahir di Kufah
pada tahun 202 H dan wafat di Baghdad pada tahun 270 H.
Sejak kecil, dia merupakan bocah yang berotak encer. Oleh karena itu, wajar saja jika dikemudian hari dia menjelma menjadi orang yang fakih (ahli dalam ilmu fiqh). Bahkan seorang mujtahid mustaqil (mujtahid yang mempunyai madzhab sendiri). Lebih dari itu, beliau juga dikenal sebagai huffadzul hadits (orang yang hafal ratusan ribu hadits).
Sejak kecil, dia merupakan bocah yang berotak encer. Oleh karena itu, wajar saja jika dikemudian hari dia menjelma menjadi orang yang fakih (ahli dalam ilmu fiqh). Bahkan seorang mujtahid mustaqil (mujtahid yang mempunyai madzhab sendiri). Lebih dari itu, beliau juga dikenal sebagai huffadzul hadits (orang yang hafal ratusan ribu hadits).
Semula, Dawud merupakan pengikut madzhab Syafi’i yang seti. Kemudian, karena terjadi perbedaan pendapat soal qiyas, beliau mendirikan madzhab sendiri. Prinsipnya, madzhab Dawud Al-Dzahiri dibangun dari lahirnya nash (tekstual). Jika tidak ditemukan nash, Dawud mengambil dari ijma’ sahabat. Apabila hal ini tidak ditemukan, maka ijmaul muslimin yang dijadikan dasar. Sedangkan qiyas, istihsan, saddudz, dzari’ah dan ta’tilul ahkam, dengan tegas Dawud menolak kehadirann
Biografi Imam Ja'far Ash-Shidiq
Ja’far Ash-Shadiq adalah Ja’far bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal
Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, suami Fatimah Az-Zahra binti
Rasulullah SAW. Beliau dilahirkan pada tahun 80 H. (699 M). Ibunya
bernama ummu Farwah binti al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar As-Siddiq.
Pada beliaulah terdapat perpaduan darah Nabi SAW dengan Abu Bakar
As-Siddiq ra.
Beliau berguru langsung pada ayahnya, Muhammad
al-Baqir di sekolah ayahnya, yang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar
Islam. Ja’far Ash-Shadiq adalah seorang ulama besar dalam banyak bidang
ilmu, seperti ilmu filsafat, tasawuf, fiqh, kimia dan ilmu kedokteran.
Beliau adalah imam keenam dari dua belas Imam dalam madzhab Syi’ah
imamiyah. Dikalangan kaum sufi beliau adalah guru dan syaikh besar dan
dikalangan ahli kimia beliau dianggap sebagai pelopor ilmu kimia. Ahlusunnah berpendapat bahwa Ja’far Ash-Shidiq adalah seorang mijtahid dalam ilmu fiqih, dan dianggap sudah mencapai tingkat laduni. Dikalangan para syaikh terkemuka Ahlusunnah, beliau juga dianggap seorang sufi, karena pada dirinya terdapat puncak pengetahuan dan darah Nabi SAW yang suci. Syahrastani mengatakan bahwa Ja’far Ash-Shidiq adalah seorang yang berpengetahuan luas dalam agama, mempunyai budi pekerti yang sempurna serta sangat bijaksana, zahid dari keduniaan, jauh dari segala hawa nafsu. Imam Abu Hanifah berkata: “Saya tidak dapati orang yang lebih faqih dari Ja’far bin Muhammad”.
Biografi Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah adalah pendiri mazhab Hanafi, nama aslinya Abu Hanifah
An-Nukman bin Tsabit bin Zufi At-Tamimi. Beliau masih memunyai pertalian
hubungan kekeluargaan dengan Imam Ali bin Abi Thalib ra. Imam Ali
bahkan pernah berdoa bagi Tsabit, yakni agar Allah memberkahi
keturunannya. Tak heran, jika kemudian dari keturunannya lahir seorang
ulama besar seperti Abu Hanifah.
Beliau dilahirkan di Kufah pada tahun 80 H/658 M., pada masa
pemerintahan Al-Qalid bin Abdul Malik, selanjutnya ia menghabiskan masa
kecil dan dewasa disana. Sejak masih kanak-kanak beliau sudah mengaji
dan menghafalkan Al-Qur’an serta memperdalam pengetahuannya pada Imam
Asin, seorang ulama terkenal pada masa itu. Beliau aktif mempelajari
ilmu fiqih dan hadits pada Anas bin Malik, Abdullah bin Aufa dan Abu
Tufail Amir.
Imam Abu Hanifah wafat pada 150 H/728 M., pada usia kurang lebih 70
tahun. Sepeninggal beliau, ajaran dan ilmunya tetap tersebar melalui
murid-muridnya yang cukup banyak. Diantaranya yang terkenal adalah Abu
Yusuf, Abdulah bin Mubarak, Waki’ bin Jarah Ibn Hasan Al-Syaibani, dan
lain-lain. Sedangkan diantara kitab ciptaannya adalah Al-Musuan,
Al-Makharij, dan Fiqh Akbar.
Biografi Imam Malik
Imam Malik bin Anas lahir di Madinah, pada tahun 93 H. beliau berasal
dari Kabilah Yamaniah pendiri mazhab Maliki. Ia memperdalam hadits pada
Ibn Syihab dan mempelajari fiqih pada para sahabat. Karena ketekunan dan
kecerdasannya, Imam Maliki tumbuh sebagai seorang ulama yang terkemuka,
terutama pada bidang ilmu hadits dan fiqih. Bukti atas hal itu adalah
ucapan Al-Dahlani ketika dia berkata “Malik adalah orang yang paling
ahlindalam bidang hadits di Madinah, yang paling mengetahui tentang
keputusan-keputusan Umar, yang paling mengerti tentang pendapat-pendapat
Abdullah bin Umar, Aisyah ra., atas dasar itu jika ada permasalahan ia memberikan fatwa.
Imam Malik telah menulis kitab Al-Muwaththa’, yang merupakan kitab hadits dan fiqih. Beliau meninggal dunia pada usia 86 tahun, namun demikian, mazhab Maliki tersebar luas dan dianut dibanyak bagian dipenjuru dunia.
Imam Malik telah menulis kitab Al-Muwaththa’, yang merupakan kitab hadits dan fiqih. Beliau meninggal dunia pada usia 86 tahun, namun demikian, mazhab Maliki tersebar luas dan dianut dibanyak bagian dipenjuru dunia.
Biografi Imam Ahmad Hambali
Imam Ahmad Hambali adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin
Hilal Al-Syaibani, mendapat gelar Al-Mururi kemudian Al-Baghdadi.
Beliau dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H. Ahmad
bin Hambal dibesarkan dalam keadaan yatim oleh ibunya, karena ayahnya
meninggal ketika beliau masih bayi. Sejak kecil beliau telah menunjukkan
sifat dan pribadi yang mulia, sehingga menarik simpati banyak orang.
Baghdad merupakan pusat ilmu pengetahuan. Beliau memulai dengan belajar
mengahafal Al-Qur’an kemudian belajar bahasa Arab, hadits, sejarah Nabi
dan sejarah sahabat serta para tabi’in.
Untuk memperdalam ilmu, beliau pergi ke Bashar untuk menjumpai Imam Syafi’i, beliau juga menutut ilmu ke Yaman dan ke Mesir. Diantara guru beliau antara lain Yusuf Al-Hasan bin Ziad, Husyaim, Umair, Ibn Humam dan Ibn Abbas. Imam Ahmad bin Hambal banyak mempelajari dan meriwayatkan hadits, dan beliau tidak mengambil hadits, kecuali hadits yang sudah jelas shahihnya. Kitab yang terkenal karyanya adalah Musnad Ahmad Hambal. Imam Ahmad Hambal wafat di Baghdad pada usia 77 tahun, atau tepatnya pada tahun 241 H pada masa pemerintahan Khalifah Al-Wathiq. Sepeninggal beliau, mazhab Hambali berkembang luas dan menjadi salah satu mazhab yang memiliki bayak penganut.
Biografi Imam Syafi'i
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i Al-Quraisyi lahir di Gazzah, pada tahun
150 H, bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah. Beliau giat
mempelajari hadits dari ulama-ulama hadits yang banyak terdapat di
Makkah. Pada usianya yang masih kecil, beliau sudah hafal Al-Qur’an.
Pada usianya yang ke-20, beliau meninggalkan Makkah mempelajari ilmu
fiqih dari Imam Malik. Merasa masih harus memperdalam pengetahuannya, beliau kemudian pergi ke Iraq, untuk mempelajari fiqih, dari murid Abu Hanifah yang masih ada.
Setelah wafat Imam Malik, beliau kemudian pergi ke Yaman, menetap dan mengajarkan ilmu disana, bersama Harun Al-Rasyid, yang telah mendengar tentang kehebatan beliau. Kemudian meminta beliau untuk dating ke Baghdad. Imam Syafi’i memenuhi undangan tersebut, sejak itu beliau dikenal secara lebih luas, dan banyak orang belajar kepadanya. Pada waktu itulah mazhabnya mulai dikenal.
Tak lama setelah itu, Imam Syafi’i kembali ke Makkah dan mengajar rombongan jamaah haji yang dating dari berbagai penjuru. Melalui mereka inilah, mazhab Syafi’i menjadi tersebar luar ke penjuru dunia.pada tahun 198 H, beliau pergi ke negeri Mesir. Beliau mengajar di mesjid Amru bin As. Beliau juga menulis kitab Al-Um, Amali Kubra, kitab Risalah, Ushul Al-Fiqh, dan memperkenalkan Waul Jadid sebagai mazhab baru.
Imam Syafi’i wafat di Mesir, setelah menyebarkan ilmu dan manfaat kepada banyak orang. Murid-murid beliau yang terkenal antara lain adalah Muhammad bin Abdullah bin Al-Hakam, Abu Ibrahim bin Ismail bin Yahya Al-Muzani, Abu Ya’qub Yusuf bin Yahya Al-Buwaiti.
Biografi Siti Aisyah
Siti Aisyah memiliki gelar ash-Shiddiqah, sering dipanggil dengan
Ummu Mukminin, dan nama keluarganya adalah Ummu Abdullah. Kadang-kadang ia juga
dijuluki Humaira’. Namun Rasulullah sering memanggilnya Binti ash-Shiddiq. Ayah
Aisyah bernama Abdullah, dijuluki dengan Abu Bakar. Ia terkenal dengan gelar
ash-Shiddiq. Ibunya bernama Ummu Ruman. Ia berasal dari suku Quraisy kabilah
Taimi di pihak ayahnya dan dari kabilah Kinanah di pihak ibu.
Sementara itu, garis keturunan Siti Aisyah dari pihak ayahnya adalah Aisyah
binti Abi Bakar ash-Shiddiq bin Abi Quhafah Utsman bin Amir bin Umar bin Ka’ab
bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Fahr bin Malik. Sedangkan
dari pihak ibu adalah Aisyah binti Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abd
Syams bin Itab bin Adzinah bin Sabi’ bin Wahban bin Harits bin Ghanam bin Malik
bin Kinanah.
Siti Aisyah lahir pada bulan Syawal tahun ke-9 sebelum
hijrah, bertepatan dengan bulan Juli tahun 614 Masehi, yaitu akhir tahun ke-5
kenabian. Kala itu, tidak ada satu keluarga muslim pun yang menyamai keluarga
Abu Bakar ash-Shiddiq dalam hal jihad dan pengorbanannya demi penyebaran agama
Islam. Rumah Abu Bakar saat itu menjadi tempat yang penuh berkah, tempat makna
tertinggi kemuliaan, kebahagiaan, kehormatan, dan kesucian, dimana cahaya
mentari Islam pertama terpancar dengan terang.
Dari perkembangan fisik, Siti Aisyah termasuk
perempuan yang sangat cepat tumbuh dan berkembang. Ketika menginjak usia
sembilan atau sepuluh tahun, ia menjadi gemuk dan penampilannya kelihatan
bagus, padahal saat masih kecil, ia sangat kurus. Dan ketika dewasa, tubuhnya
semakin besar dan penuh berisi. Aisyah adalah wanita berkulit putih dan
berparas elok dan cantik. Oleh karena itu, ia dikenal dengan julukan Humaira’
(yang pipinya kemerah-merahan). Ia juga perempuan yang manis, tubuhnya
langsing, matanya besar, rambutnya keriting, dan wajahnya cerah.
Tanda-tanda ketinggian derajat dan kebahagiaan telah
tampak sejak Siti Aisyah masih kecil pada perilaku dan grak-geriknya. Namun,
seorang anak kecil tetaplah anak kecil, dia tetap suka bermain-main. Walau
masih kecil, Aisyah tidak lupa tetap menjaga etika dan adab sopan santun ajaran
Rasulullah di setiap kesempatan.
Pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah merupakan
perintah langsung dari Allah, setelah wafatnya Siti Khadijah. Setelah dua tahun
wafatnya Khadijah, turunlah wahyu kepada kepada Rasulullah untuk menikahi
Aisyah, kemudian Rasulullah segera mendatangi Abu Bakar dan istrinya, mendengar
kabar itu, mereka sangat senang, terlebih lagi ketika Rasulullah setuju
menikahi putri mereka. Maka dengan segera disuruhlah Aisyah menemui beliau.
Pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah terjadi di
Mekkah sebelum hjirah pada bulan Syawal tahun ke-10 kenabian. Ketika dinikahi
Rasulullah, Siti Aisyah masih sangat belia. Di antara istri-istri yang beliau
nikahi, hanyalah Aisyah yang masih dalam keadaan perawan. Aisyah menikah pada
usia 6 tahun. Tujuan inti dari pernikahan dini ini adalah untuk memperkuat
hubungan dan mempererat ikatan kekhalifahan dan kenabian. Pada waktu itu, cuaca
panas yang biasa dialami bangsa Arab di negerinya menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan fisik anak perempuan menjadi pesat di satu sisi. Di sisi lain,
pada sosok pribadi yang menonjol, berbakat khusus, dan berpotensi luar biasa
dalam mengembangkan kemampuan otak dan pikiran, pada tubuh mereka terdapat
persiapan sempurna untuk tumbuh dan berkembang secara dini.
Pada waktu itu, karena Siti Aisyah masih gadis kecil,
maka yang dilangsungkan baru akad nikah, sedangkan perkawinan akan
dilangsungkan dua tahun kemudian. Selama itu pula beliau belum berkumpul dengan
Aisyah. Bahkan beliau membiarkan Aisyah bermain-main dengan teman-temannya.
Kemudian, ketika Aisyah berusaha 9 tahun, Rasulullah menyempurnakan
pernikahannya dengan Aisyah. Dalam pernikahan itu, Rasulullah memberikan
maskawin 500 dirham. Setelah pernikahan itu, Aisyah mulai memasuki rumah tangga
Rasulullah.
Pernikahan seorang tokoh perempuan dunia tersebut
dilangsungkan secara sederhana dan jauh dari hura-hura. Hal ini mengandung
teladan yang baik dan contoh yang bagus bagi seluruh muslimah. Di dalamnya
terkandung hikmah dan nasehat bagi mereka yang menganggap penikahan sebagai
problem dewasa ini, yang hanya menjadi simbol kemubaziran dan hura-hura untuk
menuruti hawa nafsu dan kehendak yang berlebihan.
Dalam hidupnya yang penuh jihad, Siti Aisyah wafat
dikarenakan sakit pada usia 66 tahun, bertepatan dengan bulan Ramadhan, tahun
ke-58 Hijriah. Ia dimakamkan di Baqi’. Aisyah dimakamkan pada malam itu juga
(malam Selasa tanggal 17 Ramadhan) setelah shalat witir. Ketika itu, Abu
Hurairah datang lalu menshalati jenazah Aisyah, lalu orang-orang pun berkumpul,
para penduduk yang tinggal di kawasan-kawasan atas pun turun dan datang
melayat. Tidak ada seorang pun yang ketika itu meninggal dunia dilayat oleh
sebegitu banyak orang melebihi pelayat kematian Aisyah.
Biografi Umar bin Abdul Aziz
‘Umar bin
‘Abdul Aziz (Wafat 101
H). Nama sebenarnya adalah Abu Hafzah bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam
bin Abil ash bin Umayyah al-Quraisy, seorang tabi’in besar dan salah seorang
dari Khalifah yang Rasyidin, Ia sebagai kepala Negara yang adil dan seorang
ulama yang kamil.
Ia dilahirkan di Mesir di negeri Halwan pada waktu ayahnya menjadi Amir disitu pada tahun 61 H.
Semasa kecil ia telah hapal al-Qura’an, kemudian ia dikirim ke Madinah oleh ayahnya untuk belajar. Ia belajar al-Qur’an dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Ibnu Mas’ud. Setelah ayahnya meninggal, paman Abdul Malik bin Marwan memintanya dating ke Damaskus, lalu dikawinkan dengan seorang putrinya yang bernama Fatimah. Kemudian beliau diangkat menjadi gubernur di Madinah dimasa pemerintahan Khalifah al-Walid. Pada tahun 93 H lalu beliau kembali ke Syam dan kemudian pada tahun 99 H beliau diangkat menjadi Khalifah.
Umar bin Abdul Aziz menerima hadist dari anas, as Sa’ib bin Yasid, Yusuf bin Abdullah bin Salam. Khalulah binti Hakim dan dari sahabat lainnya.
Ia juga menerima hadits dari tokoh tokoh Tabi’in seperti Ibnul Musayyab, ‘Urwah, Abu Bakar bin Abdurahman dan yang lainnya.
Hadits-hadits beliau di terima oleh para Tabi’in diantaranya adalah Abu Salamah bin Abdurahman, Abu Bakar Muhammad bin Amr bin HAzm, az-Zuhry, Muhammad bin al-Munkadir, Humaid ar-Thawil dan lain lain.
Seluruh Ulama berpendirian menetapkan bahwa Umar bin Abdul Aziz ini adalah seorang yang banyak Ilmu, Shalih, Zuhud dan Adil. Ia banyak memberikan perkembangan hadits , baik secara hapalan maupun secara pendewanan, maka takala ia menjadi Khalifah, ia memerintahkan kepada ulama ulama daerah supaya menulis hadits hadits yang ada didaerah mereka masing masing, lalu meriwayatkan hadist agar tidak hilang dengan meninggalnya para ulama tabi’in tersebut.
Umar bin Abdul Aziz ini merupakan permulaan Khalifah yang memberikan perhatian kepada hal hal yang demikian itu. Beliau disamakan dengan az-Zuhry tentang ke ‘Alimannya.
Mujahid berkata,”Kami mendatanginya, dan kami tidak meninggalkannya sebelum kami beljar dari padanya”.
Ia wafat pada tahun 101 H.
Biografi Anas bin Malik
Nasab
Beliau adalah Anas bin Malik bin Nadzor bin
Dhomdom bin Zaid bin Harom bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin An
Najjar, Abu Hamzah Al Ansori Al Khazraji. Dia termasuk kerabat Rasulullah
dari jalur istri. Ia juga muridnya, pengikutnya dan sahabat yang terakhir
meninggal dunia.
Ia adalah pambantu Rasulullah n seorang yang
banyak meriwayatkan hadits darinya. Ibunya adalah Ummu Sulaim Malikah binti
Milhan bin Kholid bin Zaid bin Harom, istri Abi Tholhah Zaid bin Sahl Al
Ansori. Ketika nabi saw datang ke Madinah, Anas berumur 10 tahun. Dan ketika
itu juga, ibunya datang kepada nabi saw dan berkata kepadanya: "Ini adalah
Anas anak yang pandai yang akan menjadi pembantumu". Maka nabi pun
menerimanya.
Lahir
Ketika Rasul datang ke Madinah, Anas berumur
10 tahun, dan ketika beliau wafat Anas berumur 20 tahun. Jadi Anas lahir 10
tahun sebelum tahun hijriyah atau bertepatan dengan tahun 612 Masehi. Ibunya juga seorang yang pandai dan
telah masuk Islam, sehingga Anas pun dari kecil telah memeluk agama Islam.
Gelar
Rasulullah saw. memberikan gelar kepadanya
dengan Abu Hamzah (Singa).
Keilmuan dan Periwayatan Hadits
Ia adalah seorang Mufti, Qori, Muhaddits,
Perowi Islam. Dia mendapatkan banyak ilmu dari Rasulullah, Abu Bakar, Umar,
Usman, Mu'ad, Usaid Al Hudair, Abi Tholhah, Ibunya sendiri Ummu Sulaim putri
Milhan, Bibinya Ummu Haram dan suaminya Ubadah bin Shamit, Abu Dzar, Malik bin
Sha'sha'ah, Abi Hurairah, Fatimah dan masih banyak lainnya.
Darinya juga banyak mencetak orang-orang
penting, diantaranya adalah Al Hasan, Ibnu Sirin, Asy Sya'bi, Abu Kilabah,
Makhul, Umar bin Abdul Aziz, Tsabit Al Banani, Bakar bin Abdillah Al Mazani, Az
Zuhri, Qotadah, Ibnul Munkadir, Ishak bin Abdillah bin Abi Tholhah, Abdul Aziz
bin Shuhaib, Syuaib bin Al Habhab, Amru bin Amir al Kufi, Sulaiman At Taimi,
Hamid At Thowil, Yahya bin Sa'id Al Ansori, Katsir bin Salim, Isa bin Thohman
dan Umar bin Syakir.
Dan para sahabat beliau yang tsiqoh lebih dari
150 orang, sedang yang lemah sekitar 190 sahabat. Selebihnya adalah orang –
orang yang tidak tsiqoh bahkan hadits dari mereka secara global dibuang.
Seperti : Ibrahim bin Hadbah, Dinar bin Abu Makis, Khorrosy bin Abdillah, Musa
At Tahwil. Mereka hidup setelah 200 tahun, mereka tidak dianggap.
Anas menemani Nabi saw dengan sempurna. Ia
benar-benar sempurna dalam bermulazamah kepada beliau sejak beliau hijrah,
sampai meninggal. Dia juga banyak mengikuti peperangan bersama beliau, juga
berbaiat di bawah pohon (Bai'at Ridwan).
Anas jika berbicara tentang hadits Rasulullah
n , maka setelah selasai ia mengatakan "Sebagaimana yang dikatakan
Rasulullah n "
Musnad Anas sebanyak 2.286, yang disepakati
Bukhari dan Muslim sebanyak 180 hadits, dan yang hanya dalam riwayat Bukhari 80
hadits dan Muslim 90 hadits.
Do'a Rasul terhadap Anas
Ibunya datang kepada Rasulullah n dan berkata
: "Wahai Rasulullah n ini adalah Anas, anak yang cerdas mau
menbantumu". Kemudian Anas diserahkan kepada Rasulullah n dan beliau pun
menerimanya. Ibunya pun memohon kepada Rasulullah n untuk mendoakan Anas, maka
Rasul pun berdoa untuknya,
• اللهم أكثر ماله وولده وأدخله الجنة
• اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَأَطِلْ عُمُرَهُ وَاغْفِرْ ذَنْبه .
"Ya Allah perbanyaklah anak dan hartanya,
serta masukkanlah dia ke dalam surga"
dalam riwayat lain, "Ya Allah perbanyaklah harta dan anaknya,
panjangkanlah umurnya dan ampunilah dosanya"
Anas berkata, "Demi Allah hartaku sangat
melimpah, sampai kurma dan anggurku berbuah dua kali dalam setahun. Jumlah
anak-anak dan cucuku - cucuku mencapai seratus." dalam riwayat lain
seratus enam. Dalam riwayat lain juga disebutkan dari anak perempuannya Aminah,
mengabarkan tentang anak beliau yang mati dan dikuburkan saja itu mencapai 120
anak, selain cucunya, itu pada saat Hajjaj berkuasa di Basrah.
Berkat do'a Rasulullah saw. ia menjadi sahabat
yang paling banyak anaknya serta paling panjang umurnya, dan paling akhir
meninggal dunia.
Penjaga Rahasia Rasulullah saw.
Suatu hari Anas melayani Rasulullah saw. sampai selesai, kemudian dia berkata: "
Nabi sedang tidur siang", kemudian dia pergi dan didapatinya anak-anak
pada bermain. Kemudian ia berdiri dan melihat permainan mereka. Tiba-tiba nabi
datang, dan memberi salam kepada mereka. Terus memanggil Anas dan mengutusnya
untuk suatu urusan. Sepertinya ini adalah perintah rahasia, hingga dia
mendatangi ibunya dengan pelan. Ibunya bertanya "Ada apa
denganmu"? Anas menjawab,
"Nabi mengutusku untuk suatu urusan. Ibunya bertanya lagi, "Urusan
apa itu?" Anas menjawab, "Ini adalah rahasia nabi". Maka ibunya
berkata, " Jagalah rahasia Rasulullah saw. Maka Anas tidak menceritakan
kepada siapapun.
Akhlah Rasulullah saw. terhadap Anas.
Pada suatu hari Rasulullah n mengutus anas
untuk suatu hajat, kemudian dia berkata, Demi Allah saya tidak akan pergi!
Dalam hatiku aku akan pergi kalau nabi menyuruhku. Kemudian dia pergi dan
melintasi anak-anak yang sedang bermain di pasar. Maka tiba-tiba Rasulullah n
memegang tengkuknya dari belakang. Kemudian dia melihat kepada beliau, ternyata
beliau tersenyum dan berkata, "Wahai Unais, pergilah sesuai apa yang aku
perintahkan! Maka anas menjawab : Baik Rasulullah n saya akan pergi. Anas
berkata " Demi Allah saya telah menjadi pembantu beliau selama 9 tahun,
saya tidak mendapatkan beliau komentar apa yang aku kerjakan" Kenapa kamu
berbuat sepert ini dan begini? Atau sesuatu yang aku tinggalkan, " Kenapa kamu tidak berbuat seperti
ini?"
Anas telah menjadi pembantu Rasulullah
saw. bertahun-tahun tapi beliau tidak
pernah mencelanya sama sekali, tidak pernah memukul, tidak pernah menghardik,
tidak pernah bermuka masam, tidak pernah menyuruhnya dan dia malas kemudian
Rasulullah n mencelanya. Maka jika salah satu keluarganya mencelanya, beliau berkata,
" Biarkanlah apa yang dia kerjakan!"
Tsabit bertanya kepada Anas "Apakah
tanganmu pernah bersentuhan dengan telapak tangan Rasulullah saw? Ia menjawab,
Ya, pernah. Ia mengulurkannya padaku, dan aku menyambutnya.
Candanya Rasul kepada Anas
Rasulullah n juga pernah bercanda dengan Anas.
Beliau berkata padanya : ياذا الأذنين ) ) "Wahai yang punya dua telinga"
Makan beliau
Abu Ja'far berkata, "Anas itu berbelang,
dan sangat jelas sekali. Dan sya melihat dia makan dengan suapan besar"
Abu Ayub berkata, " Anas lemah dalam
mengerjakan puasa, maka ia membuat makanan, kemudian memanggil 30 orang miskin
dan memberi makan mereka.
Cincin Anas
Ibnu Sirin berkata, " Di cincin Anas
terdapat lukisan srigala" Sedang menurut Az Zuhri, dari Anas, bahwa
cincinnnya bertuliskan "Muhammad Rasulullah" Jika mau ke kamar mandi,
ia melepasnya.
Keutamaan Anas
Nabi saw talah mengkhususkan Anas dengan
sebagian ilmu. Diantaranya adalah sabda beliau kepada Anas, bahwasanya beliau
mampu mendatangi sembilan isrinya pada waktu dhuha dengan sekali mandi.
Rasulullah saw. mempersaudarakan antara
Muhajirin dan Ansor di rumah Anas, dan mereka berjumlah 90 orang. Setengah dari
Muhajirin dan setengahnya lagi dari Ansor. Rasulullah saw mempersaudarakan mereka atas persamaan
diantara mereka, saling mewarisi setelah meninggal tanpa ada hubungan rahim,
sampai terjadinya perang Badar. Ketika turun ayat:
{ وأولو الأرحام بعضهم أولى ببعض في كتاب الله } [ الأحزاب 6
]
Maka setelah itu, saling mewarisi harus karena
hubungan rahim, bukan ikatan persaudaraan.
Kata mutiara
لايتقي ( الله ) عبد حتى يخزن من لسانه
"Seorang hamba tidak dikatakan betakwa
kepada Allah, sampai dia bisa menjaga lisannya"
Ibadah
Abu Hurairah berkata, : "Saya tidak
pernah melihat seorang sahabatpun yang mirip dengan sholatnya Rasulullah saw
selain daripada ibnu Ummu Sulaim (Anas bin Malik ). Ibnu Sirin berkata,
"Anas adalah sahabat yang sholatnya paling bagus, baik di rumah maupun
pada waktu safar."
Tsumamah berkata, "Anas sholat sampai
kedua kakinya bengkak mengeluarkan darah, karena sholatnya sangat panjang.
Semoga Allah meridhoinya.
Anas berkata, : "Ambillah (Al Qur'an dan
As Sunnah) dariku, karena saya mengambilnya langsung dari Rasulullah saw, dan
Rasulullah n dari Allah swt. Kamu tidak akan mendapatkan kabar yang lebih kuat,
kecuali dariku"
Anas juga tahu benar ibadah Rasulullah saw.
Dan tidak ada satu malampun dia melihat Rasulullah kecuali beliau menangis.
Al Hariri berkata: Anas mulai ihram dari Dzat
Iraq, saya tidak mendengar sesuatupun darinya kecuali dzikir kepada Allah,
sampai dia tahalul. Kemudian ia berkata padaku "Wahai keponakanku (ibn
akhi) beginilah ihram."
Pada hari Jum'at, Anas menemui Sholih bin
Ibrahim yang sedang berbincang-bincang di salah satu rumah istri nabi, lalu dia
berkata "Mah" Ketika selesai sholat, dia berkata, : "Saya
benar-benar takut kalau-kalau sholat Jum'atku batal, gara-gara perkataanku pada
kalian "Mah".
Rasa takut
Ketika Az Zuhri masuk ke rumah Anas di Dimsiq
(Irak), dia melihat Anas menangis. Kemudian ditanya, "Apa yang menyebabkan
engkau menangis? Dia menjawab, "Saya tidak tahu apapun kecuali apa yang
telah dilakukan oleh Rasulullah n dan para sahabatnya tentang masalah shalat.
Dalam masalah sholat ini telah dihilangkan ( diakhirkan dari waktunya ). Pada
masa itu ( Bani Umayyah ) masalah sholat diakhirkan, kecuali pada masa Umar bin
Abdul Aziz.
Jihad beliau
Anas mulai ikut berjihad mulai dari kecil.
Dikatakan kepada Anas: Apakah engkau menyaksikan perang Badar? Ia menjawab " Laa umma laka! Kemanakah saya
kalau sampai tidak hadir."
Muhammad bin Abdullah berkata " Anas
keluar bersama Rsulullah ketika terjadi perang Badar, ia adalah seorang anak
yang membantu Rasulullah.
Musa mengabarkan bahwa Anas mengikuti
peperangan sebanyak delapan kali.
Karamah Anas
Ibnu Abi Dunya berkata "Ketika Tsabit
sedang bersama Anas, tiba-tiba datang Qohromanah dan berkata, "Wahai Abu
Hamzah, talah datang musim kemarau, sehingga tanah kami kering" Kemudian
Anas langsung berdiri dan mengambil air wudhu, lalu keluar menuju tanah
tadi dan melakukan sholat sebanyak dua
rakaat. Setelah itu dia berdo'a. Maka tiba-tiba awan mendung dan turunlah hujan,
sampai airnya meluap. Ketika hujan reda, Anas memanggil sebagian keluarganya
dan berkata " Lihatlah langit itu". Maka setelah itu tanahnya menjadi
subur.
Menjadi Amir
Abu Bakar
dan Umar telah mengangkat Anas sebagai amir di Bahrain, keduanya pun
berterima kasih kepadanya.
Setelah dari Rasulullah saw, Anas pergi ke
Basrah. Di sana dia sampai mengalami empat masa, dan mendapatkan perlakuan yang
kasar ketika masa Hajjaj dikarenakan fitnah dari Ibnu Asy'ats. Hajjaj mengira
bahwa Anas ikut campur dalam masalahnya kemudian dia berfatwa mengenai hal
tersebut. Hingga Hajjaj menunjukan lehernya dan berkata, " Nih… lehernya
Hajaj!" Kemudian Anas mengadu pada Abdul Malik. Maka ketika Abdul Malik
mendapat laporan seperti itu dia langsung mengancam Hajjaj, sehingga dia merasa
takut dan berbuat baik sama Anas.
Anas pernah menjadi utusan Abdul Malik pada
masa kepemerintahannya, sekitar tahun 92. Dia membangun semua kota Dimsiq.
Ketika Anas bergegas menuju masjid Dimsiq, Makhul bertanya padanya,
"Apakah wajib berwudlu ketika selesai mengurus jenazah? Beliau menjawab
"Tidak usah wudlu"
Ketika Anas menghadap Walid, dia bertanya,
"Apa yang telah engkau dengar dari Rasul perihal hari kiamat? Anas
menjawab, "Saya mendengar Rasulullah n bersabda "Kalian dan hari
kiamat seperti dua ini –jari telunjuk dan jari tengah-"
Zuhud dan Ketawakalan beliau
Ketika seorang amir datang untuk memberikan
fa'i kepada Anas, dia mengatakan apakah anda mau mengambil 1/5? Dia menjawab,
"Tidak" Ia tidak menerimanya.
Ketika Anas sakit, ditawarkan kepadanya agar
didatangkan seorang dokter, tapi Anas malah menjawab " Seorang dokter
malah menyakitiku"
Syafaat Rasul untuk Anas
Anas adalah pemilik sandal dan kantong kulit
Rasulullah saw. Anas berkata, : Aku sangat mendambakan akan bertemu dengan
Rasulullah saw dan berkata " Wahai Rasulullah saw aku adalah pembantu kecilmu"
Wafatnya
Dikatakan kepada Anas, "Engkau adalah
sahabat Rasulullah n yang paling terakhir yang masih hidup." Anas
menjawab, Kaum Arab masih tersisa, adapun dari sahabat beliau, maka saya adalah
orang yang paling akhir yang masih hidup. Ketika Anas sakit, ditawarkan
kepadanya agar didatangkan seorang dokter, tapi Anas malah menjawab "
Seorang dokter menyakitiku" dan dia memohon agar dia ditalkin 'Laa ilaha
illallh, karena dia (Malaikat) telah datang. Dia senantiasa mengatakannya,
sampai Malaikat pencabut nyawa mencabut nyawanya. Di sisi dia ada tongkat kecil
punya Rasulullah saw. yang kemudian dikubur bersamanya.
Ketika Anas wafat, beliau berumur 107 tahun.
Berkata Waqidi dan lainnya" Anas adalah sahabat di Basrah yang paling
terakhir wafatnya." Para ahli sejarah selisih dalam menentukan kematian
beliau, ada yang mengatakan wafat pada tahun 90, 91, 92 dan ada pula yang
mengatakan tahun 93, dan inilah yang mashur menurut jumhur. Imam Ahmad berkata
: Anas bin Malik dan Jabir bin Zaid wafat bersamaan pada hari Jum'at, tahun 93.
Qotadah berkata : Ketika Anas wafat, Muariq al
'Ajli berkata, Hari ini telah pergi / hilang setengah dari pada ilmu. Dia
ditanya, kenapa bisa demikian wahai Abu Mu'tamar? Ia menjawab : Jika ada
orang-orang pengikut hawa nafsu menyelisihi kita hadits dari Rasulullah n kita
katakan pada mereka : "Mari kita kembalikan pada orang yang mendengar (Anas) darinya (Rasul)."
Imam Ahmad berkata : Anas meminta syafaat
kepada Rasulullah n pada hari kiamat. Maka rasul menjawab, "Ya pasti saya
akan penuhi permohonanmu." Anas bertanya, "Di manakah saya memohonnya
pada hari kiamat nanti, wahai nabiyallah?"
Rasul menjawab "Mintalah padaku sesuatu yang pertama kamu minta
padaku yaitu di atas sirat." Tanya Anas, "Jika aku tidak ketemu
engkau di situ?" Jawab rasul, "Maka kalau tidak ketemu di sana
berarti saya berada di Mizan. Jika tidak ketemu di Mizan, maka saya ada di
Telaga, saya tidak salah tentang tiga tempat tersebut pada hari kiamat"