Oleh Drs.H.Mutawalli,M.Pd.I
A. Pendahuluan
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal
tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang
sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau
kejelekan dan sebagainya.
- Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
- Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
- Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
- Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
- Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsumg yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada di
filsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara
rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada
kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu,
dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah
kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu?
Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu
bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi
secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana,
ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda.
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau
pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran
seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat
dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita
yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti
bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti
cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian,
filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap
pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah
hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha
mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap
positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat
pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan
akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat
berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani,
Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang
berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta
kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut
Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat
telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras
(481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan
perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa
pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap
pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu
kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan
sebagai sasaran utamanya.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang
lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam
arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini
dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya
mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si - terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini,
Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1)
Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang
dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3)
Ada yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam
bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang
dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna
dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah
diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia
dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga
hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan
hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja,
melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia
termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur
masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat
tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al
Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh
perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui
memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi
Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long
life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama
yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak
awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran.
Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya
mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa
pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari
keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan,
serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam
Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah Al Qur’an dan al Hadist Firman Allah :
“ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah
kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami
menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba
kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada
jalan yang benar (QS.Asy-Syura: 52)”
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang
yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada
hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama
hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali,
Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
- Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
- Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
- Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan
berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang
kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan
dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua
untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta
keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan
fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan,
karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak
pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan
itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan
memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern
dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran
dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan
jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam
menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus
meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang
menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu
sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada
resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi
mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil
konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan,
hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil
dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan
hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya
mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat
tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan
dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang
hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan
masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada
mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah
membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin)
Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam
berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan
dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh
muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan
(struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut
kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber
ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi
manusia :
- Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
- Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
- Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
- Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat
Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai
masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al
Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli,
khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian,
filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah
filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat
pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang
bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam
pemikiran filsafat pada umumnya.
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat
pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini
dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang
menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam
harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan
pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat
pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar,
sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng
tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja,
melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan.
Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan
Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan,
seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan
lingkungan.
D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam
telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang
diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
- Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
- Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
- Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
- Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
- Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat
pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an
dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan
lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam
praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat
tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan
yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun
demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat
digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li
Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al
muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan
alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan
pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara
induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di
atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas
tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan
berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk
menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih
merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma
(cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
DAFTAR PUSTAKA
- Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
- Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
- Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
- Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
- Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
- Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997