A. Pendahuluan
Sumber ajaran Islam adalah Al-qur’an dan Hadist. Al-qur’an
dan Hadist lalu ditafsirkan. Tafsir itu merupakan hasil pemikiran mufasir (ahli
tafsir). Pemikiran itulah sebenarnya yang membentuk sikap dan perilaku kaum
muslimin. Tatkala suatu pemikiran dimunculkan dan dianggap sesuai dengan
keadaan zaman, pemikiran tersebut diterima oleh masyarakat Islam masa itu
tetapi lama kelamaan situasi berubah. Pemikiran tadi ada kalanya tidak sesuai
lag idengan keadaan yang baru. Maka para pemikir memikirkan kembali hasil
pemikiran lama itu untuk disesuaikan dengan zaman modern, hasil pemikiran itu
disebut Modernisasi pemikiran Islam. Pembaharuan dalam Islam dilakukan berdasarkan
pemikiran baru tersebut, jadi pada hakikatnya, istilah pembaharuan atau
modernisasi itu sama saja. Yaitu penerapan pemikiran modern dalam memajukan Islam
dan umat Islam.
Pada abad ke-18 M, muncul (reformasi) untuk melepaskan
diri dari taklid dikalangan umat Islam. Usaha ini timbul setelah kaum muslimin
sadar akan kelemahan dan kemunduran mereka akibat perselisihan dikalangan umat Islam
sendiri. Menurut Harun Nasution dalam buku “materi pendidikan agama Islam”
dipihak lain ada juga usaha-usaha nonmuslim yang ikut menyokong kehancuran umat
Islam. Bersamaan dengan itu banyak Negara-negara Islam ditundukan barat dibawah
kekuasaannya.
Selain itu dunia barat yang semula jauh ketinggalan
dibandingkan dengan dunia Islam, mulai maju dengan pesatnya. Ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mereka capai, sehingga peradaban yang dahulunya berada ditangan
muslim beralih ke barat.
Umat Islam merasa tergugah kembali untuk meraih
kesuksesan yang pernah diraihnya itu. Kebangkitkan umat islam muncul di Turki
dan Mesir yang memulai usaha-usaha dibidang pendidikan. Di Mesir pada awal abad
ke-13 H, Muhammad Ali Pasya tampil untuk memajukan ilmu pengetahuan, kemudian
dilanjutkan oleh Al-Tahtawi dengan usaha penerjemahan buku-buku barat tentang berbagai
macam pengetahuan modern.
Hasrat terhadap kebutuhan pembaharun merupakan akibat
dan kenyataan lingkungan. Dengan dilengkapai metode serta strategi untuk
menyesuaikan syariat Islam dengan pandangan dunia.
B. Pembaharuan Hukum Islam
Dalam system hukum apapun, dimananpun di dunia ini, hukum
tersebut mengalami perubahan-pembaharuan. Bagi hukum tanpa kitab suci atau wadh’i,
perubahan atau pembaharuan hukum itu dilakukan untuk menyesuaikan hukum dengan
perkembangan social dan kebutuhan masyarakat. Ini tentu terkait dengan sifat
dasar dan ruang lingkup hukum (wadh’i) itu sendiri, yaitu aturan yang dibuat
oleh manusia untuk mengatur hubungan hidup antar manusia dengan msnusia serta
penguasa dalam masyarakat. Oleh karena itu pembaharuan hukum merupakan
keharusan sejarah karena fenomena social kemasyarakatan tidaklah statis melainkan
dinamis atau berubah. Jadi, selain bersifat permanent hukum juga berubah.
Alasan perubahan hukum wadh’i tersebut tentu dapat
juga diterima sebagai alasan perubahan hukum Islam (fiqih), tetapi menjadi
alasan pembaharuan hukum itu (wadh’i) sebagai satu-satunya alasan dan metode bagi
pembaharuan hukum Islam tentu tidak
bijaksana, bukan saja karena hukum Islam mempunyai kitab suci yang tetap tidak
berubah, tetapi produk ilmu atau pemikiran Islam mempunyai bentuk yang lebih
beragam, daripada produk hukum wadh’i atau barat. Jika produk hukum wadh’i
terdapat dua bentuk yaitu undang-undang dan keputusan-keputusan lembaga
peradilan serta tak tertulis (hukum adat). Maka produk pemikiran hukum Islam
terdapat dalam empat bentuk, yaitu perundangan-perundangan, keputusan-keputusan
lembaga peradailan, kitab-kitab fiqih, dan fatwa-fatwa ulama.
Hal lain yang membuat hukum Islam perlu diperbaharui
antara lain menurut Ahmad Zaki Yamami, adalah karena hukum Islam merupakan
hasil pemikiran (fiqih) para ulama yang tidak lepas dari tuntutan zaman dan
tempat yang lebih spesifik, yang belum tentu cocok dengan tuntutan zaman
sekarang, oleh karena itu, menurut yamami hukum Islam dalam kitab-kitab fiqih
para ulama atau fuqaha terdahulu tidaklah mengikat.
C. Pemikiran Islam Sebelum Periode Modern
Secara garis besar, sejarah Islam dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu:
1. Periode Klasik (650-1250), merupakan zaman kemajuan. Periode ini
dapat dibagi menjadi dua bagian, pertama, fase esxpansi, integrasi, dan puncak
kemajuan terjadi kira-kira pada tahun 650-1000. kedua, fase disintegrasi,
terjadi kira-kira pada tahun 1000-1250.
2. periode peertengahan (1250-1800), terdiri atas dua fase, pertama,
fase kemunduran (1250-1500), kedua, fase tiga kerajaan besar (1500-1800), yang
mengalami zaman kemajuan pada tahun 1500-1700, dan zaman kemunduran pada tahun
1700-1800.
3. periode modern (1800-sekarang), yaitu peride kebangkita Islam,
pemikiran Islam pada zaman inilah yang disebut pemikiran modern Islam atau
pemikiran modern dalam Islam.
Pada periode pertengahan, telah muncul pemikiran dan
usaha pembaharuan Islam di kerajaan Usmani di Turki. Akan tetapi usaha itu
gagal karena ditentang golongan militer dan ulama. Tantangan pertama datang
dari tentara tetap yang disebut Janissary yang mempunyai hubungan erat dengan Tarekat
Bektasyi yang berpengaruh besar dalam masyarakat. Tantangan kedua datang dari
pihak ulama, karena menurut mereka ide-ide pembaharuan itu didatangkan dari
Eropa dan bertentangan dengan paham tradisional yang dianut masyarakat ketika itu.
Oleh sebab itu usaha pembaharuan pertama dikerajaan Usmani tidak berhasil
seperti yang diharapkan.
Di India, sebelum periode modernisasi, muncul juga ide
dan usaha pembaharuan. Pada awal abad ke-18, kesultanan Mogul memasuki zaman
kemunduran. Perang saudara memperebutkan kekuasaan sering terjadi. Golongan
Hindu yang merupakan mayoritas ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mogul
selain itu, Inggris juga telah memulai memperbesar usahanya untuk memperoleh
kekuasaan di India. setelah terjadi beberapa pertempuran, akhirnya daerah
kekuasaan Mogul semakin kecil. Keadaan ini menyadarkan beberapa pemimpin Islam
di India akan kelemahan umat Islam, salah satunya adalah Syeh Waliyullah
(1703-1762) dari Delhi India, yang disebut sebagai ulama besar Islam terakhir.
Syah Waliyullah merupakan dua pemikir muslim yang muncul pada tahun pertama
masa kemunduran Islam (1700-1800), tokoh satunya lagi adalah Muhammad bin Abdul
Wahab dari Arab Saudi. Menurut Syeh Waliyullah, penyebab kelemahan umat Islam
ialah perubahan sistem pemerintahan dari sistem Khalifah kesistem kerajaan, sistem Khalifahan bersifat demokratis dan
system kerajaan bersifat otokratis,untuk itu system kekalifahan seperti pada
masa Al-khulafa Ar-Rasyidin, perlu dipikirkan kembali.
D. Pemikiran Modern Islam Di Mesir
1. Jamaluddin Al-Afgani (1839-1897)
a. Biografi
Nama panjang Jamaluddin Al-Afgani adalah Muhammad
Jamaluddin Al-Afgani, di lahirkan di Asadabad Afganistan pada tahun 1254 H/1838
M. ayahanda beliau bernama Sayyid Safdar Al-husainniyah, yang nasabnya bertemu
dengan Sayyid Ali Al-turmudzi dengan nasab Sayyidina Husain bin Ali bin Abi
Thalib.
Pada usia 8 tahun Al-afgani telah memperlihatkan
kecerdasan yang luar biasa, beliau tekun mempelajari bahasa Arab sejarah,
matematika, filsafat, fiqih dan ilmu keIslaman lainnya. Dan pada usia 18 tahun
ia telah menguasai hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan meliputi filsafat, hukum
sejarah dan metafisika. Al-afgahani segera dikenal sebagai profil jenius yang
penguasaanya terhadap ilmu pengetahuan bak ensiklopedia.
Setelah membekali dirinya dengan berbagai ilmu
pengetahuan ditimur dan barat Al-afghani mempersiapkan misinya membangkitkan Islam.
Pertama ia masuk ke India Negara yang sedang melintasi periode yang kritis
dalam sejarahnya. Kebencian kepada
kaolisme yang telah membara didalam dadanya makin berkecambuk ketika Afghani
menyaksikian India yang berada di dalam tekanan Inggris. Al- Afghani turut
ambil bagian dari periode genting ini, dengan bergabung dalam peperangan
kemerdekaan India pada bulan mai 1857.
Al-Afghani menghabiskan sisa umurnya dengan bertualang
keliling Eropa untuk berdakwah. Bapak pembaharu Islam ini tidak memiliki
rintangan bahasa karena ia menguasai enam bahasa dunia (Arab, Inggris, Prancis,
Turki,, Persia dan Rusia). Al-afghani menghembuskan nafasnya yang terakhir
karena kanker yang dideritanya sejak tahun 1897 di Istambul Turki dan
dimakamkan disana. Jasadnya dipindahkan ke Afghanistan pada tahun 1944. Ustad
Abu Rayyah dalam bukunya “Al-afghani, sejarah, Risallah dan
Perinsip-Perinsipnya”, menyatakan bahwa Al-Afghani meninggal akibat diracun,
dan ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ada rencana sultan untuk
membinasakannya.
b. Pemikiran Hukum Islam
Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897)
Jamaluddin Al-Afghani adalah pemimpin pembaharu Islam
yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu Negara ke Negara lain.
Awalnya ia menjadi pembantu pangerang dost Muhammad Khan di Afghanistan. Pada
tahun 1864, ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia
diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi perdana menteri Afghanistan. Karena
alasan keamanan, pada tahun 1869 ia pindah ke India. Di India pun ia tidak
bebas karena para pemimpin India khawatir pengaruh Afghani akan menyebabkan
pergolakan rakyat melawan pemerintah colonial mereka, pada tahun 1871 ia pindah
ke Mesir.
Di Mesir ia giat memberikan diskusi-diskusi. diantara
murid-murid Al-Afghani itu yang kelak menjadi tokoh kenamaan di Mesir ialah
Mohammad Abuh dan Sa’ad Zaghlul.
Ketika itu, ide-ide yang disiarkan At-Tahtawi melalui
buku-buku terjemahan dan karangannya sudah meluas dikalangan masyarakat Mesir.
al-Afghani melihat telah tiba waktunya untuk membentuk sebuah partai politik,
maka pada tahun 1879, atas usahanya, terbentukalah partai nasional (Hizb
Al-Watan) dengan selogan “Mesir untuk orang Mesir”.
Selama 8 tahun di Mesir, Al-Afghani telah memberikan
pengaruh yang besar disana. Al-Afghani telah membangkitkan gerakan berpikir
sehingga Negara itu dapat mencapai kemajuan. Menurut Ibrahim Madkur (filsuf
Mesir) “Mesir modern” adalah hasil usaha Jamaludin Al-Afghani.
Dari Mesir ia ke Perancis, disana ia mendirikan
perkupulan “Al-Urwah Al-Musqa”. Tujuannya antara lain memperkuat rasa tali
persaudaraan Islam, membela Islam, dan membawa umat Islam menuju kemajuan. Atas
undangan Sultan Abdul Hamid yang masih mempertahankan otokrasi, tidak dapat
dicapai. Karena takut terhadap pengaruh Al-Afghani yang begitu besar, maka
kebebasan Al-Afghani dibatasi Sultan. Ia
tidak boleh keluar dari Istanbul ia tetap tinggal disana hingga wafat pada
tahun 1897.
Melihat kegiatan dan pemikirannya, dapat disipulakan
bahwa Al-Afghani lebih terkenal sebagai pemimpin politik daripada sebagai
pemikir pembaharu Islam. Al-Afghani sedikit sekali memikirkan masalah-masalah
agama, ia lebih memusatkan pemikiran dan aktivitasnya di bidang politik. Tapi
menurut Harun Nasution, kegiatan politik Al-Afghani sebenarnya didasarkan pada ide-idenya
tentang pembaruan dalam Islam. Ia adalah pemimpin politik sekaligus pemimpin
pembahruan.
Pemikiran pembaruan Al-Afghani didasarkan atas
keyakinannya bahwa Islam adalah agama yang sesuai untuk semua bangsa, semua
zaman, dan semua keadaan. kalau kelihatan ada pertentangan antara ajaran Islam
dengan kondisi yang dibawa perubahan zaman, penyesuaian dapat diperoleh dengan
mengadakan interpretasi baru atas ajaran Islam yang tercantum dalam Al-Qur’an
dan Hadist. Untuk interprestasi itu diperlukan ijtihad. Karena pintu ijtihad
harus terbuka. Menurut pendapatnya, umat Islam mundur karena telah meninggalkan
ajaran Islam yang sejati.
Al-afghani bisa dikatakan aktivis umat yang hampir kehidupannya
dihabiskan untuk berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain demi
untuk merealisasikan cita-citanya yaitu mempersatukan umat dan bersama mengusir
penjajah dari bumi timur. Al-Afghani hidup di zaman ketika umat islam berada
dalam keadaan lemah akibat penjajahan yang berkepanjangan. Afghani lalu
mempelajari penyakit yang diderita umat. Sebagai seorang doctor umat al-afgani sangat
hati-hati dalam pengobatan ini karena pengobatan yang salah akan berakabat
penyakait umat akan bertambah parah. Afgani akhirnya menyimpulkan bahwa
penyakit umat saat itu adalah akibat umat
Islam yang tidak memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara benar, dan obat
paling mujarab adalah mengajak umat Islam unutk bersatu dan kembali ke ajaran
agama mereka sebagaimana ucapan Amar Syakib Arselan, bahwa kemunduran yang
dicapai umat Islam karena menjauhi agama mereka yaitu agama Islam.
2. Muhammad Abduh (1849-1905)
a. Biografi
Muhammad Abduh bernama lengkap Muhammad bin Hasan
Khairullah. Beliau dilahirkan didesa Mahallat Nashr Al-Buhaoiroh. Mesir pada
tahun 1849 Muhammad Abduh adalah seorang pemikir muslim dari mesir dan salah
satu penggerak gagasan modernisasi Islam. Beliau belajar tentang filsafat dan
logika di universitas Al-Azhar Kairo. Beliau juga merupakan murid dari Jamal
Al-din Al-afghani, seorang filsafat dan pembaharu yang mengusung gerakan panislamisme
untuk menentang penjajah Eropa di Negara-negara Asia Afrika.
Dalam waktu 2 tahun ia dapat menghapal Al-Qur’an.
Abduh juga disuruh orang tuanya mempelajari bahasa arab. Karena tidak puas
dengan metode menghapal diluar kepala itu, Abduh lari meninggalkan pelajarannya
di Tanta, karena ia yakin mempelajari tidak akan bermanfaat baginya maka ia
berniat menjadi petani pada tahun 1865, saat usia 16 tahun ia menikah.
b.
pemikiran hukum Islam
muhammad abduh
Sewaktu masih belajar di Al-Azhar, Jamaludin Al-Afghani
datang ke Mesir. Dalam perjalanannya ke Istanbul, di sinilah Abduh untuk
pertama kalinya berjumpa dengan Al-Afghani. Ketika Al-afgani datng ke Mesir lagi untuk menetap (1877)
Muhammad Abduh menjadi muridnya yang paling setia. Pada tahun 1877, abduh
menyelesaikan studinya di Al-Azhar, kemudian di Darul Ulum dan di rumahnya
sendiri.
Menurut Abduh, sebab kemunduran umat Islam adalah
kejumudan yang terdapat di kalangan umat Islam. Sikap ini menurut Abduh
dimasukan ke dalam Islam oleh orang-orang non Arab yang merampas puncak
kekuasaan politik didunia Islam sebagaimana pemikiran Al-Afgani, Abduh juga
berpendapat bahwa masuknya berbagai macam bid’ah kedalam Islam merupakan
penyebab umat Islam melupakan ajaran Islam yang sebenarnya. untuk menghilangkan
bid’ah itu umat Islam harus kembali ke ajaran Islam yang sejati sebagaimana
pada zaman salaf, yaitu zaman sahabat dan ulama-ulama besar. Ajaran Islam harus
dikembalikan kapada aslinya dengan interpretasi yang disesuaikan dengan keadaan
modern, untuk itu pintu ijtihad perlu dibuka, dengan sendirinya taklid (tunduk
membabi buta ) kepada pendapat ulama tidak perlu dipertahankan.
Pendapat tentang pemberantasan taklid dan pembukaan
pintu ijtihad itu didasarkan kepada keyakinan terhadap kemampuan akal. menurutnya,
Al-Qur’an bukan berbicara kepada hati manusia melainkan kepada akal. Amat
menarik pendapatnya yang mengatakan bahwa iman seseorang tidak sempurna jika
tidak berdasarkan akal.. Hanya dalam Islam katanya, agama dan akal untuk
pertama kali menjadi pengikat tali persaudaraan. Akal adalah pembantu paling
utama dari naqli menjadi sendi paling kokoh. kepercayaannya kepada akal membawa
paham kepada khadariah yaitu paham kebebasan berkehendak dan bertindak. ia juga
setuju dengan analis yang mengatakan bahwa umat Islam mundur Karena paham
jabariah.
Sebagai konsekuensi dari ajarannya yang mengatakan
pengetahuan penting maka ia pun mementingkan pendidikan, ia mengusahakan
perubahan kurikulum Al-Azhar, ilmu modern ia masukan kedalan kurikulum Al-Azhar.
modernisasi sistem pendidikan Al-Azhar, menurut pendapatnya akan berpengaruh besar
terhadap perkembangan usaha pembaharuan dalam Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Supiana dan Karima. 2004.
Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
·
One.Indoskripsi.com/click/78/0
·
Dahlan, Abdul Azis. 2002.
Ensiklopedi Islam. Jakarta; PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
·
http:// cooleha. Wordpress.com/2008/04/26/JamaludinAl-Afghani.
·
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad.Abduh.