Minggu, 15 Desember 2013

Hakikat Zuhud


Mutiara Ihya ulumuddin

Yang dimaksud dengan hakikatnya zuhud adalah menolak sesuatu serta mengandalkan yang lain. Maka barangsiapa yang meninggalkan kelebihan dunia serta menolaknya dan mengharapkan akhirat maka ia juga zuhud di dunia.

Sedangkan derajat zuhud yang tertinggi adalah jika ia tidak menginginkan segala sesuatu selain Allah SWT bahkan akhirat. Zuhud haruslah disertai pengetahuan bahwa akhirat itu lebih baik daripada dunia. Amalan yang timbul dari suatu keadaan ialah sebagai pelengkap dari suatu keinginan terhadap akhirat. Sedangkan segala amalnya bagaikan pembayaran harga dengan memelihara harta serta anggota tubuh dari segala yang. bertentangan dengan jualan ini. Sedangkan keutamaan zuhud ditunjukkan oleh ayat sebagai berikut:

Allah SWT. telah berfirman, "Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bwni sebagaiperhiasan baginya agar Kami dapat menguji mereka siapa yang terbaik perbuatannya di antara mereka". (QS. Al-Kahfi: 7)

Allah SWT. telah berfirman, "Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan tersebut baginya, serta barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, maka akan Kami berikan kepada mereka sebagian keuntungan dunia serta tidak akan ada bagktya suatu bagian pun di akhirat". (QS. Asy-Syura: 20)

Rasulullah Saw. telah bersabda, "Barang siapa yang menginginkan di dunia, maka Allah SWT. akan mencerai beraikan pikiran beserta harta bendanya dan sebagian besar kemiskinannya ada di depan matanya, sedangkan dunia tidak datang kepadanya melainkan yang ditetapkan baginya. Sedangkan barang siapa yang keinginannya adalah akhirat, maka Allah SWT. akan menyatukan pikiran serta memelihara harta bendanya dan menjadikannya semua kekayaan di dalam hatinya dan dunia pun akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk".

Rasulullah Saw. telah bersabda, "Jikalau engkau telah melihat seseorang yang dikaruniai sifat tenang serta menjauhi dunia, maka dekatilah dia, sebab mereka bagimu akan memberi sebuah hikmah".

Rasulullah Saw. juga telah bersabda, "Jikalau engkau ingin dicintai oleh Allah SWT. maka jauhilah keduniaan, niscaya Allah akan mencintaimu".

Pada saat haritsah berkata kepada Rasulullah Saw., "Aku seorang mukmin yang benar?" Rasulullah Saw. berkata, "Apakah yang engkau ketahui tentang hakikat imanmu? Maka Haritsa menjawab, "Diriku telah menjauhi dunia sehingga batu serta emasnya ialah sama bagiku. Seakan-akan aku telah melihat surga dan neraka dan seakan-akan menyaksikan Arsy Tuhanku".

Maka Rasulullah Saw. telah berkata, "Engkau telah mengetahuinyaj maka tetapkanlah. Inilah salah satu contoh hamba yang diterangi hatinya oleh Allah SWT. dengan iman". Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang penjelasan firman Allah SWT, "Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allah SWT. hatinya untuk (menerima) agama Islam, kemudian ia mendapatkan cahaya dari Tuhannya (sama halnya seorang yang telah membantu hatinya". (QS. Az-Zumar:39),

Didalam Firman yang lain, "Barang siapa yang Allah ingin memberinya sebuah petunjuk niscaya Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam". (QS. Al-An'am: 125).

Maka Rasulullah Saw. pun menjawab, "Sesungguhnya cahaya tersebut jikalau masuk ke dalam hati, maka dada pun menjadi lapang dan terbuka".
Ada seseorang yang telah berkata, "Ya Rasulullah, apakah keadaan tersebut ada tandanya?"
Maka beliau menjawab, "Ya, dengan menjauhi sebuah negeri yang terdapat tipu daya (dunia) serta kembali ke negeri yang kekal (akhirat) dan akan siap untuk menghadapi kematian yang akan tiba".
Jabirra. telah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. Berkhutbah kepada kami seraya berkata, "Barang siapa dengan kalimat Laa Ilaaha Illallah tanpa dicampuri dengan yang lainnya, maka ia pun akan masuk surga".
Lalu Ali ra. juga telah bersabda, "Ayah dan ibuku yang akan menjadi tebusanmu, ya Rasulullah, apa yang tidak bercampur dengannya, coba terangkan ia kepada kami". Maka Rasulullah Saw. berkata, "Cinta dunia dengan mencari serta dengan mengikutinya. Orang-orang yang mengatakan perkataan Nabi-nabi serta mengamalkan perbuatan orang-orang yang sombong. Maka barang siapa yang datang membawa kalimat "Laa ilaha illallah " tanpa dicampuri sesuatupun dari ini, maka wajiblah surga baginya". Di dalam suatu kabar telah disebutkan, "Kedermawanan itu termasuk serta keyakinan serta tidak masuk mereka orang yang yakin, sedangkan kekikirannya termasuk keraguan serta tidak masuk surga siapa yang ragu".

Diantara tiga macam derajat zuhud
Yang pertama, memaksakan zuhud terhadap dunia serta memerangi nafsunya di dalam usaha meninggalkannya walaupun disukainya. Ini ialah orang yang memaksakan zuhud serta mudah-mudahan berlangsung terus sampai ia mencapai zuhud.

Yang kedua, ia bersifat zuhud terhadap duia dengan suka rela sebab meremehkannya disamping ada yang diharapkannya. Seperti halnya orang yang sedang meninggalkan satu dirham demi dua dirham serta ini tidaklah memberatkannya, akan tetapi ia harus memperhatikan keadaan dirinya. Ini juga telah mengandung sebuah keknrangan. Yang ketiga, zuhud yang paling tinggi, yakni jikalau seseorang bersifat zuhud dengan suka rela serta tidak pernah merasakan zuhudnya, sebab ia tidak menganggap bahwa ia telah meninggalkan sesuatu sebab ia tahu bahwa dunia bukan apa-apa.

Maka, ia bagaikan orang yang sedang meninggalkan tanah yang liat serta mengambil permata. Ia tidak pernah menganggap itu sebagai pengganti, sedangkan dunia sendiri kalau dibandingkan dengan akhirat maka tidak ada artinya.

Telah berkata Abu Zaid ra. kepada Abi Musa Abdurrahman, 'Tentang apa anda berbicara".
Maka ia menjawab, 'Tidak lain tentang zuhud".
Kemudian Abu Zaid berkata, "Zuhud terhadap apa?"
Sedang Abu Musa menjawab, 'Terhadap dunia".
Maka Abu Zaid telah membebaskan tangannya seraya berkata, "Aku sedang mengira bahwa ia berbicara tentang sesuatu bagian dunia, bukan sesuatu yang ia bersikap zuhud terhadapnya".

Seperti orang yang sedang meninggalkan dunia untuk akhirat menurut ahli makrifat serta para pemilik hati yang dipenuhi penyaksian serta mukasyafat ialah bagaikan orang yang sedang dihalangi anjing yang sedang memasuki pintu seorang raja, lalu ia melemparkan sepotong roti kepadanya sehingga melalaikan anjing tersebut serta ia pun masuk pintu dan akan mendapatkan kedudukan di sisi raja hingga ia melaksanakan perintahnya di seluruh kerajaannya. Tidakkah engkau melihat telah mendapat di sisi raja dengan sepotong roti yang sedang dilemparkannya kepada anjing dengan imbalan tersebut?

Setan itu anjing di pintu raja, yakni Allah SWT. Ia mencegah manusia bisa masuk, sedangkan pintu terbuka dan tabir terangkat, sedangkan dunia tendiri bagaikan sepotong roti. Jikalau engkau sedang memakainya, maka kelezatannya hanya bersifat sementara serta akan habis ketika sudah ditelan, lalu tinggal berat di perut besar, lalu menjadi busuk, serta perlu dikeluarkan yang dalam bentuk kotoran. Maka barang siapa yang meninggalkannya hanya untuk memperoleh sebuah kedudukan di sisi seorang raja, bagaimana ia perlu memperhatikannya?

Sebagaimana perbandingan dunia yang bersih dengan akhirat lebih sedikit daripada sepotong roti terhadap raja dunia, sebab tidaklah bisa dibandingkan antara sesuatu yang habis derigan sesuatu yang amat dekat, walaupun sedang berlangsung sejuta tahun bersih dari berbagai kekeruhan. Maka akan menantikan kesudahannya dengan kemusnahan. Jikalau demikain halnya, maka ketahuilah bahwa derajat yang tertinggi ialah jikalau engkau jauhi segala sesuatu selain Allah SWT. demi mengharapkan ridla-Nya. Maka hal tersebut dilakukan dengan mengenal-Nya serta mengenal kedudukan-Nya yang amat tinggi. Maka janganlah mengandalkan makan, minum, nikah, tempat tinggal, serta segala kebutuhanmu, melainkan sekedar yang engkau perlukan saja tidak lebih untuk menegakkan badan serta menghidupi dirimu. Inilah zuhud yang hakiki (mutlak). Wallahu A'lam