Bab
II
PENGERTIAN
DAN RUANGLINGKUP
PSIKOLOGI
AGAMA
A. Pengertian
Psikologi Agama
a. Pengertian
Psikologi Agama Menurut Etimologi
Psikologi
agama terdiri dari dua kata yaitu psikologi dan agama yang menurut bahasa,
Psikologi berasal dari bahasa yunani yaitu “Psyche”
dan “logos”. “Psyche” yang artinya
jiwa dan “logos” yang artinya ilmu
pengetahuan. Jadi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa baik
mengenai macam-macam gejalanya, proses maupun latarbelakang.[1]
Psikologi
secara etimologi mengandung arti ilmu tentang jiwa. Dalam islam kata jiwa
disamakan dengan “an-nafsu” namun ada
juga yang menyamakan dengan istilah “ar-ruh”.
Tetapi istilah “an-nafsu” lebih
populer dari pada istilah “ar-ruh”,
karena psikologi dalam bahasa arab lebih populer diterjemahkan dengan ilmu
an-nafsu dari pada ilmu ar-ruh. Dalam al-quran surat al-fajr ayat 27-30
disebutkan, kata an-nafsu berarti jiwa:[2]
(٢٨)
مَّرْضِيَّةًرَاضِيَةًرَبِّكِ
إِلَى ارْجِعِي (٢٧) الْمُطْمَئِنَّةُالنَّفْسُ
أَيَّتُهَايَا
(٣٠)
جَنَّتِي وَادْخُلِي (٢٩) عِبَادِي
فِي فَادْخُلِي
“Hai
jiwa yang tenang kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhoinya. Maka masuklah kedalam jama’ah hamba-hambaku, masuklah kedalam
surgaku.” (QS. Al-Fajr 27-30)[3]
Sedangkan agama berasal dari kata
latin “religio”, yang berarti
obligation/kewajiban. Agama dalam Encyclopedia of philosophy adalah kepercayaan
kepada tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang
mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia. Agama
adalah pengalaman dunia dalam seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan
peribadatan.[4]
Jadi Psikologi agama merupakan
bagian dari psikologi yang mempelajari masalah-masalah yang ada sangkut pautnya
dengan kajian beragama.
b. Pengertian
Psikologi Agama Menurut Terminologi
Sedangkan
menurut terminologi, psikologi agama dapat didefinisikan sebagai: “Cabang
psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan
dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya
dengan perkembangan usia masing-masing. Upaya tersebut dilakukan melalui
pendekatan psikologi, jadi merupakan kajian empiris”.[5]
Sedangkan
menurut jamaludin ancok (1994;144) psikologi agama adalah ilmu yang berbicara
tentang manusia, terutama masalah kepribadian manusia, yang bersifat filsafat,
teori, metodelogi, dan pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal
islam (al-Quran dan Al-hadis) dan akal, indra dan intuisi.[6]
Selanjutnya
sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama mempunyai lapangan yang
menjadi bidang penelitiannya. Dan meskipun secara harfiyah psikologi agama
mencakup dua bidang kajian, yaitu jiwa dan kajian mengenai agama, namun
penelitiannya memiliki batas-batas tertentu. Psikologi agama membatasi lapangan
penelitiannya hanya pada proses kejiwaan manusia yang dihayati secara sadar
dalam kondisi yang normal. Manusia yang memiliki norma-norma kehidupan yang
luhur dan berperadaban.
Psikologi
agama tidak menyinggung persoalan yang menyangkut masalah aqidah atau
pokok-pokok keyakinan suatu agama. Demikian juga masalah yang berkaitan dengan
kepercayaan terhadap yang gaib, seperti tuhan dan sifat-sifatnya. Surga dan
neraka dengan latarbelakang kehidupan didalamnya.
Dalam
hubungan dengan masalah tersebut, psikologi agama hanya mampu meneliti mengenai
bagaimana sikap batin seseorang terhadap keyakinannya kepada tuhan, hari
kemudian, dan masalah ghaib lainnya. Juga bagaimana keyakinan tersebut
mempengaruhi penghayatan batinnya, sehingga menimbulkan berbagai perasaan
seperti tentram, tenang, pasrah dan sebagainya.[7]
Jadi
psikologi agama adalah suatu cabang dari ilmu psikologi yang membahas pengaruh
keagamaan terhadap jiwa individu.
B. Ruang
Lingkup Psikologi Pendidikan
Jika
ruanglingkup psikologi modern terbatas pada tiga dimensi fisik biologis,
kejiwaan da sosio cultural, maka ruang lingkup psikologi islam disamping tiga
hal tersebut juga mencakup dimensi kerohanian, dan dimensi spiritual, suatu
wilayah yang tak pernah disentuh oleh psikologi barat karena perbedaan pijakan.[8]
Sedangkan
menurut Prof. Dr. Zakiah daradjat sebagaimana dikutip oleh Dr. Jalaludin, bahwa
lapangan penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan
kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai
hasil dari keyakinan terhadap suatu agama yang dianutnya. Oleh karena itu ruang
lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama meliputi kajian mengenai:[9]
1. Bermacam-macam
emosi yang menjalar diluar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama
orang biasa (umum), seperti rasa lega, dan tentram sehabis sembahyang, rasa
lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa atau membaca ayat-ayat suci,
perasaan tenang, pasrah dan menyerah setelah berzikir dan ingat kepada allah
ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan yang bersangkutan.
2. Bagaimana
perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap tuhannya, misalnya
rasa tentram dan kelegaan batin.
3. Mempelajari,
meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati
(akhirat) pada tiap-tiap orang.
4. Meneliti
dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap sikap dan tingkah lakunya
dalam kehidupan.
5. Meneliti
dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat
suci kelegaan batinnya.
Semua
itu tercakup dalam kesadaran beragama dan pengalaman beragama. Yang dimaksud
dengan kesadaran agama adalah bagian/segi agama yang hadir (terasa) dalam
pikiran yang merupakan aspek mentaldari aktivitas agama. Sedangkan pengalaman
agama adalah unsure perasaan dalam kesadaran beragama, yaitu perasaan yang
membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliyah).
Tegasnya
psikologi agama hanya mempelajari dan meneliti fungsi-fungsi jiwa yang memantul
dan memperlihatkan diri dalam prilaku dalan kaitannya dengan kesadaran dan
pengalaman agama manusia.[10]
Psikologi
Agama mempelajari psikis manusia dalam hubungannya dengan manifestasi
keagamaannya, yaitu kesadaran agama (religious consciousness) dan pengalaman
agama (religious experience). Kesadaran agama: hadir dalam pikiran dan dapat
dikaji dengan introspeksi. Pengalaman agama: perasaan yang hadir dalam
keyakinan sebagai buah dari amal keagamaan semisal melazimkan dzikir. Jadi,
obyek studinya dapat berupa: (1) Gejala-gejala psikis manusia yang berkaitan
dengan tingkah laku keagamaan; dan (2) Proses hubungan antara psikis manusia
dan tingkah laku keagamaannya.Sedangkan menurut istilah psikologi agama adalah
ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang
atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata cara
berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan
dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.[11]
C. Dasar
Psikologi Agama
Dengan
kepercayaan umat islam bahwa al-Quran dan as-sunah merupakan
sumber
ilmu pengetahuan, maka dasar dari psikologi agama adalah al-quran dan as-sunah.[12]
Sebagaimana Firman Allah SWT:
مَّا كَانَ اللّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنتُمْ
عَلَيْهِ حَتَّىَ يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُطْلِعَكُمْ
عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللّهَ يَجْتَبِي مِن رُّسُلِهِ مَن يَشَاءُ فَآمِنُواْ
بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَإِن تُؤْمِنُواْ وَتَتَّقُواْ فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Allah
sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu
sekarang ini , sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik
(mu'min). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal
yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara
rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya. dan
jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.” (QS. Ali 'Imran
: 179)[13]
سَنُرِيهِمْ
آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ
الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah
bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quraan itu
adalah benar. Tiadakah cukup bahwa
sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”(QS. Al- Fushshilat :
53)[14]
Dalam
sabda Nabi SAW :
(مالك
رواَه) نَبِيِّهِ وَسُنَةَ اللهِ كَتاَبَ بِهماَ تَمَسَّكْتُمْ ماَ تَضِلُّوْا لَنْ
أَمْرَيْنِ فِيْكُمْ تَرَكْتُ
“Aku
tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi
kamu berpegangan teguh pada keduanya, yaituberupa kitab Allah dan Sunnah
Rasul-Nya.” (HR. Malik)[15]
Ada
dua alasan mendasar mengapa kita perlu menghadirkan psikologi islami atau
psikologi agama. Alasan yang paling utama adalah karena islam mempunyai
pendangan-pandangan sendiri tentang manusia. Al-quran, sumber utama agama
islam, adalah kitab petunjuk, didalamnya banyak terdapat rahasia mengenai
manusia. Allah sebagai pencipta manusia, tentu tahu secara nyata dan pasti
tentang siapa manusia. Lewat al-quran, allah memberitahukan rahasia-rahasia
tentang manusia. Karenanya, kalau kita ingin tahu manusia lebih nyata dan
sungguh-sungguh, maka al-quran adalah sumber yang selayaknya dijadikan acuan
utama.[16]
D. Fungsi
Psikologi Agama
Setelah
mengetahui ruanglingkup dan dasar-dasar psikologi agama, maka marilah kita
belajar memahami tugas dari psikologi agama yang memiliki fungsi:
1. Menerangkan
prilaku yang menyimpang pada diri manusia sesuai dengan syariat
2. Memprediksi
tingkah laku pada manusia sesuai dengan syariat
3. Mengontrol
prilaku yang dilakukan manusia agar tidak terjadi penyimpangan
4. Mengarahkan
manusia untuk mencapai ridho Allah SWT.
Dengan demikian kehadiran psikologi
agama dipenuhi dengan suatu misi besar. Yaitu menyelamatkan manusia dan
mengantarkan manusia untuk memenuhi kecendrungan alaminya untuk kembali pada
allah dan mendapatkan ridha allah SWT. Karena tugas final psikologi agama itu
menyelamatkan manusia, maka psikologi harus memanfaatkan ajaran-ajaran agama.[17]
E. Tujuan
Psikologi Agama
Psikologi
islam memiliki beberapa tujuan yaitu:
1.
Psikologi islam untuk kesejahtraan
seluruh umat
2.
Memprediksi prilaku manusia, mengontrol,
dan mengarahkan prilaku
3.
Membangun ilmu dengan visi islam
4.
Agama sebagai dasar pembentukan ilmu[18]
Psikologi
islam disusun dengan memakai al-quran sebagai acuan utamanya. Sementara
al-quran sendiri diturunkan bukan semata-mata untuk kebaikan umat islam, tetapi
untuk kebaikan umat manusia seluruhnya.
رَبِّهِمْ
بِإِذْنِ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ مِنَ النَّاسَ لِتُخْرِجَ إِلَيْكَ أَنزَلْنَاهُ
كِتَابٌ الَر (١)الْحَمِيدِ الْعَزِيزِ صِرَاطِ إِلَى
“Alif,
laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu
mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan
izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Terpuji.”(QS. Ibrahim: 01)[19]
Oleh karena itu, dengan sederhana
dapat dikatakan bahwa psikologi islam
dibangun
dengan arahan untuk kesejahtraan umat.
Mengenai untuk siapa psikologi ini
akan dimanfaatkan, maka kami berpandangan bahwa psikologi islam adalah suatu
disiplin ilmu yang universal yang dapat diterapkan untuk semua manusia.
Pengembangan psikologi islam tidak terlepas dari apa yang kita sebut sebagai
tugas kekhalifahan manusia, yaitu rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil
alamin). Tujuan pengembangan psikologi islam pada ujung-ujungnya adalah
memecahkan problem dan mengembangkan potensi individu alam memahami pola hidup
mereka.
Dengan demikian walau dasar utama
pengembangan psikologi islam adalah al-quran dan al-hadis sehingga ada kesan
hanya untuk umat islam namun arah dari usaha ini adalah meningkatkan
kesejahtraan umat manusia.
Setelah
mengetahui ruanglingkup dan dasar-dasar psikologi agama, maka marilah kita
belajar memahami tugas dari psikologi agama yaitu memprediksi prilaku manusia,
mengontrol, dan mengarahkan prilaku itu.
Lebih dari itu, psikologi agama
memiliki tugas yang berfungsi untuk menerangkan, memprediksi, mengontrol, dan
terutama mengarahkan manusia untuk mencapai ridhonya.
Dengan
demikian kehadiran psikologi agama dipenuhi dengan suatu misi besar. Yaitu
menyelamatkan manusia dan mengantarkan manusia untuk memenuhi kecendrungan
alaminya untuk kembali padanya dan mendapatkan ridhanya. Karena tugas final
psikologi agama itu menyelamatkan manusia, maka psikologi harus memanfaatkan
ajaran-ajaran agama.[20]
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Fauzi. Psikologi Umum. CV Pustaka
Setia: Bandung. 1997
Aan anifah dan Abdullah. Makalah Pengertian dan Ruanglingkup
psikologi Islam. Indramayu. 2009.
Depag. Al-Qur’an dan terjemah. Gema risalah press. Bandung. 1993.
Http://blog.uin-malang.ac.id/abrorainun/2010/10/20/hadis-sebagai-sumber-ajaran-islam/.
Akses pada tanggal 12-05-2011.
Ramayulis. Psikologi Agama. Kalam Mulya: Jakarta. 2002.
Jalaluddin. Psikologi Agama. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Djamaludin Ancok Fuat Nashori Suroso. Psikologi Islami Solusi Islam Atas
Problem-problem Psikologi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 1994.
[1] Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, 1997, CV Pustaka Setia, Bandung, H 9.
[2] Aan anifah dan
Abdullah, Makalah Pengertian dan Ruanglingkup psikologi
Islam, Indramayu, 2009, H 02.
[3] Depag, Al-Qur’an dan terjemah, 1993, Gema
risalah press, Bandung, QS. Al-Fajr
27-30, H 1256.
[4]Aan anifah dan
Abdullah, Makalah Pengertian dan Ruanglingkup psikologi
Islam, Indramayu, 2009, H 02.
[5] Http://ridhopsi.blogspot.com/2009/12/resume-psikologi-agama.html,
akses pada tanggal 03-03-2011.
[6] Aan anifah dan
Abdullah, Makalah Pengertian dan Ruanglingkup psikologi
Islam, Indramayu, 2009, H 04.
[7] Prof. Dr. H.
Ramayulis, Psikologi Agama, Kalam
Mulya, Jakarta, 2002, H 5.
[8] Aan anifah dan
Abdullah, Makalah Pengertian dan Ruanglingkup psikologi
Islam, Indramayu, 2009, H 05.
[9] Dr. Jalaluddin, Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, H 15.
[10]Dr. Jalaluddin, Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, H 15.
[11]Http://ridhopsi.blogspot.com/2009/12/resume-psikologi-agama.html,
akses pada tanggal 03-03-2011.
[12] Aan anifah dan
Abdullah, Makalah Pengertian dan Ruanglingkup psikologi
Islam, Indramayu, 2009, H 14.
[13] Depag, Al-Qur’an dan terjemah, 1993, Gema
risalah press, Bandung, QS. Ali 'Imran : 179, H 135.
[14]Depag, Al-Qur’an dan terjemah, 1993, Gema
risalah press, Bandung, QS. Al- Fushshilat : 53, H 965.
[15] Http://blog.uin-malang.ac.id/abrorainun/2010/10/20/hadis-sebagai-sumber-ajaran-islam/.
Akses pada tanggal 12-05-2011.
[16] Dr. Djamaludin
Ancok Fuat Nashori Suroso, Psikologi
Islami Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1994, H 139.
[17] Dr. Djamaludin
Ancok Fuat Nashori Suroso, Psikologi
Islami Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1994, H 139.
[18]Aan anifah dan
Abdullah, Makalah Pengertian dan Ruanglingkup psikologi
Islam, Indramayu, 2009, H 24.
[19]Depag, Al-Qur’an dan terjemah, 1993, Gema
risalah press, Bandung, QS. Ibrahim: 01,
H 485.
[20] Dr. Djamaludin
Ancok Fuat Nashori Suroso, Psikologi
Islami Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1994, H 149.