Minggu, 16 Maret 2014

PENGERTIAN PSIKOLOGI AGAMA

Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan istilah al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah al-nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.[1]
Psikologi dan Agama mempunyai dua arti yang berbeda meskipun keduanya memiliki aspek kajian yang sama yaitu aspek batin manusia. Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa, dan beradab (jalaluddin, dkk., 1979:77)[2]. Menurut Robert H. Thouless (1992: 13), psikologi sekarang dipergunakan secara umum untuk ilmu tentang tingkah laku dan pengalaman manusia.
Psikologi agama termasuk psikologi khusus yang mempelajari sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang dianutnya berdasarkan pendekatan psikologi. Psikologi agama menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku, tidak dapat dipisahkan dan keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.
Sedangkan Prof. Dr. Harun Nasution dapat menggambarkan pengertian agama, berdasarkan asal kata yaitu al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum, religi (latin) atau relegere, religere berarti mengumpulkan, membaca dan mengikat. dan agam a= tidak, gam=pergi berarti tidak perrgi, tetap di tempat atau diwarisi turun menurun.
  1. RUANG LINGKUP
Prof. Dr. Zakiah Daradjat menyatakan bahwa lapangan penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan (terhadap suatu agama, yang dianut). Ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama meliputi kajian mengenai :
  1. Bermacam-macam emosi yang menjalar diluar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tentram sehabis sembahyang.
  2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya, misalnya rasa dan tenteram dan kelegaan batin.
  3. Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.
  4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surge dan neraka.
  5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batin.
Dengan demikian psikologi agama menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat adalah mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindak agama orang itu dalam hidupnya (Zakiah Daradjat: 15). Hasil kajian psikologi agama ternyata dapat dimanfaatkan dalam berbagai lapangan kehidupan seperti bidang pendidikan, psikoterapi dan mungkin pula dalam lapangan lainnya dalam kehidupan.[3]
  1. METODE PENELITIAN
Dalam sebuah penelitian agama, tentunya akan menyangkut masalah yang berkaitan dengan kehidupan batin yang sangat mendalam, maka masalah agama sulit untuk diteliti secara seksama, terlepas dari pengaruh-pengaruh subjektivitas. Namun demikian, agar penelitian mengenai agama dapat dilakukan lebih netral, dalam arti tidak memihak kepada suatu keyakinan atau menentangnya, maka diperlukan adanya sikap yang objektif. Maka dalam meneliti ilmu jiwa agama diharuskan menggunakan sejumlah metode, yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
  1. Dokumen Pribadi
Metode ini digunakan untuk mempelajari tentang bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam hubungannya dengan agama, dengan cara mengumpulkan dokumen  pribadi orang tersebut. Dokumen tersebut mungkin berupa autobiografi, biografi, tulisan ataupun catatan-catatan yang dibuatnya.
Didasarkan atas pertimbangan bahwa agama merupakan pengalaman batin yang  bersifat individual, di kalah seseorang merasakan sesuatu yang gaib maka dokumen pribadi dinilai dapat memberikan informasi yang lengkap. William James dalam bukunya “the varieties of religious experience” tampaknya juga menggunakan metode ini.[4]
Dalam penerapannya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau teknik-teknik tertentu. Di antara yang banyak digunakan adalah :
  1. Teknik Nomotatik
  2. Teknik Analisis Nilai
  3. Teknik Idiography
  4. Teknik Penilaian terhadap Sikap
  5. Kuesioner Dan Wawancara
Digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan mendalam secarea langsung kepada responden. Metode ini dinilai memiliki beberapa kelebihan, antara lain : memberi kemungkinan untuk memperoleh jawaban yang cepat dan segera, dan hasilnya dapat dijadikan dokumen pribadi tentang seseorang, serta dapat pula dijadikan data nomotatik.
Namun demikian, metode ini juga mempunyai kelemahan-kelemahan, seperti :
  1. Jawaban yang diberikan terikat oleh pertanyaan sehingga responden tak dapat memberikan jawaban secara lebih bebas.
  2. Kadang-kadang, sering terjadi salah penafsiran terhadap pertanyaan yang kurang tepat, dan tak semua pertanyaan sesuai untuk seperti orang.
Dalam penerapannya, metode kuesioner dan wawancara dilakukan dalam berbagai bentuk, diantaranya :
  1. Pengumpulan Pendapat Masyarakat
  2. Skala Penilaian
  3. Tes (Test)
Untuk mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu. Untuk memperoleh gambaran yang diinginkan, biasanya diperlukan bentuk tes yang sudah disusun sistematis.
  1. Eksperimen
Untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat.
  1. Observasi Melalui Pendekatan Sosiologi Dan Antropologi
Melakuakan dengan menggunakan data sosiologi dengan mempelajari sifat-sifat manusiawi orang per-orang atau kelompok.
  1. Studi Agama Berdasarkan Pendekatan Antropologi Budaya
Dengan membandingkan antara tindak keagamaan (upacara, ritus) dengan menggunakan pendekatan sosiologi.
  1. Pendekatan Terhadap Perkembangan
Untuk meneliti mengenai asal-usul dan perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungannya dengan agama yang dianutnya. Cara yang digunakan antara lain, melalui pengumpulan dokumen, dan riwayat hidup.
  1. Metode klinis dan proyektivitas
Memanfaatkan cara kerja klinis. Penyembuhan dilakukan dengan cara menyelarasakan hubungan antara jiwa dengan agama.
  1. Metode umum proyektivitasi
Berupa penelitian dengan cara menyadarkan sejumlah masalah yang mengandung makna tertentu.
  1. Apersepsi nomotatik
Menggunakan gambar-gambar yang samar. Melalui gambar-gambar yang diberikan, orang yang diteliti diharapkan dapat mengenal dirinya.
  1. Studi kasus
Mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau lainnya untuk kasus-kasus tertentu.[5]

  1. Survey
Metode ini biasanya digunakan dalam penelitian social dan dapat digunakan untuk tujuan penggolongan manusia dalam hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam masyarakat.
Penggunaan metode-metode dalam penelitian psikologi agama sebenarnya dapat dilakukan dengan beragam, bergantung pada kepentingan dan jenis data yang akan dikumpulkan. Demikian pula, ada yang menggunakan dokumen pribadi, baik berupa riwayat hidup dan sebagainnya.[6]
  1. SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA
Untuk menetapkan secara pasti kapan psikologi agama mulai dipelajari memang terasa agak sulit. Baik dalam kitab suci, maupun sejarah tentang agama-agama tidak terungkap secara jelas mengenai hal itu. Namun demikian, walaupun tidak secara lengkap, ternyata permasalahan yang menjadi ruang lingkup kajian psikologi agama banyak dijumpai baik melalui informasi kitab suci agama maupun sejarah agama.
Berdasarkan sumber Barat, para ahli psikologi agama menilai bahwa kajian mengenai psikologi agama mulai popular sekitar akhir abad ke-19. Sekitar masa itu psikologi yang semakin berkembang digunakan sebagai alat untuk kajian agama. Kajian semacam itu dapat membantu pemahaman terhadap cara bertingkah laku, berfikir, dan mengemukakan perasaan keagamaan.
Menurut Thouless, sejak terbitnya buku The Varietiesof Religious Experience tahun 1903, sebagai kumpulan dari materi kuliah William James di empat Universitas  di Skotlanditerbiia, maka langkah awal dari kajian psikologi agama mulai diakui para ahli psikologi dan dalam jangka waktu tiga puluh tahun kemudian, banyak buku-buku lain diterbitkan sejalan dengan konsep-konsep yang serupa.
Sejak saat itu, kajian-kajian tentang psikologi agama tampaknya tidak hanya terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut kehidupan keagamaan secara umum, melainkan juga masalah-masalah khusus. J.B. Pratt misalnya, mengkaji mengenai kesadaran beragama melalui bukunya The Religious Consciousness (1920), Dame Julian yang mengkaji tentang wahyu dengan bukunya Revelations of Devine Love tahun 1901. Selanjutnya, kajian-kajian psikologi agama juga tidak terbatas pada agama-agama yang ada di Barat (Kristen) saja, melainkan juga agama-agama yang ada di Timur. A.J. Appasamy dan B.H. Streeter menulis tentang masalah yang menyangkut kehidupan penganut agama Hindu dengan bukunya The Sadhu (1921).
Di tanah air sendir tulisan mengenai psikologi agama ini baru dikenal sekitar tahun 1970-an, yaitu oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat. Ada sejumlah buku yang beliau tulis untuk kepentingan buku pegangan bagi mahasiswa di lingkungan IAIN. Diluar itu, kuliah mengenai psikologi agama juga sudah diberikan, khususnya di Fakultas Tarbiyah oleh Prof. Dr. A. Mukti Ali dan Prof. Dr. Zakiah Daradjat sendiri. Kedua orang ini dikenal sebagai pelopor pengembangan psikologi agama di IAIN di Indonesia.
Seperti dimaklumi, bahwa psikologi agama tergolong cabang psikologi yang berusia muda. Berdasarkan informasi dari berbagai literatur, dapat disimpulkan bahwa kelahiran psikologi agama sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri, memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang. Selain itu, pada tahap-tahap awalnya psikologi agama didukung oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu.
Sebagai disiplin ilmu boleh dikatakan, psikologi agama dapat dirujuk dari karya penulis Barat, antara lain karya Jonathan Edward, Emile Durkheim, Edward B. Taylor maupun Stanley Hall yang memuat kajian mengenai agama suku-suku primitive dan mengenai konversi agama.
Sejak menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, perkembangan psikologi agama dinilai cukup pesat, dibandingkan usianya yang masih tergolong muda. Hal ini antara lain disebabkan, selain bidang kajian psikologi agama menyangkut kehidupan manusia secara pribadi, maupun kelompok, bidang kajiannya juga mencakup permasalahan yang menyangkut perkembangan usia manusia. Selain itu, sesuai dengan bidang cakupannya, ternyata psikologi agama termasuk ilmu terapan yang banyak manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan psikologi agama yang cukup pesat ini antara lain ditandai dengan diterbitkannya berbagai karya tulis, baik berupa buku maupun artikel dan jurnal yang memuat kajian tentang bagaimana peran agama dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, psikologi agama kini telah memasuki berbagai bidang kehidupan manusia, sejak dari rumah tangga, sekolah, institusi keagamaan, rumah-rumah sakit, panti asuhan, panti jompo, dan bahkan hingga ke lembaga kemasyarakatan.
Tampaknya, para ilmuwan dan agamawan yang semula berselisih pendapat mengenai psikologi agama, kini seakan menyatu dalam kesepakatan yang tak tertulis, bahwa dalam kehidupan modern ini, peran agama menjadi kian penting. Dan pendekatan psikilogi agamadapat digunakan dalam memecahkan berbagai problema kehidupan yang dihadapi manusia sebagai makhluk yang memiliki nilai-nilai peradaban dan nilai moral.[7]


[1] http://dheo-education.blogspot.com/2008/05/, 23-Febuari-2012 . pukul 16.20
[2] Arifin, Bambang Syamsul, Psikolgi Agama. Bandung 2008 , hal 11
[3] Jalaluddin, Psikologi Agama. Jakarta 2009, hal. 15-17
[4] Arifin, Bambang Syamsul, Psikolgi Agama. Bandung 2008 , hal 20
[5] Ibid hal 21-26
[6] Ibid hal 26-27
[7] Jalaluddin, Psikologi Agama. Jakarta 2009, hal.