Manajemen Pendidikan di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemajuan
suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM bangsa tersebut.
Kualitas SDM tergantung pada tingkat pendidikan masing-masing individu
pembentuk bangsa. Pendidikan yang visioner, memiliki misi yang jelas
akan menghasilkan keluaran yang berkualitas. Dari sanalah pentingnya
manajemen pendidikan diterapkan.
Manajemen
pendidikan merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan
pendidikan, sehingga menghasilkan keluaran yang diinginkan.
Kenyataannya, banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen
yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya.
Manajemen
yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab
tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas. Hal ini
mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan yang seharusnya bisa
dipenuhi ternyata tidak bisa diwujudkan. Parahnya, terkadang para
pengelola pendidikan tidak menyadari akan hal itu.
Manajemen
pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai
sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan
seperti perpustakaan, laboratorium, dsb untuk mencapai tujuan dan
sasaran pendidikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Dalam perkembangannya, manajemen pendidikan memerlukan Good Management Practice untuk
pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya, ini masih merupakan suatu hal
yang elusif. Banyak penyelenggara pendidikan yang beranggapan bahwa hal
tersebut bukanlah suatu hal yang penting.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasaarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “bagaimana cara mewujudkan manajemen pendidikan yang baik agar tujuan pendidikan dapat tercapai?”
BAB II
PEMBAHASAN
A. Organisasi
1. Hakekat organisasi
Organisasi
adalah suatu lembaga yang merupakan hasil proses pembagian dan
penyatuan usaha yang ditujukan kea rah tercapainya suatu tujuan. Banyak
ahli yang mendefinisikan tentang pengertian organisasi. Menurut James D.
Mooney “organisasi adalah suatu bentuk kerjasama manusia untuk
pencapaian tujuan bersama”. Menurut Thester I. Bernard “organisasi
merupakan suatu sistem kerjasama dari 2 orang atau lebih, sesuatu yang
tak terwujud dan tidak bersifat perseorangan dan sebagian besar mengenai
hal-hal hubungan”.Menurut J. M. Gaus : organisasi adalah tata hubungan
antar orang-orang untuk dapat memungkinkan tercapainya tujuan bersama
dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab.
Setiap
manusia memiliki keinginan untuk berorganisasi yang berarti harus
bekerja sama dengan orang lain. factor-faktor yang mendasari manusia
dalam berorganisi meliputi: factor spesialisasi, koordinasi, tujuan,
prosedur kerja dan dinamika lingkungan.
Suatu
organisasi mempunyai unsur-unsur yang mendukung organisasi tersebut.
Unsur-unsur organisasi meliputi: manusia (man), kerja sama (team work),
tujuan bersama, peralatan, lingkungan, kekayaan alam dan kerangka konstruksi mental organisasi itu sendiri.
Manusia(Man)
: dalam keorganisasian, manusia sering disebut sebagai pegawai atau
personel yang terdiri dari semua anggota organisasi tersebut yang
menurut fungsidan tingkatannyaterdiri dari pimpinan(administrator)
sebagai unsur pimpinan tertinggi dalam organisasi, manajer yang memimpin
tiap-tiap satuan unit kerja yang sudah dibagikan sesuai dengan tugas
dan fungsinya, dan para pekerja.
Kerjasama(Team Work)
suatu kegiatan bantu-membantu antar sesama anggota oeganisasi yang
dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. oleh karena itu,
anggota organisasi dibagi menjadi beberapa bagian sesuai fungsi, tugas
dan tingkatannya masing-masing.
Tujuan
bersama : adalah arah atau sasaran yang dicapai. Tujuan merupakan titik
akhir dari apa yang diharapkan atau dicapai dalam organisasi. Setiap
anggota sebuah organisasi harus mempunya tujuan yang sama agar
organisasi tersebut dapat berjalan sesuai dengan keinginan bersama.
Peralatan (Equipment)
merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam organisasi seperti uang,
kendaraan, gedung, tanah dan barang modal lainnya. Peralatan berbeda
dengan lingkungan. Yang termasuk lingkungan meliputi: kondisi, tempat
atau lokasi dan wilayah kegiatan.
Unsur
lain yang ada dalam organisasi adalah kekayaan alam dan kerangka
konstruksi mental organisasi itu sendiri. Kerangka konstruksi mental
yang baik juga menentukan keberhasilan suatu organisasi.
2. Bentuk-bentuk organisasi
Menurut pola hubungan kerja, lalu lintas wewenang dan tanggung jawab, maka bentuk organisasi dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Bentuk Organisasi Garis
Bentuk
ini merupakan bentuk organisasi paling tua dan paling sederhana. Bentuk
organisasi diciptakan oleh Henry Fayol. Biasa juga disebut dengan
organisasi militer dimana cirinya adalah struktur organisasi ini relatif
kecil, jumlah karyawan yang relatif sedikit, saling kenal, dan
spesialisai kerja yang belum begitu rumit dan tinggi. Kebaikannya adalah
(a) kesatuan komado terjamin baik karena pimpinan berada pada satu
tangan, (b) proses pengambilan keputusan berjalan dengan cepat karena
jumlah orang yang diajak berkonsultasi masih sedikit, (c) rasa
solidaritas dianatara karyawan umumnya tinggi karena saling mengenal.
Sedangkan keburukannya adalah (a) seluruh organisasi tergantung pada
satu pimpinan (satu orang) dimana bila pimpinan tersebut berhalangan
maka organisasi tersebut akan mandek atau hancur, (d) kecenderungan
pimpinan bertindak secara otokratis, (e) kesempatan karyawan untuk
berkembang terbatas.
b. Bentuk Organisasi Fungsional
Bentuk
ini merupakan bentuk dimana sebagian atau segelintir pimpinan tidak
mempunyai bawahan yang jelas karena setiap pimpinan berwenang memberikan
komando pada bawahannya. Bentuk ini dikembangkan oleh FW Taylor.
Kebaikannya adalah (a) pembidangan tugas-tugas jelas, (b) spesialisasi
karyawan dapat dikembangkan dan digunakan semaksimal mungkin, (c)
digunakannya tenga-tenaga ahli dalam berbagai bidang sesuai dengan
fungsinya. Keburukannya adalah (a) karena adanya spesialisasi kerja maka
akan sulit untuk mengadakan tour of duty, (b) karyawan lebih
mementingkan bidangnya sehingga sukar untuk melaksanakan koordinasi.
c. Bentuk Organisasi Garis dan Staff
Bentuk
ini umumnya dianut oleh organisasi besar, daerah kerja yang luas,
mempunyai bidang tugas yang beraneka dan rumit serta jumlah karyawan
yang banyak. Bentuk ini diciptakan oleh Harrington Emerson. Kebaikannya
adalah (a) dapat digunakan pada setiap organisasi yang besar, apapun
tujuannya, luas organisasinya,dan kompleksitas susunan organisasinya,
(b) pengambilan keputusan lebih mudah karena adanya dukungan dari staf
ahli, (c) perwujudan “the right man in the right place”lebih mudah
terlaksana. Keburukannya adalah sesama karyawan dapat terjadi tidak
saling mengenal, solidaritas sulit terbangun Karena susunan
organisasinya yang koompleksitas, maka kesulitannya adalah dalam bidang
koordinasi antar divisi atau departemen.
d. Bentuk Organisasi Fungsional dan Staff
Bentuk
ini merupakan kombinasi dari bentuk organisasi fungsional dan bentuk
organisasi garis dan staff. Adapun kebaikan dan keburukan dari bentuk
organisasi ini adalah juga merupakan kombinasi dari bentuk diatas.
B. MANAJEMEN
1. Pengertian Manajemen
Manajemen
adalah penggunaan efektif sumber tenaga manusia dan bukan manusia serta
bahan-bahan materil lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditentukan itu. Manajemen sebagai suatu proses sosial, meletakkan
bobotnya pada interaksi orang-orang, baik orang-orang yang berada di
dalam maupun di luar lembaga-lembaga formal, atau yang berada di atas
maupun di bawah posisi operasional seseorang. Selain itu juga manajemen
pendidikan merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas
pendidikan.
Peningkatan
kualitas pendidikan bukanlah tugas yang ringan, karena tidak hanya
berkaitan dengan permasalahan teknis, tetapi mencakup berbagai persoalan
yang rumit dan kompleks, sehingga menuntut manajemen pendidikan yang
lebih baik. Sayangnya, selama ini aspek manajemen pendidikan pada
berbagai tingkat dan satuan pendidikan belum mendapat perhatian yang
serius, sehingga seluruh komponen sistem pendidikan kurang berfungsi
dengan baik. Lemahnya manajemen pendidikan juga memberikan dampak
terhadap efisiensi internal pendidikan yang terlihat dari jumlah peserta
didik yang mengulang dan putus sekolah.
2. Fungsi-Fungsi Manajemen
Sampai
saat ini, masih belum ada konsensus di antara baik praktisi maupun para
teoritisi mengenai apa yang menjadi fungsi-fungsi manajemen. Sering
pula disebut unsur-unsur manajemen.
Secara umum, manajemen dapat dibagi menjadi 10 bagian, yaitu:
a. Forecasting
Forecasting atau prevoyance
(Prancis) adalah kegiatan meramalkan, memproyeksikan atau mengadakan
taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi sebelum suatu
rencana yang lebih pasti dapat dilakukan.
Misalnya,
suatu akademi meramalkan jumlah mahasiswa yang akan melamar belajar di
akademi tersebut. Ramalan tersebut menggunakan indikator-indikator,
seperti jumlah lulusan SLTA dan lain sebagainya.
1) Planning termasuk Budgeting
Planning sendiri berarti merencanakan atau perencanaan, terdiri dari 5, yaitu :
a) Menetapkan tentang apa yang harus dikerjakan, kapan dan bagaimana melakukannya.
b) Membatasi
sasaran dan menetapkan pelaksanaan-pelaksanaan kerja untuk mencapai
efektivitas maksimum melalui proses penentuan target.
c) Mengembangkan alternatif-alternatif
d) Mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-rencana dan keputusan-keputusan.
Bisa
juga dirumuskan secara sederhana, misalnya perencanaan adalah penentuan
serangkaian tindakan untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkan.
Pembahasan yang agak kompleks merumuskan perencanaan sebagai penetapan
apa yang harus dicapai. Selain itu juga dalam fungsi perencanaan sudah
termasuk di dalamnya penetapan budget.Lebih tepatnya lagi bila planning
dirumuskan sebagai penetapan tujuan, policy, prosedur, budget, dan
program dari sesuatu organisasi.
b. Organizing
Dengan
ini dimaksudkan pengelompokan kegiatan yang diperlukan yakni penetapan
susunan organisasi serta tugas dan fungsi-fungsi dari setiap unit yang
ada dalam organisasi. Dapat pula dirumuskan sebagai keseluruhan
aktivitas manajemen dalam mengelompokkan orang-orang serta penetapan
tugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab masing-masing dengan
tujuan terciptanya aktivitas-aktivitas yang berdaya guna dan berhasil
guna dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian
terdiri dari :
a) Menyediakan fasilitas-fasilitas perlengkapan, dan tenaga kerja yang diperlukan untuk penyusunan rangka kerja yang efisien.
b) Mengelompokkan komponen kerja ke dalam struktur organisasi secara teratur.
c) Membentuk struktur wewenang dan mekanisme koordinasi.
d) Merumuskan dan menentukan metode serta prosedur.
e) Memilih, mengadakan latihan dan pendidikan tenaga kerja dan mencari sumber-sumber lain yang diperlukan.
c. Staffing atau Assembling Resources
Istilah staffing diberikan Luther Gulick, Harold Koontz dan Cyril O’Donnell
[2]. Sedangkan assembling resources dikemukakan William Herbert Newman.
[3]
Kedua istilah itu cenderung mengandung arti yang sama; pen-staf-an dan
staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan
personalia pada suatu organisasi dan pengembangannya sampai dengan usaha
agar petugas memberi daya guna maksimal kepada organisasi.
d. Directing atau Commanding
Merupakan
fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan,
saran, perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada bawahan dalam
pelaksanaan tugas masing-masing bawahan tersebut, agar tugas dapat
dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju kepada tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Directing
atau commanding merupakan fungsi manajemen yang dapat berfungsi bukan
hanya agar pegawai melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu kegiatan,
tetapi dapat pula berfungsi mengkoordinasi kegiatan berbagai unsur
organisasi agar dapat efektif tertuju kepada realisasi tujuan yang telah
ditetapkan.
e. Leading
Istilah
leading yang merupakan salah satu fungsi manajemen, dikemukakan oleh
Louis A. Allen yang dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh
seorang manajer yang menyebabkan orang-orang lain bertindak. Pekerjaan
leading, meliputi 5 macam kegiatan, yaitu:
a) Mengambil keputusan,
b) Mengadakan komunikasi agar ada bahasa yang sama antara manajer dan bawahan,
c) Memberi semangat inspirasi dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak,
d) Memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya,
e) Memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka trampil dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
f. Coordinating
Salah
satu fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak
terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan
menghubung-hubungkan, menyatupadukan dan menyelaraskan
pekerjaan-pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerjasama yang terarah
dalam usaha mencapai tujuan bersama atau tujuan organisasi. Usaha yang
dapat dilakukan untuk mencapai maksud, antara lain:
a) Dengan memberi instruksi,
b) Dengan memberi perintah,
c) Mengadakan pertemuan-pertemuan dalam mana diberi penjelasan-penjelasan,
d) Memberi bimbingan atau nasihat,
e) Mengadakan coaching ,
f) Bila perlu memberi teguran ,
g. Motivating
Motivating
atau pendorongan kegiatan merupakan salah satu fungsi manajemen berupa
pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan
melakukan
h. Controlling
Controlling
atau pengawasan, sering disebut pengendalian, adalah salah satu fungsi
manajemen yang berupa mengadakan penilaian dan sekaligus bila perlu
mengadakan koreksi sehingga apa yang sedang dilakukan bawahan dapat
diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah
digariskan.
i. Reporting
Reporting
atau pelaporan adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian
perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai
segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat
yang lebih tinggi baik secara lisan maupun secara tulisan.
Sedangkan fungsi pokok manajemen pendidikan dibagi 4 macam:
1) Perencanaan
Perencanaan program pendidikan sedikitnya memiliki dua fungsi utama, yaitu :
a) Perencanaan
merupakan upaya sistematis yang menggambarkan penyusunan rangkaian
tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi atau
lembaga dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia atau
sumber-sumber yang dapat disediakan.
b) Perencanaan
merupakan kegiatan untuk mengerahkan atau menggunakan sumber-sumber
yang terbatas secara efisien, dan efektif untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
2) Pelaksanaan
Pelaksana
merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata
dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dan akan
memiliki nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
3) Pengawasan
Pengawasan
dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis dan
berkesinambungan; merekam; memberi penjelasan, petunjuk, pembinaan dan
meluruskan berbagai hal yang kurang tepat; serta memperbaiki kesalahan,
dan merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan proses manajemen.
4) Pembinaan
Pembinaan
merupakan rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsur
organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk
mencapai tujuan dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
Ada beberapa pendapat tentang fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan oleh beberapa penulis, yaitu :
1) Louis A. Allen : Leading, planning, organizing, controlling
2) Prajudi Atmosukirjo : planning, organizing, directing atau actuating, controlling.
3) John Robert Beishline : perencanaan, organisasi, komando control
4) Henry Fayol : planning, organizing, coordinating, commanding, controlling.
5) Luther Gullich : planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting.
3. Prinsip-prinsip Manajemen Pendidikan
Henry Fayol mengemukakan prinsip-prinsip manajemen yang dibagi menjadi 14 bagian, yaitu :
a. Division of work
Merupakan
sifat alamiah, yang terlihat pada setiap masyarakat. Bila masyarakat
berkembang maka bertambah pula organisasi-organisasi baru menggantikan
organisasi-organisasi lama. Tujuan daripada pembagian kerja adalah
menghasilkan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih baik dengan usaha
yang sama.
b. Authority and Responsibility
Authority (wewenang) adalah hak memberi instruksi-instruksi dan kekuasaan meminta kepatuhan.
Responsibility
atau tanggung jawab adalah tugas dan fungsi-fungsi yang harus dilakukan
oleh seseorang pejabat dan agar dapat dilaksanakan, authority
(wewenang) harus diberikan kepadanya.
c. Discipline
Hakekat
daripada kepatuhan adalah disiplin yakni melakukan apa yang sudah
disetujui bersama antara pemimpin dengan para pekerja, baik persetujuan
tertulis, lisan ataupun berupa peraturan-peraturan atau
kebiasaan-kebiasaan.
d. Unity of command
Untuk
setiap tindakan, seorang pegawai harus menerima instruksi-instruksi
dari seorang atasan saja. Bila hal ini dilanggar, wewenang (authority)
berarti dikurangi, disiplin terancam, keteraturan terganggu dan
stabilitas mengalami cobaan, seseorang tidak akan melaksanakan instruksi
yang sifatnya dualistis.
e. Unity of direction
Prinsip ini dapat dijabarkan sebagai : “one head and one plan for a group of activities having the same objective”, yang merupakan persyaratan penting untuk kesatuan tindakan, koordinasi dan kekuatan dan memfokuskan usaha.
f. Subordination of individual interest to general interest
Dalam
sebuah perusahaan kepentingan seorang pegawai tidak boleh di atas
kepentingan perusahaan, bahwa kepentingan rumah tangga harus lebih
dahulu daripada kepentingan anggota-anggotanya dan bahwa kepentingan
negara harus didahulukan dari kepentingan warga negara dan kepentingan
kelompok masyarakat.
g. Remuneration of Personnel
Gaji
daripada pegawai adalah harga daripada layanan yang diberikan dan harus
adil. Tingkat gaji dipengaruhi oleh biaya hidup, permintaan dan
penawaran tenaga kerja.
Di samping itu agar pemimpin memperhatikan kesejahteraan pegawai baik dalam pekerjaan maupun luar pekerjaan.
h. Centralization
Masalah
sentralisasi atau disentralisasi adalah masalah pembagian kekuasaan,
pada suatu organisasi kecil sentralisasi dapat diterapkan, akan tetapi
pada organisasi besar harus diterapkan disentralisasi.
i. Scalar chain
Scalar chain (rantai skalar) adalah rantai daripada atasan bermula dari authority terakhir hingga pada tingkat terendah.
j. Order
Untuk
ketertiban manusia ada formula yang harus dipegang yaitu, suatu tempat
untuk setiap orang dan setiap orang pada tempatnya masing-masing.
k. Equity
Untuk
merangsang pegawai melaksanakan tugasnya dengan kesungguhan dan
kesetiaan, mereka harus diperlakukan dengan ramah dan keadilan.
Kombinasi dan keramahtamahan dan keadilan menghasilkan equity.
l. Stability Of Tonure Of Personnel
Seorang pegawai membutuhkan waktu agar biasa pada suatu pekerjaan baru dan agar berhasil dalam mengerjakannya dengan baik.
m. Initiative
Memikirkan
sebuah rencana dan meyakinkan keberhasilannya merupakan pengalaman yang
memuaskan bagi seseorang. Kesanggupan bagi berfikir ini dan kemampuan
melaksanakan adalah apa yang disebut inisiatif.
n. Ecsprit de Corps
“Persatuan adalah kekuatan”. Para pemimpin perusahaan harus berbuat banyak untuk merealisir pembahasan itu.
C. Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Arti
kepemimpinan dapat diuraikan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi
orang-orang yang mengarah pada pencapaian tujuan dari suatu organisasi.
Menurut Sutrisna (dalam Mulyasa, 2005: 107) kepemimpinan berarti “
proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha ke arah
pencapaian tujuan dalam situasi tertentu”.
Sedangkan
menurut Soepardi (dalam Mulyasa, 2005: 107) mendefinisikan kepemimpinan
sebagai “kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, mamotivasi,
mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah,
melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina dengan
maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka
mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien”.
Dalam
kepemimpinan, ada tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya
pemimpin dan karakteristiknya, adanya pengikut, serta adanya situasi
kelompok tempat pemimpin dan pengikut berinteraksi.
2. Gaya Kepemimpinan
Gaya
kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh pemimpin dalam
mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku
seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya tentang
apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak
untuk mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan dapat dikaji melalui tiga pendekatan antara lain:
a. Pendekatan Sifat
Pendekatan
sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil.
Penganut pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan sifat-sifat
kepribadian yang dimiliki oleh pemimpin yang berhasil dan yang tidak
berhasil. Sutrisna (dalam Mulyasa, 2005: 108) mengatakan bahwa “dalam
pendekatan sifat terdapat sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan fisik
atau keramahan yang esensial, pada kepemimpinan yang efektif”.
Menurut
Tead (dalam Mulyasa, 2005: 109) syarat yang harus dimiliki oleh
pemimpin menurut pendekatan ini antara lain: Kekuatan fisik dan susunan
syaraf, Penghayatan terhadap arah dan tujuan, Antusiasme, Keramah
tamahan, Integritas, Keahlian teknis, Kemampuan mengambil keputusan,
Intelegensi, Keterampilan memimpin, dan Kepercayaan.
b. Pendekatan Perilaku
Studi
pendekatan perilaku memfokuskan dan mengidentifikasi perilaku yang khas
dari pemimpin dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain. Pendekatan ini
banyak membahas keefektifan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh
pemimpin.
Studi mengenai pendekatan ini antara lain:
1) Studi Kepemimpinan Universitas OHIO
Penelitian ini memperoleh gambaran dimensi utama dari perilaku pemimpin yang dikenal sebagai pembuatan inisiatif dan perhatian.
2) Studi Kepemimpinan Universitas Michigan
Menurut
Hersey dan Blenchard (dalam Mulyasa, 2005: 110) studi ini
mengidentifikasikan dua konsep yang disebut dengan orientasi bawahan dan
produksi. Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan sangat
memperhatikan bawahan sedangkan pemimpin yang menekankan pada orientasi
produksi, sangat memperhatikan produksi dan aspek-aspek teknik kerja.
3) Jaringan Managemen
Dalam pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal yaitu perhatian pada produksi dan perhatian pada orang.
4) Sistem Kepemimpinan Likert
Likert
mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan
orientasi individu. Likert berhasil merancang empat system kepemimpinan
seperti yang dikutip Thoha (dalam Mulyasa, 2005: 111), yaitu:
a) Sistem 1:
pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada
bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, bersikap paternalistik. Pada
system ini, pemimpin memotivasi bawahannya dengan memberi ketakutan dan
hukuman. Tapi terkadang memberi penghargaan secara kebetulan. Pemimpin
hanya mau memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya
membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
b) Sistem 2:
pemimpin otokratis yang baik hati. Pemimpin dalam system ini mempunyai
kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi
dengan hadiah-hadiah, ketakutan, dan hukuman-hukuman, memperbolehkan
adanya komunikasi ke atas, mendengar pendapat dan ide-ide dari bawahan,
dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan.
Bawahan merasa tidak bebas membicarakan tentang perkerjaan dengan
atasan.
c) Sistem 3:
pemimpin mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan. Pemimpin mau
melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, dan
juga berkehendak melakukan partisipasi. Pemimpin suka menetapkan dua
pola hubungan komunikasi, yakni ke atas dan ke bawah. Dia membuat
keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas, tapi mengkhususkan
pada tingkat bawah. Bawahan merasa sedikit bebas membicarakan pekerjaan
dengan atasan.
d) Sistem 4:
dinamakan pemimpin yang bergaya kelompok partisipatif. Dalam hal ini
manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahan. Atasan
mengandalkan bawahan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat,
dan menggunakan pedapat bawahan secara konstruktif.
Pemimpin memberikan penghargaan yang bersifat ekonomis berdasarkan
partisipasi kelompok dan keterlibatan pada setiap urusan. Pemimpin mau
mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan, dan
melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab. Bawahan merasa
bebas membicarakan pekerjaan dengan atasannya.
c. Pendekatan Situasional
Pendekatan
ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif
diterapkan dalam situasi tertentu. Berikut ini adalah beberapa studi
kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu,
yaitu:
1) Teori Kepemimpinan Kontingensi
Teori
ini dikembangkan Fiedler and Chemers. Dari hasil penelitian tahun 1950,
disimpulkan bahwa seseorang menjadi pemimpin bukan hanya karena faktor
kepribadian saja, tetapi karena berbagai faktor situasi dan saling
hubungan antara pemimpin dengan situasi. Ada tiga factor yang perlu
dikembangkan, yaitu:
a) hubungan antara pemimpin dan bawahan, didasarkan pada persepsi pemimpin mengenai suasana kelompok;
b) stuktur
tugas, yaitu bila struktur tugas cukup jelas, maka prestasi akan lebih
mudah diawasi, dan tanggung jawab setiap orang lebih pasti;
c) kekuasaan
yang berasal dari organisasi. Pemimpin yang menerima kekuasaan yang
jelas dari organisasi akan mendapatkan kepatuhan lebih dari bawahan.
Fiedler menentukan dua jenis gaya kepemimpinan berdasarkan tiga dimensi diatas, yaitu:
a) gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas;
b) gaya kepemimpinan yang mengutamakan pada hubungan kemanusiaan.
2) Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi
Teori
ini dikemukakan oleh Reddin. Menurutnya ada tiga dimensi untuk
menentukan gaya kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi atau tugas,
perhatian pada orang, dan dimensi efektivitas. Gaya kepemimpinan Reddin
memiliki empat gaya dasar yaitu integrated, related, separated, dan
dedicated. Keempat gaya tesebut dapat menjadi efektif dan tidak efektif
dan akan menjadi tujuh gaya kepemimpinan, yaitu:
a) integrated, jika diekspresikan dalam situsi efektif akan menjadi gaya eksekutif;
b) integrated, jika diekspresikan dalam situsi tidak efektif akan menjadi gaya compromiser;
c) separated jika diekspresikan dalam situsi efektif akan menjadi gaya bureaucrat;
d) separated jika diekspresikan dalam situsi tidak efektif akan menjadi deserter;
e) dedicated jika diekspresikan dalam situasi efektif akan menjadi gaya benevolent autocrat;
f) related jika diekspresikan dalam situasi efektif akan menjadi gaya developer;
g) related jika diekspresikan dalam situasi tidak efektif akan menjadi gaya missionary.
Gaya kepemimpinan tersebut selanjutnya dikelompokkan ke dalam gaya efektif dan tidak efektif sebagai berikut:
1) Gaya Efektif
Yang termasuk dalam gaya ini antara lain:
a) Exsecutif;
gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik kepada tugas maupun kepada
hubungan tugas dalam kelompok. Pemimpin pada gaya ini berusaha
memotivasi oanggota dan menempatkan individu sebagai manusia.
b) Developer;
gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap hubungan kerja
dalam kelompok dan perhatian minimum terhadap tugas pekerjaan. Pemimpin
pada gaya ini sangat memperhatikan perkembangan anggota.
c) Benevolent
Authocrat; gaya ini memberikan perhatian yang tinggi terhadap tugas dan
perhatian yang rendah dalam hubungan kerja. Pamimpin dengan gaya ini
mengetahui strategi untuk memperoleh apa yang ia inginkan.
d) Birokrat;
gaya ini memberikan perhatian yang rendah terhadap tugas maupun
terhadap hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini dapat menerima setiap
peraturan dan berusaha memelihara serata melaksanakannya.
2) Gaya yang tidak Efektif
Yang termasuk dalam gaya ini antara lain:
a) Compromiser;
gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas maupun pada hubungan
kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini sering membuat keputusan yang
tidak efektif dan sering menemui hambatan.
b) Missionary;
gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada hubungan kerja dan rendah
pada tugas. Pemimpin yang menganut gaya ini hanya tertarik pada
keharmonisan dan tidak bersedia mengintrol hubungan yang baik.
c) Autocrat;
gaya ini memberikan perhatian yang baik terhadap tugas dan rendah pada
hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini selalu mengambil keputusan dan
kebujaksanaan sendiri.
d) Deserter;
gaya ini memberi perhatian rendah pada tugas dan hubungan kerja.
Pemimpin yang menganut gaya ini hanya memberi dukungan, struktur, dan
tanggung jawab pada saat dibutuhkan saja.
3. Kepemimpinan dalam Peningkatan Kinerja
a. Pembinaan Disiplin
Peningkatan
kinerja pegawai dalam MBS perlu dimulai dengan sikap demokratis. Oleh
karena itu dalam membina disiplin perlu berpedoman pada sikap tersebut.
Taylor dan User (dalam Mulyasa, 2005: 118) mengemukakan strategi membina disiplin sebagai berikut:
1) Konsep diri; konsep diri merupakan faktor yang penting dari setiap perilaku.
2) Keterampilan
berkomunikasi; pemimpin harus menerima semua perasaan pegawai dengan
teknik komunikasi yang menimbulkan kepatuhan dari dirinya.
3) Konsekuensi-konsekuensi
logis dan alami; perilaku yang salah terjadi karena pegawai telah
mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya.
4) Klarifikasi nilai
5) Latihan keefektifan pemimpin
6) Terapi realitas
b. Pembangkitan Motivasi
1) Teori Moslow
Moslow
(dalam Mulyasa, 2005: 121) membagi kebutuhan menjadi lima kategori,
yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebuthan kasih sayang,
kebutuhan akan rasa harga diri, dan kebutuhan akan rasa aktualisasi
diri.
Dalam
hubungannya dengan peningkatan kinerja pegawai, teori ini dapat
dipergunakan sebagai pegangan untuk melihat dan mengerti mengapa pegawai
yang sakit atau kondisi fisiknya tidak baik tidak memiliki motivasi
untuk bekerja; pegawai lebih suka bekerja dengan suasana menyenangkan;
pegawai yang merasa disenangi oleh teman dan pemimpinnya memiliki minat
untuk meningkatkan kinerja dibandingkan pegawai yang diabaikan;
keinginana pegawai untuk memahami dan mengetahui sesuatu tidak selalu
sama.
2) Teori Dua Faktor
Menurut
Herzberg (dalam Mulyasa, 2005:123) ada dua faktor penting, yaitu
hygiene (lingkungan) dan motivator (pekerjaan itu sendiri). Faktor yang
dapat memotivator karyawan adalah motivator.
3) Teori Alderfer
Alderfer
(dalam Mulyasa, 2005: 123) membedakan tiga kelompok kebutuhan yaitu
kebutuhan akan keberadaan, kebutuhan berhubungan, dan keburuhan untuk
bertumbuh.
4) Teori Prestasi McCelland
McCelland
(dalam Mulyasa, 2005: 123) membagi tiga kebutuhan manusia, yaitu
kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi, dan kebutuhan
kekuasaan.
5) Teori X dan Teori Y
Gregor
(dalam Mulyasa, 2005: 124) mengungkapkan bahwa teori X mengungkap
sebagian besar manusia lebih suka diperintah, tidak tertarik dengan rasa
tanggung jawab, masih bersifat anak-anak. Teori Y mengungkap manusia
suka bekerja, dapat mengontrol diri sendiri, dan mempunyai kemampuan
untuk berkreativitas.
D. MANAJEMEN MUTU TERPADU
1. Konsep Mutu
Mutu
dianggap sebagai suatu yang membingungkan atau sulit untuk diukur.
Mutudalam pendangan seseorang kadang bertentangan dengan mutu dalam
pandangan orang lain. Mutu adalah sebuah filosofi dan metodologi yang
membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda
untuk menghadapi tekanan-tekanan eksternal (Edward Sallis: 2010: 33).
Konsep mutu dalam TQM mempunyai kaidah yang relatif, memandang mutu
sebagi sesuatu yang yang berasal dari produk atau layanan itu sendiri,
bukan sebagai atribut atau layanan produk atau layanan. Definisi relatif
mutu memiliki dua aspek. Pertama adalah menyesuaikan diri dengan
spesifikasi. Kedua adalah memenuhi kebutuhan pelanggan (Edward Sallis:
2010: 56). Berikut hirarki konsep mutu menutrut Edward Sallis:
2. Hirarki Konsep Mutu
TQM adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berfokus pada
kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya
manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan
pelanggan dan memberikan manfaat pada anggota organisasi (sumber daya
manusianya) dan masyarakat. TQM juga diterjemahkan sebagai pendekatan
berorientasi pelanggan yang memperkenalkan perubahan manajemen yang
sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk, dan
pelayanan suatu organisasi. Proses TQM memiliki input yang spesifik
(keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan), mentransformasi
(memproses) input dalam organisasi untuk memproduksi barang atau jasa
yang pada gilirannya memberikan kepuasan kepada pelanggan (output).
Tujuan utama Total Quality Management adalah perbaikan mutu pelayanan
secara terus-menerus. Dengan demikian, juga Quality Management sendiri
yang harus dilaksanakan secara terus-menerus. Sejak tahun 1950-an pola
pikir mengenai mutu terpadu atau TQM sudah muncul di daratan Amerika dan
Jepang dan akhirnya Koji Kobayashi, salah satu CEO of NEC, diklaim
sebagai orang pertama yang mempopulerkan TQM, yang dia lakukan pada saat
memberikan pidato pada pemberian penghargaan Deming prize di tahun 1974
(Deming prize, established in December 1950 in honor of W. Edwards
Deming, was originally designed to reward Japanese companies for major
advances in quality improvement. Over the years it has grown, under the
guidance of Japanese Union of Scientists and Engineers (JUSE) to where
it is now also available to non-Japanese companies, albeit usually
operating in Japan, and also to individuals recognised as having made
major contributions to the advancement of quality.) Banyak perusahaan
Jepang yang memperoleh sukses global karena memasarkan produk yang
sangat bermutu. Perusahaan/organisasi yang ingin mengikuti perlombaan/
bersaing untuk meraih laba/manfaat tidak ada jalan lain kecuali harus
menerapkan Total Quality. Penerapan Total Quality Management dipermudah
oleh beberapa piranti, yang sering disebut “alat TQM”. Alat-alat ini
membantu kita menganalisis dan mengerti masalah-masalah serta membantu
membuat perencanaan
Salah satu alat (analisis) dalam Total Quality Manajemen adalah analisis SWOT (Strengths, Weaknsses, Opportunuities, and Threats
a. Definisi Analsis SWOT
Analisis
SWOT merupakan salah satu analisis pilihan (strategic chice) yang sudah
sangat populer. Dlam bahasan ini, analisis SWOT akan digunakan sebagai
instrument analisis yang dapat memkaiinstrumen lain yang lebih sesuai
atau memadai dengan lokus-lokus yang telah di tentukan dalam simulasi
sub kelompok atau kelompok.
SWOT
adalah singkatan dari Strengths, Weaknsses, Opportunuities, and Threats
(kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman). Analisis SWOT sudah
menjadi alat yang umum dugunakan dalam perencanaan strategis pendidikan,
namun ia tetap merupakan alat. Efektif dalam menempatkan potensi
institusi. SWOT dapat dibagi ke dalam dua elemen, analisa internal yang
berkonsentrasi pada prestasi institusi itu sendiri dan analisa
lingkungan.
Uji
kekuatan dan kelemahan pada dasarnya merupakan audit internal tentang
seberapa efektif performa institusi. Sementara peluang dan ancaman
berkonsentrasi pada konteks eksternal atau lingkungan tempat sebuah
institusi beroperasi.
Analisa
SWOT bertujuan untuk menemukan aspek-aspek penting dari hal-hal
tersebut di atas: kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Tujuan
pengujian ini adalah untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalkan
kelemahan, mereduksi ancaman dan membangun peluang.
Aktivitas
SWOT dapat diperkuat dengan menjamin analisa tersebut berfokus pada
kebutuhan pelanggan dan konteks kompetitif tempat institusi beroperasi.
Ini adalah dua variable kunci dalam membangun atau mengembangkan
strategi jangka panjang institusi. Strategi ini harus dikembangkan
dengan berbagai metode yang dapat memungkinkan institusi mampu
mempertahankan diri dalam menghadapi kompetisi serta mampu memaksimalkan
daya tariknya bagi para pelanggan.
Jika
pengujian tersebut dipadukan dengan pengaduan visi dan nilai, maka akan
ditemukan sebuah identitas yang berbeda dari para pesaingnya. Begitu
sebuah identitas disitingtif mampu dikembangkan dalam sebuah institusi,
maka karakteristik mutu dalam institusi tersebut akan menjadi lebih
mudah diidentifikasi.
Analisis
SWOT secara sederhana mudah dipahami sebagai pengujian terhadap
kekuatan dan kelemahan internal sebuah organisasi, serta kesempatan dan
ancaman lingkungan eksternalnya. SWOT adalah perangkat umum yang
didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan
keputusan dan sebagai perencanaan strategis dalam berbagai terapan
(Johnson, dkk., 1989; Bartol dkk., 1991).
Jika
hal ini digunakan dengan benar, maka dimungkinkan bagi sebuah sekolah
untuk mendapatkan sebuah gambaran menyeluruh mengenai situasi sekolah
itu dalam hubungannya dengan masyarakat, lembaga-lembaga pendidikan yang
lain, dan lapangan industri yang dimasuki oleh murid-muridnya.
Sedangkan pemahaman mengenai faktor-faktor eksternal, (terdiri atas
ancaman dan kesempatan), yang digabungkan dengan suatu pengujian
mengenai kekuatan dan kelemahan akan membantu dalam mengembangkan sebuah
visi tentang masa depan.
Prakiraan
seperti ini diterapkan dengan mulai membuat program yang kompeten atau
mengganti program-program yang tidak relevan dengan program yang lebih
inovatif dan relevan.
b. Analisis SWOT terhadap manajemen Pendidikan di Indonesia
1) Kekuatan (strength), meliputi:
a) Tersedianya dan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan.
b) Tersedianya perundang-undangan pendidikan.
c) Keamanan aparat untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan.
d) Tersedianya fasilitas sarana dan prasarana pendidikan.
e) Adanya promosi pendidikan, yang dilakukan melaui:
· UU RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
· UU RI No. 25 Tahun 2000 s/d 2004 tentang Program Pembangunan Nasional.
· Adanya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
· Adanya Dunia Usaha dan Industri.
2) Kelemahan/Kekurangan (Weaknesses), mliputi:
a) Tugas rangkap pemberi pelayanan pendidikan.
b) Kurangnya dedikasi dan mutu sebagian tenaga pendidikan (SDM)
c) Belum optimalnya fungsi tim perencanaan.
d) Kurangnya informasi di bidang pendidikan
e) Kurangnya kepedulian pihak swasta terhadap pendidikan.
3) Peluang /Kesempatan (Opportunities), meliputi
a) Adanya partisipasi dukungan masyarakat di bidang pendidikan.
b) Adanya dukungan pemerintah kabupaten.
c) Adanya dunia usaha/industri yang bersedia kerja sam dengan sekolah.
d) Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
e) Adanya pelayanan pendidikan swasta.
4) Ancaman (Threats)
1) Perilaku dan budaya masyarakat yang kurang mendukung program pendidikkan.
2) Masih adanya krisis ekonomi yang melemahkan kemampuan masyarakat secara finansial.
3) Belum mempunyai pemerintahan kabupaten untuk membantu biaya penyelenggaraan pendidikan sepenuhnya.
c. Peningkatan Mutu dan Relevan Pendidikan dengan analalisis SWOT
1) Kekuatan/Potensi (Strengths)
a) Adanya dukungan pemerintah kabupaten dalam mendaya gunakan peraturan perundangan di bidang pendidikan.
b) Adanya komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan
c) Adanya program event kompetensi tentang kompetensi siswa , baik tingkat daerah, regional, nasional, maupun intrnasional.
2) Kelemahan/Kekurangan (Weaknesses)
a) Rendahnya dedikasi sebagian guru terhadap tugasnya.
b) Rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
c) Terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan yang ada di beberapa sekolah.
d) Rendahnya motivasi belajar pada sebagian siswa
e) Rendahnya tingkat pendapatan/ekonomi masyarakat.
3) Peluang/Kesempatan (Opportunities)
a) Dengan mendayagunakan peraturan perundangan di bidang pendidikan, pelayanan pendidikan yang bermutu, merata dan terjangkau.
b) Adanya partisipasi masyarakat dibidang pendidikan.
c) Adanya Kebijakan Diklat Wirausaha yang melatih kemandirian siswa
d) Mendayagunakan sarana prasarana yang ada dalam rangka pelayanan pendidikan yang bermutu.
e) Adanya penghargaan/beasiswa bagi siswa yang kurang mampu dan berprestasi baik dalam melanjutkan pendidikan maupun yang bekerja.
4) Ancaman (Threts)
a) Kurangnya dukungan masyarakat terhadap program sekolah.
b) Tidak tercapainya upaya mewujudkan kemandirian sekolah.
c) Kurang pedulinya DU/DI terhadap pendidikan.
d) Adanya kebijakan sistem pendidikan yang sering berubah.
e) Berlakunya
Era Pasar Bebas Asean dan Asia 2010 memiliki konsekuensi tumbunya
persaingan yang amat ketat dalam segala aspek kehidupan.
3. Syarat syarat pelaksanaan TQM dalam suatu perusahaan adalah sebagai berikut.
a. Setiap
perusahaan/organisasi harus secara terus meneurus melakukan perbaikan
mutu produk dan pelayanan sehingga dapat memuaskan para pelanggan.
b. Memberikan
kepuasan kepada pemilik, pemasok, karyawan, dan para pemegang
saham.Memiliki wawasan jauh ke depan dalam mencari laba dan memberikan
kepuasan.
c. Fokus utama ditujukan pada proses, baru menyusul hasil.
d. Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan mutu.
e. Ciptakan
kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi
karyawan bukan dengancara otoriter sehingga diperoleh suasana kondusif
bagi lahirnya ide-ide baru.
f. Rela memberikan ganjaran, pengakuan bagi yang sukses dan mudah memberikan maaf bagi yang belum berhasil/berbuat salah.
g. Setiap keputusan harus berdasarkan pada data, baru berdasarkan pengalaman/ pendapat.
h. Setiap langkah kegiatan harus selalu terukur jelas sehingga pengawasan lebih mudah.
i. Program pendidikan dan pelatihan hendaknya menjadi urutan utama dalam upaya peningkatan mutu.
E. Need Analisis Berbagai Bentuk Manajemen
Proses
manajemen akan berjalan lebih optimal jika diawali dengan analisa
kebutuhan training yang tepat. Dalam hal ini terdapat tigas jenis
analisa kebutuhan training atau training need analysis yang bisa
di-eksplorasi, yakni : task-based analysis, person-based analysis, dan
organizational-based analysis. Analisis kebutuhan manajemen dapat
dilihat dari:
1. Task Analysis
Analis
yang berfokus pada kebutuhan tugas yang dibebankan pada satu posisi
tertentu. Tugas dan tanggungjawab posisi ini dianalisa untuk diketahui
jenis ketrampilan apa yang dibutuhkan. Dari sini, kemudian dapat
ditentukan jenis training semacam apa yang diperlukan. Jadi dalam
analisa ini, yang menjadi fokus adalah tugas posisi, bukan orang yang
memegang posisi tersebut.
Melalui
metode task analysis ini, kita kemudian bisa menyusun semacam kurikulum
manajemen yang bersifat standard dan terpadu. Artinya, melalui analisa
tugas dan spesifikasi yang dibutuhkan oleh setiap posisi, maka kita
kemudian bisa merumuskan jenis-jenis manajemen tertentu untuk setiap
posisi tersebut. Beragam jenis manajemen ini kemudian distandardkan dan
menjadi manajemen yang wajib diikuti oleh setiap orang yang menduduki
posisi tersebut
2. Person Analysis
Analis
yang berfokus pada level kompetensi orang yang memegang posisi
tertentu. Analisa ditujukan untuk mengetahui kekurangan dan area
pengembangan yang dibutuhkan oleh orang tersebut. Dari sini, kemudian
dapat disusun jenis training apa saja yang diperlukan untuk orang
tersebut.
Dalam
analisa ini biasanya telah ditetapkan beragam jenis kompetensi dan juga
standar level kompetensi yang diperlukan untuk suatu posisi tertentu.
Misal, untuk posisi manajer diperlukan penguasaan terhadap 8 jenis
kompetensi (misal, kompetensi leadership, communication skills, dll).
Kemudian juga telah ditetapkan, bagi para manajer maka standard level
untuk ke-8 jenis kompetensi itu adalah 5 (dari skala 1 – 5). Langkah
berikutnya adalah para manajer akan di-ases untuk melihat level
kompetensi-nya, apakah ia sudah berada pada level 5 untuk semua jenis
kompetensi itu atau belum. Jika belum, pada jenis kompetensi apa saja.
Misal, ia masih perlu perbaikan dalam kompetensi communication skills.
Maka bagi yang bersangkutan diberikan training mengenai communication
skills.
3. Organizational Analysis
Analisa
kebutuhan manajemen yang didasarkan pada kebutuhan strategis perusahaan
dalam merespon dinamika bisnis masa depan. Kebutuhan strategis
perusahaan dirumuskan dengan mengacu pada dua elemen pokok.
4. CorporateStrategy
Sebagai
misal, sebuah bank akan lebih agresif untuk memasuki pasar usaha kecil
dan menengah. Untuk itu diperlukan keahlian dalam membidik pasar UKM.
Disini pihak pengelola training bisa merancang serangkaian training yang
ditujukan untuk membekali para bankirnya dengan kemampuan teknis
mengenai UKM.
Contoh
lain, sebuah perusahaan memiliki budaya perusahaan dimana salah satu
elemen values yang ingin dikembangkan adalah customer focus. Berdasar
ini maka pihak pengelola training bisa merancang program manajemen
customer service, dan mewajibkan segenap karyawan pada semua level untuk
mengikuti program manajemen ini.
F. PREDIKSI PENDIDIKAN MASA DEPAN DAN KEMAJUAN IPTEK DAN SENI
Pendidikan
masa depan dari krisis pendidikan itu sendiri, transformasi masyarakat
dan menuju pendidikan masa depan yag diharapkan.
1. Krisis Pendidikan di Indonesia
a. Kualitas Pendidikan
Indikator
penting untuk mengukur kualitas pendidikan terdiri dari mutu guru yang
masih rendah pada semua jenjang pendidikan, alat-alat bantu belajar dan
mengajar yang belum memadai.
b. Relevansi Pendidikan
Relevansi
pendidikan atau efisiensi eksternal suatu sistem pendidikan diukur
antara lain dari keberhasilan sistem itu dalam memasok tenaga-tenaga
terampil dalam jumlah yang memadai bagi kebutuhan sektor-sektor
pembangunan.
c. Elitisme
Elitisme
dalam pendidikan adalah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh
pemerintah menguntungkan kelompok masyarakat yang justru mampu.
d. Manajemen Pendidikan.
Pendidikan sebagai suatu industri pengembangan (sumber daya) manusia harus dikelola secara professional.
2. Transformasi Masyarakat
Memasuki
masyarakat industri modern, Indonesia sedang mengalami proses. Proses
itu meliputi mengaplikasikan IPTEK dalam proses produksi yang juga
membawa serta nilai-nilai baru yaang akan mempengaruhi, mengubah serta
menggiring tingkah laku manusia ke dalam pola-pola berpikir, merasa dan
bertindak, yang berlainan dengan pola pikir sebelumnya. Dua lapisan
nilai yang akan terkena dalam proses transformasi budaya, yaitu:
nilai-nilai intrinsik suatu masyarakat dan nilai-nilai instrumental
Proses
transformasi itu merupakan suatu jalinan yang kompleks yang saling
terkait dan terdiri dari: Globalisasi, Struktur ekonomi,
Politik-ideologi, Budaya nasional, Manusia dan masyarakat, IPTEK,
Informasi
Peranan
poros-poros transformasi jika ditinjau dari implikasinya dalam
pendidikan nasional maka berkisar pada empat titik kritis SISDIKNAS
yaitu: Mutu pendidikan, Relevansi, Identitas Manusia Indonesia
Pancasila, Pengelolaan SISDIKNAS itu sendiri dan Poros-poros
Transformasi
Globalisasi
merupakan gelombang budaya yang bersifat mundial, dimana melanda cara
berpikir, makan, berpakaian dan tingkah laku manusia. Sehingga terjadi
krisis identitas bangsa, untuk mengatasi krisis ini perlu dipupuk dan
dikembangkan yaitu ketahanan nasional
Perubahan
struktur ekonomi dari ekonomi yang terutama berdasarkan pertanian ke
ekonomi, berdasarkan industri akan mengubah cara hidup dan berpikir
bangsa ini. Hal ini dipersiapkan untuk memasuki dunia industri modern.
Untuk mempersiapkan SISDIKNAS dalam masyarakat modern ada 2 jenis
pendekatan mengenai fungsi pendidikan yaitu: Pendidikan dilihat sebagai
picu pertumbuhan masyarakat masa depan dan pandangan efisiensi sosial
sebagai proses.
Tujuan
nasional sebagai ideologi dasar dari masyarakat dan bangsa kita
menjiwai terbentuknya masyarakat industri modern, ideologi pembangunan
untuk jangka panjang.
3. Perspektif Masyarakat Masa Depan
Masyarakat
Indonesia ke depan akan menjadi masyarakat Industri. Salah satu program
yang dapat menyiapkan dan merekayasakan arah perkembangan masyarakat
Indonesia masa depan adalah pendidikan. Program pendidikan merupakan
dinamisator pengembangan manusia
Aspek
kehidupan nilai masyarakat masa depan yang didominasi oleh masyarakat
industri berdasarkan nilai-nilai pancasila. Akan tetapi nilai-nilai
kehidupan masyarakat mengalami perubahan seiring perkembangan IPTEK.
Perubahan nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia sebagai berikut:
a. Sebelum orde baru, melliputi: nasionalisme, patriotisme, nilai-nilai paguyuban.
b. RPJP I(1969-1994) meliputi: Intelektualisme, materialism, nilai-nilai urban dan-sub urban
c. RPJP II (1994-2019) meliputi: Intelektualism, hedonism, Individualism dan Industrialisme
d. RPJP III (2019-2044) meliputi: intelektualisme, inovatif, kehidupan kembali nilai-nilai moral dan agama dan kesenian
Untuk
mewujudkan suatu pendidikan, kita dibutuhkan Sistem Pendidikan Nasionla
(SISDIKNAS). SISDIKNAS yang Diperlukan Masyarakat Masa Depan
Masyarakat akan terus berubah dan membawa nilai-nilai baru. Ada nilai
yang sejalan dan ada pula yang bertentangan. Tugas dan peranan dari
SISDIKNAS pada abad XXI yaitu:
a. Menjaga, melestarikan, dan mengembangkan nilai-nilai luhur bangsa.
b. Meningkatkan mutu pendidikan aspek akademik, religio mental, dan aspek ketenagakerjaan
Peranan Lembaga-Lembaga Pendidikan untuk Masyarakat masa Depan
Lembaga-lembaga pendidikan tentunya tidak lepas dari tugas nasional baik
dalam fungsinya untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat manusia Indonesia (Pasal 3 UU No.2 Tahun
1989)maupun dalam usaha mencapai tujuan pendidikan nasional untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya (pasal 4).
Tugas
pendidikan nasional merupakan tugas seluruh masyarakat Indonesia. Semua
masyarakat Indonesia ikut serta dalam membangun SISDIKNAS. Dalam
keikutsertaan, ada beberapa unsur yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
a. Status kemitraan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang berkedudukan sama dalam SISDIKNAS.
b. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat mempunyai ciri khas (jati diri).
Kemajuan
pendidikan masa depan tidak sepenuhnya ditentukan oleh peran pemerintah
atau lembaga pendidikan, tetapi semua elemen masyarakat sangat berperan
besar dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional sesuai dengan
tuntutan perubahan zaman.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Untuk
mewujudkan manajemen yang baik, setiap subjek manajemen harus menguasai
apa saja yang dibutuhkan dalam manajemen itu sendiri. Untuk mewujudkan
manajemen yang baik, subjek manajemen harus mengerti tentang organisasi,
manajemen, kepemimpinan, analisis SWOT manajemen pendidikan, analisis
kebutuhan manajemen dan prediksi manajemen pendidikan itu sendiri.
Organisasi,
manajemen dan kebutuhan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
terpisahkan. Ketiganya harus saling mendukung dan mempengaruhi.
Sedangkan analisis SWOT, analisis kebutuhan dan prediksi manajemen
dibutuhkan agar manajemen pendidikan yang diharapkan dapat berjalan
dengan baik.
B. SARAN
Setiap
pemegang kekuasaan harus mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
agar manajemen pendidikan yang diharapkan dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
H.A.R Tilaar. 2008. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Rosdakarya
uharsimi Arikunto dan Lia Yuliana. 2009. Manajemen Pendidikan. Jogjakara: Aditya Media
Mulyasa. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta