Rabu, 27 Juni 2012

Hikmatut Tasyri' dan Filosofi Ibadah Haji



Rukun Islam yang kelima ialah menunaikan ibadah haji ke tanah suci makkatul mukarromah. Sebagai mana ibadah-ibadah yang lain yang mempunyai tujuan, ibadah haji pun mempunyai tujuan yang begitu besar manfaatnya untuk kebaikan manusia.
Adapun tujuan ibadah haji dapat kita temukan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 196. Allah berfirman:
وَأَتِمُّوْا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ِللهِ
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah untuk Allah (Q.S. Al-Baqarah : 196).
Dengan memahami firman Allah di atas, penulis bertanya dalam hati, “untuk Allah?” Apa yang Allah inginkan dari hamba-Nya. Bila bicara soal kekayaan, Allah Maha Kaya. Bila bicara kekuasaan juga Allah Maha Kuasa. Terus apa yang diinginkan oleh Allah swt.
Ketika kita memahami agama Islam dari “alif” sampai “ya”, dari “A” sampai “Z”, maka kita dapat mengetahui bahwa yang diinginkan oleh Allah dari seorang hamba-Nya tiada lain kecuali ketaatan dan kepatuhan kepada-Nya.
Dengan demikian dapatlah kita pahami bahwa tujuan ibadah haji adalah UNTUK MEMBENTUK MUSLIMIN DAN MUSLIMAT AGAR SIAP RELA DI ATUR OLEH ALLAH SWT.
Dari mana pendapat seperti di atas itu dapat kita simpulkan. Mari, perhatikan uraian penulis di bawah ini.
Pelaksanaan ibadah haji atau yang biasa kita kenal dengan istilah manasik haji, dari awal sampai akhir mengarah pada pembentukan pribadi muslimin dan Muslimat agar siap rela diatur oleh Allah. Tentunya dengan hikmah yang berbeda-beda dari setiap bentuk pelaksanaan ibadah haji itu sendiri.
Sebagai contoh, pada saat tamu Allah yang berangkat ke tanah suci, dan ia telah sampai di miqat makani (di mana seorang calon haji harus memakai pakaian ihram). Maka tidak ada satu pun tamu Allah yang tidak mau memakai pakaian ihram. Padahal kalau mau membandingkan, enak mana dan aman mana memakai pakaian ihram atau memakai safari. Tentu jawabannya lebih enak dan aman memakai safari. Tapi apakah ada satu dari ribuan bahkan jutaan tamu Allah yang nekad tidak mau memakai pakaian ihram. Jawabannya, tentu tidak ada. Kenapa? Karena memang ia sedang dibentuk pribadinya agar siap rela diatur oleh Allah swt.
Sesampainya tamu Allah ke baitullah, maka dia disuruh untuk thowaf yaitu mengelilingi ka'bah sebanyak tujuh kali, pekerjaan yang menguras tenaga dan berdesak-desakan. Pada saat itu tidak ada seorang tamu Allah pun yang tidak mengerjakannya, bahkan yang sudah tua rentapun melaksanakannya dengan ditandu, ini pun membentuk agar dirinya siap rela diatur oleh allah swt.
Selesai melaksanakan thawaf, diperintahkan lagi untuk melaksanakan sa'yi yakni berjalan sambil berlari kecil dari bukit shofa ke bukit marwah. Pekerjaan ini pun sangat melelahkan. Tapi sekali lagi tidak seorang pun tamu Allah yang nekat untuk tidak mengerjakan bahkan yang sakit dan tua pun mengerjakannya dengan menggunakan kursi roda, ini pun menunjukan bahwa seorang muslim sedang dibentuk keperibadiannya agar siap dan rela diatur oleh Allah swt.
Setelah selesai mengerjakan sa'yi kemudian mengerjakan tahallul yang ditandai dengan pemotongan rambut, pada saat itu pun tidak seorang pun tamu Allah yang tidak mau dipotong rambutnya, semua minta dipotongkan. Ini pun menunjukan bahwa tamu Allah siap dan rela diatur oleh Allah swt.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan ibadah haji terdapat peristiwa penyembelihan kambing. Pertanyaannya: “Mengapa setiap tahun kambing-kambing itu bergelimpangan disembelih oleh umat Islam pada hari raya Idul Adha? Jawabannya: “karena umat Islam sedang diingatkan oleh Allah swt. bahwa dahulu ada seorang Bapak yang begitu siap dan relanya diatur oleh Allah sampai anak satu-satunya yang telah beranjak dewasa harus disembelih, disembelihnya. Bahwa dulu ada seorang anak remaja yang begitu siapnya ditaur oleh Allah sehingga jiwanya pun harus dikorbankan, dikorbankannya. Itulah nabiyullah Ibrahim dan putranya Ismail alaihimasalam. Peristiwa penting ini diabadikan oleh Allah dalam Al-Quran:
يَابُنَىَّ إِنِّى أَرَىْ فِى الْمَنَامِ أَنِّى أَذْبَحُكَ فَانْْظُرْ مَاذَا تَرَى (الصفَّات: 102)
“Wahai anakku! Aku melihat dalam mimpiku bahwa aku (harus) menyembelih engkau. Bagaimanakah pendapatmu sendiri?”
Tanpa perasaan bimbang Ismail menjawab:
يَا أَبَتِ إِفْعَـلْ مَا تَؤْمَرُ سَتَجِدُنىِ إِنْ شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ،
“Wahai ayah, laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhan, Insya Allah, ayah akan melihat bahwa aku tabah dan sabar dalam menghadapi peristiwa itu. (Q.S. Ash-Shaffat: 103).
Kedua hamba Allah itu telah menyerahkan seluruh hidupnya untuk Allah, apapun yang Allah perintahkan, mereka siap rela diatur oleh Allah swt. Maka hikmah dari penyembelihan hewan qurban ini adalah bahwa umat Islam dapat mewarisi nilai-nilai kesiapan rela diatur oleh swt. sebagaimana telah dicapai oleh Nabiyullah Ibrahim as dan putranya Ismail as.
Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Haji ayat 23
لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلاَ دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَالِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوْا اللهَ عَلىَ مَاهَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ (الحجرات:73)
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik (QS. Al-Haji/22 ; 37)
Setiap muslim yang menunaikan ibadah haji pasti ingin mendapatkan haji yang mabrur. Lalu yang bagaimanakah yang disebut dengan haji mabrur itu? Haji mabrur ialah haji yang dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan sampai kepada tujuannya. Yaitu: SIAP RELA DIATUR OLEH ALLAH SWT. Maka sangatlah logis bila pahala haji mabrur adalah surga. Rasulullah saw. bersabda:
اَلْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَةَ ( رواه البخارى)
Haji mabrur tidak ada pahala bagi pelakunya kecuali surga (HR. Muttafaq ‘alaih).
Bila seorang muslim telah menunaikan ibadah haji, bahkan tidak hanya sekali atau dua kali tetapi berkali-kali. Tapi ketika Allah ‘mengatakan’: A dia mengatakan B, ketika Allah ‘mengatakan’: “masuklah kalian ke dalam agama Islam secara kaffah!”, dia mengatakan: “tidak usah repot-repot, Islam cukup shalat, puasa, zakat, haji saja. Islam tidak usah ngomong-ngomong masalah politik, masalah negara…… repot”. Ketika Allah ‘mengatakan’: “Koruptor potong tangannya!”, dia mengatakan: “Ah, itu tidak berprikemanusiaan, melanggar HAM, cukup dipenjara saja”. Akhirnya terjadilah kehidupan umat yang semraut.
Maka jika kaum muslimin yang telah bertitel haji punya mentalitas seperti ini, jangan pernah berharap akan meraih haji mabrur di sisi Allah dengan ganjaran surga. Mengapa? Karena ia tidak siap rela diatur oleh syari’at Islam, syari’at Allah swt.
Wallahu 'alaam.