Pendekatan Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
A. Pendahuluan.
Menurut
UNESCO, pembelajaran yang efektif pada abad ini harus diorientasikan
pada empat pilar yaitu, (1) learning to know, (2) learning to do, (3)
learning to be, dan (4) learning to live together. Keempatnya dapat
diuraikan bahwa dalam proses pendidikan melalui berbagai kegiatan
pembelajaran peserta didik diarahkan untuk memperoleh pengetahuan
tentang sesuatu, menerapkan atau mengaplikasikan apa yang diketahuinya
tersebut guna menjadikan dirinya sebagai seseorang yang lebih baik dalam
kehidupan sosial bersama orang lain.
Dalam
rangka merealisasikan ‘learning to know’, guru memiliki berbagai fungsi
atau peran. Salahsatunya sebagai fasilitator, yaitu sebagai teman
sejawat dalam berdialog dan berdiskusi dengan siswa guna mengembangkan
penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu.
Learning
to do (belajar untuk melakukan sesuatu) akan bisa berjalan jika sekolah
memfasilitasi siswa untuk mengaplikasikan keterampilan yang dimilikinya
sehingga dapat berkembang dan dapat mendukung keberhasilan siswa
nantinya.
Learning
to be (belajar untuk menjadi seseorang) erat hubungannya dengan bakat
dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak serta
kondisi lingkungannya. Bagi anak yang agresif, proses pengembangan diri
akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi.
Sebaliknya, bagi anak yang pasif peran guru pengarah dan fasilitator
sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya dalam kegiatan
belajar dan pengembangan diri. Selanjutnya, kebiasaan hidup bersama,
saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu
ditumbuhkembangkan termasuk dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses ‘learning to live together’ (belajar untuk menjalani kehidupan bersama).
Dalam
pelaksanaannya, tujuan belajar yang utama ialah bahwa apa yang
dipelajari itu berguna di kemudian hari, yakni membantu kita untuk dapat
belajar terus dengan cara yang lebih mudah, sehingga tercapai proses
pembelajaran seumur hidup (long life education). Untuk mewujudkan hal
ini, sangat dibutuhkan kerjasama antara berbagai pihak, terutama antara
peserta didik atau siswa dengan pendidik atau guru. Peran guru sebagai
pendidik sangat penting; oleh karena itulah, guru dituntut dapat
menerapkan berbagai metode yang efektif dan menarik bagi siswa dalam
proses penyampaian materi pembelajaran. Salah satu model pembelajaran
yang aktif dan interaktif adalah model pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) karena melibatkan seluruh peserta didik dalam
bentuk kelompok-kelompok. Ada sejumlah hal yang harus dipahami oleh
pendidik atau guru sebelum mengaplikasikan metode ini dalam proses
pembelajaran di kelas.
B. Pengertian Pembelajaran Kooperatif.
Menurut
Zaini model pembelajaran adalah “pedoman berupa program atau petunjuk
strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan
pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan
dari penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan
siswa selama belajar.”
Dengan
pemilihan metode, strategi, pendekatan, serta teknik pembelajaran,
diharapkan adanya perubahan dari mengingat (memorizing) atau menghafal
(rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman
(understanding), dari model ceramah ke pendekatan discovery learning
atau inquiry learning, dari belajar individual ke kooperatif, serta dari
subject centered ke learner centered atau terkonstruksinya pengetahuan
siswa.
Model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam
kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang,
rendah). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran .
Holubec
dalam Nurhadi mengemukakan belajar kooperatif “merupakan pendekatan
pembelajaran melalui kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan
silih asuh.”
Sementara
itu, Bruner dalam Siberman menjelaskan bahwa belajar secara bersama
merupakan kebutuhan manusia yang mendasar untuk merespons manusia lain
dalam mencapai suatu tujuan.
Menurut
Nur (2000), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur
tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan. Struktur tugas,
struktur tujuan, dan struktur penghargaan pada model pembelajaran
kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur
penghargaan pada model pembelajaran yang lain. Dalam proses pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama
pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran
kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa
dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta berkembangnya
keterampilan sosial.
Pembelajaran
kooperatif adalah khas di antara model-model pembelajaran karena
menggunakan suatu struktur tugas dan penghargaan yang berbeda untuk
meningkatkan pembelajaran siswa. Struktur tugas memaksa siswa untuk
bekerja sama dalam kelompok kecil. Sistem penghargaan mengakui usaha
bersama, sama baiknya seperti usaha individual.
Model
pembelajaran kooperatif berkembang dari kebiasaan pendidikan yang
menekankan pada pemikiran demokratis dan latihan atau praktek,
pembelajaran aktif, lingkungan pembelajaran yang kooperatif dan
menghormati adanya perbedaan budaya masyarakat yang bermacam-macam.
Model
pembelajaran kooperatif bertumpu pada kerja kelompok kecil, berlawanan
dengan pembelajaran klasikal (satu kelas penuh), dan terdiri 6 (enam)
tahapan pokok: menentukan tujuan dan pengaturan, memberi informasi
kepada siswa melalui presentasi atau teks, menyusun siswa dalam kelompok
belajar, menentukan kelompok dan membantu kelompok belajar, menguji
atau melakukan tes untuk mengetahui keberhasilan dari tugas-tugas
kelompok, penghargaan baik terhadap prestasi individu maupun kelompok.
Diperlukan lingkungan pembelajaran yang kooperatif dari pada kompetitif dalam hal tugas-tugas dan penghargaan.
Dasar-dasar
teoretis dan empiris mendukung penggunaan model pembelajaran kooperatif
untuk tujuan pendidikan berikut: mendapatkan tingkah laku kooperatif,
hasil kerja teoreitis dan memperbaiki hubungan-hubungan yang tidak
harmonis.
Satu cara baik
dari pengajaran adalah salah satu faktor untuk banyak mutu dari proses
belajar. Untuk menyadari ini, model belajar kerjasama dipertimbangkan
salah satu cara efektif di proses belajar. Apa bekerja-sama belajar?
Belajar kerjasama adalah satu model belajar fokus itu pada group.
Pelajar, dengan karakteristik berbeda, kemampuan, dan latar-belakangi,
dibagi ke dalam group. Belajar seperti itu memodelkan memberikan
prioritas ke bantuan kerjasama di antara golongkan dalam pemecahan
masalah dan di penerapan pengetahuan agar menjangkau obyektif belajar.
Beberapa jenis belajar kerjasama adalah Jigsaw (Gergaji Ukir), NHT, STAD, TAI,Think-Pair-Share (Memikirkan Andil Pasangan), Picture and picture ( Gambar dan Gambar), Problem Solving ( Pemecahan masalah), Problem posing (Bersikap masalah), TGT, CIRC, dan Cooperatif scrip (Skrip Kerjasama).
C. Tujuan Pembelajaran Kooperatif.
Model
pembelajaran kooperatif bertujuan agar terdapat efek (pengaruh) di luar
pembelajaran akademik, khususnya peningkatan penerimaan antarkelompok
serta keterampilan sosial dan keterampilan kelompok.
Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa Pembelajaran kooperatif bertujuan dalam bidang:
- Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
- Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang.
- Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan social siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok.
Perlunya pendekatan pembelajaran kooperatif didasarkan pada kenyataan-kenyataan sebagai berikut:
1. Siswa berbeda satu dengan yang lain. Masing-masing
memiliki latar belakang, pengalaman, gaya belajar (learning style),
prestasi, dan keinginan/kehendak yang khas. Guru tidak boleh menganggap
kelas sebagai kumpulan siswa yang seragam. Namun di lain pihak, guru
juga tidak mungkin memperhatikan kekhasan siswa satu demi satu.
2. Belajar
membutuhkan bermacam-macam konteks. Dengan bekerja bersama, tiap-tiap
anggota kelompok memberi sumbangan sesuai dengan konteks yang dikenalnya
masing-masing.
3. Belajar
bukan hanya terjadi dalam diri seseorang secara individual tetapi
lebih-lebih merupakan proses sosial antara individu dengan orang-orang
lain.
4. Hubungan
saling-bergantung secara sosial (social interdependence) di antara
orang-orang yang berinteraksi mempengaruhi hasil interaksi di antara
mereka.
5. Sebagai
bagian dari kecakapan hidup (life skills), kecakapan interpersonal
siswa perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran. Kerja bersama dalam
kelompok kecil melatih kecakapan interpersonal dan sekaligus menjadi
sarana pencapaian hasil belajar.
D. Prinsip dan Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif.
Menurut johnson & Johnson, prinsip pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
5. Setiap
anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
6. Setiap
anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung jawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sedangkan Karakteristik model pembelajaran kooperatif adalah:
1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Kelompok dibentuk dari beberapa siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing individu.
Karakteristik
merupakan perilaku yang tampak dan menjadi karakter dari kegiatan
pembelajaran kooperatif. Karakteristik pembelajaran kooperatif menurut
Slavin (1995), antara lain:
1. Penghargaan kelompok, pembelajaran
kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh
penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok
mencapai skor di atas kretaria yang ditentukan
2. Pertanggung
jawaban individu, keberhasilan kelompok bergantung dari pembelajaran
setiap anggota kelompok. Pertanggung jawaban itu menitik beratkan pada
aktivitas anggota kelompok yang saling mendukung, saling membantu dan
saling peduli.
3. Kesempatan
yang sama untuk berhasil, pembelajaran kooperatif menggunakan metode
penilaian untuk menentukan nilai perkembangan individu. Nilai
perkembangan ini berdasarkan pada peningkatan nilai yang diperoleh siswa
dari tes awal. Dengan menggunakan nilai ini setiap siswa baik yang
berprestasi rendah, sedang maupun tinggi sama-sama memperoleh kesempatan
untuk berhasil dan berbuat sesuatu yang baik bagi kelompok.
Empat element dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Johnson & Johnson (dalam Rinawati:2002) antara Lain:
1. Saling ketergantungan positif.
Untuk
mensukseskan pembelajaran secara kooperatif, siswa harus mengerti
pentingnya saling ketergantungan, bahwa sistem harus memiliki persepsi
"berenang atau tenggelam bersama.”
2. Adanya interaksi tatap muka langsung.
Dalam
pembelajaran kooperatif, siswa belajar dengan saling bertatap muka,
berhadapan dan berinteraksi secara langsung. Dengan demikian siswa
harus mengembangkan kemampuan komunikasi yang efektif dan efisien.
3. Adanya tanggung jawab individu.
Setiap
anggota dalam kelompok harus mempelajari materi secara tuntas, belajar
kooperatif tidak berbeda dengan belajar tuntas. Sehingga dalam
pembelajaran kooperatif sangatlah penting pemahaman guru terhadap
tingkat kemampuan setiap siswa.
4. Adanya keterampilan menjalin hubungan interpersonal.
Dalam
pembelajaran kooperatif keterampilan sosial, seperti tenggang rasa,
bersikap sopan terhadap teman dan dalam mengkritik ide orang lain,
berani dalam mengemukakan pendapat dan mempertahankan pendapat, serta
berbagai keterampilan sosial sengaja dilatihkan.
Dalam
pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan
tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir
kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan
menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan
dan peranan diri sendiri maupun teman.
E. Enam langkah model pembelajaran kooperatif.
1. Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
2. Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi, lewat bahan bacaan atau media lainnya.
3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru
menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar
dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
4. Membimbing kelompok belajar.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
5. Evaluasi dan pemberian umpan balik.
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
6. Memberikan penghargaan.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Penghargaan kelompok (team reward) diberikan kepada tiga katagori kelompok yang terdiri dari kategori Good Team, Great Team, dan Super Team.
Anggota kelompok harus ditentukan oleh guru, bukan pilihan siswa,
karena bila siswa yang memilih maka mereka cenderung memilih teman yang
mereka sukai. Guru dalam memilih dapat berdasarkan rasa suka, tidak suka
atau kombinasi keduanya sebagai bahan pertimbangan.
F. Keunggulan dari model pembelajaran kooperatif.
1. Membantu
siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan
dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir.
2. Membantu siswa mengevaluasi logika dan bukti-bukti bagi posisi dirinya atau posisi yang lain.
3. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memformulasikan penerapan suatu prinsip.
4. Membantu
siswa mengenali adanya suatu masalah dan memformulasikannya dengan
menggunakan informasi yang diperoleh dari bacaan atau ceramah.
5. Menggunakan bahan-bahan dari anggota lain dalam kelompoknya, dan
6. Mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik.
G. Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif dan Teknik Aplikasinya.
Beberapa tipe pembelajaran kooperatif dan teknik aplikasinya menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran Kooperatif Jigsaw.
Pertama kali dikembangkan oleh Aronson dkk. Dengan langkah aplikasinya sebagai berikut:
a. Guru
membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok
terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah serta jika mungkin anggota berasal
dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan
jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam
kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang
akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari
salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan
materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang
disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG).
Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji).
Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajaran yang dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh dalam diskusi di kelompok ahli dan setiap siswa menyampaikan apa yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang dilakukan oleh kelompok ahli maupun kelompok asal.
Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji).
Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajaran yang dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh dalam diskusi di kelompok ahli dan setiap siswa menyampaikan apa yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang dilakukan oleh kelompok ahli maupun kelompok asal.
b. Setelah
siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya
dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian
salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah
dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran
yang telah didiskusikan.
c. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
d. Guru
memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari
skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
e. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
f. Perlu
diperhatikan bahwa jika menggunakan tipe Jigsaw untuk belajar materi
baru, perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta
cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together).
Pembelajaran
kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada
umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman
pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
Langkah-langkah penerapan tipe NHT:
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c. Guru
membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5
siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
d. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
e. Guru
mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama)
anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk
oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
g. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
h. Guru
memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke
skor kuis berikutnya (terkini).
3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions).
Model pembelajaran kooperatif tipe
STAD yang digunakan untuk mendukung dan memotivasi siswa mempelajari
materi secara berkelompok. Tipe STAD dikembangkan oleh Slavin (1995) dan
merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya
aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan
saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi
yang maksimal. Pada proses pembelajaran kooperatif tipe STAD, melalui lima tahapan, lebih jelasnya tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran tersebut adalah:
a. Tahapan
penyajian materi, yang mana guru memulai dengan menyampaikan indikator
yang harus dicapai dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tetang materi
yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan apersepsi dengan
tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasyarat yang telah
dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Lamanya penyajian materi
bergantung dengan kekomplekan materi yang akan di bahas. Dalam
pengembangan materi pembelajaran perlu ditekankan hal-hal sebagai
berikut (a) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang
dipelajari siswa dalam kelompok, (b) menekankan bahwa belajar adalah
memahami makna, dan bukan hapalan, (c) memberikan umpan balik sesering
mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa, (d) memberikan penjelasan
mengapa jawaban itu benar atau salah.
b. Tahap
kerja kelompok, pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai
bahan yang harus dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi
tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota
kelompok dapat memahami materi yang dibahas dan satu lembar dikumpulkan
sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai
fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok.
c. Tahap
tes individu, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar
telah dicapai, diadakan tes secara individual, mengenai materi yang
telah dibahas. Skor perolehan individu ini didata dan diarsipkan, yang
akan digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok dan tes
dilaksanakan secara tertulis melalui tatap muka di kelas.
d. Tahap
perhitungan skor perkembangan individu, dihitung berdasarkan pada skor
tes awal. Berdasarkan skor tes awal setiap siswa memiliki kesempatan
yang sama untuk memberikan sumbangan yang sama untuk memberikan
sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang
diperolehnya. Penghitungan perkembangan skor individu dimaksud agar
siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan
kemampuanya.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
c. Guru
membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa
dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika
mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda
tetapi tetap mementingkan kesetaraan jender.
d. Bahan
materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk
mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD biasanya
digunakan untuk penguatan pemahaman materi.
e. Guru
memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
g. Guru
memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis
berikutnya (terkini).
4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction).
Pembelajaran
kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini
mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran
individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa
secara individual.
Oleh
karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk
pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa
secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan
oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk
didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota
kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung
jawab bersama.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:
a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c. Guru
membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa
dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah).
Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku yang
berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender.
d. Hasil
belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam
diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman
satu kelompok.
e. Guru
memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
g. Guru
memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis
berikutnya (terkini).
5. Model Pembelajaran Kooperatif: Think-Pair-Share.
Dikemukakan
oleh Frank Lyman (1985). Model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang
mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu
diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan.
Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit
untuk memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab,
dan saling membantu satu sama lain. Dari cara seperti ini diharapkan
siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan, dan saling tergantung pada
kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Langkah-langkah pelaksanaan antara lain:
a. Guru menyampaikan inti materi atau komptensi yang ingin dicapai.
b. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi atau permasalahan yang disampaikan guru.
c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok dua orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
e. Berawal
dari kegiatan tersebut, guru mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menambah materi yang belum diungkap siswa.
f. Guru memberikan kesimpulan.
g. Penutup.
6. Model Pembelajaran Kooperatif : Picture and Picture.
Sesuai
dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses
pembelajaran yaitu dengan cara memasang/mengurutkan gambar-gambar
menjadi urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa
mampu berpikir dengan logis sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
Langkah-langkah pelaksanaannya:
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Menyajikan materi sebagai pengantar.
c. Guru menunjukkan atau memperlihatkan gamabar-gambar kegiatan yang berkaitan dengan materi.
d. Guru menunjuk atau memanggil siswa secara bergantian memasang/ mengurutkan gambar menjadi urutan yang logis.
e. Guru menanyakan alasan/ dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f. Dari alasan/ urutan gambar tersebut guru mulai menanamkan konsep atau materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
g. Kesimpulan.
7. Model Pembelajaran Kooperatif : Problem Posing.
Tipe
pembelajaran kooperatif problem posing merupakan pendekatan
pembelajaran yang diadaptasikan dengan kemampuan siswa, dan dalam proses
pembelajarannya difokuskan pada membangun struktur kognitif siswa serta
dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Proses
berpikir demikian dilakukan siswa dengan cara mengingatkan skemata yang
dimilikinya dengan mempergunakannya dalam merumuskan pertanyaan. Dengan
pendekatan problem posing siswa dapat pengalaman langsung dalam
membentuk pertanyaan sendiri.
8. Model Pembelajaran Kooperatif : Problem Solving.
Problem
solving (pembelajaran berbasis masalah) merupakan pendekatan
pembelajaran yang menggiring siswa untuk dapat menyelesaikan masalah
(problem). Masalah dapat diperoleh dari guru atau dari siswa. Dalam
proses pembelajarannya siswa dilatih untuk kritis dan kreatif dalam
memecahkan masalah serta difokuskan pada membangun struktur kognitif
siswa.
9. Model Pembelajaran Kooperatif : Team Games Tournament (TGT).
Pada
pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT), peserta didik
dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat peserta
didik yang masing-masing anggotanya melakukan turnamen pada kelompoknya
masing-masing. Pemenang turnamen adalah peserta didik yang paling
banyak menjawab soal dengan benar dalam waktu yang paling cepat.
10. Model Pembelajaran Kooperatif : Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).
Tipe
CIRC dalam model pembelajaran kooperatif merupakan tipe pembelajaran
yang diadaptasikan dengan kemampuan peserta didik, dan dalam proses
pembelajarannya bertujuan membangun kemampuan peserta didik untuk
membaca dan menyusun rangkuman berdasarkan materi yang dibacanya.
11. Model Pembelajaran Kooperatif : Learning Cycle (Daur Belajar).
Learning
Cycle merupakan tipe pembelajaran yang memiliki lima tahap
pembelajaran, yaitu (1) tahap pendahuluan (engage), (2) tahap eksplorasi
(exploration), (3) tahap penjelasan (explanation), (4) tahap penerapan
konsep (elaboration), dan (5) tahap evaluasi (evaluation).
12. Model Pembelajaran Kooperatif : Cooperative Script (CS).
Model
pemebelajaran ini dikemukakan oleh Dansereau dkk (1985). Dalam tipe
pembelajaran Cooperative Script siswa berpasangan dan bergantian secara
lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah pelaksanaan:
a. Guru membagi siswa berpasangan.
b. Guru membagi wacana atau materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
13. Model pembelajaran kooperatif make a match (mencari pasangan).
Dikembangkan
oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa
mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan.
Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:
a. Guru
menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu
jawaban.
b. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
d. Setiap
siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya:
pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia
akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).
e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
f. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
g. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
h. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
14. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.
Dikembangkan oleh Sharan (1992), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen.
b. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok.
c. Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas satu materi atau tugas yang berbeda dari kelompok lain.
d. Masing-masing kelompok membahas materi yang ada secara kooperatif yang bersifat penemuan.
e. Setelah selesai diskusi juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok.
f. Guru memebrikan penjelasan singkat sekaligus memberikan kesimpulan.
g. Evaluasi.
h. Penutup.
15. Model pembelajaran kooperatif PBL (Problem Base Learning).
PBL (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan
pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata. Sebagai suatu konteks
bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang
esensial dari materi pelajaran.
16. Model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray ( dua tinggal-dua tamu).
Model
ini diajukan oleh Spencer Kagan (1992), dimana dalam model ini
memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan
informasi kepada kelompok lainnya.
Langkah-langkah pelaksanaan:
a. Siswa bekerjasama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
b. Setelah selesai maka dua orang dari masing-masing kelompok menjadi tamu kelompok yang lain.
c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok membagikan hasil kerja dan informasi kepada tamu.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan hasil temuan mereka dan kelompok lainnya.
e. Kelompok mencocokkan dan membahasa hasil kerja mereka.
17. Model pembelajaran kooperatif inside Outside Circle (IOC).
Dikemukakan
oleh spencer Kagan, dimana pada pembelajaran ini siswa saling membagi
informasi pada saat bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan
singkat dan teratur.
Adapaun langkah-langkah pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Separuh kelas berdiri dan membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar.
b. Separuh yang lain membentuk lingkaran diluar lingkaran pertama dan menghadap kedalam.
c. Dua
siswa berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbaga informasi,
pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu
yang bersamaan.
d. Kemudian
siswa yang berada pada lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa
yang berada pada lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah
jarum jam.
e. Sekarang giliran siswa yang berada di lingkaran besar yang membagi informasi dan seterusnya.
18. Model pembelajaran kooperatif Snowball throwing.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan Snowball throwing adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
c. Masing-masing
ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian
menyampaikan materi yang diajarkan guru kepada temannya.
d. Kenudin
masing-msiang siswa diberi satu lembar kertas kerja untuk menuliskan
satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi dan sudah dijelaskan
oleh ketua kelompok.
e. Kemudin
kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar
dari satu siswa kepada siswa lain selama ± 15 menit.
f. Setelah
siswa mendapat satu bola/ satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada
siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk
bola tersebut secara bergantian.
g. Evaluasi.
h. Penutup.
H. Pembentukan dan Penghargaan Kelompok.
Langkah-langkah penentuan pewnilaian penghargaan kepada kelomppk antar lain:
1. Menentukan
nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapt berupa
nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai tes/ulangan sebelumnya.
2. Menentukan
nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam
kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I
dan kuis II kepada setiap siswa yang kita sebut nilai kuis terkini.
3. Menentukan
nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan
selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing siswa
dengan menggunakan kriteria berikut ini:
a. Nilai peningkatan 5, jika nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal.
b. Nilai peningkatan 10, jika nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai awal.
c. Nilai peningkatan 20, jika nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 di atas nilai awal.
d. Nilai peningkatan 30, jika nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 di atas nilai awal
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup, baik, sangat baik, dan sempurna.
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup, baik, sangat baik, dan sempurna.
Kriteria untuk status kelompok:
a. Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 (Rata-rata nilai peningkatan kelompok < 15 )
b. Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 ( 15 ≤ Rata-rata nilai peningkatan kelompok < 20).
c. Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25 ( 20 ≤ Rata-rata nilai peningkatan < 25).
d. Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atau sama dengan 25 (Rata-rata nilai peningkatan kelompok ≥ 25)
I. Penutup.
Dengan
memperhatikan karakteristik model pembelajaran kooperatif yang lebih
menekankan pada aktivitas belajar secara berkelompok, model ini dapat
dijadikan salah satu alternatif metode pembelajaran di kelas. Terutama
dalam tipe pedekatan pembelajaran ini terdapat banyak tipe pada model
pembelajaran ini yang dapat disesuaikan dengan kemampuan dan
karakteristik peserta didik serta materi pembelajaran yang akan dibahas.
Dengan melibatkan siswa secara aktif pada proses pembelajaran di dalam
kelas, diharapkan siswa dapat lebih ikut bertanggung jawab terhadap
peningkatan kemampuan belajarnya sendiri. Proses pembelajaran pun akan
menjadi lebih menarik dan tidak membosankan sehingga diharapkan hasil
belajar juga akan meningkat.