PEMBAHASAN
Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan
adanya pengawasan atau Supervisi. Pengawasan bertanggung jawab terhadap
keefektifan program itu. Dapat diketahui bahwa hakikat dari Supervisi adalah
Suatu proses pertimbangan pembinaan dari pihak atasan kepada guru dan
personalia sekolah lainnya untuk memperbaiki situasi belajar mengajar, sehingga
para siswa dapat belajar secara efektif dengan prestasi belajar yang semakin
meningkat. Dan dengan adanya tujuan Supervisi itu sendiri untuk mengembangkan
situasi belajar mengajar yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan
profesi mengajar.
Ø FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SUPERVISI
Bekerja dengan orang lain merupakan
hal yang sangat kompleks. Setiap guru mempunyai pengalaman yang berbeda-beda.
Disamping itu, sifat, pembawaan, ciri-ciri fisik dan lain-lain akan sangat
mempengaruhi bagaimana bentuk interaksi yang terjadi. Selain itu pergaulan
antara guru dengan muridnya sudah akan mengubah karakteristik guru jika
berhadapan dengan supervisor. Supervisor yang bertugas untuk memberikan bantuan
kepada guru di dalam meningkatkan kualitas pengajarannya, akan mempunyai efek
yang belum tentu sama bagi guru yang berbeda, bagi guru yang sama dalam situasi
berbeda, atau guru yang sama, situasi yang sama tetapi untuk kasus yang berbeda.
Untuk menggabungkan semuanya ini
supervisor dituntut mempunyai kemampuan yang cukup canggih kalau ia
menginginkan hasil seperti yang diharapkan. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan tergambar seperti gambar di bawah ini :
Pada gambar tersebut terlihat
hubungan antara supervisor dengan guru secara individual (kita sebut saja guru
A). Bagaimana supervisor memperlakukan guru A tersebut dipengaruhi oleh pribadi
guru A sendiri ditambah dengan bagaimana guru A tersebut berinteraksi dengan
muridnya. Di samping itu perlakuan supervisor kepada guru A masih harus
mempertimbangkan guru B dan guru C (misalnya supaya tidak menimbulkan iri hati
mereka berdua), Kepala Sekolah dan pengurus sekolah yang lain, orangtua murid
dan anggota masyarakat luas. Murid-murid lain (dalam arti murid yang tidak
secara langsung ditangani oleh guru A yang sedang menjadi subyek untuk
disupervisi, juga harus mendapat perhatian sebagai bahan pertimbangan.
Gambar
17. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Supervisi
Memang pekerjaan supervisi merupakan
pekerjaan yang sifatnya sangat individual. Untuk dapat melakukan pekerjaan ini,
supervisor harus menguasai ilmu jiwa, teknik berinteraksi, berbagai orientasi
di dalam supervise dan lain-lain. Jika seorang supervisor hanya menguasai satu
atau dua pandangan tentang orientasi supervisor, maka ia akan menjumpai banyak
kesulitan, bukan hanya yang bersangkutan dengan guru yang dilayani, tetapi juga
bagaimana guru yang disupervisi dapat melayani muridnya. Muridnya itu sendiri
bukan tunggal, tetapi banyak sekali yang masing-masing mempunyai karakteristik
sendiri-sendiri.
Dan seorang supervisor harus
mempunyai kemampuan yang diberi istilah “flex” yaitu tingkat kemampuan seseorang atau supervisor
untuk dapat bertindak dalam berbagai bentuk sesuai dengan orang yang dihadapi.[1]
Ø PENDEKATAN-PENDEKATAN
DALAM SUPERVISI PENDIDIKAN
Dalam perkembangannya, supervsisi pendidikan tidak
terlepas daripada pengaruh teori-teori administrasi dan manajemen. Dan
supervisi juga melandaskan dirinya pada pandangan tertentu yang selalu
berkembang menuju kesempurnaannya. Pandangan-pandangan tersebut menyebabkan
munculnya pendekatan-pendekatan yang mewarnai konsep dan praktek supervisi
pendidikan.[2]
Pendekatan-pendekatan yang digunakan didalam
kegiatan supervisi bertitik tolak dari adanya pandangan aliran-aliran yang
berkaitan dengan belajar. Maka dapat diterapkan berbagai pendekatan teknik dan
perilaku supervisi berdasar data mengenai guru yang sebenarnya yang memerlukan
pelayanan supervise. Berikut ini akan disajikan beberapa pendekatan, perilaku
supervisor:
1) Pendekatan
Langsung (Direktif)
Yang
dimaksud dengan pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah
yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung. Sudah tentu
pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini berdasarkan
pemahaman terhadap psikologi behaviorisme. Prinsip behaviorisme ialah bahwa
segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap
rangsangan/stimulus. Oleh karena guru ini mengalami kekurangan, maka perlu
diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi. Supervisor dapat menggunakan
penguatan (reinforcement) atau
hukuman (punishment). Pendekatan
seperti ini dapat dilakukan dengan perilaku supervisor seperti berikut ini.
1. Menjelaskan
(Clarifying)
2. Menampilkan
(Presenting)
3. Mengarahkan
(Directing)
4. Memberi
contoh (Demonstrating)
5. Menetapkan
tolok ukur (Standardicing)
6. Meyakinkan
(Reinforcing).
Tujuan konkrit yang akan dicapai dalam pelaksanaan
supervise tersebut ialah untuk meningkatkan kemampuan guru.
v Contoh
pendekatan langsung pada percakapan awal. Percakapan kepala sekolah sebagai
supervisor, dan Pak Agus, guru bahasa Indonesia di kelas II SLTP) .
K.S : Saya dengar bahwa Anda punya masalah
dengan dua siswa dikelas II
SLTP.
Agus : masalah
apa Pak ? tidak ada apa-apa. Anak-anak dikelas baik-baik
semuanya.
K.S : Masa’! Tidak ada masalah ? Ada siswa
yang datang kepada saya dan
mereka mengeluh. Karena Anda merobek-robek buku
catatan pekerjaan rumah mereka.
Agus : Oh,
ya, itu benar. Tapi karena masalahnya
mereka punya tulisan yang
tidak teratur seperti cakar ayam. Dan mereka hanya
menyontek pekerjaan teman.
K.S : Benar,
mereka membuat salah. Tapi cara menghukum dengan me-
robek-robek buku tulis
di muka teman-teman itu tidak bijaksana !
Agus : Ya,
sudah beberapa kali saya peringatkan mereka supaya buku catatan
pekerjaan Rumah harus
rapi dan tidak boleh menyontek.
K.S : Kalau
begitu Anda memanggil mereka dan tanyakan mengapa mereka
membuat begitu.
Agus : Baik
Pak. Saya akan mengerjakan itu. Dan akan saya laporkan kepada
Bapak.
Ini percakapan awal, dapat diteruskan setelah guru
bertemu dengan siswa itu dan melaporkan hasil percakapannya dengan kepala
sekolah.[3]
Perilaku supervisor seperti disebut
diatas dilakukan secara bertahap. Percakapan awal dan diikuti dengan percakapan
setelah dikemukakan permasalahan yang diperoleh melalui observasi atau
interview. Biasanya percakapan ini diterapkan terhadap guru-guru yang acuh-acuh
dan tidak bermutu.
2) Pendekatan
Tidak Langsung (Non-Direktif)
Yang
dimaksud dengan pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan
terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak
secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan
secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru. Pendekatan ini berdasarkan
pemahaman psikologis humanistic. Psikologi humanistik sangat menghargai orang
yang akan dibantu. Supervisor mencoba mendengarkan, memahami apa yang dialami
guru-guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif adalah sebagai
berikut:
1. Mendengarkan
(Listening)
2. Menjelaskan
(Clarifying)
3. Menguatkan
(Encouraging)
4. Menyajikan
(Presenting)
Diharapkan
melalui cara ini guru-guru dapat menemukan dirinya sendiri. Supervisor
mengambil inisiatif untuk melihat evaluasi guru dan melalui cara itu guru dapat
menemukan dirinya sendiri. Supervisor yang Non Directive lebih fleksibel dari
kolaboratifdan direktif.
Dalam
supervisi ini gurulah yang menentukan langkah-langkah bila akan diadakan
percakapan. Jadi bukan inisiatif Supervisor seperti pendekatan direktif, tapi
gurulah yang mengambil inisiatif.
v Contoh
penerapan pendekatan non-direktif. Percakapan kepala SMU dengan Pak Sakri, guru
Bahasa Inggris:
Pak
Sakri : Pada saat istirahat Pak Sakri berdiri di dekat pintu ruang
guru
sambil termenung.
Kepala
sekolah: Menyapa: Pak Sakri,
mengapa Anda termenung? Apa yang
Anda
Pikirkan ?
Lama, Pak
Sakri berpikir. Lalu ia mengungkapkan keluh kesah
nya.
Pak
Sakri : Saya sedang Memikirkan si Tono siswa kelas II. Hasil
belajar
nya rata-rata
baik semuanya. Hanya bahasa inggrisnya tidak
baik. Saya
sudah mendekati dia tapi dia diam saja.
Kepala
sekolah: Pak Sakri, saya pikir
ada banyak cara untuk memahami Tono.
Coba dekati
dia lagi.
Pak
Sakri : Baik Pak, saya memerlukan waktu untuk mendekati dia.
Kepala
sekolah: Saya percaya bahwa Pak
Sakri akan berhasil.
Pak Sakri mencoba mengajak Tono.
Waktu istirahat Pak Sakri berjalan mendekati Tono, diajak berbincang tentang
hobinya di rumah. Tono bercerita tentang kesibukannya dirumah. Tono mengatakan
bahwa dia banyak membantu orang tua di rumah. Dan tidak ada buku bahasa inggris
di rumah. Guru meminjamkan beberapa buku agar Tono membacanya.
Beberapa waktu kemudian Pak Sakri
menceritakan kepada kepala sekolah bahwa Tono sekarang sudah rajin membaca buku
bahasa inggris. Kadang-kadang dia membuat syair dalam bahasa Inggris yang
sangat sederhana. Dan kepala sekolah
meminta agar Tono mendeklamasikan syairnya kepada anak-anak disekolah itu.
Sebulan kemudian Pak Sakri
menceritakan kepada kepala sekolah bahwa Tono telah tampil dengan semangat baru
bila mengikuti pelajaran Bahasa Inggris.
Kepala sekolah sangat gembira,
karena Tono telah mengalami perubahan dan sudah senang dengan bahasa Inggris.
Akhir semester Pak Sakri melaporkan
bahwa nilai bahasa Inggris Tono sangat memuaskan. Kepala sekolah sangat gembira
dan berterima kasih atas usaha Pak Sakri.
3) Pendekatan
Kolaboratif
Pendekatan
kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan
non direktif menjadi cara pendekatan baru. Pendekatan ini didasarkan pada
psikologi kognitif. Yang beranggapan bahwa belajar adalah hasil paduan antara
kegiatan individu dengan lingkungan pada gilirannya nanti berpengaruh dalam
pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian pendekatan dalam supervisi
berhubungan pada dua arah. Dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Perilaku
supervisor adalah sebagai berikut:
1. Menyajikan
2. Menjelaskan
3. Mendengarkan
(Listening)
4. Memecahkan
masalah (Problem Solving)
5. Negosiasi
(Negotiating)
Hasil
akhir yang diharapkan ialah adanya kesepakatan bersama antara Supervisor dan
Guru yang menetapkan struktur, proses dan kriteria untuk menentukan perbaikan
pengajaran.
Pada
pendekatan kolaboratif ini yaitu memadukan atau menggabungkan pendekatan cara
pendekatan direktif dan non direktif menjadi cara pendekatan baru. Sudah tentu
pendekatan itu diterapkan melalui tahap-tahap kegiatan pemberian supervisi
sebagai berikut:
a. Percakapan
awal
b. Observasi
c. Analisis/interpretasi
d. Percakapan
akhir
e. Analisis
akhir
f. Diskusi
a. Percakapan
awal : Supervisor bertemu dengan
guru atau sebaliknya.
Mereka membicarakan masalah yang dihadapi
guru.
b. Observasi : Dalam percakapan awal
supervisor berjanji akan
Mengobservasi kelas atau sebaliknya guru
mengun-
dang supervisor untuk mengadakan observasi
dikelas.
c. Analisis : Dalam observasi
digunakan alat pencatatan data. Data
dianalisis dan ditafsir.
d. Percakapan
akhir : Setelah data dianalisis
lalu dibahas bersama dalam
suatu percakapan.
e. Analisis
akhir : Hasil percakapan yang
dibahas disimpulkan untuk
ditindaklanjuti.
f. Diskusi : Tahap terakhir
diadakan diskusi.
Dalam
proses pemberian supervisi, ingatlah pendekatan, perilaku supervisor dan teknik
pemberian supervisi yang dikemukakan dapat diterapkan.[4]
Ø LANGKAH-LANGKAH DALAM
SUPERVISI PENDIDIKAN
Walaupun kegiatan supervisi dititikberatkan pada
perbaikan mutu kegiatan belajar-mengajar di kelas, namun kesuksesan
pekerjaannya secara tidak langsung sangat berhubungan dengan lingkungan
sekolah. Menurut Hoy sebelum supervisor melakukan tugasnya terlebih dahulu
mereka harus melihat kondisi konteks atau lingkungannya.
Perlu terlebih dahulu difahami dan diyakinkan bahwa
tujuan kegiatan supervisi bukanlah individu guru yang disupervisi, tetapi
meningkatkan efektivitas pengajaran, jadi yang dituju ialah lingkungan belajar.[5]
Supervisi adalah suatu bentuk tindakan terhadap guru yang
sedang dalam proses interaksi dengan murid. Dengan demikian supervisi adalah
suatu bentuk “intervensi”.
|
|
|
Gambar
22. Intervensi Supervisi Terhadap Interaksi Guru-Murid
Agar intervensinya dapat berjalan
dengan efektif maka kegiatan supervisi tersebut harus dilakukan melalui
langkah-langkah atau tahap-tahap diagnosis, sebagai berikut:
1. Identifikasi
masalah : yaitu mengidentifikasikan celah antara keadaan yang sekarang ada
dengan keadaan yang diharapkan.
2. Diagnosis
penyebab, yaitu penelitian mengenai kemungkinan sebab-sebab timbulnya masalah
dengan cara menguji faktor-faktor penghambat (kendala) maupun faktor-faktor
penunjang.
3. Mengembangkan
rencana kegiatan, yaitu mengembangkan strategi untuk bertindak dengan secara
rinci menelaah setiap alternative yang ada, mengantisipasikan akibat-akibat
yang mungkin timbul, mempertimbangkan, untuk kemudian memilih salah-satu untuk
dilaksanakan.
4. Melaksanakan
kegiatan yang telah direncanakan dengan menerjemahkan setiap langkah
perencanaan dengan prosedur yang khusus.
5. Mengevaluasi
rencana kegiatan: melihat kembali keterlaksanaan, dan lain-lain yang perlu
dipertimbangkan di dalam pelaksanaan nanti.[6]
KESIMPULAN
Setiap aktivitas pendidikan
memerlukan adanya pengawasan atau supervisi. Pengawasan bertanggung jawab
terhadap keefektifan program itu. Oleh karena itu, supervisi haruslah meneliti
ada atau tidaknya kondisi-kondisi yang akan memungkinkan tercapainya
tujuan-tujuan pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan di sekolah dapat
dicapai bila kegiatan administrasi dan supervisi dilakukan secara sistematis
dan continue, serta menyeluruh. Dengan tujuan pendidikan inilah yang akan
membentuk suatu langkah-langkah supervisi dalam mencapai suatu tujuan
pendidikan.
Tak hanya itu, didalam suatu
supervisi, tak akan lepas dari Lingkup yang mempengaruhi keadaan sekitar, yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi supervisi pendidikan, contohnya seperti ; Guru,
murid, orang tua dan masyarakat sekitar, dsb. Yang mana dari berbagai macam
karakter, dapat menimbulkan suatu problematika antar sesama, yang mana suatu masalah
inilah yang akan di atasi oleh seorang supervisor. Dengan cara mengadakan
pendekatan-pendekatan terhadap para guru, atau orang tua murid, pendekatan
dalam supervisi pendidikan inilah yang akan mampu mengawasi suatu pembelajaran,
dan agar bisa tercapai suatu tujuan pendidikan tersebut.
[1] Suharsimi Arikunto, Organisasi
Dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, (Jakarta: CV. Rajawali,
1990), Hal 159-160
[2] Burhanuddin, Analisis
Administrasi, Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
1994), Hal 288
[3] Piet A. Sahertian dan Ida Aleida Sahertian, Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Hal 66-67
[4] Piet A. Sahertian, Konsep
Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya
Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Hal 46-52
[5] Oteng Sutisna, Konsep
Supervisi Pendidikan, (Bandung: Angkasa,1999), Hal 236
[6] Suharsimi Arikunto, Organisasi
Dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, (Jakarta: CV. Rajawali,
1990), Hal 171-173