Posted by Drs.H.Mutawalli, M.Pd.I on May 10, 2011
Mengenang
keteladanan Nabiullah Ibrahim a.s. dan Siti Hajar a.s. dalam melahirkan
seorang generasi teladan bernama Ismail. Keberhasilan mereka berdua
dalam mendidik putranya adalah sebuah pola pendidikan yang telah
terbukti melahirkan seorang generasi berpredikat nabi. Keshalehan dan
keta’atan Ismail diabadikan Allah SWT dalam al-Qur’an dan sejarah
hidupnya menjadi napak tilas pelaksanaan ibadah haji sampai hari ini.
Penyembelihan hewan qurban yang menjadi
bagian dari syari’at Islam, yang insya Allah kita laksanakan setelah
shalat ied adalah bentuk penjelmaan dari ketaqwaan Ismail kepada
Tuhannya. Ismail a.s. ikhlash menerima tawaran ayahandanya untuk
disembelih sebagai pembuktian cintanya kepada Allah SWT. Dia telah mampu
mengalahkan keinginan nafsu dan tuntutan dunianya, karena sadar bahwa
cinta dan ridhanya kepada Allah melebihi segalanya.
Untuk itu, kepada segenap umat Islam yang
menyembelih hewan qurban berqurbanlah dengan ikhlas dengan landasan
cinta dan taqwa kepada Allah SWT. hindarkan diri dari riya’ dan motivasi
yang bisa merusak pahala qurban. Allah SWT berfirtman: “Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan)
Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah
Allah Telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah
terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al Haj : 37)
Bagaimana pola Ibrahim mencetak kader
berpredikat nabi itu? Al-Qur’an memberi gambaran dengan tahapan yang
sitematis dan detail. Hal ini dapat kita fahami dengan penjelasan
berikut:
1.Visi Pendidikan Nabi Ibrahim
Visi pendidikan Ibrahim adalah mencetak
generasi shaleh yang menyembah hanya kepada Allah SWT. Dalam penantian
panjang beliau berdo’a agar diberi generasi shaleh yang dapat
melanjutkan perjuangan agama tauhid. Visi Ibrahim ini diabadikan Allah
SWT dalam al-Qur’an: “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak)
yang termasuk orang-orang yang saleh.” (Q.S. Ash Shaaffaat : 100)
2. Nabi Ibrahim konsisten
Ibrahim sangat konsisten dengan visi ini,
tidak pernah terpengaruh predikat dan titel-titel selain keshalehan.
Dalam mentransfer nilai kepada anaknya, Ibrahim selalu bertanya
Maata’buduuna min ba’dii bukan Maata’kuluuna min ba’dii. “Nak, apa yang
kau sembah sepeninggalku?” bukan pertanyaan “Apa yang kamu makan
sepeninggalku?” Ibrahim tidak terlalu khawatir akan nasib ekonomi
anaknya tapi Ibrahim sangat khawatir ketika anaknya nanti menyembah
tuhan selain Allah SWT.
3. Misi Pendidikan Ibrahim Totalitas.
Misi pendidikan Ibrahim adalah mengantar
Ismail dan putra-putranya mengikuti ajaran Islam secara totalitas.
Keta’atan ini dimaksudkan sebagai proteksi agar tidak terkontaminasi
dengan ajaran berhala yang telah mapan di sekitarnya . Allah SWT
menjelaskan harapan Ibrahim dengan sebuah do’anya: “Dan Ibrahim Telah
mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub.
(Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih
agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama
Islam”. (Q.S. Al Baqarah : 132)
4. Kurikulumnya mencakup semua potensi diri.
Kurikulum pendidikan Ibrahim juga sangat
lengkap. Muatannya telah menyentuh kebutuhan dasar manusia. Aspek yang
dikembangkan meliputi: Tilawah untuk pencerahan intelektual, Tazkiyah
untuk penguatan spiritual, Taklim untuk pengembangan keilmuan dan Hikmah
sebagai panduan operasional dalam amal-amal kebajikan.
Muatan-muatan strategis pendidikan
Ibrahim tersebut, Allah SWT telah jelaskan secara terperinci dalam
firman-Nya: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau,
dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah
(As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Baqarah : 129)
Keempat Lingkungan pendidikan Ibrahim untuk putranya bersih dari virus aqidah dan akhlaq. Beliau dijauhkan dari berhala dunia, fikiran sesat, budaya jahiliyah dan prilaku sosial yang tercela. Hal ini dipilih agar fikiran dan jiwanya terhindar dari kebiasaan buruk di sekitarnya.
Keempat Lingkungan pendidikan Ibrahim untuk putranya bersih dari virus aqidah dan akhlaq. Beliau dijauhkan dari berhala dunia, fikiran sesat, budaya jahiliyah dan prilaku sosial yang tercela. Hal ini dipilih agar fikiran dan jiwanya terhindar dari kebiasaan buruk di sekitarnya.
5. Menentukan Pusat Pendidikan dan menyatukan dengan Ibadah
Selain jauh dari perilaku yang tercelah,
tempat pendidikan Ismail juga dirancang menjadi satu kesatuan dengan
pusat ibadah ‘Baitullah’. Hal ini dipilih agar Ismail tumbuh dalam
suasana spritual, beribadah (shalat) hanya untuk Allah SWT. Kiat ini
sangat strategis karena faktor lingkungan sangat berpengaruh kepada
perkembangan kejiwaan anak di sekitarnya.
Pemilihan tempat (bi’ah) yang strategis untuk pendidikan Ismail secara khusus Allah SWT abadikan dalam al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya:
Pemilihan tempat (bi’ah) yang strategis untuk pendidikan Ismail secara khusus Allah SWT abadikan dalam al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: “Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku
Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai
tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya
Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri
rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.S.
Ibrahim : 37)
Pendidikan Nabiullah Ibrahim memang patut
dicontoh. Beliaulah satu-satunya nabi yang berhasil mengantar semua
anaknya menjadi nabi. Dan dari keturunan anak cucu beliau muncul nabi
akhir zaman, yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Bagaimana dengan hasil
pendidikan kita. Susah untuk membandingkannya, realitas anak didik kita
hari ini sangat jauh dari hasil yang dicapai Ibrahim mendidik anak
cucunya. Kita harus jujur bahwa hari ini kita mengalami degradasi moral
yang parah. Para anak didik kita kehilangan orientasi dan celupan nilai.
Yang terjadi adalah penetrasi budaya luar membentuk prilaku baru yang
jauh dari nilai-nilai keislaman.
Dari nilai-nilai pendidikan Ibrahim yang harus menjadi pola hari ini adalah bi’ah atau penciptaan lingkungan yang mendidik. Lingkungan pendidikan harus bebas dari virus aqidah dan akhlaq. Perlu suaka generasi (kawasan steril) buat perkembangan dan pertumbuhan setiap anak.
Dari nilai-nilai pendidikan Ibrahim yang harus menjadi pola hari ini adalah bi’ah atau penciptaan lingkungan yang mendidik. Lingkungan pendidikan harus bebas dari virus aqidah dan akhlaq. Perlu suaka generasi (kawasan steril) buat perkembangan dan pertumbuhan setiap anak.
6. Selama Pendidikan tanamkah kekebalan terhadab virus Akidah,Akhlak,
Para orang tua dan pengelola pendidikan
hari ini harus mencontoh keberanian Ibrahim dan Siti Hajar dalam
mengamankan Ismail jauh dari lingkungan buruk. Harus ada benteng yang
kuat untuk mengamankan anak kita dari pengaruh narkoba, judi, seks bebas
dan kekerasan. Melepas anak berada dalam lingkungan yang buruk seperti
ini, berarti kita telah menghancurkan masa depan mereka.
Desain pendidikan memang harus jauh dari
segala keburukan. Lingkungan yang buruk sangat berpotensi merusak akhlaq
dan kepribadian anak. Rasulullah SAW telah memberikan rambu-rambu agar
menghidari setiap orang atau lingkungan yang bisa berpengaruh negatif
terhadap jiwa kita. Sebagaimana sabda beliau:
Iyyaaka waqariinassu’ fainnaka bihi
tu’rafu “Hindari olehmu bergaul dengan orang jahat karena kamu akan
dikenal dengan kejahatannya” (Al-hadits)
7. Kesalahan kita dalam menilai keberhasilan anak kita.
Ada kesalahan kita dalam menilai
keberhasilan anak-anak kita. Terkadang kita sangat bangga ketika anak
kita meraih juara olimpiade sains atau menjadi siswa teladan dalam
prestasi akademik. Namun kita jarang menghubungkan prestasi mereka
dengan akhlaq dan kepribadiannya. Maka menjadi lumrah kita dapatkan,
anak-anak cerdas secara intlektual dan skill tinggi tapi ibadah, akhlaq
dan kepribadiannya sangat memprihatinkan.
Anak didik kita hari ini adalah pemimpin
bangsa di masa datang. Di pundak mereka terpikul nasib bangsa ini. Kalau
mereka baik maka selamatlah bangsa ini, tapi kalau mereka rusak maka
bangsa ini tinggal menunggu kehancurannya. Untuk itu, sekali lagi mari
kita antar mereka menjadi generasi shaleh, yaitu generasi yang beriman,
cerdas dan berakhlaq mulia. Integritas seperti inilah yang dimiliki
Ismail a.s. sehingga bisa mempersembahkan yang terbaik untuk Allah SWT
dan menjadi warisan sejarah generasi berikutnya.
Di akhir dengan penuh khusyu’ dan
tadarru, kita berdo’a kepada Allah SWT semoga perjalanan hidup kita
senantiasa terhindar dari segala keburukan yang menjerumuskan umat
Islam. Semoga dengan do’a ini pula, kiranya Allah SWT berkenan
menyatukan kita dalam kebenaran agama-Nya dan memberi kekuatan untuk
memenangkannya. Amin Ya Robbal ‘Alamain