Minggu, 10 Maret 2013

Perang Chandaq dan Banu Quraiza( bagian I)


Posted by Drs.H.Mutawalli,M.Pd.I   on September 23, 2010
 
SETELAH Medinah dikosongkan dari Banu Nadhir, kemudian setelah peristiwa   Badr Terakhir  dan  sesudah  ekspedisi-ekspedisi Ghatafan  dan  Dumat’l-Jandal  berlalu,  tiba  waktunya   kaum Muslimin   sekarang  merasakan  hidup  yang  lebih  tenang  di Medinah. Mereka sudah dapat mengatur hidup, sudah tidak begitu banyak  mengalami kesulitan berkat adanya rampasan perang yang mereka peroleh dari  peperangan  selama  itu,  meskipun  dalam banyak  hal  kejadian  ini  telah membuat mereka lupa terhadap masalah-masalah pertanian dan perdagangan.  Tetapi  disamping ketenangan   itu   Muhammad  selalu  waspada  terhadap  segala tipu-muslihat  dan   gerak-gerik   musuh. Mata-mata  selalu disebarkan   ke  seluruh   pelosok   jazirah,   mengumpulkan berita-berita sekitar kegiatan  masyarakat  Arab  yang  hendak berkomplot  terhadap  dirinya. Dengan demikian ia selalu dalam siap-siaga, sehingga kaum Muslimin dapat selalu mempertahankan diri.
Tidak   begitu  sulit  orang  menilai  betapa  perlunya  harus bersikap waspada dan berhati-hati selalu setelah kita  melihat adanya  segala  macam  tipu-muslihat  Quraisy  dan  yang bukan Quraisy terhadap kaum Muslimin, juga karena negeri-negeri masa itu,   juga  sesudah  itu  sebagian  besar dalam perkembangan sejarahnya  masing-masing  mereka  itu  merupakan   sekumpulan republik-republik   kecil,   yang   satu   sama  lain  berdiri sendiri-sendiri.  Mereka  masing-masing   menggunakan   system organisasi  yang  lebih  dekat pada cara-cara kabilah. Hal ini memaksa mereka harus berlindung pada adat-lembaga dan  tradisi yang ada, yang tidak mudah dapat kita bayangkan seperti halnya pada bangsa-bangsa yang sudah teratur. Dalam hal ini  Muhammad pun  sebagai  orang Arab sangat waspada sekali mengingat nafsu hendak membalas dendam yang ada dalam naluri orang-orang  Arab itu besar sekali. Baik Quraisy maupun Yahudi Banu Qainuqa’ dan Yahudi  Banu  Nadzir,  demikian  juga   kabilah-kabilah   Arab Ghatafan,  Hudhail  dan kabilah-kabilah yang berbatasan dengan Syam,   mereka   saling   menunggu,   bahwa    Muhammad    dan sahabat-sahabatnya  itu  akan binasa.Kalaupun mereka akan mendapat  kesempatan,  masing-masing   berharap  akan  dapat mengadakan  balas  dendam  terhadap  laki-laki  yang  sekarang datang mencerai-beraikan masyarakat  Arab  dengan  kepercayaan mereka itu. Laki-laki yang pergi keluar Mekah, mengungsi dalam keadaan tidak berdaya, tidak punya kekuatan, selain iman  yang telah  memenuhi jiwanya yang besar itu, dalam waktu lima tahun sekarang orang ini  sudah  kuat,  sudah  mempunyai  kemampuan, sehingga  kota-kota dan kabilah-kabilah  Arab  yang  terkuat sekalipun, merasa segan kepadanya.
A.Orang Yahudi menghasut seluruh Jazirah untuk memerangi Muhammad saw
Orang-orang Yahudi ialah  musuh  Muhammad  yang  paling  tajam memperhatikan  ajaran-ajaran  dan  cara  berdakwahnya.  Dengan kemenangannya itu merekalah yang paling banyak memperhitungkan nasib  yang telah menimpa diri mereka. Mereka di negeri-negeri Arab sebagai penganjur-penganjur ajaran tauhid  (monotheisma).
Mengenai penguasaan bidang ini mereka bersaingan sekali dengan pihak Kristen. Mereka selalu berharap akan  dapat  mengalahkan lawannya ini. Dan barangkali mereka benar juga mengingat bahwa orang-orang Yahudi ialah bangsa Semit yang pada dasarnya lebih condong pada pengertian monotheisma. Sementara ajaran trinitas
Kristen suatu hal yang tidak mudah dapat dicernakan oleh  jiwa Semit.  Dan  sekarang  Muhammad, orang yang berasal dari pusat Arab dan dari pusat orang-orang  Semit  sendiri, menganjurkan ajaran tauhid dengan cara yang sungguh kuat dan mempesonakan sekali, dapat menjelajahi dan merasuk  sampai  ke  lubuk  hati orang,  dan  mengangkat martabat manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Sekarang ia sudah begitu kuat, dapat mengeluarkan Banu Qainuqa’ dari Medinah, mengusir Banu Nadzir dari daerah koloni mereka. Dapatkah mereka membiarkannya terus begitu, dan mereka sendiri  pergi  ke  Syam  atau pulang ke tanah air mereka yang pertama,  ke  Bait’l-Maqdis   (Yerusalem)   di   Negeri   yang Dijanjikan  – Ardz’l-Mi’ad – (Palestina), ataukah mereka harus berusaha menghasut orang-orang Arab itu supaya dapat  membalas dendam kepada Muhammad?
Rencana  hendak  menghasut orang-orang Arab adalah yang paling terutama menguasai pikiran pemuka-pemuka  Banu  Nadzir.  Untuk melaksanakan  rencana itu, beberapa orang dari kalangan mereka pergi hendak menemui Quraisy di  Mekah.  Mereka  terdiri  dari Huyayy   b.   Akhtab.   Sallam   b.  Abi’l-Huqaiq  dan  Kinana bin’l-Huqaiq, bersama-sama dengan  beberapa  orang  dari  Banu Wa’il Hawadha b. Qais dan Abu ‘Ammar.
Ketika  oleh  pihak Mekah, Huyayy ditanya mengenai golongannya itu ia menjawab: “Mereka saya biarkan mundar-mandir ke Khaibar dan  ke  Medinah sampai  tuan-tuan  nanti datang ke tempat mereka dan berangkat bersama-sama menghadapi Muhammad dan sahabatsahabatnya.”
Ketika oleh mereka ditanya tentang Quraiza, ia menjawab: “Mereka tinggal di Medinah sekedar  mau  mengelabui  Muhammad. Kalau  tuan-tuan  sudah datang mereka akan bersama-sama dengan tuan-tuan.” Pihak Quraisy jadi ragu-ragu  akan  maju,  atau  mundur  saja. Mereka   dengan  Muhammad  tidak  berselisih  apa-apa,  selain ajarannya tentang Tuhan. Bukan tidak mungkinkah bahwa dia juga yang benar, sebab makin hari ajarannya itu ternyata makin kuat dan tinggi juga?
“Tuan-tuan  dari   golongan   Yahudi,”   kata   pihak-Quraisy. “Tuan-tuan   adalah   ahli  kitab  yang  mula-mula  dan  sudah mengetahui pula apa  yang  menjadi  pertentangan  antara  kami dengan  Muhammad.  Soalnya  sekarang: manakah yang lebih baik, agama kami atau agamanya.”
Pihak Yahudi menjawab: “Tentu agama tuan-tuan yang lebih baik, sebab tuan-tuan  lebih benar dari dia.”
Dalam hal ini firman Tuhan dalam Qur’an menyebutkan;
“Tidakkah  engkau  perhatikan  orang-orang  yang  telah diberi sebahagian kitab? Mereka percaya kepada sihir dan berhala  dan mereka  berkata  kepada orang-orang kafir: ‘Jalan mereka lebih benar dari orang yang beriman.’  Mereka  itulah  yang  dikutuk oleh  Tuhan.  Dan barangsiapa yang dikutuk Tuhan, maka baginya takkan ada penolong.” (Qur’an, 4: 51-52)
B. Dr. Israel  Wilfinson  Tarikh’l-Yahudi  fi  Bilad’l-’Arab tentang sikap Yahudi dizaman hidup Muhammad saw.
Dalam posisi orang-orang Yahudi menghadapi Quraisy ini dengan sikap  lebih  mengutamakan  paganisma  mereka  daripada tauhid Muhammad, maka dalam  Tarikh’l-Yahudi  fi  Bilad’l-’Arab,  Dr. Israel  Wilfinson  menyebutkan:  “Seharusnya  mereka itu tidak boleh sampai terjerumus ke dalam kesalahan yang begitu  kotor, dan   jangan   pula   berkata  dengan  terus-terang  di  depan pemuka-pemuka Quraisy, bahwa cara menyembah berhala itu  lebih baik  daripada  tauhid  seperti yang diajarkan Islam, meskipun hal  itu  akan  mengakibatkan  permintaan  mereka  tidak  akan dipenuhi.  Oleh  karena  orang-orang Israil sejak berabad-abad lamanya atas nama nenek-moyang dahulu kala  sebagai  pengemban panji  tauhid  (monotheisma)  diantara bangsa-bangsa di dunia, dan  telah  pula   mengalami   pelbagai   macam   penderitaan, pembunuhan  dan  penindasan  hanya  karena  iman mereka kepada Tuhan Yang Tunggal itu, yang mereka alami dalam berbagai zaman selama  dalam  perkembangan  sejarah,  maka  sudah  seharusnya mereka itu bersedia mengorbankan  hidup  mereka,  mengorbankan segala yang mereka cintai dalam menghadapi dan menaklukan kaum musyrik itu. Apalagi dengan minta  perlindungan  kepada  pihak penyembah  berhala,  itu  berarti  mereka telah memerangi diri sendiri serta  menentang  ajaran-ajaran  Taurat  yang  meminta mereka   menjauhi   penyembah-penyembah   berhala   dan  dalam menghadapi mereka supaya bersikap seperti menghadapi musuh.
C. Huyayy b. Akhtab Pemimipim Yahudi .
Huyayy b. Akhtab dan orang-orang Yahudi  yang  sepaham  dengan dia,  yang  telah  mengatakan  kepada  Quraisy bahwa paganism mereka lebih  baik  daripada  tauhid  Muhammad  dengan  maksud supaya   mereka   sudi  memeranginya,  dan  yang  akan  mereka laksanakan setelah sekian  bulan  disiapkan,  tampaknya  tidak cukup  sampai di situ saja. Malah orang-orang Yahudi itu pergi lagi menemui kabilah Ghatafan2 yang terdiri dari Qais  ‘Ailan, Banu  Fazara,  Asyja’  Sulaim, Banu Sa’d dan Asad, serta semua pihak yang ingin menuntut balas kepada  Muslimin.  Mereka  ini aktif  sekali  mengerahkan  orang supaya menuntut balas dengan menyebutkan bahwa Quraisy juga ikut serta memerangi  Muhammad. Paganisma  Quraisy  mereka  puji dan mereka menjanjikan, bahwa mereka pasti akan mendapat kemenangan.
D.Yahudi ingin memerangi Muhammad saw.
Kelompok-kelompok3 yang  sudah  diorganisasikan  oleh   pihak Yahudi  itu  kini  berangkat  hendak  memerangi  Muhammad  dan sahabat-sahabatnya. Dari pihak Quraisy yang dipimpin oleh  Abu Sufyan  sudah  disiapkan  4000 orang prajurit, tiga ratus ekor kuda dan 1500 orang dengan unta. Pimpinan brigade yang disusun di  Dar’n-Nadwa diserahkan kepada ‘Uthman b. Talha. Ayah orang ini telah mati terbunuh dalam memimpin pasukan di  Uhud.  Banu Fazara  yang  dipimpin oleh ‘Uyaina b. Hishn b. Hudhaifa telah siap dengan sejumlah pasukan besar dan 100 unta. Sedang Asyja’ dan  Murra  masing-masing  membawa  400  prajurit. Pihak Murra dipimpin oleh Al-Harith b. ‘Auf dan  dari  pihak  Asyja’  oleh Misiar   ibn  Rukhaila.  Menyusul  pula  Sulaim,  biang-keladi peristiwa Bi’r Ma’una, dengan  700  orang.  Mereka  itu  semua berkumpul,  yang  kemudian  datang  pula  Banu  Sa’d  dan Asad menggabungkan  diri.  Jumlah  mereka  kurang  lebih   semuanya menjadi  10.000  orang.  Semua  mereka  itu  berangkat  menuju Medinah dibawah pimpinan Abu Sufyan.
Setelah mereka  sampai,  selama  dalam  perang,  pemuka-pemuka kabilah  itu  saling bergantian pimpinan, masing-masing sehari mendapat giliran.
E. Kaum Muslimin merasa gentar
Berita keberangkatan mereka ini sampai  juga  kepada  Muhammad dan  kaum  Muslimin  di  Medinah.  Mereka  merasa  gentar. Ya, sekarang seluruh kabilah Arab  sudah  bersatu  sepakat  hendak menumpas   dan   memusnahkan   mereka,   sudah  datang  dengan perlengkapan dan jumlah manusia yang  besar,  suatu  hal  yang dalam  sejarah  peperangan  Arab  secara  keseluruhannya belum pernah  terjadi.  Apabila  dalam  perang  Uhud  Quraisy  telah mendapat   kemenangan   atas   mereka,  ketika  mereka  keluar menyongsong keluar Medinah, padahal baik  jumlah  perlengkapan maupun  jumlah  manusia  jauh di bawah pasukan sekutu ini, apa lagi  yang  dapat  dilakukan  kaum  Muslimin  sekarang   dalam menghadapi   jumlah  pasukan  yang  terdiri  dari  beribu-ribu rnanusia itu  -  barisan  berkuda,  unta,  persenjataan  serta perlengkapan lainnya?! Tidak ada jalan lain, hanya bertahan di Yathrib  yang  masih  perawan  ini,  seperti  dikatakan   oleh Abdullah b. Ubayy.
F. Salman  al-Farisi  menyarankan penggalian parit
Tetapi   cukup  hanya  bertahan  sajakah  menghadapi  kekuatan raksasa  itu?  Salman  al-Farisi  adalah  orang  yang   banyak mengetahui  seluk-beluk  peperangan,  yang  belum  dikenal  di daerah-daerah Arab. Ia menyarankan supaya di  sekitar  Medinah itu  digali parit dan keadaan kota diperkuat dari dalam. Saran ini segera dilaksanakan oleh kaum  Muslimin.  Ketika  menggali parit  itu  Nabi  a.s.  juga  dengan  tangannya  sendiri  ikut bekerja. Ia turut mengangkat tanah dan  sambil  terus  member semangat,  dengan  menganjurkan  kepada  mereka  supaya  terus melipat  gandakan  kegiatan.  Pihak  Muslimin  sudah   membawa alat-alat  yang  diperlukan,  terdiri  dari sekop, cangkul dan keranjang pengangkut  tanah  dari  tempat  orang-orang  Yahudi Quraiza yang masih berada di bawah pihak Islam. Dengan bekerja giat terus-menerus penggalian parit itu  selesai  dalam  waktu enam hari. Dalam pada itu dinding-dinding rumah yang menghadap ke arah  datangnya  musuh,  yang  jaraknya  dengan  parit  itu kira-kira dua farsakh, diperkuat pula. Rumah-rumah yang ada di belakang  parit  itu   dikosongkan.   Wanita   dan   anak-anak ditempatkan  dalam  rumah-rumah  yang  sudah diperkuat, dan di samping parit dari arah Medinah ditaruh pula  batu  supaya  di waktu perlu dapat dilemparkan sebagai senjata.
Tatkala  pihak  Quraisy  dan  kelompok-kelompoknya  itu datang dengan harapan akan menemui Muhammad di Uhud, ternyata  tempat itu  kosong.  Mereka  meneruskan  perjalanan  ke Medinah; tapi mereka dikejutkan oleh adanya parit. Di  luar  dugaan  semula, mereka  heran sekali melihat jenis pertahanan yang masih asing bagi mereka itu. Dibawa  oleh  perasaan  jengkel,  mereka  pun menganggap  bahwa berlindung di balik parit semacam itu adalah suatu perbuatan pengecut yang belum pernah terjadi di kalangan masyarakat  Arab.  Pasukan  Quraisy  dan sekutu-sekutunya lalu bermarkas di Mujtama’l'-As-yal di  daerah  Ruma, dan  pasukan Ghatafan  serta  pengikut-pengikutnya  dari Najd, bermarkas di Dhanab Naqama. Sedang Muhammad sekarang berangkat dengan tiga ribu orang Muslimin,  dengan  membelakanyi  bukit  Sal’  dan dijadikannya parit itu sebagai batas dengan  pihak  musuh.  Di tempat inilah ia bermarkas dan memasang kemahnya yang berwarna merah.
Pihak Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya melihat,  bahwa tidak  mungkin  mereka  menerobos  parit  itu. Dengan demikian selama beberapa hari  mereka  hanya  saling  melemparkan  anak panah. Abu Sufyan sendiri dengan pengikutpengikutnya pun yakin bahwa akan  sia-sia  saja  mereka  lama-lama  menghadapi  kota Yathrib  dengan  paritnya  itu, karena tidak akan dapat mereka menerobosnya
Pada waktu itu sedang  terjadi  musim  dingin  yang  luarbiasa disertai   angin   badai   yang   bertiup   kencang,  sehingga sewaktu-waktu  dikawatirkan  hujan  lebat  akan  turun.  Kalau orang-orang  Mekah  dan orang-orang Ghatafan dengan mudah saja dapat berlindung dalam rumah-rumah mereka  di  Mekah  atau  di Ghatafan,  maka  kemah-kemah  yang  mereka  pasang sekarang di depan kota Yathrib itu  sama-sekali  takkan  dapat  melindungi mereka.  Disamping  itu  tadinya  memang mereka mengharap akan memperoleh  kemenangan  secara  lebih   mudah,   tidak   perlu susah-payah  seperti  pada  waktu di Uhud. Mereka akan kembali pulang dengan menyanyikan lagu-lagu kemenangan serta menikmati adanya  pembagian  barang-barang  jarahan dan rampasan perang.
Jadi apalagi kalau begitu yang  masih  menahan  Ghatafan  buat kembali  pulang?! Mereka ikut melibatkan diri dalam perang itu hanya karena pihak Yahudi  pernah  menjanjikan  mereka  dengan buah-buahan  hasil  pertanian  dan perkebunan Khaibar, apabila mereka memperoleh kemenangan, Tetapi sekarang  mereka  melihat untuk  memperoleh  kemenangan  itu tampaknya tidak mudah, atau setidak-tidaknya sudah diluar kenyataan.  Dalam  musim  dingin yang   begitu   hebat  rupanya  diperlukan  kerja  keras  yang luarbiasa yang akan membuat  mereka  lupa  segala  buah-buahan berikut kebun-kebunnya itu!
Sebaliknya  pihak  Quraisy  yang  hendak menuntut balas karena peristiwa Badr dan kekalahan-kekalahan lain sesudah Badr, pada suatu waktu masih akan dapat mengejar dengan harapan parit itu tidak akan  selamanya  berada  dalam  genggaman  Muhammad  dan selama  pihak  Banu  Quraiza masih bersedia memberikan bantuan kepada penduduk Yathrib, yang  akan  memperpanjang  perlawanan mereka  sampai berbulan-bulan. Bukankah lebih baik pihak Ahzab itu kembali pulang saja? Ya! Akan tetapi mengumpulkan  kembali kelompok-kelompok  itu  nanti  buat  memerangi  Muhammad  lagi bukanlah soal yang mudah. Sebenarnya orang-orang  Yahudi  itu, terutama  Huyayy b. Akhtab sebagai pemimpin mereka, sekali itu telah berhasil mengumpulkan kabilah-kabilah itu untuk membalas dendam   golongannya   dan  golongan  Banu  Qainuqa’  terhadap Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Apabila kesempatan itu  sudah hilang,  maka  jangan  diharap  ia  akan kembali, dan bilamana Muhammad mendapat kemenangan  dengan  ditariknya  pihak  Ahzab itu, maka bahaya besar akan mengancam pihak Yahudi.
Semua  itu  sudah  diperhitungkan  oleh  Huyayy  b. Akhtab. Ia kuatir  akan  akibatnya.  jalan  lain  tidak  ada.  Ia   harus mempertaruhkan  nasib  terakhir.  Kepada  pihak  Ahzab  itu ia membisikkan, bahwa ia  sudah  dapat  meyakinkan  Banu  Quraiza supaya  membatalkan  perjanjian  perdamaiannya dengan Muhammad dan pihak Muslimin, dan selanjutnya  akan  menggabungkan  diri dengan  mereka, dan bahwa begitu Banu Quraiza melaksanakan hal ini, maka dari suatu segi  terputuslah  semua  perbekalan  dan bala  bantuan  kepada  Muhammad itu, dan dari, segi lain jalan masuk ke Yathrib akan terbuka.  Quraisy  dan  Ghatafan  merasa gembira atas keterangan Huyayy itu. Huyayy sendiri cepat-cepat berangkat  hendak   menemui   Ka’b   b.   Asad,   orang   yang berkepentingan  dengan  adanya  perjanjian  Banu  Quraiza itu.
Tetapi begitu mengetahui kedatangannya itu Ka’b sudah  menutup pintu  bentengnya,  dengan  perhitungan  bahwa pembelotan Banu Quraiza terhadap Muhammad dan membatalkan perjanjiannya secara sepihak   kemudian   menggabungkan   diri   dengan   musuhnya, adakalanya memang akan  menguntungkan  pihak  Yahudi  kalaupun pihak Muslimin yang dapat dihancurkan. Tetapi sebaliknya sudah seharusnya pula mereka akan habis samasekali bila pihak  Ahzab itu  yang  mengalami kekalahan dan kekuatan mereka hilang dari Medinah. Sungguhpun begitu Huyayy terus juga berusaha,  hingga akhirnya pintu benteng itu dibuka.
Sumber : S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat Cetakan Kelima, 1980