Pendidikan dan ilmu merupakan salah satu
bidang utama yang sangat diperhatikan dalam Islam. Bahkan di dalam Al
Qur’an pun Allah telah menjamin untuk menaikkan derajat orang-orang yang
berilmu (Q.S. Mujadillah: 11). Ilmu memang telah terbukti mampu
mengangkat derajat dan martabat seseorang. Jika kita menengok sejarah
keemasan Islam, ilmu jugalah yang membuat Islam pernah hampir menguasai
dua per tiga dunia.
Berikut empat tokoh Islam yang memberikan kontribusi besar dalam dunia pendidikan.
Al-Ghazali
Al Ghazali mengajarkan konsep pendidikan
yang menyeluruh yang meliputi tujuan pendidikan, kurikulum, metode,
serta etika guru dan murid. Ia juga menawarkan bahwa pelajaran yang
diajarkan haruslah berdasarkan pada dua kecenderungan, yaitu agama dan
tasawuf serta pragmatis.
Menurutnya, guru tidak hanya cerdas dan
sempurna akalnya, tapi juga harus memiliki sifat-sifat khusus, seperti
rasa kasih sayang, tidak menuntut upah dari jerih payahnya, dan
berfungsi sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur, menggunakan cara
yang simpatik, halus, dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian,
dsb.
Ibnu Sina
Tidak ada orang yang tidak kenal sosok
yang satu ini. Ibnu Sina terlahir di Afshana, dekat Bukhara, di kawasan
Asia Tengah dengan nama Abu ‘Ali al-Husayn Ibn Abdullah. Menurutnya,
tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang
dimiliki oleh seseorang. Potensi itu tidak hanya menuju pada
perkembangan fisik, tapi juga intelektual dan budi pekerti. Selain itu,
pendidikan juga harus mampu mempersiapkan seseorang agar dapat hidup
bermasyarakat.
Dengan pendidikan, seseorang akan dapat
melakukan pekerjaan atau keahlian yang sesuai dengan bakat, kesiapan,
kecenderungan, dan potensi yang dimilikinya. Tujuan utama pendidikan
oleh Ibnu Sina adalah untuk membentuk Insan Kamil, atau manusia yang
terbina seluruh potensi dirinya secara seimbang dan menyeluruh.
Al-Mawardi
Tokoh yang bernama lengkap Abu al-Hasan
Ali Ibn Muhammd Ibn Habib al-Basyri ini mengajarkan bahwa etika antara
guru dan murid dalam proses belajar mengajar adalah hal yang penting.
Seorang guru haruslah memiliki sikap tawadu atau rendah hati dan jauh
dari sikap ujub atau besar kepala. Guru juga harus ikhlas dan mencintai
tugasnya dengan sepenuh hati.
Al-Mawardi melarang keras orang yang
mendidik dengan motif ekonomi. Menurutnya, mengajar dan mendidik adalah
aktivitas keilmuan yang tidak bisa dinilai dengan materi. Seorang guru
harus ikhlas tapi tetap profesional dalam menjalani profesinya. Seorang
guru harus selalu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam
proses belajar mengajar, disiplin waktu, dan menggunakan waktu luangnya
untuk menunjang profesionalitasnya.
Al-Qabisi
Selain dikenal sebagai seorang ahli
hadits dan fikih, Al-Qabisi juga seorang ahli pendidikan, khususnya
pendidikan anak. Menurutnya, mendidik anak-anak berarti mendidik bangsa
dan negara. Untuk itu, seorang guru tidak hanya harus ahli dalam
menyampaikan materi tapi juga memiliki budi pekerti yang mulia dan yang
terpenting harus bisa menjadi teladan bagi murid-muridnya.
Al-Qabisi tidak menyetujui percampuran
antara lelaki dan perempuan dalam proses pendidikan, karena menurutnya
remaja masih dalam usia pubertas dan belum memiliki ketenangan jiwa. Ia
juga khawatir, percampuran tersebut justru akan berujung pada terjadinya
kerusakan moral.
Pendidikan yang dilakukan oleh Al-Qabisi
berlangsung di kuttab. Ketika seorang anak sudah masuk ke dalam kuttab,
maka tidak ada lagi perbedaan derajat di sana. Anak orang kaya ataupun
orang miskin menerima pendidikan yang sama, karena menurutnya pendidikan
adalah hak setiap orang tanpa terkecuali. Ia juga menganjurkan subsidi
silang, yaitu orang-orang yang kaya dan mampu secara material turut
membantu anak-anak yang kurang mampu, sehingga pendidikan dapat dienyam
oleh siapa pun tanpa batas materi ataupun status.