BAB I
PENDAHULUAN
Proses
pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang
sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses
pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman
pada ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al Qur`an dan terjabar
dalam Sunnah Rasul bermula sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran
tersebut pada umatnya.
Pembahasan
tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi dalam lima
periodisasi, yaitu periode pembinaan pendidikan Islam pada masa Nabi
Muhammad SAW, periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung
sejak Nabi Muhammad SAW wafat sampai masa akhir Bani Umayyah, periode
kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam yang berlangsung sejak
permulaan Daulah Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad, periode kemunduran
pendidikan Islam, yaitu sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ke
tangan Napoleon yang ditandai dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan
Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan ke dunia
Barat dan periode pembaharuan pendidikan Islam yang berlangsung sejak
pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini yangn ditandai dengan
gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.
Dalam
makalah ini akan dibahas tentang periode kejayaan (puncak perkembangan)
pendidikan Islam yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah
sanpai dengan jatuhnya Baghdad yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu
aqliyah dan timbulnya madrasah serta memuncaknya perkembangan kebudayaan
Islam.
Pembahasan
pada periode kejayaan ini merupakan rangkaian pembahasan sejarah
pendidikan Islam. Karena pada hakikatnya suatu peristiwa sejarah seperti
halnya sejarah pendidikan Islam selalu berkaitan dengan peristiwa
lainnya yang saling berhubungan yang mengakibatkan terjadinya rentetan
peristiwa serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.
Semoga
dengan makalah ini pembaca dapat menambah pengetahuan tentang peristiwa
sejarah khususnya sejarah pendidikan Islam pada masa kejayaan.
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEJAYAAN
Masa
kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode dimana pendidikan Islam
berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan
Islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta
universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam.
Lembaga-lembaga pendidikan sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk
pola kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai ilmu pengetahuan
yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan
dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat Islam.
Pada masa
kejayaan ini, pendidikan Islam merupakan jawaban terhadap tantangan
perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam. kebudayaan Islam telah
berkembang dengan cepat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak
budaya umat manusia pada masa itu.
Dalam
perkembangan kebudayaan Islam, ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu
faktor intern atau pembawaan dari ajaran Islam itu sendiri dan faktor
ekstern yaitu berupa tantangan dan rangsangan dari luar.1
Pendidikan
Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada
masa pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H). Karena beliau adalah ahli
ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung negara dalam
kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam
pada saat itu diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.2
Tujuan pendidikan pada masa Abbasiyah yaitu3;
-
Tujuan Keagamaan dan Ahlak
Anak
didik diajarkan membaca dan menghafal al Qur`an karena hal itu
merupakan suatu kewajiban dalam agama agar mereka mengikuti ajaran agama
dan berahlak menurut agama.
-
Tujuan Kemasyarakatan
Pemuda-pemuda
yang belajar dan menuntut ilmu agar mereka dapat mengubah dan
memperbaiki masyarakat menjadi masyarakat yang bersinar ilmu
pengetahuan.
-
Cinta akan Ilmu Pengetahuan
Belajar demi memperdalam ilmu pengetahuan.
-
Tujuan Kebendaan
Menuntut ilmu supaya mendapat penghidupan yang layak, pangkat yang tinggi, bahkan kekuasaan dan kemegahan di dunia ini.
A. Kurikulum
Menurut
Ahmad Tafsir, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh atau dipelajari oleh siswa. Pada masa kejayaan Islam, mata
pelajaran bagi kurikulum sekolah tingkat rendah adalah al Qur`an, agama,
membaca, menulis, dan syair. Di istana-istana biasanya ditegaskan
pentingnya pengajaran khittabah, ilmu sejarah, cerita perang, cara-cara
pergaulan, ilmu-ilmu pokok seperti al Qur`an, syair dan fiqh.
Di
lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti masjid, kurikulumnya adalah
ilmu agama dengan al Qur`an sebagai intinya. Selain itu hadits dan
tafsir. Hadits merupakan materi penting di masjid-masjid, karena
kedudukannya sebagai sumber agama Islam yang kedua, setelah al Qur`an.
Sedangkan tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al -Qur`an dengan
penafsirannya.
Pelajaran
fiqh, merupakan materi kurikulum yang paling populer karena bagi mereka
yang ingin mencapai jabatan-jabatan dalam pengadilan harus mendalami
bidang studi tersebut. Banyaknya muslim yang tertarik pada ilmu fiqh
karena besarnya penghasilan yang diperoleh ahli-ahli fiqh dalam
memecahkan masalah fiqhiyah seperti masalah warisan menyebabkan
berkembangnya kebiasaan buruk sebagaimana yang dikritik oleh al Ghazali
yaitu munculnya ahli fiqh yang memberikan fatwa-fatwa demi mengharap
imbalan harta.
Seni
berdakwah (retorika) juga membentuk bagian penting dalam pengajaran
ilmu-ilmu agama, karena kemampuan menyampaikan dakwah dengan meyakinkan
dan pelajaran yang ilmiah serta memainkan peranan penting dalam
kehidupan keagamaan dan pendidikan Islam di kalangan masyarakat muslim.
Mata pelajaran retorika teridiri dari tiga cabang yaitu al Ma`ani yang membahas perbedaan kalimat dan bagaimana melafalkannya dengan jelas, al Bayan, yang mengajarkan seni mengekspresikan ide-ide dengan fasih dan tidak mengandung arti ganda, dal al Badi yang membahas kata-kata indah dan hiasan kata dalam pidato4.
B. Metode Pengajaran
Metode
pemngajaran merupakan salah satu aspek yang penting dalam proses belajar
mengajar untuk mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang
guru kepada anak didiknya. Melalui metode pengajaran terjadi proses
internalisasi dan pemilihan ilmu oleh murid, sehingga murid dapat
menyerap apa yang disampaikan gurunya.
Metode pengajaran yang dipakai pada masa dinasti Abbasiyah dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu5 :
-
Metode lisan
Metode
ini dapat berupa dikte, ceramah, qira`ah, dan dapat berupa diskusi.
Dikte (imla) adalah metode untuk menyampaikan pengetahuan yang dianggap
baik dan aman sehingga pelajar mempunyai catatan yang dapat membantunya
terutama bagi yang daya ingatnya tidak kuat. Metode ceramah (al asma`),
yaitu guru membacakan bukunya atau menjelaskan isi buku dengan hafalan,
sedangkan murid mendengarkannya. Pada saat tertentu guru memberi
kesempatan kepada murid untuk menulis dan bertanya. Metode qira`ah
(membaca) biasanya digunakan untuk membaca. Sedangkan diskusi merupakan
metode pengajaran dalam pendidikan Islam dengan cara perdebatan.
-
Metode hafalan
Metide
ini dilakukan oleh murid dengan cara membaca berulang-ulang sehingga
pelajaran melekat di benak mereka. Dalam proses selanjutnya, murid
mengeluarkan kembali pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam suatu
diskusi dia dapat merespon, mematahkan lawan, atau memunculkan ide baru.
-
Metode tulisan
Metode
ini merupkan metode pengkopian karya-karya ulama. Metod ini di samping
bermanfaat bagi proses penguasaan pengetahuan juga sangat besar artinya
bagi penggandaan jumlah buku karena pada masa itu belum ada mesin
cetak.
C. Kehidupan Murid
Ciri utama kehidupan murid dalam pendidikan tingkat dasar adalah :
-
Diharuskannya belajar membaca dan menulis.
-
Bahan pengajarannya menggunakan syair-syair dan bukan al Qur`an karena dikhawatirkan mereka membuat kesalahan yang akan menodai al Qur`an.
-
Murid-murid diajarkan membaca dan menghafalkan al Qur`an.
-
Pada sekolah dasar tidak ditentukan lamanya belajar dan tergantung pada kemampuan anak-anak.
-
Hubungan guru dan murid sebagai hubungan orang tua dan anak.
Pada pendidikan tingkat tinggi murid-murid bebas memilih guru yang mereka sukai yang dianggapnya paling baik.
Di antara ciri khas pendidikan di masa dinasti Abbasiyah adalah teacher oriented ,
yaitu kualitas suatu oendidikan tergantung pada guru. Pelajar bebas
mengikuti suatu pelajaran yang dikehendaki dan bisa belajar dimana saja,
misdalnya di perpustakaan, toko buku, rumah ulama atau tempat terbuka.
Pelajar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pelajar tidak tetap, yang
terdiri dari para pekerja yang mengikuti pelajaran untuk menunjang
profesi dan pelajar tetap, yaitu pelajar yan g mempunyai tujuan utama
untuk belajar dan menghabiskan sebagian hidupnya untuk belajar.
Setiap pelajar membuat daftar guru-guru yang mengajar yang disebut Mu`jam al Masyakhah.
Daftar tersebut digunakan sebagi bukti bahwa mereka telah belajar
kepada guru-guru yang terkenal dan dapat mengetahui kualitas hadits yang
mereka terima dari seorang guru.
D. Rihlah Ilmiyah
Yaitu
pengembaraan atau perjalanan jauh untuk mencari ilmu. Dengan adanya
sistem ini pendidikan di masa dinasti Abbasiyah tidak hanya di batasi
dengan dinding kelas (school without wall) tetapi memberikan
kebebasan kepadamurid untuk belajar kepada guru-guru yang mereka
kehendaki. Guru-guru juga melakukan perjalanan dan pindah dari satru
tempat ke tempat lain untuk mengajar sekaligus belajar, sehingga sistem
rihlah ilmiyah disebut dengan learning society (masyarakat belajar).
Kebebasan perjalanan di berbagai daerah Islam menyebabkan pertukaran pemikiran (culture contact)
terus berlangsung antar masyarakat Islam sehingga dinamika sosial dan
peradaban Islam terus berlangsung. Syalabi, mengutip dari Nicholson
menjelaskan bahwa melakukan perjalanan ilmiah laksana lebah mencari
bunga ke tempat yang jauh kemudian mereka kembali ke kota kelahirannya
dengan membawa madu yang manis.
E. Wakaf
Lembaga
wakaf menjadi sumber keuangan bagi lembaga pendidikan Islam. adanya
sistem wakaf dalam Islam disebabkan oleh sistem ekonomi Islam yang
menganggap bahwa ekonomi berhubungan erat dengan akidah dan syari`ah
Islam sehingga aktifitas ekonomi memppunyai tujuan ibadah dan
kemaslahatan bersama. Oleh karena itu di saat ekonomi Islam mencapai
kemajuan, umat Islam tidak segan-segan membelanjakan uangnya untuk
kepentingan dan kesejahteraan umat Islam seperti halnya untuk
pelaksanaan pendidikan Islam. Dengan dipelopori penguasa Islam yang
cinta ilmu seperti Harun al Rasyid dan al Ma`mun maka berdirilah
lembaga-lembaga pendidikan untuk keilmuan.
Menurut Syalabi, bahwa khalifah al Ma`mun adalah orang yang pertama kali memberikan pendapatnya tentang pembentukan badan wakaf.
F. Berkembangnya Lembaga Pendidikan Islam
-
Lembaga Pendidikan Islam Nonformal
a. Kutab sebagai Lembaga Pendidikan Dasar
Kutab atau maktab, berasal dari kata dasra kattaba
yang berarti menulis atau tempat menulis. Pada mulanya dilaksanakan di
rumah guru-guru yang bersangkutan, yang diajarkan adalah menulis dan
membaca. Kemudian pada akhir abad pertama hijriyah, kutab tidak hanya
mengajarkan menulis dan membaca, tetapi juga mengajarkan membaca al
Qur`an dan pokok-pokok ajaran Islam.
b. Pendidikan Rendah di Istana
Pendidikan
anak di istana berbeda dengan pendidikan di kutab pada umumnya. Di
istana orng tua murid membuat rencana pelajaran yang selaras dengan
anaknya. Guru yang mengajar disebut Mu`addib, karena berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan kecerdasan serta pengetahuan.
c. Toko-Toko Kitab
Toko-toko
kitab bukan hanya sebagai tempat berjual beli saja, tetapi juga sebagi
tempat berkumpulnya para ulama, pujangga, dan ahli-ahli ilmu pengetahuan
untuk berdiskusi, berdebat, bertukar pikiran dalam berbagai masalah
ilmiah atau sekaligus sebagai lembaga pendidikan dalam rangka
pengembangan berbagai macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.
d. Rumah-Rumah Para Ulama (Ahli Ilmu Pengetahuan)
Pada
masa kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam,
rumah-rumah para ulama dan ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar
dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Di antaranya, rumah Ibnu Sina, al
Ghazali, Ali Ibnu Muhammad al Fashihi, Ya`qub Ibnu Killis, Wazir
Khalifah, dan al Aziz Billah al Fathimy.
e. Majelis Kesusasteraan
Yaitu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan.
f. Badiah (Padang Pasir, Dusun Tempat Tinggal Badwi)
Badiah
digunakan sebagai tempat untuk mempelajari bahasa Arab yang fasih dan
murni serta mempelajari syair-syair dan sastra Arab. Ulama-ulama yang
banyak pergi ke Badiah untuk tujuan tersebut di antaranya;6
-
al Khalil bin Ahmad (160 H). ia pergi ke badiah Hijaz, Najd, dan Tihamah.
-
Bajar bin Burd (167 H). Ia belajar kepada 80 orang syekh di Bani Aqil.
-
al Kasai (182 H). Ia belajar di badiah dan menghabiskan 15 botol tinta untuk menulis tentang Arab.
-
Imam Syafi`i (204 H). Ia belajar di Hudzail selama 17 tahun.
g. Rumah Sakit (Bimaristan)
Pada
masa dinasti Abbasiyah yang mendirikan rumah sakit adalah Harun al
Rasyid, yang memerintahkan kepada dokter Jibrail bin Buhtaisu untuk
mendirikan rumah sakit di Baghdad. Di sebelah rumah sakit ada
perpustakaan dan bilik untuk mengajarkan ilmu kedokteran dan ilmu
obat-obatan.
h. Perpustakaan
Perpustakaan
menjadi aspek budaya yang penting dan sebagai tempat belajar serta
sumber pengembangan ilmu pengetahuan. Perpustakaan ada 3 macam, yaitu;
-
Perpustakaan baitul hikmah di Baghdad, didirikan oleh khalifah Harun al Rasyid. Perpustakaan ini berisi ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab dan ilmu umum yang diterjemahkan dari bahasa Yunani, Persia, India, Qibty, dan Arami.
-
Perpustakaan al Haidariyah di Najaf (Irak) di sebelah makam Ali bin Abi Thalib.
-
Perpustakaan Ibnu Suwar di Basrah, didirikan oleh Abu Ali bin Suwar. Dalam perpustakaan ini diadakan khalakah pelajaran.
-
Perpustakaan Sabur didirikan pada tahun 383 H oleh Abu Nasr sabur bin Ardasyir. Dalam perpustakaan ini kurang lebih ada 10.400 jilid buku.
-
Darul Hikmah di Kairo (Mesir), didrikan oleh al Hakim Biamrillah al Fathimy tahun 395 H.
-
Perpustakaan khusus, yaitu perpustakaan al Fath bin Khagan Wazir al Mutawakkil al Abbasy (247 H), Perpustakaan Hunain bin Ishaq (264 H), dan Perpustakaan Ibnu al Khassyah (567 H).
-
Perpustakaan di Andalusia, perpustakaan yang besar adalah perpustakaan di Kurtubah (Cordova). Didirikan oleh al Hakam bin an Nashir yang menjadi khalifah di Andalusia tahun 350 H.
i.
Ribath (Khaniqah), ialah kamp, tempat tentara yang dibangun di
perbatasan negeri intuk mempertahankan negara dari serangan musuh.
Ribath yang terbesar adalah di sebelah utara negeri Syam (Syiria) dan
utara Afriqiah (Tunisia). Ribath digunakan sebagai tempat tinggal
orang-orang sufi dan tempat penginapan alim ulama dan pelajar yang
datang dari luar negeri untuk belajar hadits, ilmu agama, dan bahasa
Arab.
-
Lembaga Pendidikan Formal
a.
Madrasah Nizamiah didrikan oleh Nizam al Mulk, perdana menteri Saljuk
pada tahun 1065 M – 1067 M. Pada tiap-tiap kota Nizam al Mulk mendirikan
satu madrasah besar, di antaranya di Baghdad, Balkh, Naisabur, Harat,
Asfahan, Basran, Marw, dan Mausul. Tetapi madrasah Nizamiah Baghdad
adalah madrasah yang terbesar dan terpenting. Tujuan Nizam al Mulk
mendirikan madrasah-madrasah itu adalad untuk menperkuat pemerintahan
Turki Saljuk dan untuk menyiarkan madzhab keagamaan pemerintahan.
Madrasah Nizamiah Baghdad
Madrasah
ini didirikan di dekat pinggir sungai Dijlah, di tengah-tengah pasar
Selasah di Baghdad pada tahun 457 H. Guru-guru madrasah ini diantaranya
Abu Ishaq as Syiraji (guru tetap), Abu Nasr as Sabagh, Abul Qasim al
`Alawi, Abu Abdullah al –Thabari, Abu Hamid al Ghazali, Radliyudin al
Kazwaeni dan al Fairuz Abadi.
Rencana pengajaran adalah ilmu syari`ah dan ilmu fiqh dalam 4 madzhab.
b.
Madrasah Nuruddin Zinki, didirikan oleh Nuruddin Zinki di Damaskus.
Madrasah-madrasah yang didirikannya yaitu madrasah an Nuriyah al Qubra
di Damaskus (563 H). Gedung madrasah terdiri dari iwan (aula tempat
kuliah), masjid, tempat istirahat untuk guru, asrama, tempat tinggal
pesuruh madrasah, kamar kecil, dan lapangan. Madrasah lainnya yaitu
madrasah yang didirikan pada masa al Ayubi dan madrasah al Mustansiriah
di Baghdad (Irak) tahun 631 H. Madrasah al Mustansiriah didirikan oleh
khalifah Abasyi al Mustansir Billah pada tahun 631 H. Ilmu-ilmu yang
diajarkan yaitu ilmu al Qur`an, syari`ah, bahasa Arab, kedokteran, dan
ilmu pasti.
c. Perguruan Tinggi;
-
Baitul Hikmah di Baghdad, didirikan pada amasa Harun al Rasyid (170-193 H), kemudian diperbesar oleh khalifah al Ma`mun (198-218 H). Pada Baitul Hikmah bukan saja diajarkan ilmu-ilmu agama Islam, tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu alam, kimia, falaq, dan lain-lain. Guru besar Baitul Hikmah adalah Salam, yang menguraikan teori-teori ilmu pasti dalam al Maj`sthi (almageste) kitab karangan Bathlimus (Ptolemee). Kemudian guru besar al Khawarazmi, ahli ilmu pasti, ahli falaq, dan pencipta ilmu al jabar, guru besar Muhammad bin Musa bin Syakir, seorang ahli ilmu ukur, ilmu bintang dan falaq. Di baitul Hikmah dikumpulkan buku-buku ilmu pengetahuan dalam bermacam-macam bahasa seperti bahasa Arab, Yunani, Suryani, Persia, India, dan Qibtia. Kemudian al Ma`mun mendirikan peneropong bintang yang disebut peneropong al Ma`muni. Setelah wafat al Ma`mun, maka Baitul Hikmah tidak mendapat perhatian penuh dari khalifah-khalifah.7
-
Darul `Ilmi di Kairo. Didirikan oleh al Hakim Biamrillah al Fathimi di pinggir sungai Nil untuk menyaingi Baitul Hikmah di Baghdad. Menurut keterangan al Makrizi, bahwa Darul `Ilmi didirikan di kampung al Kharun Fusy dengan perintah al Hakim Biamrillah al Fathimi. Ilmu yang diajarkan di antaranya; ilmu agama, falaq, kedokteran, dan berhitung.
G. Berkembangnya Ilmu Pengetahuan
-
Ilmu Tafsir
Ulama-ulama
tafsir tidak hanya menerangkan makna-makna al Qur`an saja, tetapi juga
menerangkan sebab-sebab turunnya ayat, bukti-bukti dari segi bahasa,
nahwu, balaghah, yang dikandungnya dan dengan akidah dan hukum-hukum
fiqh yang bisa dihasilkan dari ayat-ayat tersebut. Seperti tafsir Imam Salam al Basri (w.200 H), tafsir Mufradat al Qur`an (bahasa al Qur`an) karangan al Roghib al as Fahani, tafsir Abu Ishaq al Zajjaj, tafsir al Bahr al Muhit (masalah nahwu) karangan Abu Hayyan, tafsir al Kasysyaf (segi balaghah) oleh al Zamakhsyari, tafsir al Qurtubi (penentuan hukum-hukum fiqh), dan tafsir al Fahr al Razi yang bernama Mafatih al Ghayb yang menitik beratkan pada aspek intelektual.
-
Ilmu Qira`at
Lahirnya
madzhab qira`at di Andalusia seperti Abu `Umar al Dani, Abu Muhammad al
Syatibi, dan Abu Abdullah al Sarbini al Kharraz.
-
Ilmu Hadits
Diantara
ulama-ulama yang menganjurkan penghimpunan hadits-hadits shahih adalah
Imam Malik bin Anas (95-179 H) yang menulis kitab al Muwatha`, kemudian
diikuti oleh Imam Muhammad bin Ismail al Buhori (259 H) dan muridnya
Muslim bin Al Hajaj al Nisaburi (w.261 H). Kemudian muncul kitab-kitab
hadits shahih yang dikarang oleh ulama-ulama terkenal seperti Abu Dawud
Sulaiman bin al Asy`ath al Sajistani (w.275 H), Imam Abu `Isa Tirmidzi
(w.273 H), dan Imam al Nasai (w.303 H).8
-
Ilmu Fiqh
Di
antara yang terkenal dalam bidang ini adalah Abu Hanifah al Nu`man bin
Tabith pendiri madzhab Hanafi (80 – 150 H), Malik bin Anas al Asbahi (95
– 179 H), Abu Abdullah Muhammad bin Idris al Syafi`i (150-204 H), dan
Imam Ahmad bin Hanbal al Syaibani (164-241 H).
-
Ilmu Ushul Fiqh
Diantara
yang terkenal dalam bidang ini adalah Imam Muhammad bin Idris al
-Syafi`i, Abu Bakar al Syasyi al Qaffal al Syafi`i, al Walid al Baji al
Andalusi, al -Syatibi dengan kitabnya al Muwafaqot fi Ushul al Ahkam, al Ghazali dengan kitab al-Mustasfa. Juga terkenal al Baqillani, Ibnu al Hajib, dan Abu Ishaq Ibrahim al –Nisaburi.
-
Ilmu Kalam
Di
antara yang terkenal di kalangan madzhab Asy`ari adalah Abu Bakar al
Bakillani, Imam al Haramain, Abdul Kohir al Baghdadi, al Ghazali, al
Syahrastani, Abu al -Ma`ali, al Juwaini, dan lain-lain.
-
Ilmu Tasawuf
Mula-mula
tasawuf Islam berdasar pada al Qur`an dan Sunnah seperti yang diamalkan
para sahabat, tabi`in, dan ulama-ulama fiqh, seperti Malik bin Anas dan
Ahmad bin Hanbal. Kemudian muncul tasawuf sunni yang berkembang
ditangan al Harits al Muhasibi dan Abu al Qasim al Junaid dan pada
puncaknya ditangan al Ghazali yang tersebar melalui tariqat syaziliah.
-
Ilmu Tulen
-
Ilmu Matematika, di antarnya yang terkenal adalah Muhammad bin Musa al Khawarizmi (w.236 H) yang menulis al jabar dalam bukunya al Jibr wal Muqabalah, al Qaslawi yang menggunakan symbol dalam matematik, al Tusi yang menunjukkan kekurangan teori eclideus.
-
Ilmu Falaq, di antara yang terkenal adalah Muhammad al Fazzari (w.158 H), sebagai ahli falaq Islam yang pertama dan penerjemah buku al Sind Hind. Kemudian Abu Ishaq bin Habib bin Sulaiman (w.160 H) yang menulis buku falaq dan mencipta alat-alat teropong bintang, Musa bin Syakir yang menulis buku ilmu falaq berjudul Kitab al Ikhwah al Thalathah, Abu Ma`asyar bin Muhammad bin `Umar al Balkhi, dengan bukunya al Madkhal ila ahkam al Nujum, dan Ibnu Jabir al Battani (w.318 H), salah seorang pelopor trigonometri.
-
Ilmu Musik, seperti al Kindi al Farabi, dan Ibnu Sina
-
-
Ilmu Kealaman dan Eksperimental
-
Ilmu Kimia, yang pertama kali menerjemahkan ilmu kimia ke dalam bahasa Arab ialah Amir Umaiyah Khalid bin Yazid bin Muawiyah (w.85 H). Kemudian diikuti oleh al Kindi, al Razi, Ibnu Sina, Abu Mansur Muwaffaq, Muhammad bin Abdul Malik, dan Mansur al Kamili.
-
Ilmu Fisika, salah seorang yang paling berpengaruh dalam bidang ini adalah al Hasan bin al Haitham (w.430 H), salah satu bukunya adalah al Manazir.
-
Ilmu Biologi, di antara yang terkenal ialah Abu Bakar Muhammad al Razi (w.315 H), seorang dokter yang menulis tentang tumbuhan bunga dan buah-buahan. Diikuti oleh Ibnu Sina (w.423 H) seorang filosof dan dokter yang menulis tentang tubuh-tumbuhan dalam bukunya al Qanun.
-
-
Ilmu Terapan dan Praktis9
-
Ilmu Kedokteran, di antara ilmuwan-ilmuwan muslim yang terkenal adalah Abu Bakar al Razi (w.351 H), bukunya yang termashur adalah al Hawi sebagai ensiklopedia kedokteran. Kemudian Ibnu Sina yang mengarang buku al Qanun yang juga dianggap ensiklopedia kedokteran dan farmasi, Ali al Abas (w.348 H) dengan bukunya Kamil al Sina`ah fi al Tib. Juga terkenal dokter mata dan pengarang buku al Tazkir yaitu Ibnu al Jazzar (w.1009 H). Abu al Qasim al Zahrawi, seorang tukang bedah di Andalusia yang menulis buku al Tasrif liman `Aziz `an al Ta`alif, Abu Marwan Abdullah bin Zuher al Isyabili al Andalusi seorang ahli kedokteran klinik terbesar, `Ala al Din `Ali bin Abi Hazm al Qurasyi al Dimasqi (Ibnu al Nafis) seorang ahli anatomi, Ibnu al Khatimah yang menulis tentang penyakit campak dan lain-lain.
-
Ilmu Farmasi, ahli-ahli yang menulis khusus mengenai farmasi yaitu al Razi, Abd Rahman bin Syahid al Andalusi, Masawaih al Mardini, Ibn Wafid al Tulaitali al Andalusi, Ibnu al Baitar, Abu Abdullah bin Sa`id al Tamimi, dan Ahmad bin Khalil al Qafiqi.
-
Ilmu Pertanian, di antara yang terkenal adalah Ibn al Rumiyah al Isyabili dan muridnya Ibn al Baitar, Zakariya bin Muhammad bin al `Awwam al Isyabili yang menulis kitab al Falahah.
Para
sarjana muslim telah mengembangkan metodologi untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan melalui metode observasi dan metode histories (sejarah)
sebagaimana yang dikembangkan Ibnu Khaldun. Dalam bidang kebudayaan pada
umumnya Islam telah mempersembahkan kepada dunia, suatu tingkat budaya
tinggi yang menjadi mercusuar budaya umat manusia beberapa abad
sesudahnya. Dalam bidang arsitektur sangat menonjol bangunan-bangunan
masjid dan istana-istana yang indah.
Demikianlah
dunia Islam di masa jayanya, yang dihiasi dengan berbagai unsur budaya
dan ilmu pengetahuan yang beraneka ragam, dapat diibaratkan sebagai
taman yang indah penuh dengan berbagai macam tanaman dengan bunga dan
buah yang beraneka warna. Keadaan demikian berlangsung, sampai suatu
saat terjadi kemunduran kaum muslimin setelah jatuhnya kota Baghdad yang
diserang oleh Tar-Tar (Hulako) tahun 658 H.Hulako memerintahkan supaya
khalifah Abbasiyah, ulama-ulama, dan pembesar-pembesar di bunuh. Oleh
tentara Hulako diadakan pembunuhan besar-besaran selama 40 hari lamanya.
Keluarga khalifah, ulama, dan pembesar-pembesar habis terbunuh, yang
tertinggal hanya anak-anak bayi yang dijadikan tawanan dan budak dan
orang-orang yang dapat melarikan diri. Kitab-kitab dan buku-buku dalam
perpustakaan dibakar habis dan kulitnya dijadikan sepatu tentara. Dengan
demikian, berakhirlah sejarah khalifah di kota Baghdad, sehingga kota
itu menjadi sunyi senyap, tidak ubahnya seperti negeri yang dikalahkan
garuda dan merupakan masa semakin memudarnya mercusuar kebudayaan Islam.
BAB III
SIMPULAN
Pendidikan
Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada
masa pemerintahan Harun al Rasyid. Pendidikan pada masa ini memiliki
tujuan keagamaan dan ahlak, tujuan kemasyarakatan, cinta ilmu
pengetahuan dan tujuan kebendaan.
Kehidupan
murid pada pendidikan tingkat dasar memiliki ciri-ciri yaitu
diharuskannya belajar membaca dan menulis, diajarkan membaca dan
menghafalkan al Qur`an, serta hubungan yang baik antara guru dan murid
layaknya orang tua dan anak. Pada pendidikan tingkat tinggi kehidupan
murid berbeda karena mereka diberi kebebasan untuk memilih guru yang
mereka kehendaki dan diberi kebebasan untuk berpindah dari guru yang
satu ke guru yang lain apabila guru itu dianggap lebih baik.
Pada masa
itu berkembang sistem rikhlah ilmiah, yaitu pengembaraan dan perjalanan
jauh yang dilakukan oleh guru dan pelajar sehingga dinamika sosial dan
peradaban Islam terus berkembang. Juga dikenal lembaga wakaf yang
bertujuan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat Islam terutama dalam
bidang pendidikan.
Pada masa
kejayaan ini ditandai dengan berkembangnya berbagai lembaga pendidikan,
baik formal yaitu berupa madrasah (sekolah) dan nonformal yang berupa
kutab, pendidikan di istana, toko-toko buku, rumah-rumah ulama, majelis
kesusasteraan, badiah, rumah sakit, perpustakan, dan ribath. Selain itu
juga berkembang ilmu pengetahuan sebagai mercusuar bagi pendidikan Islam
di masa yang akan datang.
Masa
kejayaan pendidikan Islam berakhir setelah jatuhnya kota Baghdad oleh
Tar-Tar (Holako) dan sebagai masa memudarnya kebudayaan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Asrohah, Hanun, M.Ag, Sejarah pendidikan Islam, Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu. 1999
Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, Jakarta : Pustaka al- Husna, 1998.
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1992.
Zuhairini, Dra, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Proyek Pembinaan Prasarana dan sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta. 1996.
1 Hanun Asrohah, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu. 1999), h.77
2 Dra. Zuhairini, dkk, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta,1986, h. 95
3 Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : PT. Hida Karya Agung, 1992), h. 46-47
4 Hanun Asrohah, M.Ag,, Op.cit, h.76
5 Ibid, h. 77-79
6 Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Op.cit, h. 90
7 Ibid, h. 65
8 Prof. Dr. Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, (Jakarta : Pustaka al Husna, 1988), h. 22
9 Ibid, h. 39-41