1. Pengertian
1.1 Menurut Bahasa
Merupakan isim maf’ul (objek) dari kata
wadha’a Asy-Syaia, yang berarti menurunkannya. Dinamakan seperti itu,
karena memang menurunkan derajatnya.
1.2 Menurut Istilah
Adalah kedustaan yang dibuat dan direka-reka yang disandarkan atas nama Rasulullah n ia termasuk periwayatan yang paling jelek.
2. Awal Munculnya Hadits Maudhu’
Perpecahan kaum Muslimin menjadi beberapa
kelompok setelah fitnah( masa setelah terbunuhnya Utsman bin Affan),
menjadikan setiap kelompok mencari dukungan dari Al Qur’an dan As Sunah.
Sebagian kelompok mentakwilkan Al Qur’an bukan pada makna sebenarnnya.
Dan membawa As Sunah bukan pada maksudnya. Bila mereka mentakwilkan
hadits mereka menisbatkan kepada Nabi. Apalagi tentang keutamaan para
Imam mereka. Dan kelompok yang pertama melakukan hal itu adalah Syi’ah.
Hal ini tidak pernah terjadi paada masa
Rasulullah n dan tidak pernah dilakukan seorang shahabatpun. Apabila
diantara mereka berselesih mereka berijtihad, dengan mengedepankan
mencari kebenaran.
3. Derajat Hadits Maudhu’ dan Hukum Meriwayatkannya
Hadits maudhu’ merupakan hadits yang
paling rendah dan paling buruk. Sehingga para ulama’ sepakat, haramnya
meriwayatkan hadits maudhu’ dari orang yang mengetahui kepalsuannya
dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan penjelasan akan
kemaudhu’anya. Nabi bersabda: “Barangsiapa yang menceritakan hadits dari sedang dia mengetahui bahwa itu dusta, maka dia termasuk para pendusta.” (HR. Muslim).
4. Cara Yang Ditempuh Pembuat Hadits Maudhu’
1. Membuat perkataan yang berasal dari dirinya, kemudian meletakkan sanadnya dan meriwayatkannya.
2. Mengambil perkataan ahli bijak atau selain mereka kemudian meletakkan sanadnya.
5. Bagaimana Mengetahui Hadits Maudhu’
1. Pengakuan dari orang yang memalsukan
hadits. Seperti pengakuan Abi ‘Ishmat Nuh bin Abi Maryam, yang digelari
Nuh Al Jami’, bahwasanya ia telah memalsukan hadits atas Ibnu Abbas
tentang keutamaan-keutamaan Al Qur’an surat per surat. Dan seperti
pengakuan Maisarah bin Abdi Rabbihi Al Farisi bahwa dia telahmemalsukan
hadits tentang keutamaan Ali sebanyak tujuh puluh hadits.
2. Pernyataan yang diposisikan sama
dengan pengakuan. Seperti seseorang menyampaikan hadits dari seorang
syaikh, dan hadits itu tidak diketahui kecuali dari syaikh tersebut.
Ketika ditanya perawi tersebut, tentang tanggal kelahirannya, ternyata
perawi dilahirkan sesudah kematian syaikh. Atau pada saat syaikh
meninggal dia masih kecil dan tidak mendapatkan periwayatan.
3. Adanya inidikasi perawi yang
menunjukkan akan kepalsuannya. Misal perawi Rafidhah, haditsnya tentang
keutamaan ahli bait. As Suyuthi berkata:”Dari indikasi perawi (maudhu’)
adalah dia seorang Rafidhah dan haditsnya tentang keutamaan ahli bait.”
Hamad bin Salamah berkata:”Menceritakan kepada syaikh mereka(Rafidhah),
dengan berkata:”Bila kami berkumpul-kumpul, kemudian ada sesuatu yang
kami anggap baik maka kami jadikan sebagai hadits.”
4. Adanya indikasi pada isi hadits,
bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan indra, berlawanan
dengan ketetapan agama atau susunan lafadz lemah dan kacau, serta
kemustahilan hadits tersebut bersumber dari Rasulullah. Menurut Abu
Bakar bin Ath Thayib:”Sesungguhnya bagian dari petunjuk maudhu’ adalah
tidak masuk akal yang tidak bisa ditakwil disertai dengan tidak berdasar
pada panca indra, atau menafikandalil-dali Al Qur’an yang qath’I, sunah
yang mutawatir dan ijma’. Adapun jika bertentangannya memungkinkan
untuk dijamak, maka ia tidak (maudhu’).” Ibnu Al Jauzi
berkata:”Perkataan yang paling tepat berkenan dengan hadits maudhu’
adalah, apabila kamu melihat hadits yang menjelaskan akal, menyelisihi
naql (dalil), atau yang membatalkan masalah ushul(akidah), ketahuilah
sesungguhnya itu adalah maudhu’.” Misalnya apa yang diriwayatkan
Abdurahman bin Zaid bin Aslam dari bapaknya dari kakeknya secara
marfu’,” Bahwa kapal Nabi Nuh thawaf mengelilingi ka’bah tujuh kali dan
shalat dua rakaat di maqam Ibrahim.
6. Motivasi-motivasi yang Mendorong Melakukan Pemalasuan Hadits
Banyak niatan seseorang memalsukan hadits
baik timbul dari motif politik, kebodohan, kezindikan atau hoby semata.
Berikut adalah motivasi-motivasi mereka:
1 Membela suatu madzhab, termasuk madzhab
yang terpecah menjadi aliran politik setelah munculnya fitnah(masa
setelah terbunuhnya Utsman bin Affan) dan maraknya aliran-aliran politik
seperti Khawarij dan Syi’ah. Masing-masing aliran membuat hadits-hadits
palsu untukmemperkuat golongannya. Ini merupakan asal dari kedustaan
atas nama Rasulullah.
2 Imam Malik ditanya tentang Rafidhah,
berkata:”Janganlah engkau bicara dengan mereka, jangan meriwayatkan
(hadits) dari mereka sesungguhnya mereka berdusta.”
3 Dalam rangka Taqarrub kepada Allah,
dengan meletakkan hadits-hadits targhib(yang mendorong) manusia untuk
berbuat kebaikan, atau hadits yang berisi ancaman terhadap perbuatan
munkar. Mereka yang membuat hadits-hadits maudhu’ ini biasanya
menisbatkannya kepada golongan ahli zuhud dan orang-orang shalih. Mereka
ini termasuk kelompok pembuat hadits maudhu’ yang paling buruk, karena
manusia menerima hadits-hadits maudhu’ mereka disebabkan kepercayaan
terhadap mereka. Diantara mereka adalah Maisarah bin Abdi Rabbihi. Ibnu
Hibban telah meriwayatkan dari kitabnya Ad Dhu’afa’, dari Ibnu Mahdi,
dia bertanya kepada Maisarah bin Abdi Rabbihi:”Dari mana engkau
mendatangkan hadits-hadits seperti, “Barangsiapa membaca ini maka ia
akan memperoleh itu? Ia menjawab:”Aku sengaja membuatnya untuk memberi
dorongan kepada manusia.”
4 Mendekatkan diri kepada penguasa demi
menuruti hawa nafsu. Sebagian orang yang imannya lemah berupaya
mendekati sebagian penguasa dengan membuat hadits yang menisbatkan
kepada penguasa agar mendapat perhatian. Seperti kisah Giyats bin
Ibrahim An Nakh’I Al Kufi dengan Amir Mukminin Al Mahdi, ketika masuk ke
(ruangan Amirul Mukminin) dan menjumpai Al Mahdi tengah bermain-main
dengan burung merpati. Maka ia menambahkan perkataan dalam hadits yang
disandarkan kepada Nabi, bahwa beliau bersabda:
ل سبق إلّ ف نصل أو خفّ أو حافر أو جناح
“Tidak ada perlombaan kecuali bermain pedang, pacuan, menggali atau sayap.”
Ia menambahkan kata sayap (junah), yang
dilakukan untuk menyenangkan Al Mahdi, lalu Al Mahdi memberinya sepuluh
dirham. Setelah berpaling, Sang Amir berkata:”Aku bersaksi bahwa
tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah. Kemudian Al
Mahdi memerintah untuk menyembelih burung merpati itu.
5 Zindiq yang ingin merusak manusia dan
agamanya. Hamad bin Zaid berkata: “Orang-orang zindiq membuat hadits
dusta yang disandarkan kepada Rasulullah n sebanyak empat belas ribu
hadits.” Ahmad bin Shalih Al Mishri berkata:”(Hukuman bagi) orang zindiq
adalah dipenggal lehernya, orang-orang dungu itu telah membuat hadits
maudhu’ sebanyak empat ribu, maka berhati-hatilah.” Ketika akan
dipenggal lehernya Ibnu Adi berkata:”Aku telah memalsukan hadits
diantara kalian sebanyak empat ribu hadits, aku mengharamkan yang halal
dan menghalalkan yang haram.” Diantara mereka adalah Muhammad bin Sa’id
Asy Syami yang dihukum mati dan disalib karena kezindikannya. Ia
meriwayatkan hadits dari Humaid dari Anas secara Marfu’:
. أنا خات النبيي ل نب بعدي أل أن يشاء ال
Aku adalah Nabi terakhir, dan tidak ada Nabi sesudahku kecuali yang Allah kehendaki.
6 Mengikuti hawa nafsu dan ahli ra’yu
yang tidak mempunyai dalil dari kitab dan sunah kemudian membuat hadits
maudhu’ untuk membenarkan hawa nafsu dan pendapatnya.
7 Dalam rangka mencari penghidupan dan
memperoleh rizki. Seperti yang dilakukan sebagian tukang dongeng yang
mencari penghidupan melalui berbagai cerita kepada masyarakat. Mereka
menambahnambahkan ceritanya agar masyarakat mau mendengar dongengannya,
lalu mereka memberi upah. Diantara mereka adalah Abu Sa’id Al Madani.
8 Dalam rangka meraih popularitas, yaitu
dengan membuat hadits yang gharib(asing) yang tidak dijumpai pada
seorangpun dari syaikh-syaikh hadits. Mereka membolak balik sanad hadits
supaya orang yang mendengarnya terperangah. Diantara mereka adalah Ibnu
Abu Dihyah dan Hammad bin An Nashibi.
9 Fanatisme terhadap Imam atau Negri. Asy
Syu’ubiyun memalsu hadits yang berbunyi:”Sesungguhnya Allah apabila
murka menurunkan wahyu dengan menggunakan bahasa Arab, dan apabila ridha
menurunkan wahyu dengan bahasa Persi (Al Farisiyah).” Maka seorang Arab
yang jahil membaliknya, perkataan ini, yaitu, ” Sesungguhnya Allah
apabila murka menurunkan wahyu dengan menggunakan bahasa Persi (Al
Farisiyah), dan apabila ridha menurunkan wahyu dengan bahasa Arab.” Dan
orang yang ta’ashub(fanatik) terhadap Abu Hanifah, memalsu hadits, yang
berbunyi:”Akan ada dari umatku seorang laki-laki yang disebut Abu
Hanifah Al Nu’man, dia adalah penerang umatku.” Dan orang yang tidak
senang dengan Imam Asy Syafi’I, membuat hadits yang berbunyi:” Akan ada
dari umatku seorang laki-laki yang disebut Muhammad bin Idris, dia lebih
bahaya atas umatku dari pada iblis.”
6. Ancaman Bagi yang Membuat Hadits Maudhu’.
Orang yang berdusta atas nama Rasulullah ancamannya sangat keras. Sebagaimana Nabi bersabda:
من كذب عليّ متعمّدا فليتبوّأ من النار.
“Barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaknya ia bersiasiap menempati tempatnya dineraka.”
Hadits ini diriwayatkan secara mutawatir,
yaitu diriwayatkan 70 orang shahabat. Dalam riwayat Al Bukhari tidak
terdapat ( متعمدا ) atau dengan sengaja. Namun dalam riwayat Ibnu Hibban
terdapat kata ( متعمدا ) ini. Adapun ( فليتبوّأ ) adalah perintah yang
juga berarti kabar(berita), ancaman, penghinaan atau do’a atas
pelakunya. Yaitu semoga Allah menyiapkan untuknya (nereka). Syaikh
Muhammad Abu Al Juwaini, berpendapat bahwa kafir bagi orang yang memalsu
hadits Rasulullah n dengan sengaja dan mengetahui (hukum berkenan)
dengan yang ia ada-adakan.