Rabu, 22 Mei 2013

SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS PERIODE KELIMA SAMPAI PERIODE KETUJUH


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Saat ini banyak sekali ditemukan orang-orang yang mengaku sebagai pemeluk Agama Islam akan tetapi pengetahuannya begitu dangkal terhadap Agamanya. Bahkan pemahaman akan kehidupan Nabinya pun begitu sempit.
Untuk mengatasi adanya degradasi pengetahuan akan agama tersebut diperlukan pengkajian pembahasan-pembahasan sejarah yang memuat seluruh periwayatan Nabi SAW sehingga memperluas wawasan pemeluk agama. Misalnya, pembahasaan tentang sejarah perkembangan hadits.
Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi.[1] Dengan memperhatikan masa yang telah dilalui hadits sejak masa timbulnya / lahirnya di zaman nabi SAW meneliti dan membina Hadits, serta segala hal yang mempengaruhi hadits tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah hadits berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadits. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode, dan tujuh periode.[2]
M. Hasby Asy – Shidieqy membagi perkembangan hadits menjadi tujuh periode[3], sejak periode Nabi SAW sampai sekarang. Yang dimaksud dengan periodisasi tentang sejarah dan perkembangan Hadits ialah fase-fase yang telah ditempuh dan dialami dalam sejarah pembinaan dan perkembangan hadits, sejak Rosululloh masih hidup sampai terwujudnya kitab-kitab yang dapat disaksikan dewasa ini. Karena sejaran dan perkembangan hadits telah melalui masa yang cukup panjang, maka para ulama mengadakan pembagian periodisasi.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Sejarah Pekembangan Hadits Periode Kelima Sampai Periode Ketujuh”.
  1. Rumusan Masalah
    1. Bagaimanakah sejarah perkembangan Hadits abad III Hijriyah (Periode Kelima) ?
    2. Bagaimanakah sejarah perkembangan Hadits periode keenam ?
    3. Bagaimanakah sejarah perkembangan Hadits periode ketujuh ?
  2. Tujuan Pembahasan Masalah
    1. Mengetahui sejarah perkembangan Hadits periode kelima
    2. Mengetahui sejarah perkembangan Hadits periode keenam
    3. Mengetahui sejarah perkembangan Hadits periode ketujuh
  3. Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi masalah pada “Sejarah Pekembangan Hadits Periode Kelima Sampai Periode Ketujuh”.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Abad III Hijriah (Periode Kelima)
Periode ini disebut: Masa permurnian, penyehatan dan penyempurnaan.
Periode kelima ini dimulai sejak masa akhir pernerintahan dinasti Abbasiyah angkatan pertama (Khalifah Al-Ma’mun) sampai awal pemerintahan dinasti Abbasiyah angkatan kedua (Khalifah Al-Muqtadir).
  1.  1.           Keadaan Ummat Islam pada Periode lni
    1.  a.           Pertikaian faham dikalangan Ulama
Sejak abad kedua hrjry, telah lahir para mujtahid di bidang fiqh dan dibidang ilmu kalam. Kehidupan ilmu pengetahuan Islam pada abad ini sangat pesat. Antara para mujtahid Islam, sesungguhnya tidaklah ada masalah. Mereka saling menghormati dan menghargai pendapat-pendapat yang timbul. Tetapi lain halnya di kalangan para murid dan pengikutnya. Mereka hanya baranggapan bahwa pendapat guru dan golongannya saja yang benar. Sikap yang demikian ini mengakibatkan timbulnya bentrokan-bentrokan antara mereka, termasuk para ulamanya.
Pada abad ketiga, bentrokan pendapat itu telah makin meruncing, baik antar golongan mazhab fiqh, maupun antar mazhab ilmu kalam. Ulama Hadits pada abad ketiga ini, menghadapi kedua golongan tersebut. Terhadap pendukung madzhab fiqh yang fanatik, Ulama Hadits harus menghadapinya, karena tidak sedikit di antara mereka berbeda pendapat dalam memahami hukum Islam. Para pendukung madzhab fiqh yang fanatik buta, bila pendapat mazhabnya berbeda dengan mazhab lainnya, maka di antara mereka tidak segan-segan untuk membuat Hadits-hadits palsu dengan maksud selain untuk memperkuat argumen mazhabnya, juga untuk menuduh lawan mazhabnya sebagai golongan yang sehat.
Golongan/mazhab ilmu kalam, khususnya kaum Mu’tazilah, sangat memusuhi Ulama Hadits. Mereka (dari kaum Mu’tazilah) ini, sikapnya ingin memaksakan pendapatnya membuat Hadits-hadits palsu. Pertentangan pendapat dari kalangan ulama llmu Kalam dan Ulama Hadits ini sesungguhnya telah mulai lahir sejak abad II hijry. Tetapi karena pada masa itu penguasa belum memberi angin kepada kaum Mu’tazilah, maka pertentangan pendapat itu masih berada padati ketegangan-ketegangan anta golongan. Dan ketika pemerintah, pada awal abad III hijry, dipegang oleh Khatifah Ma’mun yang pendapatnya sama dengan kaum Mu’tazilah, khususnya tentang kemakhlukan AlQur’an, maka Ulama Hadits bertambah berat fitnah yang harus dihadapinya.
  1.  b.           Sikap Penguasa terhadap Ulama Hadits
Khalifah Al-Makmun (wafat 218 H) merupakan khalifah yang sangat memperhatikan terhadap ilmu pengetahuan. Beliau tekun mempelajari Al-Qur’an, As-Sunnah dan Filsafat. Beliau memiliki kecerdasan dan kecakapan dalam usaha memahami dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Diuridanglati para Ulama dari berbagai golongan untuk bermunadzarah tentang masalah-masalah agama. Penerjemahkan buku-buku filsafat ke dalam bahasa Arab, sangat mendapat perhatian besar. Singkatnya, dalam masa pemerintahan Al-Makmun, Ilmu pengetahuan berkembang pesat.
Tetapi di samping itu, dalam menghadapi pertentangan antara golongan Mu’tazilah dengan ahli Hadits, khususnya tentang apakah AlQur’an itu qadim atau hadits, Khalifah Al-Makmun sefaham dengan kaum Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu hadits, karenanya Al-Qur’an itu makhluk. Pendapat khalifah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, telah diumumkan secara meluas pada tahtin 212 hijry. Dan karena Ulama Hadits tetap terhadap pendiriannya yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu qadim, maka khalifah, demi prestasinya, lalu berupaya untuk menyiasati para ulama Hadits. Di antara Ulama Hadits yang keras pendirian adalah lmam Ahmad bin Hambal. Karenanya, Imam Ahmad harus mengalami nasib tragis. Beliau terpaksa dipenjarakan, karena tidak bersedia surut dari pendapatnya. Keadaan yang sangat tidak menguntungkan bagi Ulama Hadits ini, tetap berlanjut pada masa khalifah Al-Mu’tashirn (wafat 227 H) dan AlWatsiq (wafat tahun 232 H). Dan Imam Ahmad, pada masa-masa pemerintahan ini, bukan sekedar dipenjarakan saja tetapi juga disiksa dan dirantai. Al-Watsiq pada akhir masa hidupnya, berubah pendirian dan mulai cenderung kepada pendapat Ulama Hadits.
Pada waktu khalifah Al-Mutawakkil mulai memerintah (232 H), Ulama Hadits mulai mendapat angin segar yang menyenangkan. Sebab, khalifah ini sangat cenderung kepada As-Sunnah. Ulama Hadits sering dihadirkan di istana untuk menyampaikan dan menerangkan Hadits-hadits Nabi. Karena demikian besarnya perhatiannya kepada Hadits Nabi, maka di antara ulama Hadits ada yang mengatakan bahwa AlMutawakkil adalah khalifah yang menghidupkan sunnah dan mematikan bid’ah.
Kaum zindik yang pada dasarnya sangat memusuhi Islam, dalam masa pertentangan antar mazhab fiqh dan mazhab ilmu kalam yang sedang menajam, telah mendapat kesempatan yang baik sekali untuk meruntuhkan Islam. Mereka sengaja membuat Hadits-hadits palsu untuk lebih mengeruhkan suasana dan menyesatkan umat. Sehingga karenanya, telah menambah sibuk ulama Hadits untuk menyelamatkan Hadits-hadits Nabi yang benar-benar berasal dari Nabi.
Di samping itu, kaum muslimin yang gemar berceritra (tukang-tukang kisah) juga belum mau menghentikan kegemarannya untuk membuat Hadits-hadits palsu guna memperkuat dan memperindah daya pikat kisah-kisahnya. Dalam hal ini Ulama Hadits juga harus menghadapinya, demi terpeliharanya Hadits-hadits Nabi dari usaha percampur adukan dengan Hadits-hadits palsu yang telah dibuat oleh ahli-ahli kisah tersebut.
  1.  2.           Kegiatan Ulama Hadits dalam melestarikan Hadits-hadits.
Dalam menghadapi keadaan seperti tersebut di atas, maka kegiatan Ulama Hadits dalam usaha melestarikan Hadits-hadits Nabi secara garis besar ada lima macam kegiatan yang penting. Yakni:
  1.  a.           Mengadakan perlawatan ke daerah-daerah yang jauh
 Kegiatan ini ditempuh, karena Hadits-hadits Nabi yang telah dibukukan oleh Ulama Hadits pada periode keempat (abad II H) baru terbatas pada Hadits- hadits Nabi yang ada di kota-kota tertentu saja. Pada hal dengan telah menyebarnya para perawi hadits ke tempat tempat yang jauh, karena daulah Islamiyyah telah makin meluas daerahnya, maka masih sangat banyak Hadits-hadits Nabi yang belum dibukukan oleh karenanya, jalan yang harus ditempuh untuk menghimpun Hadits-hadits yang berada pada perawi yang terbesar itu, adalah dengan cara melawat untuk mengunjungi para perawi Hadits. Usaha perlawatan untuk mencari Hadits Nabi ini, telah dipelopori oleh Imam Bukhari. Beliau selama 16 tahun telali melawat ke kota Mekkah, Madinah, Bagdad, Basrhah, Kuffah, Mesir, Damsyik, Naisabur, dan lain-lain. Kemudian diikuti oleh Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa’iy dan lain-lain.
  1.  b.           Sejak permulaan abad III H, Ulama Hadits telah mengadakan klasifikasi antara Hadits-hadits yang marfu’ (yang disadarkari kepada Nabi), yang mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) dan yang maqthu’ (yang disandarkan pada tabi’in). Kitab-kitab musnad telah sangat berjasa dalam hal ini, sebab telah menghimpun Hadits-hadits Nabi berdasarkan nama Sahabat yang meriwatkannya, sehingga dengan demikian Hadits-hadits Nabi terpelihara dari pencampur adukan dengan fatwa-fatwa Sahabat dan Tabi,in. Adapun klasifikasi Hadits kepada kualitas Shahih atau Dha’if, pada permulaan abad ini, belum dilakukan.
  2.  c.           Pada pertengahan abad III H, mulailah Ulama Hadits mengadakan seleksi kualitas Hadits kepada shahih dan Dahif. Ulama yang mempelopori usaha ini adalah Ishaq Ibnu Rahawaih, kemudian diikuti oleh Bukhari, Muslim dan dilanjutkan oleh Abu Daud, Turmudzi, Nasa’iy, Ibnu Majah dan lain-lain. Sebelum zaman Imam Turmudzi, kualitas Hadits hanya dikenal ada dua macam saja, yakni: Shahih dan Dha’if. Dan sejak zaman Imam Turmudzi, barulah dikenal kualitas Hadits itu kepada tiga macam, yakni: Shahih, Hasan dan Dha’if. Demikian pendapat lbnu Taimiyah.
  3.  d.          Menghimpun segala kritik yang telah dilontarkan oleh ahli ilmu kalam dan lain-lain, baik kritik yang ditujukan kepada pribadi-pribadi perawi Hadits maupun yang ditujukan kepada matan-matan Hadits. Segala kritik itu kemudian dibantah satu per satu dengan argumentasi ilmiah, sehingga dengan demikian terpeliharalah para perawidan matan Hadits dari tuduhan- tuduhan yang tidak benar. Di antara Ulama Hadits yang telah menyusun kitab yang berisi pembahasan demikian ini, adalah Ibnu Qataibah. Judul kitabnya; Ta’wilu Mukhtalifil Hadits fir Raddi ‘ala ‘ada’ilil Hadits.
  1.  3.           Bentuk Penyusunan Kitab Hadits pada periode Kelima
Sistem pendewanan Hadits pada periode ini dapat diklasifikasi pada tiga bentuk.
Yakni bentuk penyusunan :
  1.  a.           Kitab Shahih
Yaitu kitab Hadits yang disusun oleh penyusunnya dengan cara menghimpun Hadits-hadits yang berkualitas Shahih, sedang Hadits-hadits yang berkualitas tidak Shahih, tidak dimasukkan. Bentuk penyusunan kitab Shahih, termasuk bentuk mushanaf. Materi Hadits yang dihimpun, selain masalah hukum juga masalah aqidah, akhlaq, sejarah clan tafsir.
Contoh:
  • Al-Jami’us Shahih, susunan Imam Bukhari. Kitab ini lebih dikenal dengan nama Shahih Bukhari.
  • Al-Jami’us Shahih, susunan Imam Muslim. Kemudian lebih dikenal dengan nama Shahih Muslim.
  1.  b.           Kitab Sunan
Yakni kitab Hadits yang oleh penyusunnya, selain dimasukkan dalam kategori Hadits-hadits yang berkualitas Shahih, juga dimasukkan yang berkualitas Dha’if dengan syarat tidak berkualitas mungkar clan tidak terlalu lemah, Maka untuk Hadits yang berkualitas Dha’if, biasanya oleh 4 penyusunnya diterangkan kedha’ifannya.
Bentuk penyusunan Kitab Sunan, termasuk bentuk mushannaf. Materi Hadits yang dihimpun, hanya terbatas pada masalah fiqh (hukum) dan semacamnya.
Gontoh:
  • As-Sunan, susunan Imam Abu Daud.
  • As-Sunan, susunan Imam At-Turmudzi.
  • As-Sunan, susunan Imam An-Nasa’iy.
  • As-Sunan, susunan Imam lbnu Majah.
  • As-Sunan, susunan Imam Ad-Darimy.
  1.  c.           Kitab Musnad
Yakni kitab Hadits yang oleh penyusunnya dihimpun seluruh Hadits yang diterimanya, dengan bentuk susunan berdasar nama perawi pertama. Urutan nama perawi pertama, ada yang berdasarkan menurut tertib kabilah, misalnya dengan mendahulukan Bani Hasyim, ada yang berdasar nama Sahabat menurut urutan waktu dalam memeluk agama Islam, ada yang dalam bentuk urutan lain. Hadits-hadits yang dimuat dalam kitab Musnad, tidak dijelaskan kualitasnya.
Contoh:
  • Musnad, susunan Imam Ahmad bin Hambal:
  • Musnad, susunan Imam Abul Qasim Al-Baghawy.
  • Musnad, susunan Imam Utsman bin Abi Syaibah.
  1.  4.           Kitab-Kitab Standar
Karena demikian banyaknya kitab-kitab Hadits yang disusun oleh Ulama sejak permulaan pendewaan Hadits sampai pada abad III ini, dan pula dengan mempertimbangkan kualitas, serta banyaknya Ulama Hadits yang memberikan perhatian khusus kepada kitab-kitab Hadits tertentu, maka Ulama Muta’akhirin lalu menetapkan beberapa kitab Hadits sebagai kitab-kitab pokok atau kitab standar.
  1.  a.           Kitab Standar yang Lima (Al-Kutubul Khamsah)
Ulama sepakat, ada lima buah kitab Hadits yang dinyatakan sebagai kitab standar (kitab pokok) yang biasa disebut dengan Al-Kutubul Khamsah atau Al-Ushulu I Khamsah. Yakni :
  • Kitab Shahih Bukhari.
  • Kitab Shahih Muslim.
  • Kitab Sunan Abi Daud.
  • Kitab Sunan Turmudzi.
  • Kitab Sunan Nasa’iy.
  1.  b.            Kitab Standar yang Enam (Al-Kutubus Sittah)
Ada sebuah kitab Hadits lagi yang oleh Ulama dimasukkan juga sebagai kitab standar dalam urutan yang keenam. Dengan demikian, seluruh kitab standar itu ada enam buah. Yakni, lima kitab standar sebagaimana tersebut dalam Al-Kutubul Khamsah kemudian ditambah satu kitab lagi sehingga menjadi Al-Kutubus Sittah. Ulama tidak sependapat tentang nama kitab standar yang menempati urutan yang keenam ini.
  • Menurut pendapat Ibnu ThahirAl-Maqdisy adalah: Sunan lbnu Majah susunan Imam Ibnu Majah.
  • Menurut pendapat Ibnu Atsir dan lain-lain, adalah: Al-Muwattha’,  susunan Imam Malik.
  • Menurut pendapat Ibnu Hajar Al-Asqallany adalah: Sunan Ad Darimy, susunan Imam Ad-Darimy.
  • Menurut Ahmad Muhammad Syakir, adalah: Al-Muntaqa, susunan Ibnu Jarud.
  1.  c.           Kitab Standar yang Tujuh (Al-Kutubus Sab’ah)
Di antara Ulama ada yang menambah lagi sebuah nama kitab Hadits sebagai kitab pokok (standar). Sehingga dengan demikian, kitab standar tersebut jumlahnya menjadi tujuh buah. Dan oleh karenanya, dinyatakan dengan nama Al-Kutubus Sab’ah (Kitab Pokok/Standar yang tujuh). Kitab Hadits yang ditetapkan sebagai nomor urut yang ketujuh dalam kitab standar tersebut, menurut sebagian Ulama adalah: Musnad Ahmad, susunan Ahmad bin Hambal.
  1. B.            Periode Ke-enam (Abad IV Sampai Pertengahan , Abad VII H)
Periode ini disebut Masa pemeliharaan, penertiban, penambahan dan penghimpunan. Periode keenam ini, terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah angkatan (Khalifah Al-Muqtadir sampai Khalifah Al-Mu’tashim).
  1.  1.           Keadaan Politik Dalam Periode ini
Sejak abad lV, daulah Islamiyah mengalami kemunduran. Lahirlah Gerapa daulah Islamiyah kecil yang tak berdaya. Di kawasan barat, hi Umayyah di Andalusia dipimpin oleh Abdur Rahman An-Nashir menyatakan diri memisahkan dari Daulah Abbasiyah dan mengatakan sebagai Amirul Mukminin juga. Di Afrika Utara, golongan Syi’ah lsmaith di bawah pimpinan Ubaidillah Al-Mahdi Al-Fathimi mendirikan Fathimiyah. Ubaidillah juga menyatakan diri sebagai Amirul ikminin.
Di Yaman, golongan Syi’ah Zaidiyah juga mendirikan daulah adiri, terpisah dari Daulah Abbasiyah yang ada Di Baghdad. Sedang di Baghdad sendiri, walaupun yang berkuasa secara format dari Bani Abbah, tetapi secara praktis kekuasaan dipegang oleh Bani Ad-Dailamy pg dikenal juga dengan Bani Buwaih. Di Mosul clan Halb, Bani ‘tndan mengaku juga sebagai Bani Abbasiyah dan berkuasa di kedua daerah itu.
Antardaulah Islamiyah tersebut, timbul keinginan saling menguasai. Mereka saling menyerang dan saling mengaku sebagai penguasa tertinggi terhadap daulah Islamiyah yang ada.
Demikian gambaran kecil tentang keadaan dunia Islam pada masa ; Dengan gambaran ini telah dapat dibayangkan betapa lemahnya daul Islamiyah. Sehingga pada waktu tentara Tartar (dari bangsa Mongol)  awah pimpinan Jengis Khan datang menyerbu daulah-daulah Islamiyah, para penguasa Islam sama sekali tidak berdaya lagi. Dan tatkala Holako Khan, cucu Jengis Khan menyerbu Baghdad dan membunuh Khalifah dari Bani Abbas, maka sempurnalah keruntuhan kekuasaan Islam yang pernah cermerlang di bumi ini. Masa yang sangat memilukan ini, terjadi pada pertengahan abad VII Hijry, yang oleh ahli Sejarah, ditetapkan sebagai pemisah antara masa sejarah Islam kuno dengan masa sejarah Islam pertengahan.
  1.  2.           Kegiatan Ulama Hadits  Pada Periode lni
Walaupun pada periode ini daulah Islamiyah mulai melemah dan akhimya runtuh, tetapi kegiatan Ulama dalam melestarikan Hadits tidaklah terlalu terpengaruh. Sebab kenyataannya, tidak sedikit Ulama yang tetap menekuni dan bersungguh-sungguh memelihara dan mengembangkan pembinaan Hadits, sekalipun caranya tidak lagi sama dengan Ulama pada periode sebelumnya. Sebagaimana telah dibahas, pada abad III hampir seluruh Hadits Nabi telah berhasil didewankan (dibukukan) oleh para Ulama. Oleh karena itu, pada abad IV tinggal sedikit lagi Hadits-hadits Shahih yang masih dikumpulkan clan dibukukan. Kitab-kitab Hadits yang telah berhasil disusun pada abad IV dan dari padanya dapat dijumpai Hadits-hadits Shahih di luar dari kitab-kitab Hadits abad III, antara lain adalah:
  1.  a.           As-Shahih, susunan lbnu Khuzaimah (313 H).
  2.  b.           Al-Anwa’wat-Taqsim, susunan Ibnu Hibban (354 H).
  3.  c.           Al-Musnad, susunan Abu Awanah (316 H).
  4.  d.          Al-Muntaqa, susunan lIbnu Jarud.
  5.  e.           Al-Mukhtarah, susunan Muhammad bin Abdul Wahid Al-Maqdisy.
Dengan melihat bahwa para Ulama Hadits pada abad IV tidak lagi banyak yang mengadakan perlawatan ke daerah-daerah seperti yang telah dilakukan oleh Ulama pada abad III, maka Adz-Dzahaby menjadi penghujung tahun 300 H sebagai batas yang memisahkan antara masa Ulama Mutagaddimin dengan Ulama Muta’akhkhirin.
Pada periode keenam ini, Ulama Hadits pada umumnya hanya memperpegangi kitab-kitab Hadits yang telah ada, sebab seluruh Hadits pada abad IV (awal periode keenam ini), telah terhimpun dalam kitab-kitab Hadits tersebut. Kegiatan Ulama yang menonjol dalam memelihara dan mengembangkan Hadits Nabi yang telah terhimpun dalam kitab-kitab Hadits tersebut, adalah:
  1.  a.           Mempelajarinya
  2.  b.           Menghafalnya
  3.  c.           Memeriksa dan menyelidiki sanad-sanadnya
  4.  d.          Menyusun kitab-kitab baru dengan tujuan untuk memelihara, menertibkan dan menghimpun segala sanad dan matan yang saling berhubungan serta yang telah termuat secara terpisah dalam kitabkitab yang telah ada tersebut.
  1.  3.           Ciri-Ciri Sistem Pembukuan Hadits Pada Periode ini
Ulama Hadits pada periode ini, selain menyusun kitab-kitab Hadits seperti yang telah ditempuh oleh Ulama pada periode sebelumnya, misalnya dengan sistem mushannaf dan musnad, juga menyusun kitab dengan sistem baru. Yakni yang dikenal dengan istilah:
  1.  a.           Kitab Athraf
Yakni kitab Hadits yang hanya menyebut sebagian-sebagian dari matan-matan Hadits tertentu kemudian menjelaskan seluruh sanad dari matan itu, baik sanad yang berasal dari kitab Hadits yang dikutip matannya itu maupun dari kitab-kitab lainnya. Misalnya
  • Athrafus Shahihaini, susunan Ibrahim Ad-Dimasyqy (wafat th. 400 H)
  • Athrafus Shahihaini, susunan Abu Muhammad (halaf Ibnu Muhammad Al-Wasithy (401 H)
  • Athrafus Sunanil Arba’ah, susunan Ibnu Asakir Ad-Dimasyqy (571 H)
  • Athraful Kutubis Sittah, susunan Muhammad Ibnu T’hahir Al-Maqdisy (507 H)
  1.  b.            Kitab Mustakhraj
Yakni kitab Hadits yang memuat matan-matan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhariatau Muslim atau kedua-duanya atau lainnya, kemudian si penyusun meriwayatkan matan-matan Hadits tersebut dengan sanad sendiri yang berbeda. Misalnya:
  • Mustakhraj Shahih Bukhari, susunan Juriany
  • Mustakhraj Shahih Muslim, susunan Abu Awanah (316 H)
  • Mustakhraj Bukhari-Muslim, susunan Abu Bakar Ibnu Abdan AsSirazy (388 H).
  1.  c.           Kitab Mustadrak
Yakni kitab Hadits yang menghimpun Hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau yang memiliki salah satu syarat dari keduanya. Misalnya:
  • Al-Mustadrak, susunan Al-Hakim (321- 405 H)
  • Al-Ilzamat, susunan Ad-Daraquthny (306 – 385 H)
  1.  d.          Kitab Jami’
Yakni kitab Hadits yang menghimpun Hadits-hadits Nabi yang telah termuat dalam kitab-kitab yang telah ada. Misalnya:
  • Yang menghimpun Hadits-hadits Shahih Bukhari dan Muslim:
Þ           Al-Jami’  bainas Shahihaini, susunan Ibnul Furat (Ismail Ibnu Muhammad) – (414 H).
Þ           Al-Jamii bainas Shahihaini, susunan Muhammad Ibnu Nashr Al- Humaidy (488 H).
Þ           Al-Jami’ bainas Shahihaini, susunan Al-Baghawy (516 H).
  • Yang menghimpun Hadits-hadits Nabi dari Al-Kutubus Sittah:
Þ           Tajridus Shihah, susunan Razim Mu’awiyah, kemudian disempurnakan oleh Ibnul Atsir Al-Jazary pada kitab yang diberinya judul: Al-Jami’ul Ushul li Ahaditsir Rasul.
Þ           Al-Jami’, susunan Ibnu Khanat (582 H).
  • Yang menghimpun Hadits-hadits Nabi dari berbagai Kitab Hadits:
Þ           Mashabihus Sunnah, susunan Al-Baghawy (516 H), kemudian disaring oleh Al-Khatib At-Tabrizy dengan judul: Misykatul Mashabih.
Þ           Jami’ul Masanid wal Alqab, susunan Abdur Rahman Ibnu Ali Al- Jauzy (597 H). Kemudian kitab ini ditertibkan oleh Ath-Thabary (96,4 H).
Þ           BahrulAsanid, susunan Al-Hasan Ibnu Ahmad As-Samarqandy (491 H).
  1.  e.           Kitab Berdasar Pokok Masalah
Adapun kitab-kitab Hadits yang menghimpun Hadits-hadits Nabi berdasarkan masalah-masalah tertentu dari kitab-kitab Hadits yang ada, antara lain ialah:
  • Yang menghimpun Hadits-hadits Ahkam:
Þ            Muntaqal Akhbar fil Ahkam, susunan Majduddin Abdus Salam Ibnu Abdillah (652 H).
Þ           As-Sunanul Kubra, susunan Al-Baihaqy (458 H).
Þ            Al-Ahkamus Sughra, susunan Ibnu Khanat (582 H).
Þ           Umdatul Ahkam, susunan Abdul Ghany Al-Maqdisy (600 H)
  • Yang menghimpun Hadits-hadits Targhib wat Tarhib (Hadits yang menerangkan keutamaan amal, menggemarkan untuk beramal dan  menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang/dibenci). At-Targhib wat Tarhib, susunan Al-Mundziry (656 H).
  1. C.           Periode Ke-tujuh (Mulai Pertengahan Abad Vll Sampai Sekarang)
Periode ini disebut Masa pensyarahan, penghim punan, pentakhrijan dan pembahasan
  1.  1.           Keadaan Umat Islam Pada Periode  Ini
Setelah Baghdad direbut dan khilafah Abbasiyah ditaklukkan (656 H), maka tentara Tartar melanjutkan penyerangannya ke Haleb, Damaskus, dan lain-lain (658 H). Daulah Ayubiyah di Mesir yang pernah jaya di bawah pahlawan Islam dalam perang salib, telah runtuh dan dikuasai oleh Baulah Mamalik. Melihat mengganasnya penyerangan tentara Tartar, maka orang-orang Mesir bertekad melawan tentara Tartar dan akhimya tentara yang dikuasai oleh cucu Jengis Khan ini, berhasil dihancurkan. Daulah Mamalik, ingin diakui sebagai penguasa dunia Islam. Secara politis, Bani Abbasiyah masih diperlukan namanya untuk kewibawaan daerah-daerah Islam di luar Mesir. Oleh karena itu tatkala salah seorang dari Bani Abbasiyah datang ke Mesir, maka dilantiklah menjadi khalifah oleh raia Adh-Dhahir Baibaras. Sejak tahun pembaiatan ini, kota Kairo merupakan kota khilafah Bani Abbasiyah, tetapi kekuasaan pemerintahan tetap dipegang oleh Bani Mamalik (dari keturunan Bangsa Turki): Tegasnya, khalifah dari Bani Abbasiyah sekedar simbol semata, agar daerah-daerah Islam dapat mengakui Mesir sebagai pusat Pemerintahan Islam.
Pada permulaan abad VIII, muncullah seorang tokoh di Turki, bemama Utsman Kajuk. Ia membina kerajaan di Turki dari puing-puing peninggalan Bani Saljuk yang masih ada di Asia Tengah. Utsman bersama keturunannya berusaha menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang ada di sekitarnya, sehingga dengan demikian Utsman berhasil membangun Daulah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Daulah Lltemaniyah akhirnya berhasil menaklukkan Konstantinopel dan Mesir, sekaligus menghilangkan khilafah Abbasiyah. Dan mulai saat itu, berpindahlah khilafah Islamiyah dari Mesir ke Konstantinopel. Dautah Utsmaniyah makin jaya dan besar. Tetapi di balik itu, cahaya Islam di Andalusia yang telah bersinar sekitar delapan abad itu, makin redup dan pudar.
Pada permulaan abad ketiga belas, Mesir di bawah pimpinan Muhammad Ali, mulai bangkit memulihkan kekuatannya dan berusaha mengembangkan kejayaan Mesir pada masa silam. Bertepatan dengan masa itu pula, kerajaan-kerajaan Eropa telah makin kuat dan ingin menguasai dunia. Kerajaan-kerajaan Eropa yang disemangati oleh perang salib itu, senantiasa berusaha untuk menumbangkan daulah Islamiyah dan menguasai kaum muslimin. Akhimya daulah Utsmaniyah runtuh lalu mereka taklukkan dan cahaya Islam makin meredup karena tekanan pa ra penjajah. Sulitlah hubungan dari Mesir ke l4 ijaz atau ke Syam dan lain-lain, sehingga praktis hilanglah perlawatan para Ulama untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam akibat penjajahan bangsa Eropa terhadap daerah-daerah Islam tersebut. Ulama-ulama Islam barulah mampu mengadakan kontak antar mereka, setelah semangat kebangkitan Islam mulai tumbuh dan mendobrak belenggu penjajahan bangsa Eropa di negara-negara yang penduduknya mayorifas beragama Islam,
  1.  2.           Kegiatan Ulama Hadits Pada Periode lni
Dengan latar belakang keadaan politik dunia Islam seperti dikemukakan di atas, maka praktis kegiatan periwayatan Hadits yang pada masa sebelumnya banyak dilakukan secara syifahiyah (penyampaian dan penerimaan riwayat secara lisan; jadi secara hafalan), sudah tidak lagi banyak dijumpai. Karenanya, penyampaian dan penerimaan riwayat/Hadits banyak dilakukan dengan jalan ijazah dan mukatabah. (Yang dimaksud dengan ijazah dalam hal ini adalah pemberian izin dari seorang syaikh (guru) kepada muridnya untuk meriwayatkan Hadits yang berasal dari padanya, baik yang tertulis ataupun yang hafalan, beserta kekurangan kekurangan dari riwayat tersebut. Yang dimaksud dengan mukatabah adalah pemberian catatan Hadits dari seorang syaikh/guru kepada orang yang ada di dekatnya atau orang yang jauh, baik catatan itu ditulis sendiri , oleh guru tersebut ataupun dengan cara disuruh orang lain untuk menu-liskannya).
Hanya sedikit sekali Ulama Hadits yang masih mampu menyampaikan periwayatan Hadits beserta sanadnya secara hafalan yang sempuma seperti yang telah dilakukan oleh Ulama mutaqaddimin. Kegiatan yang terbanyak yang dilakukan oleh para Ulama pada periode ini, pada umumnya adalah mempelajari kitab-kitab Hadits yang telah ada, kemudian mengembangkannya, antara lain dengan penyusunan kitabkitab baru yang selain dalam bentuk seperti yang telah ditempuh oleh Ulama sebelumnya (seperti kitab Jami’, mustakhraj, mustadrak clan athraf), juga berupa:
  1.  a.           Kitab Syarah.
Yakni, kitab Hadits yang di dalamnya dimuat uraian dan penjelasan kandungan Hadits dan kitab tertentu dan hubungannya dengan dalil-dalil yang lain, baik dariAl-Qur’an, dari Hadits maupun dari kaidah-kaidah syara’ lainnya.
  1.  b.           Kitab Mukhtashar.
Yaknikitab Hadits yang berisi ringkasan daris uatu kitab Hadits.
  1.  c.           Kitab Zaqa’id.
Yakni kitab yang di dalamnya dihimpun Hadits-hadits yang terdapat pada suatu kitab tertentu dan Hadits tersebut tidak termaktub dalam kitab-kitab tertentu lainnya.
  1.  d.          Kitab Penunjuk (kode indeks) Hadits.
Yakni kitab yang berisi petunjuk-petunjuk praktis, biasanya berupa kode-kode huruf dan angka tertentu, untuk mempermudah mendapatkan/mencari matan Hadits di kitab-kitab tertentu.
  1.  e.           Kitab Terjemah Hadits.
Yakni kitab/buku pengalih bahasa kitab-kitab Hadits dari bahasa Arab ke bahasa lain, atau sebaliknya. Sejak akhir abad  XIV H di lndonesia telah mulai kegiatan penerjemahan kitab-kitab Hadits ke dalam bahasa lndonesia, baik kitab jami’, kitab Hadits Ahkam, maupun kitab syarah.
  1.  3.           Macam-Macam Kitab Hadits  Pada Periode Ini
Kitab-kitab Hadits yang telah disusun pada periode ini, di antaranya yang berupa:
  1.  a.           Kitab jami’ antara lain:
  • Jami’ul Masanid was Sunan, oleh Ibnu Katsir (774 H). Kitab ini merupakan himpunan dari Hadits-hadits yang terdapat di kitabnya Bukhari, Muslim, Abu Daud At Turmudzi, An-Nasa’iy, lbnu Majah, Ahmad, Al-Bazzar, Abu Ya’la dan At-Thabary.
  • Jami’ul Jawami’, oleh As-Suyuthy (911 H). Kitab ini menghimpun Hadits- hadits dari Al-Kutubus Sittah.
  • At-Taj Al-Jami’lil Ushul li Ahaditsir Rasul, oleh Syekh ManshurAli Nashif (Ulama’Al-Azhaf Mesir; diterbitkan pertama kali tahun 1351 H/1932 M). Zadul Muslim fi mat Tafaqa ‘alaihil Bukhari wa Muslim, oleh Habibuilah As-Syanqithy. Kitab ini memuat 1200 Hadits yang disepakati Bukhari Muslim, disusun secara alfabetis.
  • Al-Lu’lu’u wal Marjan, oleh Muhammad Fuad Abdul Baqy. Kitab yang menghimpun Hadits-hadits Bukhari-Muslim
  1.  b.           Kitab yang membahas masalah tertentu, antara lain:
  • Yang membahas masalah hukum:
Þ           Al-lmam fi Ahaditsil Ahkam, oleh lbnu Daqiqil ld (702 H).
Þ           Taqribul Asanid wa Tartibul Masanid, oleh Al-Iraqy (806 H).
Þ           Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, oleh Ibnu Hajar Al Asqalany (852 H).
Þ           Koleksi Hadits-hadits Hukum, oleh Prof. Dr. TM. HasbiAs- Shiddieqy
  • Yang berisi Targhib dan Tarhib, antara lain; Riyadush Shalihin, oleh  Imam Nawawy (676 H).
  • Yangg berisi Dzikir dan Do’a, antara lain:
Þ           Al-Qaulul Badi’, oleh As-Sakhawy (902 H).
Þ           Al-Hishnul Hashin, oleh Ivluhammad Al-Jazary (833 H).
  • Kitah syarah, antara lain:
Syarah untuk Shahih Bukhari, antara lain; Fathul Bary, oleh lbnu Hajar Al-Asqalany dan Irsyadus Sary, oleh Muhammad Al-Qasthalany (923 HUrv).
  1.  c.           Miftah Kunuzis Sunnah, oleh Prof. Dr. A.J. Winsink. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fuad Abdul Baqy. Kitab ini memberi petunjuk untuk mencari matan-matan Hadits yang terdapat dalam 14 kitab Hadits (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Jami’ At- Turmudzi, Sunan An-Nasa’iy, Sunan Ibnu Majah, Sunan Ad-Darimy, Muwaththa’ Malil (Musnad Zaid bin Ali, Musnad Abu Daud At-Thayalisy, Musnad Ahmad, Thabaqah lbnu Saad, Sirah Ibnu Hisyam dan Al-Maghazy Al-Waqidy).
  • Al-It-hafatus Saniyyah, oleh Al-Mannawy.
  • Al-Kalimatut Tayyibah, oleh lbnu Taimiyah.
  • Adabul Ahaditsil Qudsiyah, oleh Dr. Ahmad As-Syarbashy.

[1] Endang Soetari. Ilmu Hadis : Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung : Mimbar Pustaka.2005.h.29
[2] Ibid.h..30
[3] M. Hasbi Ash-Shidieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta : Bulan Bintang. 1987. h.46