BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Saat ini banyak sekali ditemukan
orang-orang yang mengaku sebagai pemeluk Agama Islam akan tetapi
pengetahuannya begitu dangkal terhadap Agamanya. Bahkan pemahaman akan
kehidupan Nabinya pun begitu sempit.
Untuk mengatasi adanya degradasi
pengetahuan akan agama tersebut diperlukan pengkajian
pembahasan-pembahasan sejarah yang memuat seluruh periwayatan Nabi SAW
sehingga memperluas wawasan pemeluk agama. Misalnya, pembahasaan tentang
sejarah perkembangan hadits.
Sejarah perkembangan hadits merupakan
masa atau periode yang telah dilalui oleh hadits dari masa lahirnya dan
tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi
ke generasi.[1]
Dengan memperhatikan masa yang telah dilalui hadits sejak masa
timbulnya / lahirnya di zaman nabi SAW meneliti dan membina Hadits,
serta segala hal yang mempengaruhi hadits tersebut. Para ulama
Muhaditsin membagi sejarah hadits berbeda-beda dalam membagi periode
sejarah hadits. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode, dan
tujuh periode.[2]
M. Hasby Asy – Shidieqy membagi perkembangan hadits menjadi tujuh periode[3],
sejak periode Nabi SAW sampai sekarang. Yang dimaksud dengan
periodisasi tentang sejarah dan perkembangan Hadits ialah fase-fase yang
telah ditempuh dan dialami dalam sejarah pembinaan dan perkembangan
hadits, sejak Rosululloh masih hidup sampai terwujudnya kitab-kitab yang
dapat disaksikan dewasa ini. Karena sejaran dan perkembangan hadits
telah melalui masa yang cukup panjang, maka para ulama mengadakan
pembagian periodisasi.
Berdasarkan uraian diatas, penulis
tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Sejarah Pekembangan Hadits
Periode Kelima Sampai Periode Ketujuh”.
- Rumusan Masalah
- Bagaimanakah sejarah perkembangan Hadits abad III Hijriyah (Periode Kelima) ?
- Bagaimanakah sejarah perkembangan Hadits periode keenam ?
- Bagaimanakah sejarah perkembangan Hadits periode ketujuh ?
- Tujuan Pembahasan Masalah
- Mengetahui sejarah perkembangan Hadits periode kelima
- Mengetahui sejarah perkembangan Hadits periode keenam
- Mengetahui sejarah perkembangan Hadits periode ketujuh
- Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi masalah pada “Sejarah Pekembangan Hadits Periode Kelima Sampai Periode Ketujuh”.
BAB II
PEMBAHASAN
- Abad III Hijriah (Periode Kelima)
Periode ini disebut: Masa permurnian, penyehatan dan penyempurnaan.
Periode kelima ini dimulai sejak masa
akhir pernerintahan dinasti Abbasiyah angkatan pertama (Khalifah
Al-Ma’mun) sampai awal pemerintahan dinasti Abbasiyah angkatan kedua
(Khalifah Al-Muqtadir).
- 1. Keadaan Ummat Islam pada Periode lni
- a. Pertikaian faham dikalangan Ulama
Sejak abad kedua hrjry, telah lahir para
mujtahid di bidang fiqh dan dibidang ilmu kalam. Kehidupan ilmu
pengetahuan Islam pada abad ini sangat pesat. Antara para mujtahid
Islam, sesungguhnya tidaklah ada masalah. Mereka saling menghormati dan
menghargai pendapat-pendapat yang timbul. Tetapi lain halnya di kalangan
para murid dan pengikutnya. Mereka hanya baranggapan bahwa pendapat
guru dan golongannya saja yang benar. Sikap yang demikian ini
mengakibatkan timbulnya bentrokan-bentrokan antara mereka, termasuk para
ulamanya.
Pada abad ketiga, bentrokan pendapat itu
telah makin meruncing, baik antar golongan mazhab fiqh, maupun antar
mazhab ilmu kalam. Ulama Hadits pada abad ketiga ini, menghadapi kedua
golongan tersebut. Terhadap pendukung madzhab fiqh yang fanatik, Ulama
Hadits harus menghadapinya, karena tidak sedikit di antara mereka
berbeda pendapat dalam memahami hukum Islam. Para pendukung madzhab fiqh
yang fanatik buta, bila pendapat mazhabnya berbeda dengan mazhab
lainnya, maka di antara mereka tidak segan-segan untuk membuat
Hadits-hadits palsu dengan maksud selain untuk memperkuat argumen
mazhabnya, juga untuk menuduh lawan mazhabnya sebagai golongan yang
sehat.
Golongan/mazhab ilmu kalam, khususnya
kaum Mu’tazilah, sangat memusuhi Ulama Hadits. Mereka (dari kaum
Mu’tazilah) ini, sikapnya ingin memaksakan pendapatnya membuat
Hadits-hadits palsu. Pertentangan pendapat dari kalangan ulama llmu
Kalam dan Ulama Hadits ini sesungguhnya telah mulai lahir sejak abad II
hijry. Tetapi karena pada masa itu penguasa belum memberi angin kepada
kaum Mu’tazilah, maka pertentangan pendapat itu masih berada padati
ketegangan-ketegangan anta golongan. Dan ketika pemerintah, pada awal
abad III hijry, dipegang oleh Khatifah Ma’mun yang pendapatnya sama
dengan kaum Mu’tazilah, khususnya tentang kemakhlukan AlQur’an, maka
Ulama Hadits bertambah berat fitnah yang harus dihadapinya.
- b. Sikap Penguasa terhadap Ulama Hadits
Khalifah Al-Makmun (wafat 218 H)
merupakan khalifah yang sangat memperhatikan terhadap ilmu pengetahuan.
Beliau tekun mempelajari Al-Qur’an, As-Sunnah dan Filsafat. Beliau
memiliki kecerdasan dan kecakapan dalam usaha memahami dan mengembangkan
ilmu pengetahuan. Diuridanglati para Ulama dari berbagai golongan untuk
bermunadzarah tentang masalah-masalah agama. Penerjemahkan buku-buku
filsafat ke dalam bahasa Arab, sangat mendapat perhatian besar.
Singkatnya, dalam masa pemerintahan Al-Makmun, Ilmu pengetahuan
berkembang pesat.
Tetapi di samping itu, dalam menghadapi
pertentangan antara golongan Mu’tazilah dengan ahli Hadits, khususnya
tentang apakah AlQur’an itu qadim atau hadits, Khalifah Al-Makmun
sefaham dengan kaum Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu
hadits, karenanya Al-Qur’an itu makhluk. Pendapat khalifah yang
menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, telah diumumkan secara meluas
pada tahtin 212 hijry. Dan karena Ulama Hadits tetap terhadap
pendiriannya yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu qadim, maka khalifah,
demi prestasinya, lalu berupaya untuk menyiasati para ulama Hadits. Di
antara Ulama Hadits yang keras pendirian adalah lmam Ahmad bin Hambal.
Karenanya, Imam Ahmad harus mengalami nasib tragis. Beliau terpaksa
dipenjarakan, karena tidak bersedia surut dari pendapatnya. Keadaan yang
sangat tidak menguntungkan bagi Ulama Hadits ini, tetap berlanjut pada
masa khalifah Al-Mu’tashirn (wafat 227 H) dan AlWatsiq (wafat tahun 232
H). Dan Imam Ahmad, pada masa-masa pemerintahan ini, bukan sekedar
dipenjarakan saja tetapi juga disiksa dan dirantai. Al-Watsiq pada akhir
masa hidupnya, berubah pendirian dan mulai cenderung kepada pendapat
Ulama Hadits.
Pada waktu khalifah Al-Mutawakkil mulai
memerintah (232 H), Ulama Hadits mulai mendapat angin segar yang
menyenangkan. Sebab, khalifah ini sangat cenderung kepada As-Sunnah.
Ulama Hadits sering dihadirkan di istana untuk menyampaikan dan
menerangkan Hadits-hadits Nabi. Karena demikian besarnya perhatiannya
kepada Hadits Nabi, maka di antara ulama Hadits ada yang mengatakan
bahwa AlMutawakkil adalah khalifah yang menghidupkan sunnah dan
mematikan bid’ah.
Kaum zindik yang pada dasarnya sangat
memusuhi Islam, dalam masa pertentangan antar mazhab fiqh dan mazhab
ilmu kalam yang sedang menajam, telah mendapat kesempatan yang baik
sekali untuk meruntuhkan Islam. Mereka sengaja membuat Hadits-hadits
palsu untuk lebih mengeruhkan suasana dan menyesatkan umat. Sehingga
karenanya, telah menambah sibuk ulama Hadits untuk menyelamatkan
Hadits-hadits Nabi yang benar-benar berasal dari Nabi.
Di samping itu, kaum muslimin yang gemar
berceritra (tukang-tukang kisah) juga belum mau menghentikan
kegemarannya untuk membuat Hadits-hadits palsu guna memperkuat dan
memperindah daya pikat kisah-kisahnya. Dalam hal ini Ulama Hadits juga
harus menghadapinya, demi terpeliharanya Hadits-hadits Nabi dari usaha
percampur adukan dengan Hadits-hadits palsu yang telah dibuat oleh
ahli-ahli kisah tersebut.
- 2. Kegiatan Ulama Hadits dalam melestarikan Hadits-hadits.
Dalam menghadapi keadaan seperti tersebut
di atas, maka kegiatan Ulama Hadits dalam usaha melestarikan
Hadits-hadits Nabi secara garis besar ada lima macam kegiatan yang
penting. Yakni:
- a. Mengadakan perlawatan ke daerah-daerah yang jauh
Kegiatan ini ditempuh, karena
Hadits-hadits Nabi yang telah dibukukan oleh Ulama Hadits pada periode
keempat (abad II H) baru terbatas pada Hadits- hadits Nabi yang ada di
kota-kota tertentu saja. Pada hal dengan telah menyebarnya para perawi
hadits ke tempat tempat yang jauh, karena daulah Islamiyyah telah makin
meluas daerahnya, maka masih sangat banyak Hadits-hadits Nabi yang belum
dibukukan oleh karenanya, jalan yang harus ditempuh untuk menghimpun
Hadits-hadits yang berada pada perawi yang terbesar itu, adalah dengan
cara melawat untuk mengunjungi para perawi Hadits. Usaha perlawatan
untuk mencari Hadits Nabi ini, telah dipelopori oleh Imam Bukhari.
Beliau selama 16 tahun telali melawat ke kota Mekkah, Madinah, Bagdad,
Basrhah, Kuffah, Mesir, Damsyik, Naisabur, dan lain-lain. Kemudian
diikuti oleh Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa’iy dan
lain-lain.
- b. Sejak permulaan abad III H, Ulama Hadits telah mengadakan klasifikasi antara Hadits-hadits yang marfu’ (yang disadarkari kepada Nabi), yang mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) dan yang maqthu’ (yang disandarkan pada tabi’in). Kitab-kitab musnad telah sangat berjasa dalam hal ini, sebab telah menghimpun Hadits-hadits Nabi berdasarkan nama Sahabat yang meriwatkannya, sehingga dengan demikian Hadits-hadits Nabi terpelihara dari pencampur adukan dengan fatwa-fatwa Sahabat dan Tabi,in. Adapun klasifikasi Hadits kepada kualitas Shahih atau Dha’if, pada permulaan abad ini, belum dilakukan.
- c. Pada pertengahan abad III H, mulailah Ulama Hadits mengadakan seleksi kualitas Hadits kepada shahih dan Dahif. Ulama yang mempelopori usaha ini adalah Ishaq Ibnu Rahawaih, kemudian diikuti oleh Bukhari, Muslim dan dilanjutkan oleh Abu Daud, Turmudzi, Nasa’iy, Ibnu Majah dan lain-lain. Sebelum zaman Imam Turmudzi, kualitas Hadits hanya dikenal ada dua macam saja, yakni: Shahih dan Dha’if. Dan sejak zaman Imam Turmudzi, barulah dikenal kualitas Hadits itu kepada tiga macam, yakni: Shahih, Hasan dan Dha’if. Demikian pendapat lbnu Taimiyah.
- d. Menghimpun segala kritik yang telah dilontarkan oleh ahli ilmu kalam dan lain-lain, baik kritik yang ditujukan kepada pribadi-pribadi perawi Hadits maupun yang ditujukan kepada matan-matan Hadits. Segala kritik itu kemudian dibantah satu per satu dengan argumentasi ilmiah, sehingga dengan demikian terpeliharalah para perawidan matan Hadits dari tuduhan- tuduhan yang tidak benar. Di antara Ulama Hadits yang telah menyusun kitab yang berisi pembahasan demikian ini, adalah Ibnu Qataibah. Judul kitabnya; Ta’wilu Mukhtalifil Hadits fir Raddi ‘ala ‘ada’ilil Hadits.
- 3. Bentuk Penyusunan Kitab Hadits pada periode Kelima
Sistem pendewanan Hadits pada periode ini dapat diklasifikasi pada tiga bentuk.
Yakni bentuk penyusunan :
- a. Kitab Shahih
Yaitu kitab Hadits yang disusun oleh
penyusunnya dengan cara menghimpun Hadits-hadits yang berkualitas
Shahih, sedang Hadits-hadits yang berkualitas tidak Shahih, tidak
dimasukkan. Bentuk penyusunan kitab Shahih, termasuk bentuk mushanaf.
Materi Hadits yang dihimpun, selain masalah hukum juga masalah aqidah,
akhlaq, sejarah clan tafsir.
Contoh:
- Al-Jami’us Shahih, susunan Imam Bukhari. Kitab ini lebih dikenal dengan nama Shahih Bukhari.
- Al-Jami’us Shahih, susunan Imam Muslim. Kemudian lebih dikenal dengan nama Shahih Muslim.
- b. Kitab Sunan
Yakni kitab Hadits yang oleh penyusunnya,
selain dimasukkan dalam kategori Hadits-hadits yang berkualitas Shahih,
juga dimasukkan yang berkualitas Dha’if dengan syarat tidak berkualitas
mungkar clan tidak terlalu lemah, Maka untuk Hadits yang berkualitas
Dha’if, biasanya oleh 4 penyusunnya diterangkan kedha’ifannya.
Bentuk penyusunan Kitab Sunan, termasuk
bentuk mushannaf. Materi Hadits yang dihimpun, hanya terbatas pada
masalah fiqh (hukum) dan semacamnya.
Gontoh:
- As-Sunan, susunan Imam Abu Daud.
- As-Sunan, susunan Imam At-Turmudzi.
- As-Sunan, susunan Imam An-Nasa’iy.
- As-Sunan, susunan Imam lbnu Majah.
- As-Sunan, susunan Imam Ad-Darimy.
- c. Kitab Musnad
Yakni kitab Hadits yang oleh penyusunnya
dihimpun seluruh Hadits yang diterimanya, dengan bentuk susunan berdasar
nama perawi pertama. Urutan nama perawi pertama, ada yang berdasarkan
menurut tertib kabilah, misalnya dengan mendahulukan Bani Hasyim, ada
yang berdasar nama Sahabat menurut urutan waktu dalam memeluk agama
Islam, ada yang dalam bentuk urutan lain. Hadits-hadits yang dimuat
dalam kitab Musnad, tidak dijelaskan kualitasnya.
Contoh:
- Musnad, susunan Imam Ahmad bin Hambal:
- Musnad, susunan Imam Abul Qasim Al-Baghawy.
- Musnad, susunan Imam Utsman bin Abi Syaibah.
- 4. Kitab-Kitab Standar
Karena demikian banyaknya kitab-kitab
Hadits yang disusun oleh Ulama sejak permulaan pendewaan Hadits sampai
pada abad III ini, dan pula dengan mempertimbangkan kualitas, serta
banyaknya Ulama Hadits yang memberikan perhatian khusus kepada
kitab-kitab Hadits tertentu, maka Ulama Muta’akhirin lalu menetapkan
beberapa kitab Hadits sebagai kitab-kitab pokok atau kitab standar.
- a. Kitab Standar yang Lima (Al-Kutubul Khamsah)
Ulama sepakat, ada lima buah kitab Hadits yang dinyatakan sebagai kitab standar (kitab pokok) yang biasa disebut dengan Al-Kutubul Khamsah atau Al-Ushulu I Khamsah. Yakni :
- Kitab Shahih Bukhari.
- Kitab Shahih Muslim.
- Kitab Sunan Abi Daud.
- Kitab Sunan Turmudzi.
- Kitab Sunan Nasa’iy.
- b. Kitab Standar yang Enam (Al-Kutubus Sittah)
Ada sebuah kitab Hadits lagi yang oleh
Ulama dimasukkan juga sebagai kitab standar dalam urutan yang keenam.
Dengan demikian, seluruh kitab standar itu ada enam buah. Yakni, lima
kitab standar sebagaimana tersebut dalam Al-Kutubul Khamsah kemudian
ditambah satu kitab lagi sehingga menjadi Al-Kutubus Sittah. Ulama tidak
sependapat tentang nama kitab standar yang menempati urutan yang keenam
ini.
- Menurut pendapat Ibnu ThahirAl-Maqdisy adalah: Sunan lbnu Majah susunan Imam Ibnu Majah.
- Menurut pendapat Ibnu Atsir dan lain-lain, adalah: Al-Muwattha’, susunan Imam Malik.
- Menurut pendapat Ibnu Hajar Al-Asqallany adalah: Sunan Ad Darimy, susunan Imam Ad-Darimy.
- Menurut Ahmad Muhammad Syakir, adalah: Al-Muntaqa, susunan Ibnu Jarud.
- c. Kitab Standar yang Tujuh (Al-Kutubus Sab’ah)
Di antara Ulama ada yang menambah lagi
sebuah nama kitab Hadits sebagai kitab pokok (standar). Sehingga dengan
demikian, kitab standar tersebut jumlahnya menjadi tujuh buah. Dan oleh
karenanya, dinyatakan dengan nama Al-Kutubus Sab’ah (Kitab Pokok/Standar
yang tujuh). Kitab Hadits yang ditetapkan sebagai nomor urut yang
ketujuh dalam kitab standar tersebut, menurut sebagian Ulama adalah:
Musnad Ahmad, susunan Ahmad bin Hambal.
- B. Periode Ke-enam (Abad IV Sampai Pertengahan , Abad VII H)
Periode ini disebut Masa pemeliharaan, penertiban, penambahan dan penghimpunan. Periode keenam ini, terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah angkatan (Khalifah Al-Muqtadir sampai Khalifah Al-Mu’tashim).
- 1. Keadaan Politik Dalam Periode ini
Sejak abad lV, daulah Islamiyah mengalami
kemunduran. Lahirlah Gerapa daulah Islamiyah kecil yang tak berdaya. Di
kawasan barat, hi Umayyah di Andalusia dipimpin oleh Abdur Rahman
An-Nashir menyatakan diri memisahkan dari Daulah Abbasiyah dan
mengatakan sebagai Amirul Mukminin juga. Di Afrika Utara, golongan
Syi’ah lsmaith di bawah pimpinan Ubaidillah Al-Mahdi Al-Fathimi
mendirikan Fathimiyah. Ubaidillah juga menyatakan diri sebagai Amirul
ikminin.
Di Yaman, golongan Syi’ah Zaidiyah juga
mendirikan daulah adiri, terpisah dari Daulah Abbasiyah yang ada Di
Baghdad. Sedang di Baghdad sendiri, walaupun yang berkuasa secara format
dari Bani Abbah, tetapi secara praktis kekuasaan dipegang oleh Bani
Ad-Dailamy pg dikenal juga dengan Bani Buwaih. Di Mosul clan Halb, Bani
‘tndan mengaku juga sebagai Bani Abbasiyah dan berkuasa di kedua daerah
itu.
Antardaulah Islamiyah tersebut, timbul
keinginan saling menguasai. Mereka saling menyerang dan saling mengaku
sebagai penguasa tertinggi terhadap daulah Islamiyah yang ada.
Demikian gambaran kecil tentang keadaan
dunia Islam pada masa ; Dengan gambaran ini telah dapat dibayangkan
betapa lemahnya daul Islamiyah. Sehingga pada waktu tentara Tartar (dari
bangsa Mongol) awah pimpinan Jengis Khan datang menyerbu daulah-daulah
Islamiyah, para penguasa Islam sama sekali tidak berdaya lagi. Dan
tatkala Holako Khan, cucu Jengis Khan menyerbu Baghdad dan membunuh
Khalifah dari Bani Abbas, maka sempurnalah keruntuhan kekuasaan Islam
yang pernah cermerlang di bumi ini. Masa yang sangat memilukan ini,
terjadi pada pertengahan abad VII Hijry, yang oleh ahli Sejarah,
ditetapkan sebagai pemisah antara masa sejarah Islam kuno dengan masa
sejarah Islam pertengahan.
- 2. Kegiatan Ulama Hadits Pada Periode lni
Walaupun pada periode ini daulah
Islamiyah mulai melemah dan akhimya runtuh, tetapi kegiatan Ulama dalam
melestarikan Hadits tidaklah terlalu terpengaruh. Sebab kenyataannya,
tidak sedikit Ulama yang tetap menekuni dan bersungguh-sungguh
memelihara dan mengembangkan pembinaan Hadits, sekalipun caranya tidak
lagi sama dengan Ulama pada periode sebelumnya. Sebagaimana telah
dibahas, pada abad III hampir seluruh Hadits Nabi telah berhasil
didewankan (dibukukan) oleh para Ulama. Oleh karena itu, pada abad IV
tinggal sedikit lagi Hadits-hadits Shahih yang masih dikumpulkan clan
dibukukan. Kitab-kitab Hadits yang telah berhasil disusun pada abad IV
dan dari padanya dapat dijumpai Hadits-hadits Shahih di luar dari
kitab-kitab Hadits abad III, antara lain adalah:
- a. As-Shahih, susunan lbnu Khuzaimah (313 H).
- b. Al-Anwa’wat-Taqsim, susunan Ibnu Hibban (354 H).
- c. Al-Musnad, susunan Abu Awanah (316 H).
- d. Al-Muntaqa, susunan lIbnu Jarud.
- e. Al-Mukhtarah, susunan Muhammad bin Abdul Wahid Al-Maqdisy.
Dengan melihat bahwa para Ulama Hadits
pada abad IV tidak lagi banyak yang mengadakan perlawatan ke
daerah-daerah seperti yang telah dilakukan oleh Ulama pada abad III,
maka Adz-Dzahaby menjadi penghujung tahun 300 H sebagai batas yang
memisahkan antara masa Ulama Mutagaddimin dengan Ulama Muta’akhkhirin.
Pada periode keenam ini, Ulama Hadits
pada umumnya hanya memperpegangi kitab-kitab Hadits yang telah ada,
sebab seluruh Hadits pada abad IV (awal periode keenam ini), telah
terhimpun dalam kitab-kitab Hadits tersebut. Kegiatan Ulama yang
menonjol dalam memelihara dan mengembangkan Hadits Nabi yang telah
terhimpun dalam kitab-kitab Hadits tersebut, adalah:
- a. Mempelajarinya
- b. Menghafalnya
- c. Memeriksa dan menyelidiki sanad-sanadnya
- d. Menyusun kitab-kitab baru dengan tujuan untuk memelihara, menertibkan dan menghimpun segala sanad dan matan yang saling berhubungan serta yang telah termuat secara terpisah dalam kitabkitab yang telah ada tersebut.
- 3. Ciri-Ciri Sistem Pembukuan Hadits Pada Periode ini
Ulama Hadits pada periode ini, selain
menyusun kitab-kitab Hadits seperti yang telah ditempuh oleh Ulama pada
periode sebelumnya, misalnya dengan sistem mushannaf dan musnad, juga
menyusun kitab dengan sistem baru. Yakni yang dikenal dengan istilah:
- a. Kitab Athraf
Yakni kitab Hadits yang hanya menyebut
sebagian-sebagian dari matan-matan Hadits tertentu kemudian menjelaskan
seluruh sanad dari matan itu, baik sanad yang berasal dari kitab Hadits
yang dikutip matannya itu maupun dari kitab-kitab lainnya. Misalnya
- Athrafus Shahihaini, susunan Ibrahim Ad-Dimasyqy (wafat th. 400 H)
- Athrafus Shahihaini, susunan Abu Muhammad (halaf Ibnu Muhammad Al-Wasithy (401 H)
- Athrafus Sunanil Arba’ah, susunan Ibnu Asakir Ad-Dimasyqy (571 H)
- Athraful Kutubis Sittah, susunan Muhammad Ibnu T’hahir Al-Maqdisy (507 H)
- b. Kitab Mustakhraj
Yakni kitab Hadits yang memuat
matan-matan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhariatau Muslim atau
kedua-duanya atau lainnya, kemudian si penyusun meriwayatkan matan-matan
Hadits tersebut dengan sanad sendiri yang berbeda. Misalnya:
- Mustakhraj Shahih Bukhari, susunan Juriany
- Mustakhraj Shahih Muslim, susunan Abu Awanah (316 H)
- Mustakhraj Bukhari-Muslim, susunan Abu Bakar Ibnu Abdan AsSirazy (388 H).
- c. Kitab Mustadrak
Yakni kitab Hadits yang menghimpun
Hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau yang
memiliki salah satu syarat dari keduanya. Misalnya:
- Al-Mustadrak, susunan Al-Hakim (321- 405 H)
- Al-Ilzamat, susunan Ad-Daraquthny (306 – 385 H)
- d. Kitab Jami’
Yakni kitab Hadits yang menghimpun Hadits-hadits Nabi yang telah termuat dalam kitab-kitab yang telah ada. Misalnya:
- Yang menghimpun Hadits-hadits Shahih Bukhari dan Muslim:
Þ Al-Jami’ bainas Shahihaini, susunan Ibnul Furat (Ismail Ibnu Muhammad) – (414 H).
Þ Al-Jamii bainas Shahihaini, susunan Muhammad Ibnu Nashr Al- Humaidy (488 H).
Þ Al-Jami’ bainas Shahihaini, susunan Al-Baghawy (516 H).
- Yang menghimpun Hadits-hadits Nabi dari Al-Kutubus Sittah:
Þ Tajridus Shihah, susunan
Razim Mu’awiyah, kemudian disempurnakan oleh Ibnul Atsir Al-Jazary pada
kitab yang diberinya judul: Al-Jami’ul Ushul li Ahaditsir Rasul.
Þ Al-Jami’, susunan Ibnu Khanat (582 H).
- Yang menghimpun Hadits-hadits Nabi dari berbagai Kitab Hadits:
Þ Mashabihus Sunnah, susunan
Al-Baghawy (516 H), kemudian disaring oleh Al-Khatib At-Tabrizy dengan
judul: Misykatul Mashabih.
Þ Jami’ul Masanid wal Alqab,
susunan Abdur Rahman Ibnu Ali Al- Jauzy (597 H). Kemudian kitab ini
ditertibkan oleh Ath-Thabary (96,4 H).
Þ BahrulAsanid, susunan Al-Hasan Ibnu Ahmad As-Samarqandy (491 H).
- e. Kitab Berdasar Pokok Masalah
Adapun kitab-kitab Hadits yang menghimpun
Hadits-hadits Nabi berdasarkan masalah-masalah tertentu dari
kitab-kitab Hadits yang ada, antara lain ialah:
- Yang menghimpun Hadits-hadits Ahkam:
Þ Muntaqal Akhbar fil Ahkam, susunan Majduddin Abdus Salam Ibnu Abdillah (652 H).
Þ As-Sunanul Kubra, susunan Al-Baihaqy (458 H).
Þ Al-Ahkamus Sughra, susunan Ibnu Khanat (582 H).
Þ Umdatul Ahkam, susunan Abdul Ghany Al-Maqdisy (600 H)
- Yang menghimpun Hadits-hadits Targhib wat Tarhib (Hadits yang menerangkan keutamaan amal, menggemarkan untuk beramal dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang/dibenci). At-Targhib wat Tarhib, susunan Al-Mundziry (656 H).
- C. Periode Ke-tujuh (Mulai Pertengahan Abad Vll Sampai Sekarang)
Periode ini disebut Masa pensyarahan, penghim punan, pentakhrijan dan pembahasan
- 1. Keadaan Umat Islam Pada Periode Ini
Setelah Baghdad direbut dan khilafah
Abbasiyah ditaklukkan (656 H), maka tentara Tartar melanjutkan
penyerangannya ke Haleb, Damaskus, dan lain-lain (658 H). Daulah
Ayubiyah di Mesir yang pernah jaya di bawah pahlawan Islam dalam perang
salib, telah runtuh dan dikuasai oleh Baulah Mamalik. Melihat
mengganasnya penyerangan tentara Tartar, maka orang-orang Mesir bertekad
melawan tentara Tartar dan akhimya tentara yang dikuasai oleh cucu
Jengis Khan ini, berhasil dihancurkan. Daulah Mamalik, ingin diakui
sebagai penguasa dunia Islam. Secara politis, Bani Abbasiyah masih
diperlukan namanya untuk kewibawaan daerah-daerah Islam di luar Mesir.
Oleh karena itu tatkala salah seorang dari Bani Abbasiyah datang ke
Mesir, maka dilantiklah menjadi khalifah oleh raia Adh-Dhahir Baibaras.
Sejak tahun pembaiatan ini, kota Kairo merupakan kota khilafah Bani
Abbasiyah, tetapi kekuasaan pemerintahan tetap dipegang oleh Bani
Mamalik (dari keturunan Bangsa Turki): Tegasnya, khalifah dari Bani
Abbasiyah sekedar simbol semata, agar daerah-daerah Islam dapat mengakui
Mesir sebagai pusat Pemerintahan Islam.
Pada permulaan abad VIII, muncullah
seorang tokoh di Turki, bemama Utsman Kajuk. Ia membina kerajaan di
Turki dari puing-puing peninggalan Bani Saljuk yang masih ada di Asia
Tengah. Utsman bersama keturunannya berusaha menaklukkan
kerajaan-kerajaan kecil yang ada di sekitarnya, sehingga dengan demikian
Utsman berhasil membangun Daulah Utsmaniyah yang berpusat di Turki.
Daulah Lltemaniyah akhirnya berhasil menaklukkan Konstantinopel dan
Mesir, sekaligus menghilangkan khilafah Abbasiyah. Dan mulai saat itu,
berpindahlah khilafah Islamiyah dari Mesir ke Konstantinopel. Dautah
Utsmaniyah makin jaya dan besar. Tetapi di balik itu, cahaya Islam di
Andalusia yang telah bersinar sekitar delapan abad itu, makin redup dan
pudar.
Pada permulaan abad ketiga belas, Mesir
di bawah pimpinan Muhammad Ali, mulai bangkit memulihkan kekuatannya dan
berusaha mengembangkan kejayaan Mesir pada masa silam. Bertepatan
dengan masa itu pula, kerajaan-kerajaan Eropa telah makin kuat dan ingin
menguasai dunia. Kerajaan-kerajaan Eropa yang disemangati oleh perang
salib itu, senantiasa berusaha untuk menumbangkan daulah Islamiyah dan
menguasai kaum muslimin. Akhimya daulah Utsmaniyah runtuh lalu mereka
taklukkan dan cahaya Islam makin meredup karena tekanan pa ra penjajah.
Sulitlah hubungan dari Mesir ke l4 ijaz atau ke Syam dan lain-lain,
sehingga praktis hilanglah perlawatan para Ulama untuk menyebarkan
ajaran-ajaran Islam akibat penjajahan bangsa Eropa terhadap
daerah-daerah Islam tersebut. Ulama-ulama Islam barulah mampu mengadakan
kontak antar mereka, setelah semangat kebangkitan Islam mulai tumbuh
dan mendobrak belenggu penjajahan bangsa Eropa di negara-negara yang
penduduknya mayorifas beragama Islam,
- 2. Kegiatan Ulama Hadits Pada Periode lni
Dengan latar belakang keadaan politik
dunia Islam seperti dikemukakan di atas, maka praktis kegiatan
periwayatan Hadits yang pada masa sebelumnya banyak dilakukan secara syifahiyah
(penyampaian dan penerimaan riwayat secara lisan; jadi secara hafalan),
sudah tidak lagi banyak dijumpai. Karenanya, penyampaian dan penerimaan
riwayat/Hadits banyak dilakukan dengan jalan ijazah dan mukatabah.
(Yang dimaksud dengan ijazah dalam hal ini adalah pemberian izin dari
seorang syaikh (guru) kepada muridnya untuk meriwayatkan Hadits yang
berasal dari padanya, baik yang tertulis ataupun yang hafalan, beserta
kekurangan kekurangan dari riwayat tersebut. Yang dimaksud dengan
mukatabah adalah pemberian catatan Hadits dari seorang syaikh/guru
kepada orang yang ada di dekatnya atau orang yang jauh, baik catatan itu
ditulis sendiri , oleh guru tersebut ataupun dengan cara disuruh orang
lain untuk menu-liskannya).
Hanya sedikit sekali Ulama Hadits yang
masih mampu menyampaikan periwayatan Hadits beserta sanadnya secara
hafalan yang sempuma seperti yang telah dilakukan oleh Ulama
mutaqaddimin. Kegiatan yang terbanyak yang dilakukan oleh para Ulama
pada periode ini, pada umumnya adalah mempelajari kitab-kitab Hadits
yang telah ada, kemudian mengembangkannya, antara lain dengan penyusunan
kitabkitab baru yang selain dalam bentuk seperti yang telah ditempuh
oleh Ulama sebelumnya (seperti kitab Jami’, mustakhraj, mustadrak clan
athraf), juga berupa:
- a. Kitab Syarah.
Yakni, kitab Hadits yang di dalamnya
dimuat uraian dan penjelasan kandungan Hadits dan kitab tertentu dan
hubungannya dengan dalil-dalil yang lain, baik dariAl-Qur’an, dari
Hadits maupun dari kaidah-kaidah syara’ lainnya.
- b. Kitab Mukhtashar.
Yaknikitab Hadits yang berisi ringkasan daris uatu kitab Hadits.
- c. Kitab Zaqa’id.
Yakni kitab yang di dalamnya dihimpun
Hadits-hadits yang terdapat pada suatu kitab tertentu dan Hadits
tersebut tidak termaktub dalam kitab-kitab tertentu lainnya.
- d. Kitab Penunjuk (kode indeks) Hadits.
Yakni kitab yang berisi petunjuk-petunjuk
praktis, biasanya berupa kode-kode huruf dan angka tertentu, untuk
mempermudah mendapatkan/mencari matan Hadits di kitab-kitab tertentu.
- e. Kitab Terjemah Hadits.
Yakni kitab/buku pengalih bahasa
kitab-kitab Hadits dari bahasa Arab ke bahasa lain, atau sebaliknya.
Sejak akhir abad XIV H di lndonesia telah mulai kegiatan penerjemahan
kitab-kitab Hadits ke dalam bahasa lndonesia, baik kitab jami’, kitab
Hadits Ahkam, maupun kitab syarah.
- 3. Macam-Macam Kitab Hadits Pada Periode Ini
Kitab-kitab Hadits yang telah disusun pada periode ini, di antaranya yang berupa:
- a. Kitab jami’ antara lain:
- Jami’ul Masanid was Sunan, oleh Ibnu Katsir (774 H). Kitab ini merupakan himpunan dari Hadits-hadits yang terdapat di kitabnya Bukhari, Muslim, Abu Daud At Turmudzi, An-Nasa’iy, lbnu Majah, Ahmad, Al-Bazzar, Abu Ya’la dan At-Thabary.
- Jami’ul Jawami’, oleh As-Suyuthy (911 H). Kitab ini menghimpun Hadits- hadits dari Al-Kutubus Sittah.
- At-Taj Al-Jami’lil Ushul li Ahaditsir Rasul, oleh Syekh ManshurAli Nashif (Ulama’Al-Azhaf Mesir; diterbitkan pertama kali tahun 1351 H/1932 M). Zadul Muslim fi mat Tafaqa ‘alaihil Bukhari wa Muslim, oleh Habibuilah As-Syanqithy. Kitab ini memuat 1200 Hadits yang disepakati Bukhari Muslim, disusun secara alfabetis.
- Al-Lu’lu’u wal Marjan, oleh Muhammad Fuad Abdul Baqy. Kitab yang menghimpun Hadits-hadits Bukhari-Muslim
- b. Kitab yang membahas masalah tertentu, antara lain:
- Yang membahas masalah hukum:
Þ Al-lmam fi Ahaditsil Ahkam, oleh lbnu Daqiqil ld (702 H).
Þ Taqribul Asanid wa Tartibul Masanid, oleh Al-Iraqy (806 H).
Þ Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, oleh Ibnu Hajar Al Asqalany (852 H).
Þ Koleksi Hadits-hadits Hukum, oleh Prof. Dr. TM. HasbiAs- Shiddieqy
- Yang berisi Targhib dan Tarhib, antara lain; Riyadush Shalihin, oleh Imam Nawawy (676 H).
- Yangg berisi Dzikir dan Do’a, antara lain:
Þ Al-Qaulul Badi’, oleh As-Sakhawy (902 H).
Þ Al-Hishnul Hashin, oleh Ivluhammad Al-Jazary (833 H).
- Kitah syarah, antara lain:
Syarah untuk Shahih Bukhari, antara lain;
Fathul Bary, oleh lbnu Hajar Al-Asqalany dan Irsyadus Sary, oleh
Muhammad Al-Qasthalany (923 HUrv).
- c. Miftah Kunuzis Sunnah, oleh Prof. Dr. A.J. Winsink. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fuad Abdul Baqy. Kitab ini memberi petunjuk untuk mencari matan-matan Hadits yang terdapat dalam 14 kitab Hadits (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Jami’ At- Turmudzi, Sunan An-Nasa’iy, Sunan Ibnu Majah, Sunan Ad-Darimy, Muwaththa’ Malil (Musnad Zaid bin Ali, Musnad Abu Daud At-Thayalisy, Musnad Ahmad, Thabaqah lbnu Saad, Sirah Ibnu Hisyam dan Al-Maghazy Al-Waqidy).
- Al-It-hafatus Saniyyah, oleh Al-Mannawy.
- Al-Kalimatut Tayyibah, oleh lbnu Taimiyah.
- Adabul Ahaditsil Qudsiyah, oleh Dr. Ahmad As-Syarbashy.