A. Pendahuluan
Bertolak dari asumsi bahwa life is education and education is life
dalam arti pendidikan sebagai persoalan hidup dan kehidupan maka
diskursus seputar pendidikan merupakan salah satu topik yang selalu
menarik. Setidaknya ada dua alasan yang dapat diidentifikasi sehingga
pendidikan tetap up to date untuk dikaji. Pertama, kebutuhan akan
pendidikan memang pada hakikatnya krusial karena bertautan langsung
dengan ranah hidup dan kehidupan manusia. Membincangkan pendidikan
berarti berbicara kebutuhan primer manusia. Kedua, pendidikan juga
merupakan wahana strategis bagi upaya perbaikan mutu kehidupan manusia,
yang ditandai dengan meningkatnya level kesejahteraan, menurunnya
derajat kemiskinan dan terbukanya berbagai alternatif opsi dan peluang
mengaktualisasikan diri di masa depan.
Dalam tataran nilai, pendidikan mempunyai
peran vital sebagai pendorong individu dan warga masyarakat untuk
meraih progresivitas pada semua lini kehidupan. Di samping itu,
pendidikan dapat menjadi determinan penting bagi proses transformasi
personal maupun sosial. Dan sesungguhnya inilah idealisme pendidikan
yang mensyaratkan adanya pemberdayaan.
Namun dalam tataran ideal, pergeseran
paradigma yang awalnya memandang lembaga pendidikan sebagai lembaga
sosial, kini dipandang sebagai suatu lahan bisnis basah yang
mengindikasikan perlunya perubahan pengelolaan. Perubahan pengelolaan
tersebut harus seirama dengan tuntutan zaman.
Situasi, kondisi dan tuntutan pasca
booming-nya era reformasi membawa konsekuensi kepada pengelola
pendidikan untuk melihat kebutuhan kehidupan di masa depan. Maka
merupakan hal yang logis ketika pengelola pendidikan mengambil langkah
antisipatif untuk mempersiapkan diri bertahan pada zamannya.
Mempertahankan diri dengan tetap mengacu pada pembenahan total mutu
pendidikan berkaitan erat dengan manajemen pendidikan adalah sebuah
keniscayaan.
B. Pembahasan
1. Pengertian Manajemen
Perkembangan dinamis aplikasi manajemen
berangkat dari keragaman definisi tentang manajemen. Semula, manajemen
yang berasal dari bahasa Inggris: management dengan kata kerja to manage, diartikan secara umum sebagai mengurusi atau kemampuan menjalankan dan mengontrol suatu urusan atau “act of running and controlling a business”
(Oxford, 2005). Selanjutnya definisi manajemen berkembang lebih
lengkap. Stoner (1986) mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, memimpin dan mengawasi usaha-usaha dari anggota
organisasi dan dari sumber-sumber organisasi lainnya untuk mencapai
organisasi yang telah ditetapkan. G.R. Terry (1986) –sebagaimana dikutip
Malayu S.P Hasibuan (1996)- memandang manajemen sebagai suatu proses,
sebagai berikut: “Management is a distinct process consisting of
planning, organizing, actuating and controlling performed to determine
and accomplish stated objectives by the use of human being and other
resources”. Sementara, Malayu S.P. Hasibuan (1995) dalam bukunya
“Manajemen Sumber Daya Manusia” mengemukakan bahwa manajemen adalah ilmu
dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan
tertentu.
Manajemen kemudian diartikan sebagai
suatu rentetan langkah yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi
sebagai suatu system yang bersifat sosio-ekonomi-teknis; dimana system
adalah suatu kesatuan dinamis yang terdiri dari bagian-bagian yang
berhubungan secara organik; dinamis berarti bergerak, berkembang ke arah
suatu tujuan; sosio (social) berarti yang bergerak di dalam dan yang
menggerakkan sistem itu adalah manusia; ekonomi berarti kegiatan dalam
sistem bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia; dan teknis berarti
dalam kegiatan dipakai harta, alat-alat dan cara-cara tertentu
(Kadarman, 1991).
Dengan demikian, manajemen merupakan
kebutuhan yang niscaya untuk memudahkan pencapaian tujuan manusia dalam
organisasi, serta mengelola berbagai sumberdaya organisasi, seperti
sarana dan prasarana, waktu, SDM, metode dan lainnya secara efektif,
inovatif, kreatif, solutif, dan efisien.
2. Urgensi Manajemen dalam Pengelolaan Pendidikan
Kepekaan melihat kondisi global yang
bergulir dan peluang masa depan menjadi modal utama untuk mengadakan
perubahan paradigma dalam manajemen pendidikan. Modal ini akan dapat
menjadi pijakan yang kuat untuk mengembangkan pendidikan. Pada titik
inilah diperlukan berbagai komitmen untuk perbaikan kualitas. Ketika
melihat peluang, dan peluang itu dijadikan modal, kemudian modal menjadi
pijakan untuk mengembangkan pendidikan yang disertai komitmen yang
tinggi, maka secara otomatis akan terjadi sebuah efek domino (positif)
dalam pengelolaan organisasi, strategi, SDM, pendidikan dan pengajaran,
biaya, serta marketing pendidikan.
Untuk menuju point education change
(perubahan pendidikan) secara menyeluruh, maka manajemen pendidikan
adalah hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan
sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan. Walaupun masih terdapat
institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam
pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional,
sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal
dari modernitas.
Jika manajemen pendidikan sudah tertata
dengan baik dan membumi, niscaya tidak akan lagi terdengar tentang
pelayanan sekolah yang buruk, minimnya profesionalisme tenaga pengajar,
sarana-prasarana tidak memadai, pungutan liar, hingga kekerasan dalam
pendidikan. Manajemen dalam sebuah organisasi pada dasarnya dimaksudkan
sebagai suatu proses (aktivitas) penentuan dan pencapaian tujuan
organisasi melalui pelaksanaan empat fungsi dasar: planning, organizing, actuating, dan controlling dalam
penggunaan sumberdaya organisasi. Karena itulah, aplikasi manajemen
organisasi hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi yang
bersangkutan.
- a. Planning
Satu-satunya hal yang pasti di masa depan
dari organisasi apapun termasuk lembaga pendidikan adalah perubahan,
dan perencanaan penting untuk menjembatani masa kini dan masa depan yang
meningkatkan kemungkinan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Mondy
dan Premeaux (1995) menjelaskan bahwa perencanaan merupakan proses
menentukan apa yang seharusnya dicapai dan bagaimana mewujudkannya dalam
kenyataan. Perencanaan amat penting untuk implementasi strategi dan
evaluasi strategi yang berhasil, terutama karena aktivitas
pengorganisasian, pemotivasian, penunjukkan staff, dan pengendalian
tergantung pada perencanaan yang baik (Fred R. David, 2004).
Dalam dinamika masyarakat, organisasi beradaptasi kepada tuntunan perubahan melalui perencanaan. Menurut Johnson (1973) bahwa: “The planning process can be considered as the vehicle for accomplishment of system change”. Tanpa
perencanaan sistem tersebut tak dapat berubah dan tidak dapat
menyesuaikan diri dengan kekuatan-kekuatan lingkungan yang berbeda.
Dalam sistem terbuka, perubahan dalam sistem terjadi apabila kekuatan
lingkungan menghendaki atau menuntut bahwa suatu keseimbangan baru perlu
diciptakan dalam organisasi tergantung pada rasionalitas pembuat
keputusan. Bagi sistem sosial, satu-satunya wahana untuk perubahan
inovasi dan kesanggupan menyesuaikan diri ialah pengambilan keputusan
manusia dan proses perencanaan.
Dalam konteks lembaga pendidikan, untuk
menyusun kegiatan lembaga pendidikan, diperlukan data yang banyak dan
valid, pertimbangan dan pemikiran oleh sejumlah orang yang berkaitan
dengan hal yang direncanakan. Oleh karena itu kegiatan perencanaan
sebaiknya melibatkan setiap unsur lembaga pendidikan tersebut dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan.
Menurut Rusyan (1992) ada beberapa hal
yang penting dilaksanakan terus menerus dalam manajemen pendidikan
sebagai implementasi perencanaan, diantaranya:
- Merinci tujuan dan menerangkan kepada setiap pegawai/personil lembaga pendidikan.
- Menerangkan atau menjelaskan mengapa unit organisasi diadakan.
- Menentukan tugas dan fungsi, mengadakan pembagian dan pengelompokkan tugas terhadap masing-masing personil.
- Menetapkan kebijaksanaan umum, metode, prosedur dan petunjuk pelaksanaan lainnya.
- Mempersiapkan uraian jabatan dan merumuskan rencana/sekala pengkajian.
- Memilih para staf (pelaksana), administrator dan melakukan pengawasan.
- Merumuskan jadwal pelaksanaan, pembakuan hasil kerja (kinerja), pola pengisian staf dan formulir laporan pengajuan.
- Menentukan keperluan tenaga kerja, biaya (uang) material dan tempat.
- Menyiapkan anggaran dan mengamankan dana.
- Menghemat ruangan dan alat-alat perlengkapan.
Hirarki Rencana
Visi,
Misi,
Tujuan
Sasaran
Strategi
Kebijakan
Prosedur dan Kebijakan
Program
Anggaran
Sumber: Terry (1986); Kadarman et.al (1996)
b. Organizing
Tujuan pengorganisasian adalah mencapai
usaha terkoordinasi dengan menerapkan tugas dan hubungan wewenang.
Malayu S.P. Hasbuan (1995) mendifinisikan pengorganisasian sebagai suatu
proses penentuan, pengelompokkan dan pengaturan bermacam-macam
aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang
pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan,
menetapkan wewenang yang secara relative didelegasikan kepada setiap
individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.
Pengorganisasian fungsi manajemen dapat dilihat terdiri dari tiga
aktivitas berurutan: membagi-bagi tugas menjadi pekerjaan yang lebih
sempit (spesialisasi pekerjaan), menggabungkan pekerjaan untuk membentuk
departemen (departementalisasi), dan mendelegasikan wewenang (Fred R.
David, 2004).
Dalam konteks pendidikan,
pengorganisasian merupakan salah satu aktivitas manajerial yang juga
menentukan berlangsungnya kegiatan kependidikan sebagaimana yang
diharapkan. Lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi memiliki
berbagai unsur yang terpadu dalam suatu sistem yang harus terorganisir
secara rapih dan tepat, baik tujuan, personil, manajemen, teknologi,
siswa/member, kurikulum, uang, metode, fasilitas, dan faktor luar
seperti masyarakat dan lingkungan sosial budaya.
Sutisna (1985) mengemukakan bahwa
organisasi yang baik senantiasa mempunyai dan menggunakan tujuan,
kewenangan, dan pengetahuan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan. Dalam
organisasi yang baik semua bagiannya bekerja dalam keselarasan
seakan-akan menjadi sebagian dari keseluruhan yang tak terpisahkan.
Semua itu baru dapat dicapai oleh organisasi pendidikan, manakala
dilakukan upaya: 1) Menyusun struktur kelembagaan, 2) Mengembangkan
prosedur yang berlaku, 3) Menentukan persyaratan bagi instruktur dan
karyawan yang diterima, 4) Membagi sumber daya instruktur dan karyawan
yang ada dalam pekerjaan.
c. Actuating
Dalam pembahasan fungsi pengarahan, aspek
kepemimpinan merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Sehingga
definisi fungsi pengarahan selalu dimulai dimulai dan dinilai cukup
hanya dengan mendifinisikan kepemimpinan itu sendiri.
Menurut Kadarman (1996) kepemimpinan
dapat diartikan sebagai seni atau proses untuk mempengaruhi dan
mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha untuk mencapai tujuan
yang hendak dicapai oleh kelompok. Kepemimpinan juga dapat didefinisikan
sebagai suatu kemampuan, proses atau fungsi yang digunakan untuk
mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk berbuat sesuatu dalam
rangka mencapai tujuan tertentu.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi
keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau
kelompok, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas
ataupun hingga skala negara, untuk mencapai tujuan sesuai dengan
kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin juga harus dapat
memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Ketika pemimpin telah
berhasil membawa organisasinya mencapai tujuannya, maka saat itu dapat
dianalogikan bahwa ia telah berhasil menggerakkan organisasinya dalam
arah yang sama tanpa paksaan.
Dalam konteks lembaga pendidikan,
kepemimpinan pada gilirannya bermuara pada pencapaian visi dan misi
organisasi atau lembaga pendidikan yang dilihat dari mutu pembelajaran
yang dicapai dengan sungguh-sungguh oleh semua personil lembaga
pendidikan. Soetopo dan Soemanto (1982) menjelaskan bahwa kepemimpinan
pendidikan ialah kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang
lain untuk mencapai tujuan pendidikan secara bebas dan sukarela. Di
dalam kepemimpinan pendidikan sebagaimana dijalankan pimpinan harus
dilandasi konsep demokratisasi, spesialisasi tugas, pendelegasian
wewenang, profesionalitas dan integrasi tugas untuk mencapai tujuan
bersama yaitu tujuan organisasi, tujuan individu dan tujuan pemimpinnya.
Ada tiga keterampilan pokok yang
dikemukakan Hersey dan Blanchard (1988) -sebagaimana dikutip oleh
Syafaruddin (2005) dalam bukunya Manajemen Lembaga Pendidikan Islam- yang berlaku umum bagi setiap pimpinan termasuk pimpinan lembaga pendidikan, yaitu:
- Technical skill-ability to use knowledge, methods, techniques and equipment necessary for the performance of specific tasks acquired from experiences, education and training.
- Human skill-ability and judgment in working with and through people, including in understanding of motivation and an application of effective leadership.
- Conceptual skill-ability to understand the complexities of the overall organization and where one’s own operation fits into the organization. This knowledge permits one to act according to the objectives of the total organization rather than only on the basis of the goals and needs of one’s own immediate group.
d. Controling
Sebagaimana yang dikutif Muhammad Ismail
Yusanto (2003), Mockler (1994) mendifinisikan pengawasan sebagai suatu
upaya sistematis untuk menetapkan standar prestasi kerja dengan tujuan
perencanaan untuk mendesain sistem umpan balik informasi; untuk
membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standar yang telah ditetapkan
itu; menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur signifikansi
penyimpangan tersebut; dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan
untuk menjamin bahwa semua sumberdaya perusahaan telah digunakan dengan
cara yang paling efekif dan efisien guna tercapainya tujuan perusahaan.
Dalam konteks pendidikan, Depdiknas
(1999) mengistilahkan pengawasan sebagai pengawasan program pengajaran
dan pembelajaran atau supervisi yang harus diterapkan sebagai berikut:
1) Pengawasan yang dilakukan
pimpinan dengan memfokuskan pada usaha mengatasi hambatan yang dihadapi
para instruktur atau staf dan tidak semata-mata mencari kesalahan.
2) Bantuan dan bimbingan diberikan
secara tidak langsung. Para staf diberikan dorongan untuk memperbaiki
dirinya sendiri, sedangkan pimpinan hanya membantu.
3) Pengawasan dalam bentuk saran yang efektif
4) Pengawasan yang dilakukan secara periodik.
3. Efektifitas Manajemen dalam Lembaga Pendidikan
Dalam ranah aktivitas, implementasi
manajemen terhadap pengelolaan pendidikan haruslah berorientasi pada
efektivitas terhadap segala aspek pendidikan baik dalam pertumbuhan,
perkembangan, maupun keberkahan (dalam perspektif syariah). Berikut ini
merupakan urgensi manajemen terhadap bidang manajemen pendidikan:
- Manajemen Kurikulum
1) Mengupayakan efektifitas perencanaan
2) Mengupayakan efektifitas pengorganisasian dan koordinasi
3) Mengupayakan efektifitas pelaksanaan
4) Mengupayakan efektifitas pengendalian/pengawasan
- Manajemen Personalia
Manajemen ini berkisar pada staff development (teacher development), meliputi:
1) Training
2) Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
3) Inservice Education (Pendidikan Lanjutan)
- Manajemen Siswa
1) Penerimaan Siswa (Daya Tampung, Seleksi)
2) Pembinaan Siswa (Pengelompokkan, Kenaikan Kelas, Penentuan Program, Ekskul)
3) Pemberdayaan OSIS
- Manajemen Keuangan
Dalam keuangan pengelolaan pendidikan, manajemen harus berlandaskan pada prinsip: efektivitas, efisiensi dan pemerataan .
- Manajemen Lingkungan
Urgensi manajemen terhadap lingkungan
pendidikan bertujuan dalam merangkul seluruh pihak terkait yang akan
berpengaruh dalam segala kebijakan dan keberlangsungan pendidikan.
Manajemen ini berupaya mewujudkan cooperation with Society dan stake holder identification.
C. Penutup
Berkenaan dengan manajemen
pendidikan, Islam telah menggariskan bahwa hakikat amal perbuatan
haruslah berorientasi bagi pencapaian ridla Allah SWT. Bila perbuatan
manusia memenuhi dua syarat itu sekaligus, maka amal itu tergolong ahsan
(ahsanul amal), yakni amal terbaik di sisi Allah SWT. Dengan
demikian, keberadaan manajemen organisasi dipandang pula sebagai suatu
sarana untuk memudahkan implementasi Islam dalam kegiatan organisasi
tersebut. Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya
Islam sebagai kaidah berpikir dan kaidah amal dalam seluruh kegiatan
organisasi. Nilai-nilai Islam inilah sesungguhnya nilai utama organisasi
yang menjadi payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas
organisasi.
Sebagai kaidah berpikir, aqidah dan
syariah difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikir dalam
beraktivitas. Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah difungsikan sebagai
tolok ukur kegiatan. Tolok ukur syariah digunakan untuk membedakan
aktivitas yang halal atau haram. Hanya kegiatan yang halal saja yang
dilakukan oleh seorang muslim, sementara yang haram akan ditinggalkan
semata-mata untuk menggapai keridloan Allah SWT.
Daftar Pustaka
David, R. Fred. 2004. Konsep Manajemen Strategis, Edisi VII (terjemahan). Jakarta, PT Indeks.
Hasibuan, S.P. Malayu. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan II. Jakarta, PT Toko Gunung Agung.
__________________. 1996. Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah, Cetakan I. Jakarta, PT Toko Gunung Agung.
Ismail, M. Yusanto. 2003. Pengantar Manajemen Syariat, Cetakan II. Jakarta, Khairul Bayan.
Johnson, R.A. 1973. The Theory and Management of System. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha.
Kadarman, A.M. et.al. 1996. Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta, Gramedia.
Mondy, R.W.and Premeaux, S.H. 1995. Management: Concepts, Practices and Skills. New Jersey, Prentice Hall Inc Englewood Cliffs.
Oxford, Learner’s Pocket Dictionary. 2005. Newyork, Oxford University Press.
Rusyan, A. Tabrani. 1992. Manajemen Kependidikan. Bandung: Media Pustaka.
Soetopo, Hendiyat dan Soemanto, Wasty. 1982. Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Sutisna, Oteng. 1985. Administrasi Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Syafaruddin. 2005. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Cetakan I. Jakarta: Ciputat Press.