1. Pengertian pendidikan
Pendidikan
sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek
rohaniah dan jasmania juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena
kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan dan pertumbuhan
melalui proses demi proses kearah tujuan akhir dari perkembangan tersebut.
Beberapa
ahli pendidikan barat yang memberikan arti pendidikan adalah :
- Mortimer J. Adle mengartikan : Pendidikan adalah proses dimana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperolah) yang dapat mempengaruhi pembiasaan, disempurnakan dengan pembiasaan–pembiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik untuk mencapai tujuan.
- Herman H. Horne berpendapat : Pendidikan harus dipandang sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dan berinteraksi dengan alam sekitar, dengan sesama manusia.
- William Mc Gucken, SJ. Seorang tokoh pendidikan katolik berpendapat, bahwa pendidikan diartikan oleh ahli scholastic, sebagai suatu perkembangan dan kelengkapan dari kemapuan manusia baik moral, intelektual, maupun jasmaniah yang diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan individu atau social untuk mencapai tujuan akhir.
Bila
definisi yang telah disebut diatas dikaitkan dengan pendidikan Islam,akan kita
ketahui bahwa pendidikan Islam lebih menekankan pada keseimbangan dan
keserasian perkembangn hidup manusia.
Pendidikan Islam menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Toumy Al- Syaebani, diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam hidup pribadinya atau hidup kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses kependidikan.
Pendidikan Islam menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Toumy Al- Syaebani, diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam hidup pribadinya atau hidup kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses kependidikan.
1.2.
Tugas dan fungsi Pendidikan Islam
Pada
hakikatnya, pendidikan adalah proses yang berlangsung secara kontiniu dan
berkesinambuangan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu di
emban oleh Pendidikan Islam pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung
sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki
sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis
mulai dari kandungan hingga akhir hayat.
Secara
umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai
titik kemampuan optimal. Secara structural, pendidikan Islam menuntut adanya
struktur organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan, baik dalam
dimensi vertical maupun horizontal. Sementara secara institusional, ia
mengandung implikasi bahwa proses pendidikan yang berjalan hendaknya dapat
memenuhi kebutuhan dan mengikuti perkembangan zaman yang terus berkembang.
Bila
dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk,
yaitu :
- Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungkan tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial,serata ide-ide masyarakat dan nasional.
- Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan perimbangan perubahan sosialekonomi yang demikian dinamis.
1.3
Dasar dan tujuan pendidikan Islam
Sebagai
aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka
pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja.
Dengan dasar ini akan memeberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah
diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam
hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang menghantarkan
peserta didik kearah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang
terpenting dari pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan hadist (Sunnah
Rasulullah).
Dalam
pendidikan Islam, Sunah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu :
- Menjelaskan system pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya.
- Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasullullah bersama sahabat.
Secara
lebih luas, dasar pendidikan Islam menurut Sa’Id Ismail Ali sebagaimana dikutip
langgulung terdiri dari 6 macam, yaitu; Al-Qur’an, sunnah,qaul al-shahabat,
masail al mursalah.’urf, dan pemikiran hasil ijtihad intelektual Islam.
Dalam
perumusan tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu:
- Tujuan dan tugas manusia di muka bumi, baik secara vertical maupun horizontal.
- Sifat-sifat dasar manusia.
- Tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan.
- Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam.
Dalam
aspek ini,ada 3 macam dimensi ideal Islam, yaitu ;
- Mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dibumi.
- Mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan yang baik.
- Mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.
Faktor
– faktor pendidikan :
Menurut
Imam Sutari bahwa perbuatan mendidik dan didik memuat faktor – faktor tertentu
yang mempengaruhi dan menentukan, beberapa diantara nya adalah :
- Tujuan pendidikan yang hendak dicapai
- Adanya subjek manusia (pendidik dan anak didik yang melakukan pendidikan)
- Hidup bersama dalam lingkungan tertentu
- Yang memungkinkan alat – alat tertentu untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Hakekat
Pendidikan Islam
Dari
seluruh uraian diatas tentang pendidikan maka hakekat pendidikan Islam
sebenarnya adalah semua yang ada pada diri manusia tidak terlepas dari
pendidikan khususnya pendidikan Islam yang menjadi landasan yang mendasar dan
menjadi acuan bagi manusia untuk memulai pendidikan dan mencapai tujuan pendidikan
yang diharapkan.
Analisa
Melihat
dari beberapa pendapat yang mengartikan pendidikan dengan berbagai pengertian
dan dari beberapa tokoh, maka dapat dianalisa bahwa pendidikan menurut penulis
adalah; Perkembangan dari segala unsur yang dimiliki oleh manusia baik dari
segi jasmaniah, rohaniah, intelektualnya dan bagaimana individu dapat
berinteraksi dengan lingkungannya serta dapat mencapai tujuan pendidikan yang
sebenarnya dan melalui proses kependidikan sebagai suatu aktivitas dalam
masyarakat.
2.
1. Pengertian Pendidik
Secara
umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.
Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik baik potensi efektif,
kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Beberapa
ahli pendidikan yang memberikan arti pendidik adalah :
- Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang mempertanggung jawabkan sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik
- Sutari Imam Barnadib mengemukakan bahwa pendidik adalah orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan peserta didik
2.2.
Tugas Pendidik Menurut Filsafat Pendidikan Islam
Dalam
Islam tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia.
Secara umum tugas pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalnya mendidik merupakan
rangakaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi
contoh, membiasakan dsb. Disamping itu pendidikjuga bertugas sebagai
fasilitator dan motivator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh
potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.
Menurut
Ahmad D. Marimba, tugas pendidik dalam pendidikan Islam adalah membimbing dan
mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang
kondusif bagi berlangsungnya proses kependidikan, menambah dan mengembangkan
pengetahuan yang dimiliki guna ditranformasikan kepada peserta didik, serta
melihat kekurangan dan kelebihannya.
Tugas
Pendidik secara umum
:
Pada
hakekatnya mengemban misi yang mengajak menusia untuk tunduk dan patuh pada
hukum – hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.
Tugas
Pendidik secara khusus :
- Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.
- Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tinggakat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.
- Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.
2.3.
Karakteristik pendidik
Dalam
pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang dapat
membedakannya dari yang lain. Dalam hal ini An-Nahlawi membagi karakteristik
pendidik muslim kepada beberapa bentuk, diantaranya yaitu:
- Bersifat ikhlas: melaksanakan tugasnya sebagaipendidik semata-mata untuk mencari keridhoan Allah dan menegakkan kebenaran.
- Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah.
- Bersifat sabar dalam mengajar.
- Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya.
- Mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi.
- Mampu mengelola kelas dan mengetahui psikis anak didik, tegas dan proposional.
Sementara
dalam kriteria yang sama Al-Abrasyi memberikan batasan tentang karakteristik
pendidik, diantaranya :
- Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat zuhud yaitu melaksanakan tugasnya bukan semata-mata karena materi akan tetapi lebih dari itu adalah karena mencari keridhaan Allah.
- Seorang pendidik hendaknya bersih fisiknya dari segala macam kotoran dan bersih jiwanya dari segala macam sifat tercela.
- Seorang pendidik hendaknya Ikhlas, tidak riya’, pemaaf, dan mencintai peserta didik juga mengatahui karakteristik anak didiknya.
Hakekat
Pendidik
Pada
dasarnya seorang Pendidik adalah orang yang tergolong penting dalam pendidikan
karena seorang pendidik adalah orang yang memberikan pendidikan kepada anak
didiknya. Seorang pendidik adalah sujek dalam proses pendidikan dan pengajaran
Islam. Jadi pada hakekatnya proses pendidikan tidak akan berjalan secara
efisien tanpa adanya pendidik yang mampu menjadi sebenar – benarnya pendidik
Analisa
Setelah
melalui proses yang demikian panjang untuk menjadi seorang pendidik Islam maka
Pendidik Islam haruslah mempunyai landasan dasar yang kuat untuk menjadi
seorang pendidik, pendidik yang baik dari segi sikap dan moral serta keimanan
yang kuat kepada Allah SWT bisa dijadikan acuan untuk menjadi seorang pendidik
untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan agar peserta didik pun mampu
menerima pengajaran dengan baik dalam aplikasinya di kehidupan sehari-hari.
3.1.
Peserta didik
Peserta
didik salah satu komponen dalam sistim pendidikan Islam. Peserta didik itu
sendiri secara formal yaitu orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan
perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan
merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang
pendidik.
Ada
pun menurut Syamsul Nizar ada 5 kriteria peserta didik yaitu:
- Peserta didik bukan lah miniatur orang dewasa, sehingga menjadi tanggung jawab pendidik.
- Peserta didik memiliki periode sasi perkembangan dan pertumbuhan
- Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
- Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani
- Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
3.2.
Tugas dan kewajiban peserta didik
Agar
pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka
setiap peserta didik hendaknya, senantiasa menyadari tugas dan kewajibannya..
Menurut Asma Hasan Fahmi tugas dan kewajiban yang harus dipenuhi peserta didik
diantaranya adalah.
- Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
- Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keimanan.
- Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
- Peserta didik hendaknya belajar secara bersungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.
Kewajiban
peserta didik diantaranya adalah:
- Sebelum belajar hendaknya terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat buruk.
- Niat belajar hendaknya ditujukan untuk mengisi jiwa dengan berbagai fadillah.
- Wajib bersungguh – sungguh dalam belajar, wajib saling mengasihi dan menyayangi diantara sesama, bergaul baik terhadap guru-gurunya.
3.3.
Sifat-sifat Ideal Peserta Didik
Dalam
upaya mencapai tujuan Pendidikan Islam, peserta didik hendaknya memiliki dan
menanamkan sifat-sifat yang baik dalam dari dan kepribadiannya. Diantara
sifat-sifat ideal ynag perlu dimiliki peserta didik misalnya ; berkemauan keras
atau pantang menyerah, memiliki motivasi yang tinggi, sabar, dan tabah, tidak
mudah putus asa dan sebagainya.
Berkenaan
dengan sifat ideal diatas, Imam Al-Ghazali, sebagaimana dikutip Fatahiyah Hasan
Sulaiman, merumuskan sifat-sifat ideal yang patut dimiliki peserta didik yaitu
;
- Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub ila Allah. Mempunyai ahklak yang baik dan meninggalkan yang buruk.
- Mengurangi kecendrungan pada kehidupan duniawi disbanding ukhrawi dan sebaliknya.
- Bersifat tawadhu’ (rendah hati).
- Menjaga pikiran dari berbagai pertentangan dan aliran.
- Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji baik ilmu umum dan agama.
- Belajar secara bertahap atau berjenjang dengan melalui pelajaran yang mudah menuju pelajran yang sulit.
- Mempelajari ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih kepada ilmu yang lainnya.
- Memahami nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari
- Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
- Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat, membahagiakan, serta memeberi keselematan dunia dan akhirat.
Analisa
Peserta
didik bukanlah miniatur orang dewasa dimana seorang anak didik masih banyak
memerlukan arahan dan bimbingan oleh karenanya anak didik harus banyak
memperoleh bimbingan sesuai dengan fase pertumbuhan dan perkembangannya, Jadi
pada hakikatnya seorang anak didik adalah orang yang mempunyai arti penting
dalam pendidikan karena masanya yang sangat rentan dibanding pendidik, maka
sudah sewajarnya pendidik yang bertanggung jawab atas perkebangan potensi
peserta didik tersebut.
4.1.
Kurikulum
Kurikulum
berasala dari bahasa latin “Curriculum” dan terdapat pula dalam bahasa prancis
“courir” artinya “to run” artinya berlari. Istilah ini digunakan untuk sejumlah
courses atau mata pelajaran yang harusc ditempuh untuk mencapai gelar atau
ijazah. Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang
diajarkan disekolah.
Kurikulum
dalam pendidikan Islam dikenal dengan kata-kata “manhaj” yang berarti jalan
yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didikanya untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.
William
B. Ragan, sebagai dikutip S. Nasution, berpendapat bahwa kurikulum meliputi
seluruh program dan kehidupan disekolah. S. Nasution menyatakan, ada beberapa
penafsiran lain tentang kurikulum. Diantaranya : pertama, kurikulum sebagai
produk (sebagai hasil pengambangan kurikulum), kedua, sebagai program( alat
yang dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan), ketiga , kurikulum sebagai
hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan
tertentu), dan keempat, kurikulum sebagai pengalaman siswa.
4.2.
Asas-asas kurikulum pendidikan Islam
Suatu
kurikulum kependidikan termasuk pendidikan Islam hendaknya mengandung beberapa
unsure utama seperti tujuan, isi mata pelajaran, metode mengajar, dan metode
penilaian.
Muhammad
Al-Toumy Al- Syaebani mengemukakan bahwa asaa-asas umum yang menjadi landasan
pembentukan kurikulum dalam pendidikan Islam itu adalah:
1.
Asas Agama
Seluruh
system yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk system pendidikannya harus
meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam meliputi
Aqidah, Ibadah, Muamalat, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam masyarakat.
2.
Asas Falsafah
Dasar
ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, dengan daras filosofis,
sehingga suasana kurikulum pendidikan Islam mengadung suatu kebenaran terutama
dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenarannya.
3.
Asas Psikologis
Asas
ini memeberi arti bahwa kurikulum pendidikan Islam hendaknya disusun dengan
memepertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui
anak didik. Kurikulum pendidikan Islam harus dirancang sejalan dengan
cirri-ciri perkembangan anak didik, tahapkematangan bakat, jasmani, intelektual,
bahasa, emosi, dan sosial, kebutuhan dan keinginan, minat, kecakapan, perbedaan
individual, dan lain sebagainya yang berhubungtan dengan aspek psikoligis.
4.
Asas Sosial
Pembentukan
kurikulum pendidikan Islam harus mengacu kearah relisasi individu dalam
masyarakat. Pola yang demikian ini berarti bahwa semua kecenderungan dan
perubahan yang telah dan bakalterjadi dalam perkembangan masyarakat manusia
sebagai makhluk sosial harus mendapar tempat dalam kurikulum pendidikan Islam.
Hal ini dimaksudkan agar out put yang dihasilkan pendidikan Islam adalah
manusia yang mampu mengambil peran dalam masyarakat dan kebudayaan dalam
konteks kehidupan zamannya.
Berdasarkan
pada asas-asas tersebut diatas, maka kurikulum pendidikan menurut An-Nahlawi
harus pula memenuhi kriteria diantaranya sebagai berikut:
- Sistem dan perkembangan kurikulum hendaknya selaras dengan fitrah insani sehingga memiliki peluang untuk mensicukanya, dan menjaganya dari penyimpangan serta menyelamatkannya.
- Kurikulum hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat dan beribadah kepada Allah, disamping merealisasikan tujuan aspek psikis,fisik, sosial, budaya maupun intelektual.
- Pertahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodesasi perkembangan peserta didik .
4.3.
Karakteristik kurikulum Pendidikan Islam
Secara
umum karakteritik kurikulum pendidikan Islam adalah pencerminan Islami yang
dihasilkan dari pemikiran kefilsafatan dalam seluruh aktivitas dan kegiatan
kependidikan dalam prakteknya. Konsep inilah yang membedakan kurikulum
pendidikan Islam dengan kurikulum pendidikan pada umumnya.
Menurut
Al- Syaebany, Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam itu adalah :
- Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti tujuan dan kandungan, kaedah, alat dan tekniknya.
- Memperluas perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian, pengembangan serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologi, sosial, dan spiritual.
- Adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman serta kegiatan pengajaran.
Analisa
Setelah
proses demi proses yang kian panjang maka dalam pendidikan Islam diperlukan
adanya kurikulum, hakekat kurikulum dalam pendidikan Islam yang sebenarnya
adalah eksistensi kurikulum sebagai parameter operasionalisasi proses belajar
mengajar. Oleh karenanya kurikulum tidak mempunyai makna apabila tidak
dilaksanakan dalam suatu institusi dan tidak ada imbal balik antara pendidik
disuatu sisi dengan peserta didik di sisi lain.
5.1.
Metode Pendidikan Islam
Pendidikan
Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan
kegiatan kependidikannya kearah tujuan yang dicita-citakan. bagaimana baik dan
sempurnanya kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakala
tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada
peserta didik .
Secara
literal metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua kata, yaitu meta
yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan. Jadi metode berarti jalan
yang dilalui, sebagai dikutip oleh Mohammad Noor Syam secara teknis menerangkan
bahwa metode adalah :
- Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan.
- Suatu teknik mengetahui ynag dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu.
- Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur.
Sementara
Al-Syaebany, menjelaskan bahwa metode pendidikan adalah segala segi kegiatan
yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangaka memberikan pelajaran yang
diajarkannya, cirri-ciri perkembangan peserta didiknya, dan suasana alam
sekitar untuk mencapai proses belajar yang diinginkan.
5.2.
Asas – asas umum metode pendidikan Islam
Secara
umum asas-asas metode pemdidikan Islam itu menurut Al-Syaebany adalah:
- Asas Agama, yaitu prinsip, asas dan fakta umu yang diambil dari sumber asasi ajaran Islam, yakni Al-Quran dan sunnah.
- Asas biologis, yaitu dasar yang mempertimbangkan kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan usia peserta didik.
- Asas Psikologis, yaitu Prinsip yang lahir diatas pertimbangan kekuatan psikologis seperti motivasi, kebutuhan, emosi, minat, sikap, keinginan, kesedihan, bakat dan kecakapan.
- Asas Sosial, yaitu asas yang bersumbr dari kehidupan sosial manusia seperti tradisi, kebutuhan, harapan dan tuntutan yang senantiasa maju dan berkembang.
Sementara
dari sudut pandang pelaksanaannya, asas – asas metode pendidikan Islam dapat
diformulasikan kepada :
- Asas Motivasi
- Asas Aktifitas
- Asas Minat
- Asas Apersepsi
- Asas Peragaan
- Asas ketauladanan
- Asas ulangan
- Asas Korelasi
- Asas Pembiasaan
- Asas Kosentrasi
- Asas Individualisasi
- Asas Globalisasi
- Asas Sosialisasi
- Asas Evaluasi
- Asas Kebebasan
- Asas Lingkungan
5.3.
Karakteristik Metode Pendidikan Islam
Diantara
karakteristik metode pendidikan Islam adalah:
- Keseluruhan proses penerapan metode pendidikan Islam, mulai dari pembentukannya, penggunaannya, sampai pada pengembangannya.
- Metode pendidikan Islam bersifat luwes dan fleksibel
- Metode pendidikan Islam selalu berusaha menyeimbangkan antara teori dan praktek.
- Dari segi pendidik, Metode pendidikan Islam lebih menekankan keteladanan dan kebebasan pendidik
- Metode pendidikan Islam dalam penerapannya berupaya menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan bagi terciptanya interaksi edukatif yang kondusif
- Metode pendidikan Islam merupakan usaha untuk memudahkan proses pengajaran dan tercapainya tujuan secara efektif dan efisien.
Dalam
konteks itu, An-Nahlawi, mengemukakan beberapa metode yang paling penting dalam
pendidikan Islam yaitu ;
- Metode Hiwar (Percakapan) Qur’ani dan Nabawi
- Mendidik dengan Kisah-kisah Qur’ani dan Nabawi
- Mendidik dengan amsal(Perumpamaan)
- Mendidik dengan memberi tauladan
- Mendidik dengan pembiasaan dan pengalaman
- Mendidik dengan mengambil Ibrah (Pelajaran) dan muaidhah (Peringatan)
- Mendidik dengan targhib (Membuat senang) dan tarhib (Membuat takut)
Pendapat
lain yang lebih diarahkan kepada penggunaan metode pendidikan Islam secara
formal adalah sebagaimana yang dikemukakan Al-Syaebany, yaitu:
- Metode indiksi (pengambilan kesimpulan) - Metode Perbandingan
- Metode Kuliah - Metode Halaqah
- Metode Dialog dan perbincangan - Metode Riwayat
- Metode Mendengar - Metode Membaca
- Metode Imla’ - Metode Hafalan
- Metode Pemahaman
Analisa
Dalam
kaitan metode pendidikan Islam yang mempunyai peran penting dalam pendidikan
Islam pada hakekatnya metode adalah suatu penerapan yang dilakukan oleh
pendidik. Pada prinsipnya tidak ada metode yang paling ideal untuk semua tujuan
pendidikan,semua ilmu dan mata pelajaran, semua pertumbuhan, semua tahap
kematangan, semua pendidik, dan semua keadaan,yang meliputi proses pendidikan.
Oleh
karena itu tidak bisa dihindarkan pendidik hendaknya mengkombinasikan lebih
dari satu metode pendidikan dalam prakteknya dilapangan. Untuk itu sangat
penting menerapkan metode yang relevan dengan semua situasi sehingga tujuan
dapat tercapai dengan maksimal.
6.1.Materi
Pendidikan
Yaitu
bahan – bahan atau pengalaman – pengalaman belajar ilmu agama Islam yang
disusun sedemikian rupa (dengan susunan yang lazim tetapi logis) untuk
disajikan atau disampaikan kepada anak didik. Dalam pendidikan Islam materi
pendidikan ini seringkali disebut dengan istilah maddatut tarbiyah. Proses
tarbiyah (pendidikan) mempunyai tujuan untuk melahirkan suatu generasi baru
dengan segala ciri – cirinya yang unggul dan beradab. Penciptaan generasi ini
dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan yang sepenuhnya dan seutuhnya
kepada Allah SWT melalui proses tarbiyah.
Ada
beberapa pendapat ulama tentang materi yang harus di berikan terhadap anak
didik:
- Menurut Umar bin Khatab, seorang anak hendaknya diajarkan berenang, berkuda, pepatah yang berlaku dalam sajak terbaik. Semua ini diajarkan setelah anak mengetahui prinsip-prinsip agama Islam, mengahafal Al-Qur’an dan mempelajari al-hadist.
- Ibnu Sina mengemukakan, bahwa mendidik anak hendaknya dengan memepelajari Al-Qur’an.
- Ibnu Thawam berpendapat, setelah anak hafal Al-Qur’an hendaknya anak tersebut diajarkan menulis,berhitung dan berenang.
- Al-Ghazali mengemukakan, bahwa sebaiknya anak-anak diajarkan Al-Qur’an, sejarah kehidupan orang-orang besar dan hukum-hukum agama.
- Al-Jahiz dalam bukunya Risalat al-Mu’allimin mengatakan bahwa sebaiknya anak-anak kecil tidak disibukan dengan ilmu nahwu semata. Cukup mereka dapat membaca, menulis dan berbicara dengan benar .
Pendapat
para ulama diatas, dapat difahami bahwa materi pendidikan Islam yang paling
utama adalah Al-Qur’an,baik keterampilan membaca, mengahafal, menganalisa
sekaligus mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.
Analisa
Materi
adalah salah satu komponen penting yang harus disesuaikan dalam pendidikan
Islam, karena akan menyebab kan kesalahan yang sangat besar apabila sebuah
materi pembelajaran tidak disusun sedemikaian rupa, maka hakikat dari pada
penggunaan dan penyesuaian materi adalah agar peserta didik mampu terarah
dengan baik, tidak hanya sekedar belajar tanpa meteri yang dipersiapakan dengan
matang dan disesuaikan dengan usia perkembangan peserta didik.
7.1.
Evaluasi pendidikan
Rangakaian
akhir dari suatau proses kependidikan Islam adalah Evaluasi atau penialaian.
Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya dapat dilihat
setelah dilakukannya evaluasi out put yang dihasilkannya. Maka secara sederhana
Evaluasi pendidikan dapat diberikan batasan sebagai suatu kegiatan untuk
menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan dalam pendidikan Islam.
Dalam
ruang lingkup yang terbatas, Evaluasi dilakukan adalah dalam rangka mengetahui
tingkat keberhasilan pendidik dalam menyampaikan materi kepada peserta didik,
sedangkan dalam ruang lingkup yang luas, Evaluasi dilakukan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan Islam (dengan
seluruh komponen ynag terlibat di dalamnya) dalam pencapaian tujuan pendidikan
yang diinginkan serta pelaksanaan dan berakhir pada kepribadian muslim.
Secara
umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan Islam. Pertama, dari segi
pendidik, evaluasi berguna untuk membantu seorang pendidik mengetahui sudah
sejauh mana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya. Kedua, dari segi
peserta didik, evaluasi berguna untuk peserta didik untuk dapat mengubah atau
mengembangkan tingkahlaku secara sadar kea rah yang lebih baik. Ketiga, dari
segi ahli fakir pendidikan Islam, evaluasi berguna untuk mengetahui kelemahan-kelemahan
teori pendidikan Islam dan membantu mereka dalam merumuskan teori itu kembali,
pendidikan Islam yang relevan dengan arus dinamika zaman. Keempat, dari segi
politik mengambilkebijakan pendidikan Islam (pemerintah) evaluasi berguna untuk
membantu mereka dalam membenahisistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan
yang akan diterapakan.
7.2.
Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam
Pendidikan
Islam secara rasional filosofis adalah bertujuan untuk membentuk al-insan
al-kamil atau manusia paripurna. Pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada dua
dimensi, yaitu : pertama, dimensi dialektikal horizontal. kedua, dimensi
ketundukan vertical.
Pada
dimensi dialektikal horizontal pendidikan hendaknya dapat mengembangkan
pemahaman tentang kehidupan konkrityeng terkait dengan diri,sesame manusia, dan
alam semesta. Sedangkan pada dimensi kedua, pendidikan sains dan teknologi
selain menjadi alat untuk memanfaatkan juga hendaknya menjadi jembatan dalam
mencapai thubungan yang abadi dengan sang khalik.
Secara
umum tujuan dan fungsi evaluasi pendididkan Islam diarahkan kepada dua dimensi
diatas. Secara khusus tujuan pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan Islam adalah
untuk mengetahui kadar pemilikan dan pemahaman peserta didik terhadap materi
pelajaran, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Sebagai
tindak lanjut dari tujuan ini adalah untuk mengetahui siapa diantara peserta
didik yang cerdas dan lemah.
Dalam
pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap
(afektif dan psikomotor) disbanding aspek kognitif. Penekanan ini bertujuan
untuk mengetahui kemampuan peserta didik yng secara garis besarnya meliputi
empet hal, yaitu:
- Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhan.
- Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
- Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya.
- Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah,anggota masyarakat,khalifah Allah SWT.
Keempat
kemampuan dasar tersebut dijabarkan dalam beberapa klasifikasi kemampuan teknis
yaitu :
- Sejauhmana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah dengan indikasi-indikasi lahiriyah berupa tingkahlaku yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
- Sejauhmana peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya dan kegiatan hidup bermasyarakat seperti ahklak mulia dan disiplin.
- Bagaiman peserta didik mengolah dan memelihara serta menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya.
- Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku dan agama.
7.3.
Sistem Evaluasi Dalam pendidikan Islam
Sistem
evaluasi dalam pendidikan Islam adalah mengacu pada system evaluasi yang
digariskan Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagaimana telah dikembangkan oleh
Rasullanya Muhammad SAW. maka secara umum system evaluasi pendidikan Islam
adalah sebagai berikut:
- Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan.(QS. Al Baqarah 2:155)
- Untuk mengetahui sejauh mana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasullullah Saw kepada umatnya (QS. An-Naml 27:40)
- Untuk menentukan klasifikasi tingkat hidup keislaman atau keimanan seseorang.(QS. Ash Shaaffat 37: 103-107)
- Untuk mengukur daya kognisi hafalan manusia dan pelajaran yang telah diberikan kepadanya.(QS Al Baqarah 2:31)
- Memberi semacam tabsyir bagi yang beraktifitas baik, dan memberi semacam iqab bagi mereka yang beraktifitas buruk (QS. Az-Zalzalah 99: 7-8)
- Allah dalam mengevaluasi hambanya tanpa memandang formalitas tapi memandang subtansi dibalik tindakan hambanya.(QS. QAl-Hajj 22;37)
- Allah memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan karena kebencian menjadi ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (QS. Al-Maidah 5:8) .
Analisa
Evaluasi
adalah tahap akhir dari proses pendidikan dimana hakekat evaluasi adalah
sebagai imbal balik antara pendidik dan peserta didik atau feed beck, berhasil
atau tidakkah seorang pendidik mentrasfer ilmu pengetahuannya kepada peserta
didik atau dalam arti lain untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kelemahan
suatu proses pendidikan Islam dengan komponen dan unsure yang terlibat
didalamnya.
Oleh : Feby Pancawati
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia, Jakarta : 2008
www.google.com (ruang lingkup ilmu pendidikan Islam)
Mortimer J. Adle, Philosophies Of Education.
Herman H. Horne, Philosophies Of Education.
William Mc Gucken, SJ, Philosophies Of Education.
Omar Muhammad Al-Toumy Al- Syaebani, Falsafah Pendidikan Islam.
Rasyidin, MA. Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat pers: Jakarta: 2005..
Arif Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.Ciputat Pers.Jakarta 2002.
Uhbiyati Nur, Ilmu Pendidikan Islam ( IPI ). Pustaka Setia, Jakarta : 1995
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam.Logos Wacana Ilmu.Jakarta : 2001
Sebelum membahas menganai hakikat
pendidikan Islam sebagai disiplin Ilmu, terlebih dahulu kita bahas arti
pendidikan dalam syarat-syarat suatu ilmu pengetahuan. Karena dari pembahasan
ini akan muncul adanya benang merah antara pendidikan, maupun pendidikan Islam
dengan ilmu pengetahuan. Menurut Dr. Sutari Barnadib ilmu pengetahuan adalah
suatu uraian yang lengkap dan tersusun tentang suatu obyek.
Berbeda dengan Drs. Amir Daien yang mengartikan bahwa ilmu pengetahuan adalah uraian yang sistematis dan metodis tentang suatu hal atau masalah. Oleh karena itu ilmu pengetahuan itu menguraikan tentang sesuatu, maka haruslah ilmu itu mempunyai persoalan, mampunyai masalah yang akan dibicarakan. Persoalan atau masalah yang dibahas oleh suatu ilmu pengetahuan itulah yang merupakan obyek atau sasaran dari ilmu pengetahuan tersebut. Dalam dunia ilmu pengetahuan ada dua macam obyek yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah bahan atau masalah yang menjadi sasaran pembicaraan atau penyelidikan dari suatu ilmu pengetahuan. Misalnya tentang manusia, tentang ekonomi, tentang hukum, tentang alam dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek foramal adalah sudut tinjauan dari penyelidikan atau pembicaraan suatu ilmu pengetahuan. Misalnya tentang manusia. Deri segi manakah kita mengadakan penelaahan tentang manusia itu? Dari segi tubuhnya atau dari segi jiwanya? Jika mengenai tubuhnya, mengenai bagian-bagian tubuhnya atau mengenai fungsi bagian-bagian tubuh itu. Dua macam ilmu pengetahuan dapat mempunyai obyek material yang sama. Tetapi obyek formalnya tidak boleh sama, atau harus berbeda. Contoh ilmu psikologi dengan ilmu biologi manusia. Kedua macam ilmu pengetahuan ini mempunyai obyek material yang sama yaitu manusia, tetapi, kedua ilmu itu mempunyai obyek formal yang berbeda.
Obyek formal dari ilmu psikologi adalah keadaan atau kehidupan dari jiwa Sebelum membahas menganai hakikat pendidikan Islam sebagai disiplin Ilmu, terlebih dahulu kita bahas arti pendidikan dalam syarat-syarat suatu ilmu pengetahuan. Karena dari pembahasan ini akan muncul adanya benang merah antara pendidikan, maupun pendidikan Islam dengan ilmu pengetahuan. Menurut Dr. Sutari Barnadib ilmu pengetahuan adalah suatu uraian yang lengkap dan tersusun tentang suatu obyek2. Berbeda dengan Drs. Amir Daien yang mengartikan bahwa ilmu pengetahuan adalah uraian yang sistematis dan metodis tentang suatu hal atau masalah. Oleh karena itu ilmu pengetahuan itu menguraikan tentang sesuatu, maka haruslah ilmu itu mempunyai persoalan, mampunyai masalah yang akan dibicarakan. Persoalan atau masalah yang dibahas oleh suatu ilmu pengetahuan itulah yang merupakan obyek atau sasaran dari ilmu pengetahuan tersebut. Dalam dunia ilmu pengetahuan ada dua macam obyek yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah bahan atau masalah yang menjadi sasaran pembicaraan atau penyelidikan dari suatu ilmu pengetahuan. Misalnya tentang manusia, tentang ekonomi, tentang hukum, tentang alam dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek foramal adalah sudut tinjauan dari penyelidikan atau pembicaraan suatu ilmu pengetahuan. Misalnya tentang manusia. Deri segi manakah kita mengadakan penelaahan tentang manusia itu? Dari segi tubuhnya atau dari segi jiwanya? Jika mengenai tubuhnya, mengenai bagian-bagian tubuhnya atau mengenai fungsi bagian-bagian tubuh itu. Dua macam ilmu pengetahuan dapat mempunyai obyek material yang sama. Tetapi obyek formalnya tidak boleh sama, atau harus berbeda. Contoh ilmu psikologi dengan ilmu biologi manusia. Kedua macam ilmu pengetahuan ini mempunyai obyek material yang sama yaitu manusia, tetapi, kedua ilmu itu mempunyai obyek formal yang berbeda. Obyek formal dari ilmu psikologi adalah keadaan atau kehidupan dari jiwa manusia itu. Sedangkan, obyek formal dari ilmu biologi manusia adalah keadaan atau kehidupan dari tubuh manusia itu. Selanjutnya dari batasan ilmu pengetahuan di atas mengharuskan bahwa uraian dari suatu ilmu pengetahuan harus metodis. Yang dimaksud dengan metodis di sini adalah bahwa dalam mengadakan pembahasan serta penyelidikan untuk suatu ilmu pengetahuan itu harus menggunakan cara-cara atau metode ilmiah, yaitu metode-metode yag biasa dipergunakan untuk mengadakan penyelidikan-penyelidikan ilmu pengetahuan secara modern. Metode-metode yang dapat dipertanggunagjawabkan, yang dapat dikontrol dan dibuktikan kebenarannya.
Dari uraian di atas kita dapat diambil kesimpulan bahwa suatu ilmu
pengetahuan haruslah memenuhi tiga syarat pokok yaitu:
Berbeda dengan Drs. Amir Daien yang mengartikan bahwa ilmu pengetahuan adalah uraian yang sistematis dan metodis tentang suatu hal atau masalah. Oleh karena itu ilmu pengetahuan itu menguraikan tentang sesuatu, maka haruslah ilmu itu mempunyai persoalan, mampunyai masalah yang akan dibicarakan. Persoalan atau masalah yang dibahas oleh suatu ilmu pengetahuan itulah yang merupakan obyek atau sasaran dari ilmu pengetahuan tersebut. Dalam dunia ilmu pengetahuan ada dua macam obyek yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah bahan atau masalah yang menjadi sasaran pembicaraan atau penyelidikan dari suatu ilmu pengetahuan. Misalnya tentang manusia, tentang ekonomi, tentang hukum, tentang alam dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek foramal adalah sudut tinjauan dari penyelidikan atau pembicaraan suatu ilmu pengetahuan. Misalnya tentang manusia. Deri segi manakah kita mengadakan penelaahan tentang manusia itu? Dari segi tubuhnya atau dari segi jiwanya? Jika mengenai tubuhnya, mengenai bagian-bagian tubuhnya atau mengenai fungsi bagian-bagian tubuh itu. Dua macam ilmu pengetahuan dapat mempunyai obyek material yang sama. Tetapi obyek formalnya tidak boleh sama, atau harus berbeda. Contoh ilmu psikologi dengan ilmu biologi manusia. Kedua macam ilmu pengetahuan ini mempunyai obyek material yang sama yaitu manusia, tetapi, kedua ilmu itu mempunyai obyek formal yang berbeda.
Obyek formal dari ilmu psikologi adalah keadaan atau kehidupan dari jiwa Sebelum membahas menganai hakikat pendidikan Islam sebagai disiplin Ilmu, terlebih dahulu kita bahas arti pendidikan dalam syarat-syarat suatu ilmu pengetahuan. Karena dari pembahasan ini akan muncul adanya benang merah antara pendidikan, maupun pendidikan Islam dengan ilmu pengetahuan. Menurut Dr. Sutari Barnadib ilmu pengetahuan adalah suatu uraian yang lengkap dan tersusun tentang suatu obyek2. Berbeda dengan Drs. Amir Daien yang mengartikan bahwa ilmu pengetahuan adalah uraian yang sistematis dan metodis tentang suatu hal atau masalah. Oleh karena itu ilmu pengetahuan itu menguraikan tentang sesuatu, maka haruslah ilmu itu mempunyai persoalan, mampunyai masalah yang akan dibicarakan. Persoalan atau masalah yang dibahas oleh suatu ilmu pengetahuan itulah yang merupakan obyek atau sasaran dari ilmu pengetahuan tersebut. Dalam dunia ilmu pengetahuan ada dua macam obyek yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah bahan atau masalah yang menjadi sasaran pembicaraan atau penyelidikan dari suatu ilmu pengetahuan. Misalnya tentang manusia, tentang ekonomi, tentang hukum, tentang alam dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek foramal adalah sudut tinjauan dari penyelidikan atau pembicaraan suatu ilmu pengetahuan. Misalnya tentang manusia. Deri segi manakah kita mengadakan penelaahan tentang manusia itu? Dari segi tubuhnya atau dari segi jiwanya? Jika mengenai tubuhnya, mengenai bagian-bagian tubuhnya atau mengenai fungsi bagian-bagian tubuh itu. Dua macam ilmu pengetahuan dapat mempunyai obyek material yang sama. Tetapi obyek formalnya tidak boleh sama, atau harus berbeda. Contoh ilmu psikologi dengan ilmu biologi manusia. Kedua macam ilmu pengetahuan ini mempunyai obyek material yang sama yaitu manusia, tetapi, kedua ilmu itu mempunyai obyek formal yang berbeda. Obyek formal dari ilmu psikologi adalah keadaan atau kehidupan dari jiwa manusia itu. Sedangkan, obyek formal dari ilmu biologi manusia adalah keadaan atau kehidupan dari tubuh manusia itu. Selanjutnya dari batasan ilmu pengetahuan di atas mengharuskan bahwa uraian dari suatu ilmu pengetahuan harus metodis. Yang dimaksud dengan metodis di sini adalah bahwa dalam mengadakan pembahasan serta penyelidikan untuk suatu ilmu pengetahuan itu harus menggunakan cara-cara atau metode ilmiah, yaitu metode-metode yag biasa dipergunakan untuk mengadakan penyelidikan-penyelidikan ilmu pengetahuan secara modern. Metode-metode yang dapat dipertanggunagjawabkan, yang dapat dikontrol dan dibuktikan kebenarannya.
Dari uraian di atas kita dapat diambil kesimpulan bahwa suatu ilmu
pengetahuan haruslah memenuhi tiga syarat pokok yaitu:
- suatu ilmu pengetahuan harus mempunyai obyek tertentu (khususnya obyek formal).
- suatu ilmu pengetahuan harus
menggunakan metode-metode tertentu yang
sesuai. - suatu ilmu pengetahuan harus mengggunakan sistematika tertentu.
Disamping ketiga macam syarat tersebut, maka dapat diajakukan syaratsyarat
tambahan bagi suatu ilmu pengetahuan ialah antara lain:
- suatu ilmu pengetahuan harus mempunyai dinamika, artinya ilmu pengetahuan harus senantiasa tumbuh dan berkembang untuk mencapai kesempurnaan diri.
- suatu ilmu pengetahuan harus
praktis, artinya ilmu pengetahuan harus berguna
atau dapat dipraktekkan untuk kehidupan sehari-hari. - suatu ilmu pengetahuan harus diabdikan untuk kesejahteraan umat manusia.
Oleh kerena itu penyelidikan-penyelidikan suatu ilmu pengetahuan yang
mempunyai akibat kehancuran bagi manusia selalu mendapat tantangantantanan
dan kutukan.
Sumber :
Abu Ahmadi. Ilmu Pendidikan (Jakarta: Reneka Cipta, 1991), hal.79
Amier Daien. Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional,1973), hal.10