- A. Sanad Hadits
Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa,
dari sanada, yasnudu yang berati mu’tamad (sandaran/tempat bersandar,
tempat berpegang, yang dipercaya atau yang sah). Dikatakan demikian
karena hadist itu bersandar kepadanya dan dipegangi atas kebenarannya.
Secara temionologis,difinisi sanad ialah :
para perawi yang menyampaikan kepada matan, atau silsilah orang-orang
yang mehubungkan kepada matan hadits. Silsilah orang maksudnya, ialah
susunan atau rangkaian orang-orang yang meyampaikan materi hadis
tersebut, sejak yang disebut pertama sampai kepada Rasul SAW, yang
perbuatan, perkataan, taqrir, dan lainya merupakan materi atau matan
hadits. Dengan pegertian diatas maka sebutan sanad hanya berlaku pada
serangkaian orang-orang bukan dilihat dari sudut pribadi secara
perorangan.
Para ulama hadits tidak mau menerima
hadits yang datang kepada mereka melainkan kalau ada sanadnya, mereka
lakukan yang demikian itu sejak tersebarnya dusta atas nama Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipelopori oleh orang-orang Syi’ah.
Seorang tabi’in yang bernama Muhammad bin Sirin (wafat th. 110H) ia
berkata : “Mereka (yakni para ulama hadits) tadinya tidak menanyakan
tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata. Sebutkan
kepada kami nama rawi-rawi kamu, bila dilihat yang menyampaikan Ahlus
Sunnah diterima haditsnya, tapi bila yang menyampaikan ahlu bida’ah maka
di tolak haditsnya.
Kemudian semenjak itu para ulama meneliti
setiap sanad yang sampai kepada mereka. Bila syarat-syarat hadits
shahih dan hasan terpenuhi, maka mereka menerima hadits-hadits tersebut
sebagai hujjah. dan jika tidak terpenuhi syarat-syarat tersebut mereka
menolaknya.
Abdullah bin Mubarak (wafat th. 181 H) berkata : “sanad ini dari agama, kalau seandaianya tidak ada sanad, maka orang akan berkata sekehendaknya apa yang ia mau“. (syarah Muslim Nawawi1/87)
- B. Matan Hadits
Kata matan atau al-matan menurut bahasa
berarti ma shaluba wa irtafa’amin al-aradhi(tanah yang meninggi). Secara
temonologis, istilah matan memiliki beberapa difinisi, yang mana
maknanya sama yaitu materi atau lafazh hadits itu sendiri. Pada salah
satu definisi yang sangat sederhana misalnya, disebutkan bahwa matan
ialah ujung atau tujuan sanad . Dari definisi diatas memberi pengertian
bahwa apa yang tertulis setelah ( penulisan ) silsilah sanad adalah
matan hadits.
Pada definisi lain seperti yang dikatakan
ath-thibi mendifinisikan dengan :”lafazh-lafazh hadits yang didalamnya
mengandung makna – makna tertentu.
Jadi dari pegertian diatas semua, dapat kita simpulkan bahwa yang disebut matan ialah materi atau lafazh hadits itu sendiri, yang penulisannya ditempatkan setelah sanad dan sebelum rawi.
Sanad dan matan merupakan dua unsur pokok
hadits yang harus ada pada setiap hadist, antara keduanya memiliki
kaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisakan. Suatu berita tentang
rasulullah SAW (matan) tanpa ditemukan rangkaian atau susunan sanadnya,
yang demikian tidak dapat disebutkan hadits, sebaliknya suatu susunan
sanad, meskipun bersambung sampai rasul, jika tidak ada berita yang
dibawanya, juga tidak bisa di sebut hadits.
Pembicaran dua istilah diatas, sebagai
dua unsur pokok hadist, matan dan sanad diperlukan setelah rasul wafat.
Hal ini karna berkaitan dengan perlunya penelitian terhadap otentisitas
isi berita itu sendiri apakah benar sumbernya dari rasul atau
bukan.Upaya ini akan menentukan bagaimana kualitas hadits tersebut, yang
akan dijadikan dasar dalam penetapan syari’at islam.
- C. Rawi Hadits
Kata rawi atau arawi, berati orang yang
meriwayatkan atau yang memberitakan hadis. Yang dimaksud dengan rawi
ialah orang yang merawikan/meriwayatkan, dan memindahkan hadits.
Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang hampir sama. Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap thabaqah atau tingkatannya juga disebut para rawi. Begitu juga setiap perawi pada tiap-tiap thabaqah-nya merupakan sanad bagi yabaqah berikutnya.
Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang hampir sama. Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap thabaqah atau tingkatannya juga disebut para rawi. Begitu juga setiap perawi pada tiap-tiap thabaqah-nya merupakan sanad bagi yabaqah berikutnya.
Akan tetapi yang membedakan kedua istilah diatas ialah, jika dilihat dari dalam dua hal yaitu:
- Dalam hal pembukuan hadits. Orang-orang yang menerima hadits kemudian megumpulkanya dalam suatu kitab tadwin disebut dengan rawi. Dengan demikian perawi dapat disebutkan dengan mudawwin, kemudian orang-orang yang menerima hadits dan hanya meyampaikan kepada orang lain, tanpa membukukannya disebut sanad hadits. Berkaitan dengan ini dapat disebutkan bahwa setiap sanad adalah perawi pada setiap tabaqagnya, tetapi tdak setiap perawi disebut sanad hadits karena ada perawi yang langsung membekukanya.
- Dalam penyebutan silsilah hadits, untuk susunan sanad, berbeda dengan peyebutan silsilah susunan rawi. Pada silsilah sanad, yang disebut sanad pertama adalah orang yang langsung meyampaikan hadits tersebut kepada penerimanya. Sedangkan pada rawi yang disebut rawi pertama ialah para sahabat Rasul SAW. Dengan demikian penyebutan silsilah antara kedua istilah ini merupakan sebaliknya. Artinya rawi pertama sanad terakhir dan sanad pertama adalah rawi hadits.
Untuk lebih memperjelas uraian tentang
sanad, matan dan rawi di atas yang lebih lanjut dapat kami berikan
contoh pada hadits dibawah ini.
“ Abubakar bin Abi Syaibah dan Abukarib
telah menceritakan (hadits)kepada kami yang diterimanya dari al-A’masy
dari umara bin umair. Dari Abd ar-rahman bin yazi, dari Abdullah bin
mas’ud katanya :”Rasulullah SAW telah bersabda kepada kami : wahai
sekalian pemuda barang siapa yang sudah mampu untuk melakukan pernikaha,
maka menikahlah, karena dengan menikah itu( lebih dapat) menjaga
kehormatan . Akan tetapi barang siapa yang belum mampu melakukannya,
baginya hendaklah berpuasa. Karena dengan berpuasa itu dapat menahan
hasrat seksual”(H.Ral-Bukhari dan muslim).
Disini dapat kita jelaskan bahwa : dari
nama Abu Bakar bin abi syaibah sampai dengan Abdullah bin mas’ud
merupakan silsilah atau rangkaian /susunan orang-orang yang meyampaikan
hadits. Itu semua adalah sanad hadits tersebut, yang juga sebagai jalan
matan.
Dan mulai kata “wahai sekalian pemuda sampai degan berpuasa dapat menahan hasrat seksual” adalah matan, materi atau lafaz hadits tersebut yang mengandung makna makna.
Dan mulai kata “wahai sekalian pemuda sampai degan berpuasa dapat menahan hasrat seksual” adalah matan, materi atau lafaz hadits tersebut yang mengandung makna makna.
- D. Takhrij Hadits
Pegertian menurut bahasa Kata “takrhij”
dari kata kharaja,yakharruju,yang secara bahasa mempunyai bermacam –
macam arti. Menurut Mahmud athtahn, asal kata takhriji ialah “
berkumpulnya dua hal yang bertentangan dalam satu persoalan”. Pengertian
terminology menurut Mahmud athtahn pengertian takhrij adalah” petunjuk
tentang tempat atau letak hadits pada sumber aslinya yang diriwayatkan
dengan menyebutkan sanadnya, kemudian dijelaskan martabat atau
kedudukannya manakala diperlukan.
Bedasarkan definisi diatas, maka mentakhrij berarti melakukan dua hal:
1) Berusaha menemukan para penulis hadis itu sendiri dengan rangkaian silsilah sanad-nya
2) Memberikan penilaian kulitas hadis apakah hadis tersebut itu shahih atau tida.
Ilmu thakrij merupakan bagian dari ilmu agama yang perlu dipelajari dan dikuasai, sebab di dalamnya dibicarakan tentang berbagai kaidah untuk megetahui darimana sumber hadis itu berasal, selain itu didalamnya ditemukan bayak kegunaan dan hasil yang diperoleh khusunya dalammenentukankualitassanadhadis
a.Gelarkeahlian bagi imam hadits
Ilmu thakrij merupakan bagian dari ilmu agama yang perlu dipelajari dan dikuasai, sebab di dalamnya dibicarakan tentang berbagai kaidah untuk megetahui darimana sumber hadis itu berasal, selain itu didalamnya ditemukan bayak kegunaan dan hasil yang diperoleh khusunya dalammenentukankualitassanadhadis
a.Gelarkeahlian bagi imam hadits
Mengingat jasa dan usaha para ulama
hadits yang sangat besar dalam upaya pembinaan dan pengembangan hadits,
kepada mereka diberikan laqab atau gelar-gelar tertentu, baik itu mereka
yang ada pada thabaqah pertama, kedua, ketika, dan seterusnya. Gelar
itu antara lain ialah :
- Al-muhaddits, merupakan gelar untuk ulama yang meguasai hadits, baik dari sudut ilmu riayah maupun di rayah, mampu membedakan hadits dha’if dari yang sahih, meguasai hadits-hadits yang mukthalif dan hallain yang berkaitan dengan ilmu hadis.
- Amir al- mu’minin fi al- hadits,merupakan gelar bagi ulama ahli hadis termasyhur pada masanya, yang memiliki keistimewaan hafalan dan pegetahuan dalam bidang ilmu hadits (baik terhadap matan atau sanadnya). Gelar ini diberikan di antaranya kepada syu’bah bin al-hajjaj, sufyan ats-tsauri, ishak ibn ruhawaih, malik bin anas, ahmad bin hanbal, al-bukhari, ad-daruquthni, az zahabi, dan ibn hajar al-asqalani.
- Al-hakim, merupakan gelar untuk ulama yang dapat meguasai seluruh hadits, baik dari sudut matan dan sanadnya jarh dan ta’dil-nya, maupun tariknya, ulama yang dapat gelar seperti ini, ialah Ibnu Dinar, Al-laits, dan Asy-syafi’i.
- Al-Hujjah, merupakan gelar untuk ulama yang dapat menghafal sekitar 300.000 hadits beserta keadaan sanadnya. Diantara ulama yang mendapat gelar ini Muhammad ibn Abdullah ibnu Amir.
- Al- Hafizh merupakan gelar untuk ulama yang
memiliki sifat-sifat seorang Muhaddis. Ulama yang dapat gelar Al-Hafizh
adalah yang dapat menghafal dan menguasai 100.000 hadits, baik matan
maupun sanadnya, meskipun dengan jalan sanad yang berbilang, juga
mengetahui hadits sahih dan ilmu haditsnya. Menurut Al-Mizzi, gelar
al-hafizh ialah untuk ulama yang kadar lupanya sedikit daripada yang
ingatannya.
Selain gelar Al-Hafizh, ada juga gelar Hafizh Hujjah,dua gelar disatukan. Gelar ganda ini diberikan untuk ulama yang menguasai hadits lebih dari 100.000 sampai dengan 300.000 hadits.7
Demikian uraian singkat tentang istilah –
istilah dalam ulumul hadits, semoga menambah hazanah ilmu pengetahuan
kita tentang hadits. Dengan kita mempelajari ulumul hadits kita dapat
mengetahu hal-hal yang tadinya kita tidak tahu menjadi lebih tahu.
Sebagaimana bahwa ulumul hadits merupakan pendoman untuk bekal kita di
dunia maupun di akhirat kelak.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Khatib, M.Ajaj. Hadits Nabi Sebelum Dibukukan. Jakarta: PT Gema Insani Pers. 1999
M.Hasbi Ash-Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1989
Insansejati.com/ilmu-hadits/54-asbabul-wurud.html
Blog.er.or.id/ulama-al-jarh waatta,dil,sosok penjaga dan pembela agama Allah.html
M.Hasbi Ash-Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1989
Insansejati.com/ilmu-hadits/54-asbabul-wurud.html
Blog.er.or.id/ulama-al-jarh waatta,dil,sosok penjaga dan pembela agama Allah.html