A. Abu Bakar as-Shiddiq
Namanya
ialah Abdullah Ibn Abi Quhaifah Attamini. Di zaman pra Islam bernama
Abdullah Ibn Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia
termasuk salah seorang sahabat yang utama, julukannya Abu Bakar (Bapak
Pemagi) karena dari pagi-pgi betul memeluk agama Islam, gelarnya
as-Shiddiq karena ia selalu membenarkan Nabi dalam berbagai peristiwa,
terutama Isra’ Mi’raj.[1]
Abu
Bakar memangku jabatan khalifah selama dua tahun lebih sedikit, yang
dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri
yang muncul akibat wafatnya Nabi. Yang pertama kali menjadi perhatian
khalifah adalah merealisaikan keinginan Nabi yang hampir tidak
terlaksana, Yaitu mengirim ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah
piminan Usamah untuk membalas pembunuhan ayahnya, Zaid dan kerugian yang
diderita oleh umat Islam dalam perang mu’tah.
Akibat
lain dari wafatnya Nabi ialah hengkangnya beberapa orang Arab dari
ikatan Islam. Mereka melepaskan kesetiaan dengan menolak memberikan
baiat kepada khalifah yang baru dan bahkan menentang agama Islam, karena
mereka menganggap bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama
Muhammad dengan sendirinya batal disebabkan kematian Nabi Muhammad.
Gerakan melepas kesetiaan itu dinamakan “Riddah”. Riddah berarti murtad,
beralih agama dari Islam ke kepercayaan semula, secara politis
merupakan pembangkangan (distortion) terhadap lembaga khalifah.[2]
Ekspedisi
tersebut pengaruhnya sangat baik terhadap suku-suku bangsa yang mulai
membandel dan ragu-ragu terhadap ajaran agama Islam. Beliau juga
bersegera menghadapi krisi-krisis yang lain, yaitu Nabi palsu yang ada
dalam bangsa Arab itu sendiri, diantaranya Aswat Asmi, Musailamah
al-Kadzab dan Sajah seorang wanita Yaman.[3]
Selain
itu Nabi juga menumpas orang-orang yang enggan membayar zakat. Adapun
orang-orang yang enggan membayar zakat diantaranya karena mereka mengira
bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan dan penyerahannya ke
perbendaharaan pusat di Madinah. Mereka menduga bahwa hanya Nabi saja
yang berhak memungut zakat yang dengan itu kesalahan seseorang dapat
dihapus dan dibersihkan.[4]
Perluasan Wilayah pada Masa Abu Bakar
1. Bahrani dan Qatar
Pada
masa Abu Bakar fitnah riddah juga sampai ke negeri bahran Abu Bakar
mengirim Ai’ala’ bin hadhrami untuk memadamkan fitnah riddah dibantu
oleh pemimpin abdul Qois Jarus al Abdi. Alhamdulillah negeri ini kembali
ke pangkuan Islam.
2. Kuwait
Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid untuk bergerak ke Irak dan dimulai dari kawasan Irak.
Penguasa
Irak yang tunduk di bawah imperium Persia adalah hurmuz, Khaud bin
Walid menulis surat kepadanya tetapi hurmuz tidak mengindahkan surat
Khalid bahkan bersiap-siap untuk memerangi kaum muslimin.
Pertempuran
Dzat as Salasi terjadi di daerah yang sekarang dinamakan Kuwait
berakhir dengan kemenangan kaum muslimin da terbunuhnya Hurmuz.
3. Irak
Pasukan
kaum muslimin bergerak ke utara untuk membuka lahan dakwah di wilayah
Irak, di Irak kaum muslimin. Secara umum wilayah yang dilewati kaum
muslimin untuk sampai ke hirah dilewati dengan sukses.
4. Kawasan Syam
Disinilah pertempuran pertama antara pasukan Romawi pada masa Nabi SAW, peperangan tersebut dikenal dengan nama perang Mu’tah.
Abu
bakar memanggil Khalid bin Walid, untuk melakukan penataan pasukan.
Pasukan Khalid bin Walid bertemu dengan pasukan Abu Ubaidah di Busrah.
Akhirnya pertempuran berlangsung antara pasukan Islam dan Romawi perang
Yarmuk luar biasa dahsyatnya.
Diperang
Yarmuk ini kaum muslimin memperoleh kemenangan gemilang. Romawi sang
adil kuasa saat itu dapat dikalahkan karena mereka berhadapan dengan
kekuatan kaum muslimin. Pada saat inilah Abu Bakar meninggal dan
digantikan oleh Umar bin Khattab.
Gerakan Pengumpulan Al-Qur’an
Motif utama dikumpulkannya Al-Qur’an adalah rasa kehawatiran seorang Umar terhadap masa depan Islam jika para kader intinya yang menjaga Islam dengan Al-Qur’an gugur satu per satu di medan juang.
Dua
tahun masa pemerintahan Abu Bakar adalah masa yang penuh berkah.
Kembalinya negeri yang murtad ke pangkuan Islam dan perluasan wilayah
Islam ke Persia dan Romawi juga dimulai pada zamannya. Kesibukan untuk
menjaga kestabilan pemerintahan dalam melakukan perluasan wilayah tidak
melupakan pemerintahan Abu Bakar untuk mengerjakan proyek yang sangat
krusial bagi keutuhan Islam yaitu pengumpulan Al-Qur’an sehingga dengan
kematian para Qurra’ tidak berakibat hilangnya pegangan umat Islam.
Setelah
beliau meninggal, Islam tidak sepenuhnya aman, kemudian Umarlah sebagai
pengganti beliau atas kemauan Abu Bakar. Khalifah Abu Bakar meninggal
pada hari senin 23 Agustus 624 M setelah kurang lebih 15 hari berbaring
di tempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan kekhalifahannya berlangsung
selama 2 tahun, 3 bulan, 11 hari.
B. Umar bin Khattab (13-23 H / 634-644 M)
1. Biografi Umar bin Khattab.
Ia
bernama u ar ibn khatab ibnu nufail keturunan Abdu ‘uzza al Quraisy
dari suku ‘Adi. Umar lahir di Mekah 4 th sebelum kelahiran nabi. Umar
masuk islam di tahun kelima setelah kenabian.
Sebelum
Abu bakar meninggal dunia, ia telah menunjuk Umar ibn khatab menjadi
penerusnya. Rumanya masa dua tahun khalifah Abu bakar belumlah cukup
menjamin stabilitas keamanan terkendali, maka penunjukan ini dimaksudkan
untuk mancegah kemungkinan terjadinya perselisihan di kalangan umat
islam.
Meskipun
peristiwa diangkatnya umar sebagai khalifah itu merupakan fenomena
baru, tetapi proses peralihan tetap dalam bentuk musyawaroh.untuk
menjajaki pendapat umum, khalifah Abu bakar melakkan serangkaian
konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa sahabat antara lain Abdul
Rahman Ibn Auf dan Ustman bin Affan. Ketika Umar terpilih menjadi
halifah, irama peperangan semakin meningkat kaum muslim berperang dari
dua medan,[5] Yaitu Syiria dan Irak.
Khalifah
Umar menganggap bahwa tugasnya yang pertama yang pertama adalah
mensukseskan rencana dari abu bakar, belum genap atu tahun memerintah
Umar telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah Islam
yaitu pada tahun 635 Damaskus dan Syariah jatuh ke tangan Islam.
2. Futuhat pada Masa Umar
a. Penyempurnaan Fath Iraq
Futuhan
Islamiyah pada masa Abu Bakar berhenti sampai di herat. Mutsanna bin
Haritsah di Irak meneruskan perjuangan dan memimpin pasukan ketika Umar
menjabat khalifah saat itu kaum muslimin sedang berangkat ke Persia.
Umar mengangkat Sa’d bin Abi Waqqash sebagai penglima perang. Pada
periode Sa’ad inilah perang Qadisiyah terjadi (tahun 14 H) kaum
muslimin mendapat kemenangan gemilang dalam perang tersebut.
Irak
dijadikan pangakalan kekuatan kaum muslimin untuk melakukan perluasan
ke negeri-negeri Persia lainnya. Irak saat itu meliputi kawasan Kufah,
Baghdad dan Samra’.
b. Iran
Setelah
Irak ditaklukan negeri-negeri lain diperiksa juga ditaklukan
diantaranya Iran dan negeri-negeri di seberang sungai dengan demikian
habislah imperium Persia.
c. Syam dan Palestina
Ketika
khalifah pertama, Abu Bakar meninggal dunia peperangan sedang
berlangsung di Syam. Ketika Umar diangkat menjadi khalifah beliau
mengangkat Abu Ubaidah sebagai panglima tertinggi untuk kawasan Syam.
Ditunjuknya Abu Ubaidah oleh Umar karena lapangan saat itu membutuhkan
pemimpin yang kriterianya ada pada Abu Ubaidah dan pasukan Islam
mendapat kemenangan.
d. Yordania
Kaum
muslimin meneruskan perjalanan ke arah Yordania. Kaum muslimin
mengambil jalan terakhir yaitu menghadapi pasukan romawi yang tidak mau
mempersilakan kaum muslimin melakukan dakwah didaerah ini dengan cara
damai, kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran.
e. Suria
Pasukan
Islam melanjutkan perjalanan menuju Dimasyq (Damaskus) di bawah komando
Abu Ubaidah bin Jarrah. Kawasan ini dikepung oleh empat orang penglima
muslim yaitu Abu Ubaidah, Khalid bin Walid, ‘Amr bin Ash dan Syurahbil
bin Hasanah negeri ini akhirnya memilih untuk tunduk.
f. Palestina
Sejak
terjadinya peristiwa Isra’ mi’raj Palestina tidak bisa dipisahkan
dengan kaum muslimin. Aqsha adalah negeri suci ketiga yang diperintahkan
kepada kaum muslimin untuk dikunjungi kaum muslimin untuk membebaskan
negeri ini dari kekuasaan romawi. Penguasa romawi mengerahkan pasukan
yang ada di Quds untuk mempertahankan kota ini. Tetapi dengan keseriusan
kaum muslimin, akhirnya mereka memilih damai dan meminta kepada pasukan
agar langsung menghadirkan Umar bin Khattab dalam acara penyerahan kota
Palestina.[6]
Karena
adanya perluasan yang pesat maka langkah yang diambil selanjutnya
adalah bagaimana untuk bisa mengatur administrasi negara dengan
mencontohkan. Administrasi yang sudah berkembang di Persia yakni dengan
mengatur sebuah wilayah propinsi.
Khalifah
Umar memerintah selama 10 tahun 6 bulan (13-23 H / 634-644M) masa
jabatannya berakhir dengan kematian yang tragis yaitu seorang budak
bangsa Persia bernama Feros atau yang dikenal Umar hendak berjama’ah
shalat subuh di masjid Nabawi. Umar meninggal pada 25 Dzulhijjah 23 H.
Dalam kepemimpinannya yang terakhir beliau menunjuk 6 sahabat untuk
dicalonkan sebagai pengganti. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin
Abi Thalib, Zubair bin Al-Awan, Sa’ad bin Abi Waqash, Abdurrohman bin
Auf, Ahalhah bin Ubaidillah. Setelah umar wafat tim ini bermusywarah dan
berhasil menunjukkan Utsman sebagai khalifah setelah melalui persaingan
yang ketat dengan Ali bin Abi Thalib. Sekalipun telah kelihatan berat
suara terletak pada dua orang sahabat yaitu Utsman dan Ali namun
akhirnya Utsman yang dipilih. Mengapa demikian karena Ali dikenal
sebagai orang yang berpendidikan, keras dan tegas yang untuk suasana di
waktu itu mungkin belum tepatkarena beliau tidak terikat dengan alam
pikiran kedua khalifah sebelumnya.
PENUTUP
Bukan hanya pada masa sekarang tetapi pada masa Khulafaur Rasidin juga terjadi pertentangan mengharuskan terjadinya peperangan
besar antara kaum muslimin dan kaum-kaum dari bangsa lain tetapi para
khulafaur rasidin dapat menyiasatinya dengan baik sehingga kemenangan
berada di pihak kaum muslimin.
Bukan
hanya peperangan saja, tetapi penyimpangan-penyimpangan lain juga
terjadi pada masa ini antara lain munculnya Nabi-nabi palsu dan fitrah
Riddah, akan tetapi lagi-lagi kaum muslimin dapat mengetasinya karena
kecerdikan dan kecerdasan para pemimpinnya.
DAFTAR PUSTAKA
Fatah, Syukur. 2002. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Illahi, Wahyu dan Harjani Hefni. 2007. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana.
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.