by mutawalli
Dalam setiap kegiatan
belajar tentang ilmu apapun, baik fisika, kimia, matematika dan ilmu-ilmu
lainnya, tujuan akhir yang ingin dicapai adalah harus dapat merefleksikan hasil
belajar tersebut. Hal ini dimaksudkan agar ilmu tersebut dapat bermanfaat bagi
kehidupan, baik di dunia hingga kelak di akhirat. Secara garis besar, ilmu
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu ilmu dunia dan ilmu akhirat. Ilmu dunia hanya
mampu menunjukkan jalan, sedangkan ilmu akhirat dapat menunjukkan sekaligus
menghantarkan manusia ke tujuannya.
Berdasarkan
perjalanannya, filsafat selalu berinteraksi atau bertransformasi antara dua
kutub yang berbeda, yaitu antara yang ada dan yang mungkin ada, antara terlihat
dan yang tidak terlihat, antara yang makro (secara keseluruhan/universal)
dengan yang mikro (diri manusia masing-masing), antara yang mitos dengan yang logos,
antara takdir dan nasib, antara yang real dengan yang abstrak, antara yang
nyata dengan yang ghoib, antara urusan dunia dengan urusaan akhirat, antara
intuisi dan rasional, antara takdir dan ikhtiar, dan lain sebagainya.
1. Antara
mitos dengan logos.
Mitos merupakan suatu kegiatan atau
tindakan yang dilaksanakan tanpa mengetahui maknanya. Sebagai contoh,
melaksanakan ibadah tanpa mengetahui maksud dan tujuannya juga termasuk sebagai
mitos. Demikian pula seorang guru yang mengajar tanpa memahami secara mendalam
tentang materi yang diajarkan, sehingga guru tersebut kehilangan intuisi, ini
juga merupakan mitos. Tak bisa dipungkiri, mitos menduduki proporsi yang sangat
tinggi di kehidupan ini, dengan prosentase hampir 90%, sedangkan logos hanya
menduduki proporsi 10% saja. Anak kecil yang belum memahami logos
dan belum bisa berfikir secara rasional, mempelajari segala sesuatu dengan
mitos (intuisi)nya. Intuisi dan mitos dapat diperoleh dari beberapa aktivitas,
pengalaman, pergaulan dan interaksi. Jadi, orang yang suka mengisolasi diri
tidak akan pernah mendapatkan intuisinya.
Dalam suatu hal tertentu, ada kalanya
seseorang kehilangan intuisinya terhadap ruang dan waktu. Kehilangan intuisi
ini sangat mungkin dialami oleh guru sebagai pendidik. Dalam mempelajari segala
sesuatu, anak cenderung lebih menggunakan intuisinya. Hal ini berakibat pada
cara belajar yang seharusnya diterapkan guru di sekolah, termasuk dalam
pelajaran matematika. Pada hakikatnya, matematika sekolah tidak sama dengan
matematika murni. Matematika sekolah lebih dimaksudkan sebagai kegiatan
menemukan konsep sehingga memperoleh ilmunya. Oleh karena itu, sebagai calon
guru hendaknya bersiap diri agar dalam membelajarkan matematika kelak, tidak
mengesampingkan intuisi. Contoh model pembelajaran yang tidak menghilangkan
peran intuisi diantaranya adalah pendekatan konstruktivis dan pendekatan
realistic matematik (PMRI).
Kehilangan intuisi ruang mungkin terjadi
saat bepergian ke daerah atau Negara lain, dan saat di perjalanan memperoleh
pandangan yang salah tentang konsep arah. Kesalahan pandangan ini merupakan
salah satu kesalahan intuisi terhadap ruang. Sedangkan kesalahan intuisi
terhadap waktu mungkin terjadi akibat adanya pergeseran waktu antara siang dan
malam yang tidak menentu, hal ini sangat mungkin terjadi di London, Inggris karena
letaknya yang berada di pertemuan antara daerah panas dan dingin. Saat musim
panas, malam tidak sepenuhnya malam. Saat musim dingin, siang juga tak
sepenuhnya siang. Hal ini menyebabkab intuisi manusia yang tanpa didasarkan
pada penunjuk waktu yang formal (yaitu jam), sangat mungkin mengalami
kesalahan. Intuisi dapat mempercayai bahwa waktu menunjukkan siang hari,
padahal sesungguhnya malam hari. Kesalahan dalam intuisi ini dapat diperbaiki,
meskipun harus dengan usaha yang maksimal.
2. Antara
ghoib dengan nyata.
Untuk meyakini segala sesuatu yang
nyata, manusia tidak perlu bersusah payah berfikir dan melakukan suatu ritual
tertentu, karena segala sesuatu yang nyata dapat terdeteksi oleh panca indera
sehingga keberadaannya tidak perlu diragukan lagi. Namun untuk hal yang ghoib,
setinggi apapun ilmu manusia, ilmu tersebut tidak akan mampu memecahkan masalah
tentang segala sesuatu yang ghoib ini. Secara ilmu, hal yang ghoib mungkin
dianggap tidak ada. Namun kenyataannya, entah itu hanya merupakan mitos atau semacamnya,
namun hal tersebut memang ada. Ini dapat terbukti adanya beberapa pengalaman
nyata yang pernah dialami oleh Bapak Prof. DR. Marsigit, M.A, diantaranya
adalah:
a.
Pernah diikuti oleh wanita yang ketika
berjalan, dia tidak pernah menginjakkan kaki ke tanah. Secara mitos, wanita ini
disebut sebagai kuntilanak. Hal ini tidak dapat diterima secara logos, namun
kenyataannya memang benar ada.
b.
Pernah diperlihatkan suatu benda aneh
yang mirip lampion, yang dapat memancarkan cahaya yang bersinar ke dalam. Secara
logos, hal ini tidak masuk akal, namun hal ini memang benar-benar pernah
dialami beliau.
c.
Pernah mendengar adanya suara-suara aneh
tanpa ada wujud aslinya.
d.
Pernah melihat sesuatu mirip ular, yang
terlihat secara tiba-tiba, namun juga langsung menghilang dalam sekejap.
Hingga
sekarang, belum ada ilmu yang dapat memecahkan fenomena tersebut. Satu-satunya
cara untuk memecahkannya adalah dengan meyakini sepenuh hati sesuai agama dan
kepercayaannya, bahwa yang ghoib itu memang benar-benar ada.
3. Antara
urusan dunia dengan urusan akhirat
Segala sesuatu yang bersifat masih
dibicarakan dan difikirkan, itu masih merupakan urusan dunia. Lain halnya untuk
Ibadah, karena ibadah meliputi urusan dunia dan akhirat. Pada dasarnya, ibadah
merupakan urusan dunia, karena masih dibicarakan dan difikirkan. Namun, ibadah
dapat bermanfaat untuk kehidupan kelak di akhirat. Setiap perbuatan dan
tindakan ada yang bernilai ibadah. Manfaat dari nilai ibadah tersebut dapat
diperoleh kelak ketika sudah di akhirat. Hubungan antara urusan dunia dengan
urusan akhirat sangat erat sekali, namun dengan proporsi yang sedikit berbeda.
Hal ini dapat terlihat dari aktifitas berfilsafat dan berdoa. Telah berulang
kali Bapak Marsigit mengatakan bahwa kegiatan berfilsafat hendaknya dapat
meningkatkan tingkat atau derajat keimanan seseorang. jangan sampai kegiatan
berfilsafat justru menjauhkan seseorang dari iman. Beliau menganjurkan bahwa
ketika satu kali melakukan kegiatan berfilsafat, maka hendaknya diimbangi
dengan 10 kali berdoa.
4. Antara
takdir dan ikhtiar
Hakikatnya, semua manusia pasti
diberikan karunia oleh Tuhan. Tidak ada hal sekecil apapun yang tidak berharga.
Tidak ada sedikitpun yang bukan merupakan karunia. Semua hal yang ada dan yang
mungkin ada di dunia ini secara spiritual berarti sebagai karunia_Nya. Ketika
seseorang berdoa memohon segala sesuatu, namun masih belum dikabulkan dan
usahanya masih gagal, itu bukan berarti tidak diberikan karunia oleh Tuhan. Gagal
ataupun berhasil, segala sesuatu yang telah terjadi itu merupakan yang terbaik,
karena kepercayaan terhadap takdir. Hal ini diperkuat oleh psikologi, bahwa
kegagalan merupakan suatu keberhasilan yang tertunda. Pada prakteknya, ikhtiar
atau usaha sangat penting dilaksanakan, namun pada akhirnya, tetap takdir yang
menentukan yang akan terjadi.