Minggu, 31 Maret 2013

INTERAKSI/TRANSFORMASI DALAM FILSAFAT

by mutawalli
Dalam setiap kegiatan belajar tentang ilmu apapun, baik fisika, kimia, matematika dan ilmu-ilmu lainnya, tujuan akhir yang ingin dicapai adalah harus dapat merefleksikan hasil belajar tersebut. Hal ini dimaksudkan agar ilmu tersebut dapat bermanfaat bagi kehidupan, baik di dunia hingga kelak di akhirat. Secara garis besar, ilmu diklasifikasikan menjadi 2, yaitu ilmu dunia dan ilmu akhirat. Ilmu dunia hanya mampu menunjukkan jalan, sedangkan ilmu akhirat dapat menunjukkan sekaligus menghantarkan manusia ke tujuannya.
Berdasarkan perjalanannya, filsafat selalu berinteraksi atau bertransformasi antara dua kutub yang berbeda, yaitu antara yang ada dan yang mungkin ada, antara terlihat dan yang tidak terlihat, antara yang makro (secara keseluruhan/universal) dengan yang mikro (diri manusia masing-masing), antara yang mitos dengan yang logos, antara takdir dan nasib, antara yang real dengan yang abstrak, antara yang nyata dengan yang ghoib, antara urusan dunia dengan urusaan akhirat, antara intuisi dan rasional, antara takdir dan ikhtiar, dan lain sebagainya.
1.      Antara mitos dengan logos.
Mitos merupakan suatu kegiatan atau tindakan yang dilaksanakan tanpa mengetahui maknanya. Sebagai contoh, melaksanakan ibadah tanpa mengetahui maksud dan tujuannya juga termasuk sebagai mitos. Demikian pula seorang guru yang mengajar tanpa memahami secara mendalam tentang materi yang diajarkan, sehingga guru tersebut kehilangan intuisi, ini juga merupakan mitos. Tak bisa dipungkiri, mitos menduduki proporsi yang sangat tinggi di kehidupan ini, dengan prosentase hampir 90%, sedangkan logos hanya menduduki proporsi  10% saja. Anak kecil yang belum memahami logos dan belum bisa berfikir secara rasional, mempelajari segala sesuatu dengan mitos (intuisi)nya. Intuisi dan mitos dapat diperoleh dari beberapa aktivitas, pengalaman, pergaulan dan interaksi. Jadi, orang yang suka mengisolasi diri tidak akan pernah mendapatkan intuisinya.
Dalam suatu hal tertentu, ada kalanya seseorang kehilangan intuisinya terhadap ruang dan waktu. Kehilangan intuisi ini sangat mungkin dialami oleh guru sebagai pendidik. Dalam mempelajari segala sesuatu, anak cenderung lebih menggunakan intuisinya. Hal ini berakibat pada cara belajar yang seharusnya diterapkan guru di sekolah, termasuk dalam pelajaran matematika. Pada hakikatnya, matematika sekolah tidak sama dengan matematika murni. Matematika sekolah lebih dimaksudkan sebagai kegiatan menemukan konsep sehingga memperoleh ilmunya. Oleh karena itu, sebagai calon guru hendaknya bersiap diri agar dalam membelajarkan matematika kelak, tidak mengesampingkan intuisi. Contoh model pembelajaran yang tidak menghilangkan peran intuisi diantaranya adalah pendekatan konstruktivis dan pendekatan realistic matematik (PMRI).
Kehilangan intuisi ruang mungkin terjadi saat bepergian ke daerah atau Negara lain, dan saat di perjalanan memperoleh pandangan yang salah tentang konsep arah. Kesalahan pandangan ini merupakan salah satu kesalahan intuisi terhadap ruang. Sedangkan kesalahan intuisi terhadap waktu mungkin terjadi akibat adanya pergeseran waktu antara siang dan malam yang tidak menentu, hal ini sangat mungkin terjadi di London, Inggris karena letaknya yang berada di pertemuan antara daerah panas dan dingin. Saat musim panas, malam tidak sepenuhnya malam. Saat musim dingin, siang juga tak sepenuhnya siang. Hal ini menyebabkab intuisi manusia yang tanpa didasarkan pada penunjuk waktu yang formal (yaitu jam), sangat mungkin mengalami kesalahan. Intuisi dapat mempercayai bahwa waktu menunjukkan siang hari, padahal sesungguhnya malam hari. Kesalahan dalam intuisi ini dapat diperbaiki, meskipun harus dengan usaha yang maksimal.
2.      Antara ghoib dengan nyata.
Untuk meyakini segala sesuatu yang nyata, manusia tidak perlu bersusah payah berfikir dan melakukan suatu ritual tertentu, karena segala sesuatu yang nyata dapat terdeteksi oleh panca indera sehingga keberadaannya tidak perlu diragukan lagi. Namun untuk hal yang ghoib, setinggi apapun ilmu manusia, ilmu tersebut tidak akan mampu memecahkan masalah tentang segala sesuatu yang ghoib ini. Secara ilmu, hal yang ghoib mungkin dianggap tidak ada. Namun kenyataannya, entah itu hanya merupakan mitos atau semacamnya, namun hal tersebut memang ada. Ini dapat terbukti adanya beberapa pengalaman nyata yang pernah dialami oleh Bapak Prof. DR. Marsigit, M.A, diantaranya adalah:
a.       Pernah diikuti oleh wanita yang ketika berjalan, dia tidak pernah menginjakkan kaki ke tanah. Secara mitos, wanita ini disebut sebagai kuntilanak. Hal ini tidak dapat diterima secara logos, namun kenyataannya memang benar ada.
b.      Pernah diperlihatkan suatu benda aneh yang mirip lampion, yang dapat memancarkan cahaya yang bersinar ke dalam. Secara logos, hal ini tidak masuk akal, namun hal ini memang benar-benar pernah dialami beliau.
c.       Pernah mendengar adanya suara-suara aneh tanpa ada wujud aslinya.
d.      Pernah melihat sesuatu mirip ular, yang terlihat secara tiba-tiba, namun juga langsung menghilang dalam sekejap.
Hingga sekarang, belum ada ilmu yang dapat memecahkan fenomena tersebut. Satu-satunya cara untuk memecahkannya adalah dengan meyakini sepenuh hati sesuai agama dan kepercayaannya, bahwa yang ghoib itu memang benar-benar ada.
3.      Antara urusan dunia dengan urusan akhirat
Segala sesuatu yang bersifat masih dibicarakan dan difikirkan, itu masih merupakan urusan dunia. Lain halnya untuk Ibadah, karena ibadah meliputi urusan dunia dan akhirat. Pada dasarnya, ibadah merupakan urusan dunia, karena masih dibicarakan dan difikirkan. Namun, ibadah dapat bermanfaat untuk kehidupan kelak di akhirat. Setiap perbuatan dan tindakan ada yang bernilai ibadah. Manfaat dari nilai ibadah tersebut dapat diperoleh kelak ketika sudah di akhirat. Hubungan antara urusan dunia dengan urusan akhirat sangat erat sekali, namun dengan proporsi yang sedikit berbeda. Hal ini dapat terlihat dari aktifitas berfilsafat dan berdoa. Telah berulang kali Bapak Marsigit mengatakan bahwa kegiatan berfilsafat hendaknya dapat meningkatkan tingkat atau derajat keimanan seseorang. jangan sampai kegiatan berfilsafat justru menjauhkan seseorang dari iman. Beliau menganjurkan bahwa ketika satu kali melakukan kegiatan berfilsafat, maka hendaknya diimbangi dengan 10 kali berdoa. 
4.      Antara takdir dan ikhtiar
Hakikatnya, semua manusia pasti diberikan karunia oleh Tuhan. Tidak ada hal sekecil apapun yang tidak berharga. Tidak ada sedikitpun yang bukan merupakan karunia. Semua hal yang ada dan yang mungkin ada di dunia ini secara spiritual berarti sebagai karunia_Nya. Ketika seseorang berdoa memohon segala sesuatu, namun masih belum dikabulkan dan usahanya masih gagal, itu bukan berarti tidak diberikan karunia oleh Tuhan. Gagal ataupun berhasil, segala sesuatu yang telah terjadi itu merupakan yang terbaik, karena kepercayaan terhadap takdir. Hal ini diperkuat oleh psikologi, bahwa kegagalan merupakan suatu keberhasilan yang tertunda. Pada prakteknya, ikhtiar atau usaha sangat penting dilaksanakan, namun pada akhirnya, tetap takdir yang menentukan yang akan terjadi.