Latar Belakang
Psikologi Pendidikan
adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan
terhadap anan didik dalan situasi pendidikan. Psikologi disebut juga
dengan ilmu jiwa. Mempelajari psikologi pendidikan sangat penting
apalagi bagi seorang pendidik, guna supaya terciptanya suatu kondisi
belajar yang efektif.
Berbicara mengenai psikologi
pendidikan sangat luas pembicaraannya. Oleh karena itu dalam makalah ini
akan dibatasi pada persoalan-persoalan bakat dan hal-hal yang berkaitan
dengannya. Mengingat hal tersebut sangat berhubungan erat dalam
pembentukan pribadi seseorang.
Pengertian Bakat
Menurut M. Ngalim Purwanto dalam
bukunya Psikologi Pendidikan disebutkan bahwa kata bakat lebih dekat
pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan pembawaan,
yaitu yang mengenai kesanggupan-kesanggupan (potensi-potensi) yang
tertentu.[1]
William B. Michael memberi definisi mengenai bakat sebagai berikut :
An aptitude may be defined as a
person’s capacity, or hypothetical potential, for acquisition of a
certain more or less weeldefined pattern of behavior involved in the
performance of a task respect to which the individual has had little or
no previous training (Michael, 1960: 59).
Jadi Michael meninjau bakat itu
terutama dari segi kemampuan individu untuk melakukan sesuatu tugas,
yang sedikit sekali tergantung kepada latihan mengenai hal tersebut.
Woodworth dan Marquis memberikan
definisi demikian: “aptitude is predictable achievement and can be
measured by specially devised test” (Woodworth dan Marquis, 1957: 58).
Bakat (aptitude), oleh Woodworth dan Marquis dimasukkan dalam kemampuan
(ability). Menurutnya ability mempunyai tiga arti, yaitu :
Achievement yang merupakan actual ability, yang dapat diukur langsung dengan alat atau tes tertentu.
Capacity yang merupakan
potential ability, yang dapat diukur secara tidak langsung dengan
melalui pengukuran terhadap kecakapan individu, di mana kecakapan ini
berkembang dengan perpaduan antara dasar dengan training yang intensif
dan pengalaman. Aptitude, yaitu kualitas yang hanya dapat
diungkap/diukur dengan tes khusus yang sengaja dibuat untuk itu.[2]
Menurut Guilford bakat itu mencakup tiga dimensi pokok, yaitu :
Dimensi Perseptual
Dimensi perseptual meliputi kemampuan dalam mengadakan persepsi, dan ini meliputi faktor-faktor antara lain :
Kepekaan indera
Perhatian
Orientasi waktu
Luasnya daerah persepsi
Kecepatan persepsi, dan sebagainya.
Dimensi Psiko-motor
Dimensi psiko-motor ini mencakup enam faktor, yaitu :
Faktor kekuatan
Faktor impuls
Faktor kecepatan gerak
Faktor ketelitian/ketepatan, yang terdiri atas dua macam, yaitu :
1) Faktor kecepatan statis, yang menitikberatkan pada posisi.
2) Faktor ketepatan dinamis, yang menitikberatkan pada gerakan.
Faktor koordinasi
Faktor keluwesan (flexibility).
Dimensi Intelektual
Dimensi inilah yang umumnya
mendapat penyorotan secara luas, karena memang dimensi inilah yang
mempunyai implikasi sangat luas. Dimensi ini meliputi lima faktor,
yaitu:
Faktor ingatan, yang mencakup:
1) Faktor ingatan mengenai substansi
2) Faktor ingatan mengenai relasi
3) Faktor ingatan mengenai system
Faktor pengenalan, yang mencakup:
1) Pengenalan terhadap keseluruhan informasi
2) Pengenalan terhadap golongan (kelas)
3) Pengenalan terhadap hubungan-hubungan
4) Pengenalan terhadap bentuk dan struktur
5) Pengenalan terhadap kesimpulan.
Faktor evaluatif, yang meliputi:
1) Evaluasi mengenai identitas
2) Evaluasi mengenai relasi-relasi
3) Evaluasi terhadap system
4) Evaluasi terhadap penting tidaknya problrm (kepekaan terhadap problem yang dihadapi).
Faktor berpikir konvergen, yang meliputi:
1) Faktor untuk menghasilkan nama-nama
2) Faktor untuk menghasilkan hubungan-hubungan
3) Faktor untuk menghasilkan system-sistem
4) Faktor untuk menghasilkan transformasi
5) Faktor untuk menghasilkan implikasi-implikasi yang unik.
Faktor berpikir divergen, yang meliputi:
Faktor untuk menghasilkan unit-unit
Faktor untuk pengalihan kelas-kelas secara spontan
Faktor kelancaran dalam menghasilkan hubungan-hubungan.
Faktor untuk menghasilkan system
Faktor untuk transfomasi divergen
Faktot untuk menyusun bagian-bagian menjadi garis besar atau kerangka. [3]
Dengan sengaja pendapat Guilford
ini dikemukakan dengan agak lengkap, tidak karena pendapat tersebut
dianggap sebagai satu-satunya pendapat yang benar, akan tetapi
berlebih-lebih sebagai ilustrasi untuk menunjukkan betapa rumitnya
kualitas manusia yang kita sebut itu.
Mengenali Bakat Seseorang
Menurut sejarahnya usaha
pengenalan bakat itu mula-mula terjadi pada bidang kerja (atau jabatan),
tetapi kemudian juga dalam bidang pendidikan. Bahwa dewasa ini dalam
bidang pendidikanlah usaha yang paling banyak dilakukan. Dalam
praktiknya hampir semua ahli yang menyusun tes untuk mengungkap bakat
bertolak dari dasar pikiran analisis faktor.
Pemberian nama terhadap
jenis-jenis bakat biasanya dilakukan berdasar atas dalam lapangan apa
bakat tersebut berfungsi, seperti bakat matematika, bakat bahasa, bakat
olah raga, dan sebagainya. Dengan demikian, maka macamnya bakat akan
sangat tergantung pada konteks kebudayaan di mana seseorang individu
hidup. Mungkin penamaan itu bersangkutan dengan bidang studi, mungkin
pula dalam bidang kerja.
Sebenarnya setiap bidang studi
atau bidang kerja dibutuhkan lebih dari satu faktor bakat saja.
Bermacam-macam fakor mungkin diperlukan berfungsinya untuk suatu
lapangan studi atau lapangan kerja tertentu. Suatu contoh misalnya bakat
untuk belajar di Fakultas Teknik akan memerlukan berfungsinya
faktor-faktor mengenali bilangan, ruang, berpikir abstrak, bahasa,
mekanik, dan mungkin masih banyak lagi. Karena tiu ada kecenderungan di
antara para ahli sekarang untuk mendasarkan pengukuran bakat itu pada
pendapat, bahwa ada setiap individu sebenarnya terdapat semua
faktor-faktor yang diperlukan untuk berbagai macam lapangan, hanya
dengan kombonasi, konstelasi, dan intensitas yang berbeda-beda. Karena
itu biasanya yang dilakukan dalam diagnosis tentang bakat adalah membuat
urutan (ranking) mengenai berbagai bakat pada setiap individu.
Prosedur yang biasanya ditempuh adalah :
- melaksanakan analisis jabatan atau analisis lapangan studi untuk menemukan faktor-faktor apa saja yang diperlukan supaya orang dapat berhasil dalam lapangan tersebut.
- Dari hasil analisis itu dibuat pencandraan jabatan atau pencandraan lapangan studi.
- Dari Pencandraan jabatan atau pencandraan lapangan studi itu diketahui persyaratan apa yang harus dipenuhi supaya individu dapat lebih berhasil dalam lapangan tertentu.
Dari persyaratan itu sebagai landasan disusun alat pengungkapan (alat pengungkap bakat), yang biasanya berwujud tes.[4]
Dengan jalan pikiran seperti
yang digmbarkan di atas itulah pada umumnya tes bakat itu disusun.
Sampai sekarang boleh dikata belum ada tes bakat yang cukup luas daerah
pemakainya (seperti misalnya tes inteligensi), berbagai tes bakat yang
telah ada seperti misalnya FACT (Flanagan Aptitude Clasification Test)
yang disusun oleh Flanagan, DAT dan lain sebagainya.
Kesimpulan
Kata bakat lebih dekat
pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan pembawaan,
yaitu yang mengenai kesanggupan-kesanggupan (potensi-potensi) yang
tertentu. Menurut Guilford bakat itu mencakup tiga dimensi pokok, yaitu :
Dimensi Perseptual, psiko-motor dan intelektual,
Usaha pengenalan bakat mula-mula
terjadi pada bidang kerja (atau jabatan), tetapi kemudian juga dalam
bidang pendidikan. Bahwa dewasa ini dalam bidang pendidikanlah usaha
yang paling banyak dilakukan. Dalam praktiknya hampir semua ahli yang
menyusun tes untuk mengungkap bakat bertolak dari dasar pikiran analisis
faktor.