A. Latar Belakang
Filsafat
adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia
secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.[1] Filsafat tidak
didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan,
tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk
itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu.
Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses
dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan
logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari
dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah
ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas
filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan.
Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam,
sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan
sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Semenjak Immanuel Kant yang
menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan
batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat; maka
semenjak itu pula refleksi filsafat mengenai pengetahuan manusia menjadi
menarik perhatian. Dan lahirlah pada abad 18 cabang filsafat yang
disebut sebagai filsafat pengetahuan (theory of knowledge atau
epistemology). Melalui cabang filsafat ini diterangkan sumber serta
tatacara untuk menggunakan sarana dan metode yang sesuai guna mencapai
pengetahuan ilmiah. Diselidiki pula evidensi dan syarat-syarat yang
harus dipenuhi bagi apa yang disebut kebenaran ilmiah, serta batas batas
validitasnya.
Mula-mula filsafat berarti sifat
seseorang berusaha menjadi bijak, selanjutnya filsafat mulai menyempit
yaitu lebih menekankan pada latihan berpikir untuk memenuhi kesenangan
intelektual (intelectual curiosity), juga filsafat pada masa ini ialah
menjawab pertanyaan yang tinggi yaitu pertanyaan yang tidak dapat
dijawab oleh sains. Secara terminologi filsafat banyak diartikan oleh
para ahli secara berbeda, perbedaan konotasi filsafat disebabkan oleh
pengaruh lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda serta akibat
perkembangan filsafat itu sendiri seperti; James melihat konotasi
filsafat sebagai kumpulan pertanyaan yang tidak pernah terjawab oleh
sains secara memuaskan. Russel melihat filsafat pada sifatnya ialah
usaha menjawab, objeknya ultimate question. Phytagoras menunjukkan
filsafat sebagai perenungan tentang ketuhanan. Poedjawijatna (1974: 11)
menyatakan filsafat diartikan ingin mencapai pandai, cinta, pada
kebijakan, dan sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab
yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Hasbullah Bakry (1971: 11) mengatakan filsafat menyelidiki segala
sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya
sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagiamana sikap manusia itu
harus setelah mencapai pengetahuan itu, dan masih banyak pendapat dari
tokoh-tokoh lainnya.
B. Tujuan Pembuatan Makalah
1. Agar mahasiswa tahu tentang perkembangan filsafat.
2. Agar para mahasiswa mengetahui tentang macam-macam aliran dalam filsafat.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang perkembangan aliran filsafat serta memamahami aliran-aliran filsafat dalam kehidupan.
A. Pengertian Filsafat
Filsafat
secara harfiah berasal kata Philo berarti cinta, Sophos berarti ilmu
atau hikmah, jadi filsafat secara istilah berarti cinta terhadap ilmu
atau hikmah. Pengertian dari teori lain menyatakan kata Arab falsafah
dari bahasa Yunani, philosophia: philos berarti cinta (loving), Sophia
berarti pengetahuan atau hikmah (wisdom), jadi Philosophia berarti cinta
kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Pelaku filsafat berarti
filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat dapat dikatakan
sebagai pelaku aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan
sebagai sasaran utamanya. Ariestoteles (filosof Yunani kuno) mengatakan
filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, kadang-kadang disamakan
dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi). Adapun pengertian filsafat
mengalami perkembangan sesuai era yang berkembang pula. Pada abad modern
(Herbert) filsafat berarti suatu pekerjaan yang timbul dari pemikiran.
Terbagi atas 3 bagian: logika, metafisika dan estetika (termasuk di
dalamnya etika).
Filsafat menempatkan pengetahuan
sebagai sasaran, maka dengan demikian pengetahuan tidak terlepas dari
pendidikan. Jadi, filsafat sangat berpengaruh dalam aktifitas pendidikan
seperti manajemen pendidikan, perencanaan pendidikan, evaluasi
pendidikan, dan lain-lain. Karena ada pengaruh tersebut, maka dalam
makalah ini mencoba untuk membahas tentang keterkaitan paradigma
aliran-aliran filsafat tersebut dengan kajian pendidikan khususnya
manajemen pendidikan.
B. Perkembangan Filsafat
Masyarakat
primitif menganut pemikiran mitosentris yang mengandalkan mitos guna
menjelaskan fenomena alam. Perubahan pola pikir dari mitosentris menjadi
logo-sentris membuat manusia bisa membedakan kondisi riil dan ilusi,
sehingga mampu ke-luar dari mitologi dan memperoleh dasar pengetahuan
ilmiah. Ini adalah titik awal ma-nusia menggunakan rasio untuk meneliti
serta mempertanyakan dirinya dan alam raya. Pertama, Filsafat kuno dan
abad pertengahan Di masa ini, pertanyaan tentang asal usul alam mulai
dijawab dengan pendekat-an rasional, tidak dengan mitos. Subjek
(manusia) mulai mengambil jarak dari objek (alam) sehingga kerja logika
(akal pikiran) mulai dominan. Sebelum era Socrates, kaji-an difokuskan
pada alam yang berlandaskan spekulasi metafisik.
Menurut Heraklitos (535-475 SM),
realita di alam selalu berubah, tidak ada yang tetap (api sebagai
simbol perubahan di alam) sementara Parmenides (515-440 SM) mengatakan
bahwa realita di alam merupakan satu kesatuan yang tidak bergerak
sehingga perubahan tidak mungkin terjadi.
Pada era Socrates, kajian
filosofis mulai menjurus pada manusia dan mulai ada pemikiran bahwa
tidak ada kebenaran yang absolut. Beberapa filosof populernya adalah
Socrates (479-399 SM), Plato (427-437 SM) dan Aristotles (384-322 SM).
Socrates mendefinisikan, menganalisis dan mensintesa kebenaran objektif
yang universal melalui metode dialog (dialektika). Satu pertanyaan
dijawab dengan satu jawaban.
Plato mengembangkan konsep
dualisme (adanya bentuk dan persepsi). Ide yang ditangkap oleh pikiran
(persepsi) lebih nyata dari objek material (bentuk) yang dilihat indra.
Sifat persepsi tidak tetap dan bisa berubah, sementara bentuk adalah
sesuatu yang tetap. Aristotles menyatakan bahwa materi tidak mungkin
tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Filsuf ini juga memperkenalkan
silogisme, yaitu penggunaan logika berdasarkan analisis bahasa guna
menarik kesimpulan. Silogisme memiliki dua premis mayor dan satu
ke-simpulan sehingga, suatu pernyataan benar harus sesuai dengan minimal
dua pernyataan pendukung. Logika ini disebut juga dengan logika
deduktif yang mengukur valid tidak-nya sebuah pemikiran.
Pada abad pertengahan (abad
12–13 SM) mulai dilakukan analisis rasional terha-dap sifat-sifat alam
dan Allah, analisis suatu kejadian/materi, bentuk, ketidaknampakan,
logika dan bahasa. Salah satu filsufnya adalah Thomas Aquinas
(1225-1274). Kedua, Filsafat modern (abad 15 sampai dengan sekarang)
Berkembang beberapa paham yang menguatkan kedudukan humanisme sebagai
dasar dalam perkembangan hidup manusia dan pengetahuan. Paham
rasionalisme menyatakan bahwa akal merupakan alat terpenting untuk
memperoleh dan menguji pengetahuan.
C. Faham dan Aliran Filsafat
1. Utilitarianisme
Utilitarianisme
berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat,
berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai
teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory).
Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh
Jeremy Bentham dan muridnya, John Stuart Mill.
Utilitarianisme merupakan suatu
paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna,
berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah
yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik
buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah,
dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori
tujuan perbuatan.
2. Idealisme
Idealisme
berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato),
jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan
merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan
dengan gejala-gejala psikis, roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan
berkenaan dengan materi. Kata idealisme pun merupakan istilah yang
digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad
18. Ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya
memperlawankan dengan materialisme Epikuros.
Istilah Idealisme adalah aliran
filsafat yang memandang yang mental dan ideasional sebagai kunci ke
hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah ini
banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat. Tokoh-tokoh lain cukup
banyak ; Barkeley, Jonathan Edwards, Howison, Edmund Husserl, Messer dan
sebagainya.
3. Rasionalisme
Rasionalisme
atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa
kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis
yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama.
Pada pertengahan abad ke-20, ada
tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar
oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya
mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang
diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada
ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan
percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme
kontinental sama sekali
4. Pragmatisme
Pragmatisme
adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala
sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada
akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan
demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting
melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada
individu-individu. Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di
mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan
fakta-fakta individual dan konkret. Dunia ditampilkan apa adanya dan
perbedaan diterima begitu saja.
Representasi atau penjelmaan
realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan
bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki
fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme
tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran,
terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh
kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
5. Empirisme
Empirisme
adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan
bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika
dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah
David Hume, George Berkeley dan John Locke.
6. Positivisme
Istilah
positivisme sangat berkaitan erat dengan istilah naturalisme dan dapat
dirunut asalnya ke pemikiran Auguste Comte pada abad ke-19. Comte
berpendapat, positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan
berdasarkan sains. Penganut paham positivisme meyakini bahwa hanya ada
sedikit perbedaan (jika ada) antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena
masyarakat dan kehidupan sosial berjalan berdasarkan aturan-aturan,
demikian juga alam.
7. Materialisme
Kata
materialisme terdiri dari kata materi dan isme. Materi dapat dipahami
sebagai bahan; benda; segala sesuatu yang tampak. Materialisme adalah
pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk
kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata, dengan
mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Sementara itu,
orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai
materialis. Orang-orang ini adalah para pengusung paham (ajaran)
materialisme atau juga orang yang mementingkan kebendaan semata
(harta,uang,dsb). Maka materilisme adalah paham yang menyatakan bahwa
hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya
semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi
material. Materi adalah satu-satunya substansi. Kemudian, istilah inipun
sering digunakan dalam filsafat.
Filsuf yang pertama kali
memperkenalkan paham ini adalah Epikuros. Ia merupakan salah satu filsuf
terkemuka pada masa filsafat kuno. Selain Epikuros, filsuf lain yang
juga turut mengembangakan aliran filsafat ini adalah Demokritos dan
Lucretius Carus. Pendapat mereka tentang materialisme, dapat kita
samakan dengan materialisme yang berkembang di Prancis pada masa
pencerahan. Dua karangan karya La Mettrie yang cukup terkenal mewakili
paham ini adalah L'homme machine (manusia mesin) dan L'homme plante
(manusia tumbuhan).
Dalam waktu yang sama, di tempat
lain muncul seorang Baron von Holbach yang mengemukakan suatu
materialisme ateisme. Materialisme ateisme serupa dalam bentuk dan
substansinya, yang tidak mengakui adanya Tuhan secara mutlak. Jiwa
sebetulnya sama dengan fungsi-fungsi otak. Pada Abad 19, muncul
filsuf-filsuf materialisme asal Jerman seperti Feuerbach, Moleschott,
Buchner, dan Haeckel. Merekalah yang kemudian meneruskan keberadaan
materialisme.
8. Humanisme
Humanisme
adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang
memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau
isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah menjadi sejenis
doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh
etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisonal
yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu. Humanisme
modern dibagi kepada dua aliran. Humanisme keagamaan/religi dan
Humanisme Sekular.
Diantara tokoh-tokoh Humanisme:
Abraham Maslow, Albert Einstein, Bertrand Russell, Carl Rogers, Cicero,
Edward Said, Erasmus, Gene Roddenberry, Hans-Georg Gadamer, Dr. Henry
Morgentaler, Isaac Asimov, Israel Shahak, Jacob Bronowski.
9. Feminisme
Tokoh
feminisme disebut Feminis adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut
emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Mengenai latar
belakang lahirnya gerakan feminisme adalah ketika pada waktu itu setelah
Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis pada 1792 berkembang
pemikiran bahwa posisi perempuan kurang beruntung daripada laki-laki
dalam realitas sosialnya. Ketika itu, perempuan, baik dari kalangan
atas, menengah ataupun bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk
mendapatkan pendidikan, berpolitik, hak atas milik dan pekerjaan. Oleh
karena itulah, kedudukan perempuan tidaklah sama dengan laki-laki
dihadapan hukum.
Pada 1785 perkumpulan masyarakat
ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah
kota di selatan Belanda. Gerakan feminisme berkaitan dengan Era
Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan
Marquis de Condorcet. Sedangkan mengenai tokoh-tokoh yang terkenal dalam
faham feminisme diantaranya adalah Foucault, Naffine, Derrida
(Derridean)
10. Eksistensialisme
Eksistensialisme
adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu
yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan
secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya
bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar,
tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif,
dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang
menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah
satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat.
Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an
itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan
eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu?
bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya
yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk
determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
Dalam studi sekolahan filsafat
eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang
terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia
dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia
bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi
kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas?
atau "dalam istilah orde baru", apakah eksistensialisme mengenal
"kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika
kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari
kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.
Namun, menjadi eksistensialis,
bukan melulu harus menjadi “seorang yang lain daripada yang lain”, sadar
bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali
manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang
menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar
keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah
inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan
terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis
dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah,
apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan
sendiri.
KESIMPULAN
Filsafat adalah hasil pemikiran
ahli-ahli filsafat atau filosof-filosof sepanjang zaman diseluruh dunia.
Sejarah pemikiran filsafat yang amat panjang dibandingkan dengan
sejarah ilmu pengetahuan, telah memperkaya khazanah (perbendaharaan)
ilmu filsafat. Sebagai ilmu tersendiri filsafat tidak saja telah menarik
minat dan perhatian para pemikir, tetapi bahkan filsafat telah amat
banyak mempengaruhi perkembangan keseluruh budaya umat manusia. Filsafat
telah mempengaruhi sistem politik, sistem sosial, sistem ideologi semua
bangsa-bangsa-bangsa. Juga filsafat mempengaruhi sistem ilmu
pengetahuan itu sendiri, yang tersimpul di dalam filsafat ilmu
pengetahuan tertentu seperti filsafat huku, filsafat ekonomi, filsafat
ilmu kedoteran, filsafat pendidikan dan sebagainya. Akhirnya yang pokok
dari semua iatu, filsfat telah mempengaruhi sikap hidup, cara berpikir,
kepercayaan atau ideologinya. Filsafat telah mewarisi subyek atau
pribadi sedemikian kuat, sehingga tiap orang menjadi penganut suatu
faham filsafat baik sadar maupun tidak, langsung ataupun tidak langsung.
Ajaran filsafat pada dasarnya
adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa orang ahli filsafat
tentang sesuatu secara fundamental. Perbedaan-perbedaan cara dalam
meng-approach suatu masalah akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang
berbeda-beda tentang masalah yang sama. Perbedaan-perbedaan itu dapat
juga disebabkan latar belakang pribadi para ahli tersebut, di samping
pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat.
Kenyataan-kenyataan itu melatar belakangi perbedaan-perbedaan tiap-tiap
pokok suatu ajaran filsafat. Dan oleh penelitian para ahli kemudian,
ajaran filsafat tersebut disusun dalam satu sistematika dengan kategori
tertentu. Klasifikasi inilah yang melahirkan apa yang kita kenal sebagai
suatu aliran (sistem) suatu ajaran filsafat. Suatu ajaran filsafat
dapat pula sebagai produk suatu zaman, produk suatu cultural and social
matrix. Dengan demikian suatu ajaran filsafat dapat merupakan reaksi dan
aksi atas sesuatu realita di dalam kehidupan manusia. Filsafat dapat
berbentuk cita-cita, idealisme yang secara radikal berhasrat
meninggalkan suatu pola kehidupan tertentu.
Terkhusus pada bidang filsafat
awal mula timbulnya berasal dari rasa ingin tahu kemudian terbentuklah
mitos yang mempercayai keberadaan sifat gaib yaitu roh-roh di balik alam
jagat raya ini, dan ini dipercayai oleh orang dahulu sebagai suatu
kebenaran. Selanjutnya rasa kritis pun mulai menderai orang-orang atas
kebenaran mitos itu rasa sangsi pun muncul, lalu ingin kepastian,
timbulnya pertanyaan dan rasa-rasa tersebut adalah dasar timbulnya
filsafat. Berdasarkan kenyataan sejarah, filsafat bukanlah semata-mata
hasil perenungan, hasil pemikiran kreatif yang terlepas daripada pra
kondisi yang menantang. Paling sedikit, ide-ide filosofis adalah jawaban
terhadap problem yang menentang pikiran manusia, jawaban atas ketidak
tahuan, atau verifikasi tentang sesuatu. Filsafat juga merupakan usaha
meneuhi dorongan-dorongan rasional manusiawi demi kepuasan rohaniah,
untuk kemantangan pribadi, untuk integritas.