by mutawalli
A. Pengertian
Andragogi berasal dari dua kata dalam bahasa
Yunani, yakni Andra berarti orang dewasa dan agogos berarti
memimpin. Perdefinisi andragogi kemudian dirumuskan sebagau “Suatu
seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar”. Kata andragogi
pertama kali digunakan oleh Alexander Kapp pada tahun 1883 untuk
menjelaskan dan merumuskan konsep-konsep dasar teori pendidikan Plato.
Meskipun demikian, Kapp tetap membedakan antara pengertian
“Social-pedagogy” yang menyiratkan arti pendidikan orang dewasa,
dengan andragogi. Dalam rumusan Kapp, “Social-pedagogy” lebih
merupakan proses pendidikan pemulihan (remedial) bagi orang dewasa yang
cacat. Adapun andragogi, justru lebih merupakan proses pendidikan bagi
seluruh orang dewasa, cacat atau tidak cacat secara berkelanjutan.
B.
Andragogi dan Pedagogi
Malcolm Knowles menyatakan bahwa apa yang
kita ketahui tentang belajar selama ini adalah merupakan kesimpulan dari
berbagai kajian terhadap perilaku kanak-kanak dan binatang percobaan
tertentu. Pada umumnya memang, apa yang kita ketahui kemudian tentang
mengajar juga merupakan hasil kesimpulan dari pengalaman mengajar terhadap
anak-anak. Sebagian besar teori belajar-mengajar, didasarkan pada
perumusan konsep pendidikan sebagai suatu proses pengalihan kebudayaan.
Atas dasar teori-teori dan asumsi itulah kemudian tercetus istilah
“pedagogi” yang akar-akarnya berasal dari bahasa Yunani, paid
berarti kanak-kanak dan agogos berarti memimpin. Kemudian
Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak atau perdefinisi diartikan
secara khusus sebagai “suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak”.
Akhirnya pedagogi kemudian didefinisikan secara umum sebagai
“ilmu
dan seni mengajar”.
Untuk memahami perbedaan antara pengertian
pedagogi dengan pengertian andragogi yang telah dikemukakan, harus dilihat
terlebih dahulu empat perbedaan mendasar, yaitu :
1.
Citra Diri
Citra diri seorang anak-anak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang
lain. Pada saat anak itu menjadi dewasa, ia menjadi kian sadar dan merasa
bahwa ia dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Perubahan dari
citra ketergantungan kepada orang lain menjadi citra mandiri. Hal ini
disebut sebagai pencapaian tingkat kematangan psikologis atau tahap masa
dewasa. Dengan demikian, orang yang telah mencapai masa dewasa akan
berkecil hati apabila diperlakukan sebagai anak-anak. Dalam masa dewasa
ini, seseorang telah memiliki kemauan untuk mengarahkan diri sendiri untuk
belajar. Dorongan hati untuk belajar terus berkembang dan seringkali
justru berkembang sedemikian kuat untuk terus melanjutkan proses
belajarnya tanpa batas. Implikasi dari keadaan tersebut adalah dalam hal
hubungan antara guru dan murid. Pada proses andragogi, hubungan itu
bersifat timbal balik dan saling membantu. Pada proses pedagogi, hubungan
itu lebih ditentukan oleh guru dan bersifat mengarah.
2.
Pengalaman
Orang dewasa dalam hidupnya mempunyai banyak pengalaman yang sangat
beraneka. Pada anak-anak, pengalaman itu justru hal yang baru sama
sekali.Anak-anak memang mengalami banyak hal, namun belum berlangsung
sedemikian sering. Dalam pendekatan proses andragogi, pengalaman orang
dewasa justru dianggap sebagai sumber belajar yang sangat kaya. Dalam
pendekatan proses pedagogi, pengalaman itu justru dialihkan dari pihak
guru ke pihak murid. Sebagian besar proses belajar dalam pendekatan
pedagogi, karena itu, dilaksanakan dengan cara-cara komunikasi satu arah,
seperti ; ceramah, penguasaan kemampuan membaca dan sebagainya. Pada
proses andragogi, cara-cara yang ditempuh lebih bersifat diskusi kelompok,
simulasi, permainan peran dan lain-lain. Dalam proses seperti itu, maka
semua pengalaman peserta didik dapat didayagunakan sebagai sumber belajar.
3.
Kesiapan Belajar
Perbedaan ketiga antara pedagogi dan andragogi adalah dalam hal pemilihan
isi pelajaran. Dalam pendekatan pedagogi, gurulah yang memutuskan isi
pelajaran dan bertanggung jawab terhadap proses pemilihannya, serta kapan
waktu hal tersebut akan diajarkan. Dalam pendekatan andragogi, peserta
didiklah yang memutuskan apa yang akan dipelajarinya berdasarkan
kebutuhannya sendiri. Guru sebagai fasilitator.
4.
Nirwana Waktu dan Arah Belajar
Pendidikan seringkali dipandang sebagai upaya mempersiapkan anak didik
untuk masa depan. Dalam pendekatan andragogi, belajar dipandang sebagai
suatu proses pemecahan masalah ketimbang sebagai proses pemberian mata
pelajaran tertentu. Karena itu, andragogi merupakan suatu proses penemuan
dan pemecahan masalah nyata pada masa kini. Arah pencapaiannya adalah
penemuan suatu situasi yang lebih baik, suatu tujuan yang sengaja
diciptakan, suatu pengalaman pribadi, suatu pengalaman kolektif atau suatu
kemungkinan pengembangan berdasarkan kenyataan yang ada saat ini. Untuk
menemukan “dimana kita sekarang” dan “kemana kita akan pergi”, itulah
pusat kegiatan dalam proses andragogi. Maka belajar dalam pendekatan
andragogi adalah berarti “memecahkan masalah hari ini”, sedangkan pada
pendekatan pedagogi, belajar itu justru merupakan proses pengumpulan
informasi yang sedang dipelajari yang akan digunakan suatu waktu kelak.
C.
Langkah-langkah Pelaksanaan Andragogi
Langkah-langkah kegiatan dan pengorganisasian
program pendidikan yang menggunakan asas-asas pendekatan andragogi, selalu
melibatkan tujuh proses sebagai berikut :
1.
Menciptakan iklim untuk belajar
2.
Menyusun suatu bentuk perencanaan kegiatan secara bersama dan saling
membantu
3.
Menilai atau mengidentifikasikan minat, kebutuhan dan nilai-nilai
4.
Merumuskan tujuan belajar
5.
Merancang kegiatan belajar
6.
Melaksanakan kegiatan belajar
7.
Mengevaluasi hasil belajar (menilai kembali pemenuhan minat, kebutuhan dan
pencapaian nilai-nilai.
Andragogi dapat disimpulkan sebagai :
1. Cara
untuk belajar secara langsung dari pengalaman
2.
Suatu
proses pendidikan kembali yang dapat mengurangi konflik-konflik sosial,
melalui kegiatan-kegiatan antar pribadi dalam kelompok belajar itu
3.
Suatu
proses belajar yang diarahkan sendiri, dimana kira secara terus menerus
dapat menilai kembali kebutuhan belajar yang timbul dari tuntutan situasi
yang selalu berubah.
D.
Prinsip-prinsip Belajar untuk Orang Dewasa
1. Orang
dewasa belajar dengan baik apabila dia secara penuh ambil bagian dalam
kegiatan-kegiatan
2. Orang
dewasa belajar dengan baik apabila menyangkut mana yang menarik bagi dia
dan ada kaitan dengan kehidupannya sehari-hari.
3. Orang
dewasa belajar sebaik mungkin apabila apa yang ia pelajari bermanfaat dan
praktis
4. Dorongan semangat dan pengulangan yang terus menerus akan membantu
seseorang belajar lebih baik
5. Orang
dewasa belajar sebaik mungkin apabila ia mempunyai kesempatan untuk
memanfaatkan secara penuh pengetahuannya, kemampuannya dan keterampilannya
dalam waktu yang cukup
6.
Proses
belajar dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman lalu dan daya pikir dari
warga belajar
7.
Saling
pengertian yang baik dan sesuai dengan ciri-ciri utama dari orang dewasa
membantu pencapaian tujuan dalam belajar.
E.
Karakteristik Warga Belajar Dewasa
1.
Orang
dewasa mempunyai pengalaman-pengalaman yang berbeda-beda
2.
Orang
dewasa yang miskin mempunyai tendensi, merasa bahwa dia tidak dapat
menentukan kehidupannya sendiri.
3.
Orang
dewasa lebih suka menerima saran-saran dari pada digurui
4. Orang
dewasa lebih memberi perhatian pada hal-hal yang menarik bagi dia dan
menjadi kebutuhannya
5.
Orang
dewasa lebih suka dihargai dari pada diberi hukuman atau disalahkan
6.
Orang
dewasa yang pernah mengalami putus sekolah, mempunyai kecendrungan untuk
menilai lebih rendah kemampuan belajarnya
7.
Apa
yang biasa dilakukan orang dewasa, menunjukkan tahap pemahamannya
8.
Orang
dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama
9.
Orang
dewasa suka diperlakukan dengan kesungguhan iktikad yang baik, adil dan
masuk akal
10.
Orang
dewasa sudah belajar sejak kecil tentang cara mengatur hidupnya. Oleh
karena itu ia lebih suka melakukan sendiri sebanyak mungkin
11.
Orang
dewasa menyenangi hal-hal yang praktis
12.
Orang
dewasa membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat akrab dan menjalon
hubungan dekat dengan teman baru.
F.
Karakteristik Pengajar Orang Dewasa
Seorang pengajar orang dewasa haruslah memenuhi persyaratan berikut :
1.
Menjadi anggota dari kelompok yang diajar
2.
Mampu
menciptakan iklim untuk belajar mengajar
3.
Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi, rasa pengabdian dan idealisme
untuk kerjanya
4.
Menirukan/mempelajari kemampuan orang lain
5.
Menyadari kelemahannya, tingkat keterbukaannya, kekuatannya dan tahu bahwa
di antara kekuatan yang dimiliki dapat menjadi kelemahan pada situasi
tertentu.
6.
Dapat
melihat permasalahan dan menentukan pemecahannya
7.
Peka
dan mengerti perasaan orang lain, lewat pengamatan
8.
Mengetahui bagaimana meyakinkan dan memperlakukan orang
9.
Selalu
optimis dan mempunyai iktikad baik terhadap orang
10.
Menyadari
bahwa “perannya bukan mengajar, tetapi menciptakan iklim untuk
belajar”
11.
Menyadari
bahwa segala sesuatu mempunyai segi negatif dan positif.