BAB I
PENDAHULUAN
Kehadiran
televisi benar-benar layak diperhitungkan. Kini dia menjadi bagian
terhormat bagi semua keluarga, tidak peduli miskin ataupun kaya. Si
kotak ajaib ini selalu ditaruh pada tempat utama atau terbaik untuk
sebuah keluarga, hampir tidak ada yang menaruh barang ini di kamar
mandi, gudang, atau tempat yang tidak penting lainnya kecuali kalau
sudah rusak dan tidak dipakai lagi.
Semua
anggota keluarga akan duduk mengelilinginya tanpa sadar, memperhatikan
apa yang dikatakan dan apa yang dimunculkan dari si kotak ajaib ini.
Artinya pesawat TV mampu menjadi pusat perhatian tanpa kenal lelah dia
kaan terus menjelaskan program-programnya kepada semua orang tanpa pilih
kasih. Ia tidak pernah berontak, bisa dihidupkan kapan saja, dan
dimatikan kapan saja. Seolah dia adalah barang penurut seratus persen.
Namun
perangainya yang penurut itu, tanpa kita sadari bisa menjadi makhluk
buas yang sangat sulit untuk dijinakkan. Bahayanya lagi korbannya tidak
menyadari kalau dirinya sudah berada di bawah pengaruhnya sehingga
akhirnya dia yang mengontrol pemilik dan penontonnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MEDIA TELEVISI
Pesawat
televisi adalah sebuah benda mati yang hampir tidak punya pengaruh dan
arti apa-apa tanpa sentuhan tangan manusia. Namun benda ini kini menjadi
perdebatan yang panjang dalam berbagai diskusi, seminar, analisis, yang
tidak pernah ada habisnya.
Benda
ini menjadi begitu populer karena kesanggupannya menerima siaran dari
pemancar yang membawa informasi audio dan visual. Kedatangannya disambut
sebagai salah satu sarana hiburan, informasi, pendidikan, pembelajaran,
kebebasan dan lain-lain
Namun
tidak sedikit yang mengecam sebagai musuh berbahaya yang memberikan
pengaruh sangat buruk akibat dampak tayangan yang ditampilkannya.
Kehadiran televisi benar-bena layak diperhitungkan. Barang ini telah
menjadi perdebatan nasional dan internasional sejak beberapa tahun lalu,
ada yang pro maupun yang kontra.
Televisi
kini menancapkan pengarunya secara langsung ataupun tidak langsung,
pengaruh langsung yang kelihatan misalnya, banyak orang yang terlambat
masuk kantor, terlambat bangun pagi, kelelahan, hilangnya jam-jam
produktif, dan lain-lain.
Pengaruh
tidak langsung yang pelan tapi pasti adalah perubahan perspepsi,
nilai-nilai hidup, bahkan karakter pun lambat laun bisa berubah.[1]
Dampak-dampak Acara Televisi
Ada tiga dampak yang ditimbulkan acara televisi terhadap pemirsa/ penontonnya, yaitu:
1. Dampak
kognitif, yaitu kemampuan seseorang untuk menyerap dan memahami acara
yang ditayangkan televisi yang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa,
misalnya acara kuis di televisi.
2. Dampak
peniruan, yaitu pemirsa dihadapkan pada trend aktual yang ditayangkan
televisi, seperti model pakaian, model rambut dan bintang televisi yang
kemudian digandrungi atau ditiru secara fisik.
3. Dampak
perilaku yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang telah
ditayangkan acara televisi yang diterapkan dalam kehidupan pemirsa
sehari-hari.[2]
B. PENGERTIAN PERKEMBANGAN
Perkembangan
dapat diartikan sebagai perubahan yang progresif dan kontinyu
(berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati.
Pengertian
lain dari perkembangan adalah “perbahan-perubahan yang dialami individu
atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang
berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik
menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah/jiwa).
Para ahli mendefinisikan perkembangan sebagai berikut:
- Harlock
E.B menyatakan bahwa perkembangan dapat didefinisikan sebagai deretan
progresif dari perubahan yang teratur dan koheren “progresif” menandai
bahwa perubahannya terarah, membimbing mereka maju dan bukan mundur.[3]
“koheren” menunjukkan hubungan yang nyata antara perubahan yang terjadi dan yang telah mendahului atau mengikutinya.
- Prof.
Dr. F.J. Monks, Prof. Dr. A.M.P dan Dr. Siti Rahayu Hadinoto
menjelaskan bahwa perkembangan menunjukkan suatu proses yang menuju ke
depan dan tidak begitu saja dapat diulang.[4]
Dapat
disimpulkan suatu definisi yang relevan bahwa perkembangan merupakan
suatu proses yang dinamik, perubahan-perubahan yang bersifat kualitatif
yang berkaitan dengan fungsi-fungsi psikis (kejiwaan) dan fisik (organ
tubuh) dalam proses tersebut, sifat individu dan sifat lingkungan pada
akhirnya berpengaruh terhadap tingkah laku apa yang akan
diaktualisasikan oleh seseorang.
C. PENGERTIAN AKHLAK
Menurut bahasa (etimologi) perkataan akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Akhlak disamakan dengan kesusilaan, sopan santun. Khuluq
merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah
manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh dalam
bahasa Yunani khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan ethicos kemudian berubah menjadi etika.
Dalam kamus Al-Munjid, khuluq berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku ata tabiat. Akhlak diartikan
sebagai ilmu tata krama, ilmu yang berusaha mengenal tingkah laku
manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik dan buruk sesuai
dengan norma-norma dan tata susila.
Dilihat
dari sudut istilah (terminologi) para ahli berbeda penapat. Namun,
intinya sama yaitu tentang perilaku manusia, pendapat-pendapat ahli
tersebut dihimpun sebagai berikut.
1. Abdul
Hamid mengatakan akhla ialah ilmu tentang keutamaan yang harus
dilakukan dengan cara mengikutinya sehingga jiwanya terisi dengan
kebaikan dan tentang keburukan yang harus dihindarinya sehingga jiwa
kosong (bersih) dari segala bentuk keburukan.
2. Ibrahim
Anis mengatakan akhlak ialah ilmu yang objeknya membahas nilai-nilai
yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan disifatkan dengan baik dan
buruknya
3. Soegarda
Poerbakawatja mengatakan akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan,
dan kelakuan yang baik merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar
terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.
4. Ahmad
Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk. Contoh:
apabila kebiasaan memberikan sesuatu yang baik, maka disebut akhlakul
karimah dan apabila perbuatan itu tidak baik maka disebut akhlakul
madzmumah.
5. Hamzah Ya’qub mengemukakan pengertan akhlak sebagai berikut:
a. Akhlak
ialah ilmu yang menentukan batas baik dan buruk, antara terpuji dan
tercela, tentang pekataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
b. Akhlak
ialah ilmu yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang
mengajari pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir
dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka
6. Imam
Al-Ghazali mengatakan akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
7. Farid
Ma’ruf mendefinisikan akhlak sebagai kehendak jiwa manusia yang
menimbulka perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan
pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
8. M.
Abdullah Daraz, mendefinisikan akhlak sebagai suatu kekuatan dalam
kehendak yang mantap, kekuatan berkombinasi membawa kecenderungan pada
pemikiran pihak yang benar (akhlak baik) atau yang jahat (akhlak buruk).
9. Ibnu
Miskawaih (w.1030 m) mendefinisikan akhlak sebagai suatu keadaan yang
melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah, tanpa melalui
proses pemikiran atau pertimbangan (kebiasaan sehari-hari)
Jadi ada hakekatnya khuluq
(budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah
meresap dalam jiwa dan membentuk kepribadian, dari sinilah timbul
berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa
memerlukan pikiran.
Dapat
dirumuskan bahwa akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat
baik dan mencegah berbuat jahat dalam pergaulannya dengan Tuhan,
manusia dan makhluk sekelilingnya.[5]
D. PENGARUH MEDIA TELEVISI TEHADAP PERKEMBANGAN AKHLAK ANAK
Anak
akan tumbuh maksimal jika banyak mendapatkan dekaan dan kasih sayang
dari orang tuanya. Orang tua yang peduli akan dengan sabar memperhatikan
pertumbuhan anak-anaknya sejak bayi. Mereka memberikan rangsangan gerak
syaraf motorik maupun sensorik dengan berbagai terapi alami turun
temurun.
Sikap
oang tua kepada anak akan menentukan nilai kehidupan anak tersebut,
anak ibarat anak panah di tangan pahlawan atau orang tuanya. Ia akan
meluncur ke sasaran yang dikehendakinya, sekali salah meluncur anak
panah tidak akan bisa ditarik kembali.
Ibarat
kertas putih bersih, anak tergantung orang tuanya mau menulis hal apa
pada kertas putih tersebut. Tulisan yang jelek, kacau, acak-acakan,
membuat kertas itu tidak lagi enak dipandang, kurang berarti dan lebih
banyak disisihkan. Sebaliknya jika tulisan dan gambar yang baik akan
membuat kertas tersebut menarik perhatian dan dipasang di tempat-tempat
penting.
Seringkali
anak di bawah umur lima tahun, saat rewel atau menangis kadang susah
untuk menghentikannya. Namun seringkali tangisan tersebut bisa berhenti
jika didudukkan di depan pesawat televisi yang menyala. Mungkin para
pengasuh bayi/anak akan berpikir bahwa masalah kerewelan telah selesai,
tetapi sebenarnya masalah baru yang lebih besar muncul atau sedang
terjadi. Karena televisi pada dasarnya bukanlah baby sitter yang baik
atau ibu pengasuh yang baik, justru sebaliknya.
Membiarkan
anak tumbuh kembang dengan membebaskannya menonton televisi
sebebas-bebasnya sangat bahaya bagi perkembangan anak. Dampaknya memang
tidak kelihatan secara langsung, namun jika kita jeli dan teliti
dampaknya bisa kita rasakan.
Jka televisi menjadi baby sitter anak-anak, akan terjadi hal-hal, antara lain:
1. Akan mempengaruhi pembentukan perilaku atau akhlak anak-anak
Pementukan
perilaku anak didasarkan pada stimulus yang diterima melalui panca
indra yang kemudian diberi arti dan makna berdasarkan pengetahuan,
pengalaman dan keyakina yang dimiliki.
Jika
anak belum memiliki sebuah pemahaman tentang benar atau salah kemudian
mereka melihat acara televisi yang penuh dengan adegan umpatan,
eksploitasi seksualitas, kekerasan. Hal itu akan mereka anggap sebagai
sebuah kebenaran baru. Bahayanya adalah jika kebenara baru tersebut
bukanlah sebuah kebenaran yang sesungguhnya, maka tidak heran jika
muncul berita anak yang awalnya tiak gagap mejadi gagap karena menonton
acara televisi dan mengeluarkan pekataan-perkataan yang menyengat dan
membuat jantung serasa mau copot. Misalnya, “orang tua menyebalkan,
kurang ajar, bangsat atau segudang makian lainnya, bahkan kadang bukan
hanya perkataan saja, tetapi juga disertai aksi yang tidak kalah
mengagetkan, misalnya dengan membanting piring, gelas atau barang yang
terdekat yang bisa diraihnya, berbicara dengan berteriak-teriak,
mengancam, menendang ala kungfu master dan lain sebagainya.
2. Peniruan karakter atau sikap oleh anak
Meniru
adalah hal yang wajar bagi seseorang, sejak masa kanak-kanaknya,
manusia adalah makhluk yang paling pandai menirukan di dunia dan pertama
kali ia belajar adalah dengan menirukan (Aristoteles).
Anak
meskipun tampaknya tidak memperhatikan, tetapi kamera yang dimilikinya
selalu on atau merekam apa saja yang dilihat dan didengar. Banyak acara
televisi yang ditayangkan untuk anak-anak, salah satunya adalah film
kartun TV buatan Jeang, yaitu film kartun Crayon Sinchan yang disajikan
juga dalam bentuk komik. Sinchan lebih banyak menampilkan sikap seorang
anak kecil yang memerontak dan tidak menghormati orang tua.
Perkataan-perkataan ingin tahunya kadang-kadang dengan fulgar bahkan
terdengar kasar dan sangat tidak sopan.
3. Hilangnya masa kanak-kanak yang ceria
Televisi
adalah mesin perampas waktu, pencuri inisiatif dan pemusnah hubungan.
Televisi membuat anak kurang berinteraksi dengan teman sebayanya dan
lingkungannya. Masa kanak-kanak adalah masa ceria yang tidak akan
terulang lagi seumur hidupnya. Masa bermain dan berinteraksi dengan
teman-temannya, masa yang indah dan sulit untuk dilupakan. Pada masa
inilah anak mengalami banyak perubahan dalam segi sosialisme, emosi, dan
perkawanan. Jika porsi ini menjadi sangat sedikit karena waktu bermain
mereka telah dirampas oleh televisi, maka akan sangat mengganggu
perkembangan dan pertumbuhan anak-anak.
4. Mengurangi minat baca buku
Pengaruh
lain di luar kejiwaan adalah pola perilaku yang sudah membudaya dalam
diri di anak tanpa disadari oleh orang tua maupun anak anak itu sendiri.
Salah satunya adalah “malas” untuk membaca buku-buku pelajaran, mereka
lebih cenderung menonton televisi dengan film-film fantasi ketimbang
membaca buku untuk kepentingannya sendiri, mata lelah akibat menonton
televisi membuat anak-anak enggan dan tidak tertarik untuk membaca buku
pelajaran atau buku-buku yang lain.
5. Membuat terganggunya pola pikir anak
Pola piker adalah suatu proses yang panjang, pola pikir biasanya menjadi gaya hidup. Pola pikir seorang anak bisa berarti
sikap seorang anak dalam memandang kehidupan atau cara mengatasi
persoalan kehidupan anak-anak melihat di televisi seperti di dekat
rumahnya sendiri dan nyata, padahal jaug dan kadang hanya ilustrasi atau
animasi.
Televisi
telah mengajari anak-anak pola pikir yang salah. Katakanlah jalan
pintas dalam menghadapi masalah, uang untuk menyelesaikan masalah, kasih
uang habis perkara, atau harga diri manusia tergantung jabatan dan
kekayaannya, dan lai-lain. Jika pemikiran yang ditawarkan televisi ini
tidak dicounter dengan pola pikir kehidupan yang benar, dampaknya sangat berbahaya.
Pola-pola
seperti ini jelas pada akhirnya nanti akan mengganggu daya pikir anak
serta kemampuan anak untuk berprestasi di sekolah, bahkan anak-anak akan
lebih hafal judul-judul film di televisi ketimbang nama-nama yang ada
dalam pelajaran sekolah.[6]
6. Hilangnya waktu berharga dengan orang tua
Anak-anak
akan bertumbuh cepat, siapa paling banyak memberi pengaruh ada anak
akan sangat menentukan keberhasilan tumbuh kembangnya, hingga mencapai
kedewasaan.
Keadaan
yag terjadi saat ini adalah waktu yang sangat sulit. Banyak orang tua,
khususnya ayah yang bekerja di luar kota besar, hanya mempunyai waktu
yang sangat sedikit dengan anak-anaknya. Mereka harus bangun pagi,
sebaliknya mereka pulang sudah cukup malam sehingga anak kecil mereka
sudah tertidur, akibatnya waktu kebersamaan mereka untuk berinteraksi
dengan anak sangat sedikit. Kondisi ini sangat menghawatirkan bagi
tumbuh kembangnya anak, anak yang berkembang tanpa bimbingan bapak
menjadi anak yang imperior, kurang percaya diri dan kurang berprestasi,
bahkan kecenderungan mereka sangat besar jatuh dalam pergaulan bebas,
seks bebas, minum-minuman keras sampai menggunakan narkoba.
Bagi
sang anak televisi adalah sahabat baiknya selama ini, televisi baginya
lebih banyak menghibur dan tidak pernah memarahinya, sang pembantu, ibu,
ayah hanyalah diperlukan untuk meminta makanan kue atau baju dan
kebutuhan maupun keinginan sang anak.
Pengaruh
media terhadap anak makin besar, teknologi semakin canggih dan
intensitasnya semakin tinggi, padahal orang tua tidak punya waktu yang
cukup untuk memperhatikan, mendampingi, dan mengawasi anak-anak lebih
banyak menghabiskan waktunya menonton televisi ketimbang melakukan hal
lainnya.
Dalam
seminggu anak menonton televisi sekitar 170 jam. Apa yang mereka
pelajari selama itu? Mereka akan belajar bahwa kekerasan dapat
menyelesaikan masalah, mereka juga belajar untuk duduk di rumah dan
menonton, bukannya bermain di luar dan olahraga. Hal ini menjauhkan
mereka dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana
cara berinteraksi dengan teman sebayanya, belajar cara berkompromi dan
berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain.
Faktanya
anak merupakan pemirsa yang paling rawan terhadap dampak negatif siaran
televisi. Tidak semua acara televisi aman untuk anak, acara televisi
anak dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori.
a. Acara yang “aman”
Yaitu
acara yang tidak mengandung adegan-adegan kekerasan, seks dan mistis.
Acara ini dianggap aman karena kekuatan ceritanya yang sederhana dan
mudah dipahami anak.
b. Acara yang “Hati-hati”
Yaitu
acara yang mengandung kekerasan, seks dan mistis, namun tidak
berlebihan, tema cerita dan jalan cerita mungkin tidak/agak kurang cocok
untuk anak usia SD sehingga harus didampingi ketika menonton.
c. Acara yang “Tidak Aman”
Yaitu
isi cerita banyak mengandung kekerasan, seks dan mistis, yang
berlebihan, daya tarik yang utama ada pada adegan-adegan tersebut.
Beberapa pengaruh pada anak akibat menonton televisi:
a. Berpengaruh terhadap perkembangan anak
Terhadap
perkembangan otak anak usia 0 – 3 tahun, dapat menimbulkan gangguan
perkembangan bicara, kemampuan membaca – verbal maupun pemahaman 5 – 10
tahun, meningkatkan agresifitas dan kekerasan serta tidak mampu
membedakan antara realitas dan kenyataan.
b. Mendorong anak menjadi konsumtif
Anak-anak merupakan target utama pengiklanan sehingga mereka menjadi konsumtif.
c. Berpengaruh terhadap sikap
Anak
yang banyak menonton televisi namun belum memiliki daya kritis yang
tinggi. Besar kemungkinan akan terpengaruh oleh apa yang ditampilkan di
televisi. Hal in akan mempengaruhi sikap mereka dan dapat terbawa hingga
ia dewasa.
d. Membentuk pola pikir yang sederhana
Terlalu
sering menonton televisi dan jarang membaca, menyebabkan anak akan
mempunyai pola pikr yang sederhana, kurang kritis, yang pada akhirnya
akan mempengaruhi imajinasi, intelektualisasi, kreatifitas dan
perkembangan kognitifnya.
e. Mengurangi semangat belajar
Bahasa televisi simpel, memikat dan membuat ketagihan sehingga sangat mungkin anak menjadi malas belajar.
f. Mempengaruhi konsentrasi
Rentang
waktu konsentrasi anak hanya sekitar 7 menit, persis seperti acara dari
iklan ke iklan, hal ini akan dapat membatasi daya konsentrasi anak.
g. Mempengaruhi kreatifitas
Dengan
adanya televisi, anak-anak akan jarang bermain. Mereka menjadi
manusia-manusia yang individualis dan sendiri-sendiri, setiap kali ia
merasa bosan, mereka tinggal memencet tombol kontrol dan langsung
menemukan hiburan, dengan menonton televisi mereka seakan-akan tidak
mempunyai pilihan lain karena tidak dibiasakan untuk mencari aktifitas,
dan ini membuat anak tidak kreatif.
h. Merenggangkan hubungan antara keluarga
Kebanyakan anak-anak menonton televisi lebih dari 4 jam perhari, sehingga waktu untuk bercengkrama dengan keluarga terpotong.[7]
Beberapa
upaya-upaya yang harus dilakukan untuk membantu agar anak memiliki dan
mengembangkan dasar-dasar disiplin diri diantaranya:
- Penataan lingkungan fisik
- Penataan lingkungan sosial
- Penataan lingkungan pendidikan
- Dialog antara orang tua dengan anak
- Penataan suasana psikolog
- Penataan sosial budaya
- Perilaku orang tua saat bersama dengan anak
- Kontrol orang tua terhadap perilaku anak
- Nilai moral dijadikan dasar berperilaku orang tua kepada anak
Interpretai
terhadap penataan lingkungan fisik bertujuan untuk menyingkap
nilai-nilai moral yang diapresiasikan anak terhadap bantuan yang
diberikan orang tua kepada anaknya agar memiliki dan mengembangkan
dasar-dasar disiplin diri. Perilaku anak yang memiliki prioritas
kantor orang tua adalah perilaku-perilaku dalam merealisaikan
nilai-nilai moral dasar di samping nilai-nilai moral lainnya.
Dalam
mengontrol, kontrol yang dilakukan bukanlah memaksa atau
mengindoktrinisasi tetapi bersifat mengingatkan dan menyadarkan sehingga
anak senantiasa berperilaku taat nilai moral walaupun orang tua mereka
sedang tidak berada di dalam rumah.
Kontrol
yang diberikan dengan penuh kasih sayang, asuh dan kebijakan
menyebabkan rasa keterpaksaan yang dialami anak pada awalnya lambat laun
berkembang menjadi kesadaran diri. Mereka akan menyadari bahwa apa yang
dikontrol orangtuanya semata-mata dilakukan demi kebaikan dan
kemaslahatan dirinya.[8]
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
- Televisi merupakan sebuah media yang mempunyai peranan dalam kehidupan sehari-hari
- Berbagai dampak yang ditimbulkan oleh acara televisi baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif
- Perlunya upaya-upaya orangtua dalam membentuk dan mengembangkan dasar-dasar kedisiplinan pada anak
- Terlepas
dari pengaruh positif dan negatifnya televisi, pada intinya media
televisi telah menjadi cermin budaya tontonan bagi pemirsa dalam era
informasi komunikasi dan hiburan yang semakin berkembang pesat.
DAFTAR PUSTAKA
Mohayoni. Anak vs Media. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Sardjo, Drs. 1999. Psikologi Umum. Jawa Timur: PT. Gaoeda uana Indah.
Sochib, Moh., Drs. 1998. Pola Asuh Orang Tua. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Solehuddin, M.Sugeng 2007. Psikologi Perkembangan. Pekalongan: STAIN Press.
Wawan, Kuswandi, Drs. 1996. Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Yatimin, M. Abdullah, Drs. 2007. Studi Akhlak. Jakarta: Amzah.