A. Biografi Al-Razi
Nama
lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Ibn Yahya al-Razi. Di
barat dikenal dengan Rhazes. Ia lahir di Ray dekat Teheran pada 1
Sya’ban 251 H (865 M). Ia hidup pada pemerintahan Dinasti Saman (204 -
395 H). Pada masa mudanya ia menjadi tukang intan, penukar uang, dan
sebagai pemusik kecapi. Pendek kata, Al-Razi adalah seorang yang ulet
dalam bekerja dan belajar, karenanya tak heran jika ia tampak menonjol
dibandingkan denga rekan-rekan samasanya, bahkan ia sangat tenar.
Pada
masa Mansyur Ibn Ishaq Ibn Ahmad Ibn Asad sebagai gubernur Ray, Al-Razi
diserahi kepercayaan memimpin rumah sakit di Baghdad untuk menentukan
lokasi ia mementingkan kebersihan dengan melakukann menggantungkan
daging yang baru pada beberapa tempat yang dicadangkan sebagai tempat
rumah sakit dan memilih tempat yag daging menjadi busuk paling lambat.[1]
Dalam
menjalankan profesi kedokteran, ia dikenal pemurah, sayang kepada
pasien-pasiennya, dermawan kepada orang-orang miskin dengan memberikan
pengobatan kepada mereka secara Cuma-Cuma. Hitti mengatakan bahwa
Al-Razi seorang dokter yang paling besar dan paling orisinal dari
seluruh dokter muslim, dan juga seorang penulis yang paling produktif.
Kemasyuran
Al-Razi sebagai seorang dokter tidak saja di dunia Timur, tapi juga di
Barat, ia kadang-kadang dijuluki The Arabic Galen.
Dia
meninggal dunia pada 5 Sya’ban 313 H (27 Oktober 925 M) setelah
menderita sakit katarak yang dia tolak untuk diobati dengan pertimbangan
sudah cukup banyak dunia yang pernah dilihatnya, dan tidak ingin
melihatnya lagi. Salah satu penyebab matanya katarak karena ia sangat
rajin menulis dan membaca.[2]
B. Karir Intelektual Al-Razi
Al-Razi termasuk seorang filosof yang rajin belajar dan enuli sehingga tidak mengherankan ia banyak menhasilkan karya tulis.
Dalam
autobiografinya pernah dikatakan bahwa ia telah menulis tidak kurang
dari 200 buah karya tulisnya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Karya Al-Raazi dimaksud adalah:
1. Kitab al-Asrar (bidang Kimia, diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Geard of Cremon)
2. Al-Hawi (merupakan ensiklopedia kedokteran sampai abad ke 16)
3. Al-Mansuri Liber al-Mansoris (bidang kedokteran, 10 jilid)
4. Kitab al-Judar wa al Hasban (tentang analisa penyakit cacar dan campak)
5. Al-Thibb al-Ruhani
6. Al-Sirah al-Falsafiyyah
7. Amarah al-Iqbal al-Dawlah
8. Kitab al-Ladzdzah
9. Kitab al-‘Ilm al-Illahi
10. Maqalah fima ba’d al-Thabi’yyah, dan
11. Al-Shukuk ‘ala proclus.[3]
C. Pemikiran filsafat
1. Logika
Al-Razi
termasuk seorang rasionalis murni. Ia hanya mempercayai terhadap
kekuatan akal. Bahkan pemujaan Al-Razi terhadap akal tampak jelas pada
halaman pertama dari bukunya Al-Tibb. Ia mengatakan; “Tuhan segala puji
bagi-Nya, yang telah memberi kita akal agar dengannya kita dapat
memperoleh sebanyak-banyaknya manfaat, inilah karunia terbaik Tuhan
kepada kita.”
Dengan
akal kita melihat segala yang berguna bagi kita dan yang membuat hidup
kita baik dengan akal, kita dapat mengetahui yang gelap, yang jauh dan
yang tersembunyi dari kita, denga alat itu pula kita dapat memperoleh
pengtetahuan tentang Tuhan, suatu pengetahuan tertingi yang dapat kita
peroleh. Jika akal sedemikia mulia dan penting, maka kita tidak boleh
meremehkannya, kita tidak boleh menentukannya sebab ia adalah
penentu/tidak boleh mengendalikan, sebab ia merupakan pengendali atau
memerintah, sebab ia pemerintah tetap kita harus kembali kepadanya dalam
segala hal dan menentukan segala masalah dengannya, kita harus sesuai
perintahnya.[4]
2. Metafisika
Filsafat Al-Razi dikenal dengan ajarannya “Lima Kekal”, yaitu:
a. Allah Ta’ala
Allah
adalah Maha Pencipta dan Pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan
Allah bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telh ada. Karena itu,
alam semestinya tidak kekal, sekalipun materi pertama kekal, sebab
penciptaan disini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada.
b. Jiwa Universal
Jiwa
universal merupakan al-mabda’ al-qadim alsany (sumber kekal yang
kedua). Pada benda-benda alam terdapat daya hidup dan gerak sulit
diketahui karena ia tanpa bentuk yang berasal dari jiwa universal yang
juga bersifat kekal. Tetapi karena ia dikuasai na;uri untuk bersatu
dengan al-hayula al-ula (materi pertama), maka terjadilah pada zatnya
bentuk yang dapat menerima fisik. Sedangkan materi pertama tanpa fsik,
maka Tuhan datang menolong roh agar jiwa itu dapat melampiaskan nafsu
kejinya dengan mengambil bagian kesenangan-kesenangannya materil untuk
sementara waktu.
c. Materi pertama
Materi
pertama menurut Al-Razi adalah substansi yang kekal yang terdiri dari
atom-atom itu tidak bisa menjadi suatu yang berbentuk. Bila dunia
dihancurkan, maka ia juga terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Materi
itu kekal karena tidak mungkin menyatakan bahwa sesuatu berasal dari
ketiadaan. Materi ang padat sekali menjadi substansi bumi, yang lebih
renggang daripada unsur bumi menjadi unsur air, yag yang lebih renggang
lagi udara, dan yang terenggang api.
d. Ruang absolut
Ruang menurut Al-Razi dibedakan menjadi dua macam: ruang partikular atau relatif, dan ruang universal atau mutlak.
Yang
pertama terbatas dalam terikat dengan sesuatu wujud yang menempatinya,
ia tidak akan ada tanpa adanya maujud, karenanya itu tidak bisa dipahami
secara terpisah dengan maujud. Ruang partikular ini akan terbatas
dengan terbatasnya maujud, berubah dan lenyap sesuai dengan keadaan
maujud yang ada di dalamnya. Sedangkan yang kedua, universal, tidak
terikat dengan maujud dan tidak terbatas. Ruang bagi Al-Razi, bisa saja
berisi wujud / yang buka wujud, karena adanya kehampaan bisa saja
terjadi.
e. Masa Absolut
Adapun
waktu, menurut Al-Razi adalah substansi yang mengalir (Jauhar Yasri)
dan bersifat kekal. Al-Razi membagi waktu kepada dua bagian, yaitu waktu
mutlak (al-dahr) dan waktu relatif (Al-Mahsur atau al-waqt). Al-Dahr
adalah zaman yang tidak memiliki awal dan akhir serta bersifat
universal, terlepas sama seklai dari ikatan alam semesta, dan gerakan
falak. Kekekalan zaman itu merupakan konsekwensi dari kekekalan materi.
Karena materi mengalami perubahan, dan perubahan menandakan zaman, maka
kalau materi kekal, zaman mesti kekal pula. Al-Mahsur/al-Waqt bersifat
partikular dan tidak kekal, serta terbatas kare aia terikat dengan
gerakan falak, terbit dan tenggelamnya matahari. Oleh sebab, jenis waktu
ini dapat disifati oleh angka, atau tegasnya bisa diukur, seperti satu
hari, satu bulan satu tahun, dan seterusnya.[5]
D. Teologi Al-Razi
Meskipun
Al-Razi seorang rasionalis murnia ia tetap bertuhan hanya ia tidak
mengakui wahyu dan kenabian. Berikut gaya dan pokok-pokok penolakan
Al-Razi. Bantahan Al-Razi terhadap kenabian dengan alasan:
1. Bahwa
akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk,
yang benar dan yang jahat, yang berguna dan tak berguna. Melalui akal
manusia dapat mengetahui Tuhan dan mengatur kehidupan kita
sebaik-baiknya. Kemudian mengapa masih dibuthkan nabi?
2. Tidak
ada keistimewaan bagi beberapa orang untuk membimbing semua orang,
sebab setiap orang lahir dengan kecerdasan yang sama, perbedaannya
bukanlah karena pembawaan alamah, tetapi karena pengembangan dan
pendidikan (eksperimen)
3. Para
nabi saling bertentangan. Apabila mereka berbicara atas nama satu tuhan
mengapa implementasi mereka terhadap pertentangan? Setelah menolak
enabian kemudian Al-Razi mengkritik agama secara umum. Ia menjelaskan
kontradiksi-kontradiksi kaum yahudi Kristen ataupun Majusi.
Pengikatan manusia terhadap agama adalah karena meniru dan kebiasaan,
kekuasaan ulama yang mengabdi negara dan manifestasi lahiriah agama,
upaacara-upacara, dan peribadatan yang mempengaruhi mereka yang
sederhana dan naif.[6]
PENUTUP
Dari
makalah yang kami buat, dapat disimpulkan bahwa Al-Razi yaitu seorang
filsuf yang hidup pada masa pendewaan akal secara berlebihan. Bahkan
dalam sejarahnya dialah satu-satunya pemikir rasional murni sangat
mempercayai kekuatan akal, bebas dari segala prasangka dan terlalu
berani dalam mengemukakan gagasan-gagasan filosofnya.
Sehubungan
dengan penolakan terhadap wahyu dan kenabian serta tidak mengakui
adanya semua agama, maka dipandang dari segi teologi Islam adalah belum
muslim karena keimanan yang dipeluknya tidak konsekuen dalam pengertian
tidak utuh.
Demikian
penyajian makalah tentang Abu Bakar Al-Razi. Dari hal yang sedikit ini
semoga dapat bermanfaat bagi kita. Kurang lebihnya kami mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA
Zar, Sirajuddin, Haji. 2004. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Mustofa, H.A. 1997. Filsafat Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Nasution, Harun. 1999. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang.