oleh Drs. H.Mutawalli, M.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Psikologi agama terdiri dari dua
paduan kata, yakni psikologi dan agama. Kedua kata ini mempunyai makna yang
berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia
yang normal, dewasa dan beradab. Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan
kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution, agama berasal dari kata Al Din
yang berarti undang-undang atau hukum, religi (latin) atau relegere berarti
mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Dan kata agama
terdiri dari "a"; tidak, "gama"; pergi yang berarti tetap
di tempat atau diwarisi turun menurun.
Dari definisi tersebut, psikologi
agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari
berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku, serta
keadaaan hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan
perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
keyakinan tersebut.
Dengan melihat pengertian psikologi
dan agama dapatlah diambil pengertian bahwa psikologi agama adalah cabang dari
psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan
mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah
laku sehari-hari serta keadaan hidup pada umumnya. Untuk itu penulis akan
mencoba memaparkan tentang, perkembangan jiwa keagamaan orang dewasa serta
faktor-faktor yang. mempengaruhi perkembangan keagamaan tersebut.
B. Rumusan
Masalah
Agar pembahasan didalam makalah kami
tidak mudah dipahami, maka kami akan membatasi pembahasan dalam makalah kami,
yaitu :
a) Perkembangan
jiwa keagamaan pada masa dewasa
b) Perkembangan
jiwa keagamaan pada masa usia lanjut
c) Tipe Orang yang Sakit
Jiwa (The Sick Soul)
d) Tipe Orang yang Sehat Jiwa
(Healthy-Minded-Ness)
C. Tujuan
a) Untuk
menjelaskan perkembangan jiwa keagamaan pada masa dewasa
b) Untuk
menjelaskan perkembangan jiwa keagamaan pada masa usia lanjut
c) Ingin menjelaskan tipe-tipe
orang yang sakit jiwa (The Sick Soul)
d) Ingin menjelaskan tipe-tipe
orang yang sehat jiwa (Healthy-Minded-Ness)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa
Dewasa
I. Pengertian
Saat telah
menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan
saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki
tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.[1] Dengan
kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha untuk
mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
Elizabeth
B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian:[2]
a) Masa
dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)
Masa dewasa awal
adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh
dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi social, priode komitmen
dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian
diri pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40
tahun.
b) Masa
dewasa madya (middle adulthood)
Masa dewasa madya
ini berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang
menyangkut pribadi dan social antara lain; masa dewasa madya merupakan masa
transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku
masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri
jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar
dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya
terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan social.
c) Masa
usia lanjut (masa tua/older adult)
Usia lanjut adalah
periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam
puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat
fisik dan psikologis yang semakin menurun.
II. Karakteristik
Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Sejalan dengan
tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara
lain memiliki cirri sebagai berikut: [3]
1) Menerima
kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar
ikut-ikutan.
2) Cenderung
bersifat realitas, sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam
sikap dan tingkah laku.
3) Bersikap
positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari
dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4) Tingkat
ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga
sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5) Bersikap
lebih terbuaka dan wawasan yang lebih luas.
6) Bersikap
lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain
didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati
nurani.
7) Sikap
keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing,
sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8) Terlihat
adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga
perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.
III. Masalah-masalah
Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Seorang ahli psikologi Lewis
Sherril, membagi masalah-masalah keberagamaan pada masa dewasa sebagai
berikut;
a. Masa
dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil
dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.
b. Masa
dewasa tengah, masalah sentaral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup
yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara
konsisten.
c. Masa
dewasa akhir, ciri utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat dan kegiatan
kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal
yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia
tua.
IV. Sikap keberagamaan pada
orang dewasa
1. Menerima
kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar
ikut-ikutan.
2. Cenderung
bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam
sikap dan tingkah laku.
3. Bersikap
positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari
dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4. Tingkat
ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga
sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5. Bersikap
lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
6. Bersikap
lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain
didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati
nurani.
7. Sikap
keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing,
sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
Terlihat adanya hubungan antara
sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap
kepentingan organisasi sosial keagamaan berkembang.
B. Masa Usia Lanjut
Usia lanjut adalah periode penutup
dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun
sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan
psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan
penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut; perubahan yang
menyangkut kemampuan motorik, peruban kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi
psikologis, perubahan dalam system syaraf, perubahan penampilan.
Masalah-masalah keberagamaan pada
masa masa ini, minat dan kegiatan beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan
lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih
sangat menonjol pada usia ini.
Ciri- Ciri Keagamaan Pada Usia Lanjut
Secara garis besar ciri- ciri keberagamaan di usia lanjut
adalah:
a) Kehidupan
keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan
b) Meningkatnya
kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
c) Mulai
muncul pengakuan terhadap relitas tentang kehidupan akherat secara lebih
sungguh- sungguh.
d) Sikap
keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antara sesama
manusia serta sifat- sifat luhur.
e) Timbul
rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia
lanjutnya.
f) Perasaan
takut pada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan
dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akherat).
C. Tipe
Orang yang Sakit Jiwa (The Sick Soul)
Menurut William James,sikap
keberagamaan orang yang sakit jiwa ini ditemui pada mereka yang pernah
mengalami latar belakang kehidupan keagamaan yang terganggu.
Maksudnya orang tersebut meyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran
agama tidak didasarkan atas kematangan beragama yang berkembang secara bertahap
sejak usia kanak-kanak hingga menginjak usia dewasa seperti lazimnya yang
terjadi pada perkembangan secara normal. Mereka meyakini suatu agama
dikarenakan oleh adanya penderitaan batin antara lain mungkin diakibatkan oleh
musibah, konflik batin ataupun sebab lainnya yang sulit diungkapkan secara
ilmiah.
Adapun ciri-ciri tindak keagamaan
mereka yang mengalami kelainan kejiwaan itu umumnya cenderung menampilkan
sikap:[4]
- Pesimis
Dalam mengamalkan ajaran agama
mereka cenderung bersikap pasrah diri kepada nasib yang telah mereka terima.
- Intovert
Sifat pesimis membawa mereka untuk
bersikap objektif. Segala marabahaya dan penderitaan selalu dihubungkannya
dengan kesalahan diri dan dosa yang telah diperbuat.
- Menyenagi paham yang ortodoks.
Sebagai pengaruh sifat pesimis dan
introvert kehidupan jiwanya menjadi pasif. Hal ini lebih mendorong mereka untuk
menyenangi paham keagamaan yang lebih konservatif dan ortodoks.
D. Tipe
Orang yang Sehat Jiwa (Healthy-Minded-Ness)
Ciri dan sifat agama pada orang yang
sehat jiwa menurut W. Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houston Clark dalm
bukunya Religion Psychology adalah:[5]
Optimis dan gembira
Orang yang sehat jiwa menghayati
segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Pahala menurut pandangannya
adalah sebagai hasil jerih payah yang diberikan Tuhan. Sebaliknya, segala
bentuk musibah dan penderitaan yang dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan
yang dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai peringatan Tuhan terhadap dosa
manusia.
Ektrovet dan tak mendalam
Sikap optimis dan terbuka yang
dimiliki orang yang sehat jasmani ini menyebabkan mereka mudah
melupakankesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai ekses agamis
tindakannya.
Menyenagi ajaran ketauhidan yang liberal
Sebagai
pengaruh kepribadaian yang ekstrovet maka mereka cenderung;
a. Menyenangi
teologi yang luwes dan tidak kakuk
b. Menunjukkan tingkah
laku keagamaan yang lebih bebas
c. Mempelopori
pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial.
BAB III
KESIMPULAN
A. Perkembangan
jiwa keagamaan pada masa dewasa
1) Masa
dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil
dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.
2) Masa
dewasa tengah, masalah sentaral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup
yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara
konsisten.
3) Masa
dewasa akhir, ciri utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat dan kegiatan
kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal
yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia
tua.
B. Perkembangan
jiwa keagamaan pada masa usia lanjut
Masalah-masalah keberagamaan pada
masa masa ini, minat dan kegiatan beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan
lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih
sangat menonjol pada usia tua.
C. Tipe
Orang yang Sakit Jiwa (The Sick Soul)
Maksudnya orang tersebut
meyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran agama tidak didasarkan atas
kematangan beragama yang berkembang secara bertahap sejak usia kanak-kanak
hingga menginjak usia dewasa seperti lazimnya yang terjadi pada perkembangan
secara normal. Mereka meyakini suatu agama dikarenakan oleh adanya penderitaan
batin antara lain mungkin diakibatkan oleh musibah, konflik batin ataupun sebab
lainnya yang sulit diungkapkan secara ilmiah.
D. Tipe
Orang yang Sehat Jiwa (Healthy-Minded-Ness)
Optimis dan gembira
Ektrovet dan tak
mendalam
Menyenagi ajaran
ketauhidan yang liberal
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, Cet. Kedua, 1997.
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004.
Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007
Ahmad Sidrotul Muntaha,
http://www.perkembangan-agama-pada-masa-orang-dewasa.co.id
Elizabeth, HurlockB. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Erlangga, 1980.
Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Umum. Bandung:
Mandar Maju.