Minggu, 10 Maret 2013

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU JIWA AGAMA

oleh Drs.H.Mutawalli, M.Pd.I


            Dalam Al-Qur-an, banyak sekali ayat-ayat yang menunjukkan kaeadaan jiwa orang yang beriman dan sebaliknya orang kafir, sikap , tingkah laku, do’a-do’a, bahkan mengenai kesehatan mental pun, banyak terdapat ayat-ayat, yang berbicara tentang penyakit dan gangguan kejiwaan, serta kelainan sifat dan sikap yang terjadi karena kegoncangan kepercayaan dan sebagainya. Disampoing itu dapat pula ditemukan ayat-ayat yang berbicara tentang perawatan jiwa.
            Karena itu, untuk menentukan dengan pasti kapan agama itu mulai deteliti secara pisikologis agak sukar, barangkali tidak mungkin. Karna dalam agama itu sendiri sudah terkandung Ilmu Jiwa, bahkan sebagian besar dari ajaran agama merupakan bimbingan yang tidak dapat dilepaskan dari kejiwaan.
            Namun penelitian agama secara Ilmu Jiwa modern, memang masih sangat muda. Karena penelitian modern dalam Ilmu Jiwa bertumbuh dari Filsafat, dan Ilmu Jiwa Agama pun demikian.
            Ilmu Jiwa bukanlah ilmu yang pertama-tama meneliti aspek-aspek agama secara obyektif. Telah banyak ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang mempelajari masalah-masalah tersebut, misalnya Sejarah Agama-agama di dunia dan Ilmu Sosiologi mempelajari tingkah laku orang dalam kelompok tanpa memperhitungkan perbedaan kebudayaan yang ada. Antropologi Sosial lebih banyak menumpahkan perhatiannya kepada kebudayaan dan sub kebudayaan. Baik dalam Sosiologi, mapun Antropologi Sosial, agama merupakan masalah penting yang tidak dapat dilewatkan begitu saja dalam  penelitian-penelitiannya.
            Dapat dikatakan bahwa yang mula-mula berani mengemukakan hasil penelitiannya secara ilmiah tentang agama ialah Frazer dan Taylor. Mereka membentangkan bermacam-macam agama primitif dan menemukan persamaan yang sangat jelas antara berbagai bentuk ibadah pada agama Kristen dan ibadah orang-orang Primitif. 1) Dan pikiran-pikiran yang terdapat dalam agama Kristen, juga telah terdapat dalam agama-agama Primitif itu seperti : Pengorbanan karena dosa warisan, keingkaran, hari berbangkit dan sebagainya. Hasil penelitian Frazel dan Taylor tersebut telah membangkitkan perhatian ahli-ahli untuk memandang agama sebagai suatu aspek kehidupan manusia yang dapat diteliti dan dipelajari seperti aspek-aspek lainnya dalam kehidupan manusia.
            Maka mulailah Ilmu Jiwa mengumpulkan bahan-bahan yang dikemukankan oleh ahli-ahli tersebut, ditambah pula dengan meneliti riwayat hidup dan hasil karya ahli-ahli tasawuf dan ulama –ulama terkenal. Ilmu Jiwa Agama mendapatkan bahan-bahan dari ilmu-ilmu pengetahuan terdahulu seperti sejarah agama yang mempelajari agama dari segi hasil sosialnya seperti ibadah, legenda-legenda (mitos-mitos), kepercayaan-kepercayaan, undang-undang kependetaan dan sebagainya. Dengan itu Ilmu jiwa Agama dapt mengumpulkan data-data tentang kehidupan beragama pada orang-orang Primitif. Tugas Ilmu Jiwa hanyalah menyingkapkan rahasia yang terkandung dalam hati tiap-tiaporang terhadap agama itu.
            Demikianlah pula halnya dengan hasil-hasil penelitian yang dikemukakanoleh ahli-ahli sosiologi. Yang dapat menerangkan segi-segi social dalam agama, tapi tidak menyinggung kehidupa beragama dalam masing-masing individu. Ini adalah tugas Ilmu Jiwa Agama.
            Di bawah ini akan kita kemukakan beberapa ahli yang mempunyai peranan penting dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Jiwa Agama. Dapat dikatakan bahwa pendekatan ilmiah dalam Ilmu Jiwa Agama dimulai pada tahun 1881, ketika G. Stanley Hall sebagai salah seorang ahli Ilmu Jiwa dimasa itu, mempelkajari peristiw konversi agama dan remaja.


TOKOH-TOKOH
1.      Edwin Diller Srtarbuck
Gerakan baru terhadap penelitian ilmiah dalam bidang Ilmu Jiwa Agama dimulai pada tahun 1899 yaitu dengan keluarnya buku Starbuck pada pada tahun 1899 dengan judul “The PsyChology of Religion, An Empirical Study of the Growth of Regilious Consciousness”. Buku yang mengupas pertumbuahn perasaan agama pada orang.
            Starbuck adalah salah satu seorang murid dari William James. Akan tetapi dalam bidang Ilmu Jiwa Agama ia mwlampaui gurunya. Karena ketika bukunya diatas terbit, penelitian William james belum mendalan dan belum berkembang dalam bidang itu. Karena itu dapat dikatakan bahwa perhatian James timbul dan berkembang karna hasil karya muridnya itu. Memang James selalu mendorong muridnya yang cerdas itu untuk mengadakan penelitian ilmiah/emperis dapam pertunbuhan Jiwa Agama dan Konversi agama. Pada itu Starbuck dipindahkan ke Clark University, di mana ia meneruskan penelitiannya dengan dorognan dari G. Stanley Hall, yang menjadi Rektor pada Universitas tersebut. Penelitiannya itulah yang dapt dianggap sebagai suatu riset ilmiah yang sistematis dalam bidang Ilmu Jiwa Agama, yang dimuat dalam bukunya itu.
2.      George Albert Coe
Semasa dengan Starbuck, George Albert Coe juga menaruh perhatian banyak terhadap penelitian ilmiah dalam bidang Ilmu Jiwa Agama. Dia menggunakan hypnotis dalam usahanya untuk mencari hubungan antara reaksi-reaksi agamis : dengan watak (temperamen). Bukunya dalam hal ini terbit pada tahun 1900 dengan judu; “The Spiritual Life”. Dalam bukunya itu, Coe agak menentang penekanan tentang konversi. Dia mementingkan perkembangan agama remaja, dimana diterangkannya bahwa banyak peristiwa konflik dan kegoncangan agama yang membawa kepada perkembangan agama yang normal dan benar. Dalam hidupnya Coe adalah seorang penasehat terkenal dalam menggunakan metode emperis dalam penelitian ilmu Jiwa dan pendidikan agama. Kemudian pada tahun 1916 terbit pula karangannya dengan judul “The Psychology of Religion”. Kedua karangan itulah yang membuat besarnya pengaruh Coe dlam bidang Ilmu Jiwa Agama.
3.      James H. Leuba
Leuba termasuk salah seorang yang pertama-tama meneliti agama dari segi Ilmu Jiwa, beberapa tahun lamanya ia mengajar pada Bryn Mawr College. Dia mempunyai pandangn obyektif, sehingga ia berusaha keras untuk menjauhakan Ilmu Jiwa Agama dari unsur-unsur kepercayaan, yang tidak dapat dilakukan padanya percobaan-percobaan ilmiah atau pemikiran logis. Ia menetapkan bahwa Zat Allah bukanlah suatu obyek yang dapat diteliti oleh Ilmu Jiwa; kendatipun orang dapat sampai kepada keyakinan kepada Tuhan, nemun jalan yang ditempuhnya bukanlah metode eksperimen. Bahkan lebih jauh dia berusaha mengumpulkan kembali semua definisi-definisi yang pernah dibuat orang tentang agama, tak kurang dari 48 teori. Dia berkesimpulan bahwa usaha untuk membuat definisi tentang agama itu tak ada gunanya, karena hanya merupakan kepandaian bersila lidah.
            Leuba dalam penelitian dan keteranggannya condong kepada menjelaskan phenomena agama dengan cara fisik (alamiyah), misalnya dikemukakannya persaman antara kefanaan seorang mistik dengan orang-orang yang kena pengaruh minuman keras. Pendapatnya pernah dimuat dalam The Monist vol. XI Januari 1901 dengan judul “Introduction to a Psychological Study of Religion”. Kemudian pada tahun 1912 bditerbitkan buku dengan judul : “A Psychological Study of Religion”.
            Kemudian Leuba diikuti pula oleh ahli-ah li lain, yang juga meneliti dan menerangkan agama dari segi fisik, dimana dicarinya syarat-syarat organ dan fisik bagi semua aspek agama misalnya (kemungkinan melihat Allah secara langsung, fanannya ahli –ahli tasawuf, perubahan keyakinan yang sangat dan sebaginya). Untuk itu segala persyaratan dan dan kondisi di tentukan pula seperti (umur, jenis kelamin, suku bangsa, watak, kesehatan dan sebagainya). Juga masalah yang berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada otak. Akan tetapi hasil yang mereka capai dalam bidang ini, kurang memberikan manfaat dalam perkembangan Ilmu Jiwa Agama.
4.      Stanley Hall
Stanley Hall juga menggunakan cara-cara yang sama dengan Leuba dalam menerangkan fakta-fakta agamis, yaitu dengan tafsiran materialistis, di mana ia telah berusaha mempelajari perasaan agama, terutama mengenai peristiwa konversi pada remaja, dengan menggunakan angket dan statistic.
Dalam penelitiannya terhadap remaja-remaja pada tahun 1904, ditemukannya persesuaian antara pertumbuahn jiwa agama pada tiap individu, dengan pertumbuhan emosi dan kecenderungan terhadap jenis lain. Maka umuyr dimana jiwa muali terbuka untuk cinta, maka pada umur itu pulalah timbulnya perasaan-perasaan agama yang ekstrim. Ia juga menemukan beberapa persamaan antara fakta-fakta konversi dan cinta pertama karena kedua fakta tersebut (menurut dia) adalah terbukanya jiwa kepada rasa kemanusiaan, yang mulai dihadapkan keluar pada masa remaja, sedang sebelum itu, terpusat pada kesibukan-kesibukan diri sendiri (egoistis) yang kedua-duanya diambil oleh manusia dari dirinya sendiri. Akhirnya ia berkata, “Jika kedua macam emosi (sinta dan agama) berbicara dalam satu bahasa, namun terjadinyaitu bukanlah secara kebetulan”. Stanley Hall sesudah itu mencoba mempelajari keperibadian Isa Almasih dari segi Ilmu Jiw Perkembangan dan teori Freud. Pendapatnya tersebutterdapat dalam dua buku :
1.      Stanley Hall, Adolescence, vol. II ch. XIV
2.      Stanley Hall, Jesus the Christ, 1917.

PENDIDIKAN AGAMA BAGI ANAK
a.       Pembinaan pribadi anak
Orang tua adlah penbina pribadi yang pertama dalam hidup anak.
Hubungan orang tua sesame mereka sangat mempengaruhi pertumbuhan jiwa anak. Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang, akan membawa kwpada pembinaan pribadi yang tenang, terbuka dan mudah dididik, karena ia mendapat kesempatan yang cukup dan baik untuk pertumbuhan  dan berkembang. Tapi hubungan orang tua yang tidak serasi, banyak perselisihan dan perkecokan akan membawa anak kepada pertumbuhan pribadi yang sukar dan tidak mudah dibentuk, karena ia mendapat suasana yang baik untuk berkembang, msebab selalu terganaggu oleh suasana orang tuanya.
b.      Perkembangan agama pada anak
Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0 – 12 tahun.
Sianak mulai mengenal Tuhan melalui orang tua dan lingkungann keluarganya. Kata-kata, sikap, tindakan dan perbuatan orang tua, sangat mempengaruhi perkembagan agama pada anak.
Bekal pertama adalah pribadi guru agama itu sendiri, dia harus mempunyai pribadi yang dapat dijadika contoh dari pendidikan agama yang akan dibawakannya kepada akan-anak.
Bekal kedua adalah pengertian dan kemampuannya untuk memahami perkembangan jiwa anak serta perbedaan perorangan antara seorang anak dan lainnya. Guru agama, juga harus menguasai ilmu-ilmu alat seperti didaktif, metodik dan sebagainya.
c.       Pembiasan Pendidikan pada anak
Untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang beik yang diharapkan nanti dia akan mempunyai sifat-sifat itu, dan menjauhi sufat sifat tercela.
Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah seperti sembahyang, do’a, membaca Al-Quran, harus dibiasakan sejak kecil, sehingga lama kelamaan akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut.


PERKEMBANGAN JIWA DAN AGAMA
a.       Pendidikan Agama
Pendidikan agama itu, akan lebih berkesan dan berhasil guna, serta berdaya guna, apabila seluruh lingkungan hidup, yang ikut mempengaruhi pembinaan pribadi anak(keluarga, sekolah, dan masyarakat), sama-sama mengarahkepada jiwa agama pada anak.
b.      Perkembangan Agama pada anak
Bermacam-macam cara pembagian umur pertumbuhan yang dibuat oleh para ahli jiwa, tapi pada umumnya perbedaan yang terdapat antara mereka tidaklah dalam hal-hal yang pokok. Salah satu pendapat yang membagi umur anak kepada masa kanak-kanak ( ± 0 – 12 ), masa remaja ( ± 13 – 21 )dan masa dewasa diatas umur 21 tahun.
c.       Kanak-kanak pada Tahun-tahun Pertama ( 0 – 6 )
Si anak mulai mengenal Tuhan dan agama, melalui orang-orang dalam lingkun tempat mereka hidup. Jika mereka lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang beragama, mereka akan mendapat pengalaman agama itu melalui ucpan, tindakan dan perlakuan. Kata Tuhan yang pada mulanya mungkin tidak menjadi perhatiannya, tapi lama-kelamaan akan menjadi perhatiannya. Ketika kata itu di ucapkan, maka perhatiannya akan bertambah, yang lama kelamaan menimbulkan pertanyaan dalam hatinya, siapa Tuhan itu? Karena itu anak pada umur 3 atau 4 tahun mulai menanyakan hal itu kepada orang tua mereka.
d.      Anak-anak pada Umur Sekolah ( 6 – 12 )
Semakin besar si anak, semakin bertambah fungsi agama baginya, misalnya pada umur 10 tahun keatas, agama mempunyai fungsi moralo dan social bagi anak. Ia dapat mulai menerima bahwa nilai-nilai agama lebih tinggi dari nilai-nilai pribadi atau nilai-nilai keluarga, si anak mulai mengerti bahwa agama bukan kepercayaan pribadi atau kleluarga, anakn tetapi kepercayaan masyarakat.
e.       Masa remaja pertama ( 13 – 16 )
Kelenjar-kelenjar yang mengalir dalam tubuhnya berubah, dimana kelenjar kanak-kanak (thymus dan pineal) berhenti mengalir dan berganti dengan kelenjar seks (gonad), yang mempunyai fungsi memprodusir hormone-hormone, sehingga bertumbuh lah tanda-tanda seks sekunder pada anak, seperti perubahan suara, tumbuhnya rambut-rambut pada pangkal pipi, kumis dan sebagainya pada anak-anak laki-laki dan membesarnya pinggul , payudara dan kelenjar air susu pada anak-anak perempuan. Selanjutnya mengakibatkan pengalaman mimpi pada laki-laki dan mulai dating bulan (haid) bagi wanita.
            Perlu pula diingat oleh guru agama bahwa perkembangan kecerdasan remaja, telah sampai kepada mampu memahami hal yang abstrak pada umur 12 tahun dan mampu mengambil kesimpulan yang abstrak dari kenyataan yang dilihat atau di dengarnya, maka pendidikan agama tidak akan diterimnya begitu saja tanpa memahaminya.
f.       Masa remaja terakhir ( 17 – 21 )
Diantara sebab kegoncangan perasaan, yang sering terjadi pada masa remaja terakhir itu adalah pertentangan dan ketidak serasian yang terdapat dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Kegoncangan dalam keluarga misalnya, hubungan ibu,bapak dan anak-anak yang kurang erat dan sebagainya, disekolah mungkinterasa oleh remaja adanya pertentangan antara ajaran agama dan pengetahuan umum.



PEMBINAAN KEHIDUPAN BERAGAMA BAGI REMAJA
            Kehidupan beragama itu adalah bahagian dari kehidupan itu sendiri, sikap atau tindakan seseorang dalam hidupnya tidak lain dari pantulan pribadi yang bertumbuh dan berkembang sejak ia lahir bahkan telah mulai sejak dalam kandungan.
a.       Cirri-ciri Masa Remaja Terakhir
Masa remaja kira-kira mulai pada umur 13 tahun, yang ditandai dengan masuknya anak kepada masa puber, yaitu pertumbuhan seks yang membedakan anak dan remaja, yang tampak pada perubahan jasmani dari luar dan perubahan kelenjar-kelenjar yang mengalir dalam tubuhnya, yaitu pengetahuan kelenjar kanak-kanak dan mulainya kelenjar dewasa, yang mengakibatkan bertumbuhnya tanda-tanda jenis kelamin pada anak-anak.
            Masa remaja itu terbagi dua tingakat, yaitu pertama masa remaja pertama, kira-kira dari umur 13 sampai dengan umur 16 tahun, di mana pertumbuhan jawmani dan kecerdasan berjalan sangat cepat. Dan kedua masa remaja terakhir, kira-kira dari umur 17 sampai dengan umur 21 tahun, yang merupakan pertumbuhan/perubahan terakhir dalam pembinaan pribadi dan social. Sedangkan kemantapan beragama biasanya dicapai pada umur 24 tahun.

KONVERSI AGAMA
            Yang dengan sendirinya konversi agama berarti terjadinya suatu perubahan keyakinan yang berlawanan arah dengan keyakinan semula.
            Walter Houston Clark dalam bukunya “The Psychology of Religion” memberikan definisi konversi sebagai berikut.
Konversi agama sebagai suatu macam petumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindakan agama. Lebih jelas dan lebih tegas lagi, konversi agama menunukkan bahwa suatu perubahan omosi yang tiba-tiba kearah yang mendapat hidayah Allah secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal. Dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.
Masalah-masalah yang patut di teliti oleh Ilmu Jiwa Agama tentang konversi agama itu, antara lain ialah:
1.      Proses Konversi Agama
Ada yang terjadi dlam sekejap mata dan ada pula yang berangsur-angsur. Namun dapat dikatakan, bahwa tiap-tiap konversi agama itu melalui proses-proses jiwa sebagai berikut :
1.      Masa tenang pertama, masa tenang sebelum mengalami konversi, dimana segala sikap, tingkah laku dan sifat-sifatnya acuh tak acuh menentang agama.
2.      Masa ketidak tenangan; konflik dan pertentangan bathin dan sebagainya, baik disebabkan oleh moralnya, kekecewaan atau oleh apapun juga.
3.      Peristiwa konversi itu  sendiri telah masa goncang itu mencapai puncaknya, maka terjadilah peristiwa konversi itu sendiri.
4.      Keadaan tentram dan tenang. Setealh krisis konversi lewat dan masa menyerah dilalui, maka timbullah perasaan atau kondisi jiwa yang baru, rasa aman danmai dihati, tiada lagi dosa yang tidak diampuni Tuhan; tiada kesalahan yang patut disesali, semuanya telah lewat, segala persoalan menjadi enteng dan terselesaikan.
5.      Ekspresi konversi dalam hidup. Tingkat terakhir dari konversi itu adalah pengungkapan koncersi agama dalam tindak-tanduk, kelakuan, sikap dan perkataan dan seluruh jalan hidupnya berubah mengikuti aturan –aturan yang diajarkan oleh agama.