oleh Drs.H.Mutawalli, M.Pd.I
Dalam Al-Qur-an, banyak sekali ayat-ayat yang menunjukkan kaeadaan
jiwa orang yang beriman dan sebaliknya orang kafir, sikap , tingkah
laku, do’a-do’a, bahkan mengenai kesehatan mental pun, banyak terdapat
ayat-ayat, yang berbicara tentang penyakit dan gangguan kejiwaan, serta
kelainan sifat dan sikap yang terjadi karena kegoncangan kepercayaan
dan sebagainya. Disampoing itu dapat pula ditemukan ayat-ayat yang
berbicara tentang perawatan jiwa.
Karena itu, untuk menentukan dengan pasti kapan agama itu mulai
deteliti secara pisikologis agak sukar, barangkali tidak mungkin. Karna
dalam agama itu sendiri sudah terkandung Ilmu Jiwa, bahkan sebagian
besar dari ajaran agama merupakan bimbingan yang tidak dapat dilepaskan
dari kejiwaan.
Namun penelitian agama secara Ilmu Jiwa modern, memang masih sangat
muda. Karena penelitian modern dalam Ilmu Jiwa bertumbuh dari Filsafat,
dan Ilmu Jiwa Agama pun demikian.
Ilmu Jiwa bukanlah ilmu yang pertama-tama meneliti aspek-aspek agama
secara obyektif. Telah banyak ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang
mempelajari masalah-masalah tersebut, misalnya Sejarah Agama-agama di
dunia dan Ilmu Sosiologi mempelajari tingkah laku orang dalam kelompok
tanpa memperhitungkan perbedaan kebudayaan yang ada. Antropologi Sosial
lebih banyak menumpahkan perhatiannya kepada kebudayaan dan sub
kebudayaan. Baik dalam Sosiologi, mapun Antropologi Sosial, agama
merupakan masalah penting yang tidak dapat dilewatkan begitu saja
dalam penelitian-penelitiannya.
Dapat dikatakan bahwa yang mula-mula berani mengemukakan hasil
penelitiannya secara ilmiah tentang agama ialah Frazer dan Taylor.
Mereka membentangkan bermacam-macam agama primitif dan menemukan
persamaan yang sangat jelas antara berbagai bentuk ibadah pada agama
Kristen dan ibadah orang-orang Primitif. 1) Dan pikiran-pikiran yang
terdapat dalam agama Kristen, juga telah terdapat dalam agama-agama
Primitif itu seperti : Pengorbanan karena dosa warisan, keingkaran,
hari berbangkit dan sebagainya. Hasil penelitian Frazel dan Taylor
tersebut telah membangkitkan perhatian ahli-ahli untuk memandang agama
sebagai suatu aspek kehidupan manusia yang dapat diteliti dan
dipelajari seperti aspek-aspek lainnya dalam kehidupan manusia.
Maka mulailah Ilmu Jiwa mengumpulkan bahan-bahan yang dikemukankan
oleh ahli-ahli tersebut, ditambah pula dengan meneliti riwayat hidup
dan hasil karya ahli-ahli tasawuf dan ulama –ulama terkenal. Ilmu Jiwa
Agama mendapatkan bahan-bahan dari ilmu-ilmu pengetahuan terdahulu
seperti sejarah agama yang mempelajari agama dari segi hasil sosialnya
seperti ibadah, legenda-legenda (mitos-mitos), kepercayaan-kepercayaan,
undang-undang kependetaan dan sebagainya. Dengan itu Ilmu jiwa Agama
dapt mengumpulkan data-data tentang kehidupan beragama pada orang-orang
Primitif. Tugas Ilmu Jiwa hanyalah menyingkapkan rahasia yang
terkandung dalam hati tiap-tiaporang terhadap agama itu.
Demikianlah pula halnya dengan hasil-hasil penelitian yang
dikemukakanoleh ahli-ahli sosiologi. Yang dapat menerangkan segi-segi
social dalam agama, tapi tidak menyinggung kehidupa beragama dalam
masing-masing individu. Ini adalah tugas Ilmu Jiwa Agama.
Di bawah ini akan kita kemukakan beberapa ahli yang mempunyai peranan
penting dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Jiwa Agama.
Dapat dikatakan bahwa pendekatan ilmiah dalam Ilmu Jiwa Agama dimulai
pada tahun 1881, ketika G. Stanley Hall sebagai salah seorang ahli Ilmu
Jiwa dimasa itu, mempelkajari peristiw konversi agama dan remaja.
TOKOH-TOKOH
1. Edwin Diller Srtarbuck
Gerakan
baru terhadap penelitian ilmiah dalam bidang Ilmu Jiwa Agama dimulai
pada tahun 1899 yaitu dengan keluarnya buku Starbuck pada pada tahun
1899 dengan judul “The PsyChology of Religion, An Empirical Study of
the Growth of Regilious Consciousness”. Buku yang mengupas pertumbuahn
perasaan agama pada orang.
Starbuck adalah salah satu seorang murid dari William James. Akan
tetapi dalam bidang Ilmu Jiwa Agama ia mwlampaui gurunya. Karena ketika
bukunya diatas terbit, penelitian William james belum mendalan dan
belum berkembang dalam bidang itu. Karena itu dapat dikatakan bahwa
perhatian James timbul dan berkembang karna hasil karya muridnya itu.
Memang James selalu mendorong muridnya yang cerdas itu untuk mengadakan
penelitian ilmiah/emperis dapam pertunbuhan Jiwa Agama dan Konversi
agama. Pada itu Starbuck dipindahkan ke Clark University, di mana ia
meneruskan penelitiannya dengan dorognan dari G. Stanley Hall, yang
menjadi Rektor pada Universitas tersebut. Penelitiannya itulah yang
dapt dianggap sebagai suatu riset ilmiah yang sistematis dalam bidang
Ilmu Jiwa Agama, yang dimuat dalam bukunya itu.
2. George Albert Coe
Semasa
dengan Starbuck, George Albert Coe juga menaruh perhatian banyak
terhadap penelitian ilmiah dalam bidang Ilmu Jiwa Agama. Dia menggunakan
hypnotis dalam usahanya untuk mencari hubungan antara reaksi-reaksi
agamis : dengan watak (temperamen). Bukunya dalam hal ini terbit pada
tahun 1900 dengan judu; “The Spiritual Life”. Dalam bukunya itu, Coe
agak menentang penekanan tentang konversi. Dia mementingkan perkembangan
agama remaja, dimana diterangkannya bahwa banyak peristiwa konflik dan
kegoncangan agama yang membawa kepada perkembangan agama yang normal
dan benar. Dalam hidupnya Coe adalah seorang penasehat terkenal dalam
menggunakan metode emperis dalam penelitian ilmu Jiwa dan pendidikan
agama. Kemudian pada tahun 1916 terbit pula karangannya dengan judul
“The Psychology of Religion”. Kedua karangan itulah yang membuat
besarnya pengaruh Coe dlam bidang Ilmu Jiwa Agama.
3. James H. Leuba
Leuba
termasuk salah seorang yang pertama-tama meneliti agama dari segi Ilmu
Jiwa, beberapa tahun lamanya ia mengajar pada Bryn Mawr College. Dia
mempunyai pandangn obyektif, sehingga ia berusaha keras untuk
menjauhakan Ilmu Jiwa Agama dari unsur-unsur kepercayaan, yang tidak
dapat dilakukan padanya percobaan-percobaan ilmiah atau pemikiran logis.
Ia menetapkan bahwa Zat Allah bukanlah suatu obyek yang dapat diteliti
oleh Ilmu Jiwa; kendatipun orang dapat sampai kepada keyakinan kepada
Tuhan, nemun jalan yang ditempuhnya bukanlah metode eksperimen. Bahkan
lebih jauh dia berusaha mengumpulkan kembali semua definisi-definisi
yang pernah dibuat orang tentang agama, tak kurang dari 48 teori. Dia
berkesimpulan bahwa usaha untuk membuat definisi tentang agama itu tak
ada gunanya, karena hanya merupakan kepandaian bersila lidah.
Leuba dalam penelitian dan keteranggannya condong kepada menjelaskan
phenomena agama dengan cara fisik (alamiyah), misalnya dikemukakannya
persaman antara kefanaan seorang mistik dengan orang-orang yang kena
pengaruh minuman keras. Pendapatnya pernah dimuat dalam The Monist vol.
XI Januari 1901 dengan judul “Introduction to a Psychological Study of
Religion”. Kemudian pada tahun 1912 bditerbitkan buku dengan judul : “A
Psychological Study of Religion”.
Kemudian Leuba diikuti pula oleh ahli-ah li lain, yang juga meneliti
dan menerangkan agama dari segi fisik, dimana dicarinya syarat-syarat
organ dan fisik bagi semua aspek agama misalnya (kemungkinan melihat
Allah secara langsung, fanannya ahli –ahli tasawuf, perubahan keyakinan
yang sangat dan sebaginya). Untuk itu segala persyaratan dan dan
kondisi di tentukan pula seperti (umur, jenis kelamin, suku bangsa,
watak, kesehatan dan sebagainya). Juga masalah yang berhubungan dengan
perubahan yang terjadi pada otak. Akan tetapi hasil yang mereka capai
dalam bidang ini, kurang memberikan manfaat dalam perkembangan Ilmu Jiwa
Agama.
4. Stanley Hall
Stanley
Hall juga menggunakan cara-cara yang sama dengan Leuba dalam
menerangkan fakta-fakta agamis, yaitu dengan tafsiran materialistis, di
mana ia telah berusaha mempelajari perasaan agama, terutama mengenai
peristiwa konversi pada remaja, dengan menggunakan angket dan
statistic.
Dalam
penelitiannya terhadap remaja-remaja pada tahun 1904, ditemukannya
persesuaian antara pertumbuahn jiwa agama pada tiap individu, dengan
pertumbuhan emosi dan kecenderungan terhadap jenis lain. Maka umuyr
dimana jiwa muali terbuka untuk cinta, maka pada umur itu pulalah
timbulnya perasaan-perasaan agama yang ekstrim. Ia juga menemukan
beberapa persamaan antara fakta-fakta konversi dan cinta pertama karena
kedua fakta tersebut (menurut dia) adalah terbukanya jiwa kepada rasa
kemanusiaan, yang mulai dihadapkan keluar pada masa remaja, sedang
sebelum itu, terpusat pada kesibukan-kesibukan diri sendiri (egoistis)
yang kedua-duanya diambil oleh manusia dari dirinya sendiri. Akhirnya ia
berkata, “Jika kedua macam emosi (sinta dan agama) berbicara dalam
satu bahasa, namun terjadinyaitu bukanlah secara kebetulan”. Stanley
Hall sesudah itu mencoba mempelajari keperibadian Isa Almasih dari segi
Ilmu Jiw Perkembangan dan teori Freud. Pendapatnya tersebutterdapat
dalam dua buku :
1. Stanley Hall, Adolescence, vol. II ch. XIV
2. Stanley Hall, Jesus the Christ, 1917.
PENDIDIKAN AGAMA BAGI ANAK
a. Pembinaan pribadi anak
Orang tua adlah penbina pribadi yang pertama dalam hidup anak.
Hubungan
orang tua sesame mereka sangat mempengaruhi pertumbuhan jiwa anak.
Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang, akan membawa
kwpada pembinaan pribadi yang tenang, terbuka dan mudah dididik, karena
ia mendapat kesempatan yang cukup dan baik untuk pertumbuhan dan
berkembang. Tapi hubungan orang tua yang tidak serasi, banyak
perselisihan dan perkecokan akan membawa anak kepada pertumbuhan pribadi
yang sukar dan tidak mudah dibentuk, karena ia mendapat suasana yang
baik untuk berkembang, msebab selalu terganaggu oleh suasana orang
tuanya.
b. Perkembangan agama pada anak
Perkembangan
agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang
dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan yang pertama (masa
anak) dari umur 0 – 12 tahun.
Sianak
mulai mengenal Tuhan melalui orang tua dan lingkungann keluarganya.
Kata-kata, sikap, tindakan dan perbuatan orang tua, sangat mempengaruhi
perkembagan agama pada anak.
Bekal
pertama adalah pribadi guru agama itu sendiri, dia harus mempunyai
pribadi yang dapat dijadika contoh dari pendidikan agama yang akan
dibawakannya kepada akan-anak.
Bekal
kedua adalah pengertian dan kemampuannya untuk memahami perkembangan
jiwa anak serta perbedaan perorangan antara seorang anak dan lainnya.
Guru agama, juga harus menguasai ilmu-ilmu alat seperti didaktif,
metodik dan sebagainya.
c. Pembiasan Pendidikan pada anak
Untuk
membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin
dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya
untuk melakukan yang beik yang diharapkan nanti dia akan mempunyai
sifat-sifat itu, dan menjauhi sufat sifat tercela.
Latihan-latihan
keagamaan yang menyangkut ibadah seperti sembahyang, do’a, membaca
Al-Quran, harus dibiasakan sejak kecil, sehingga lama kelamaan akan
tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut.
PERKEMBANGAN JIWA DAN AGAMA
a. Pendidikan Agama
Pendidikan
agama itu, akan lebih berkesan dan berhasil guna, serta berdaya guna,
apabila seluruh lingkungan hidup, yang ikut mempengaruhi pembinaan
pribadi anak(keluarga, sekolah, dan masyarakat), sama-sama
mengarahkepada jiwa agama pada anak.
b. Perkembangan Agama pada anak
Bermacam-macam
cara pembagian umur pertumbuhan yang dibuat oleh para ahli jiwa, tapi
pada umumnya perbedaan yang terdapat antara mereka tidaklah dalam
hal-hal yang pokok. Salah satu pendapat yang membagi umur anak kepada
masa kanak-kanak ( ± 0 – 12 ), masa remaja ( ± 13 – 21 )dan masa dewasa diatas umur 21 tahun.
c. Kanak-kanak pada Tahun-tahun Pertama ( 0 – 6 )
Si
anak mulai mengenal Tuhan dan agama, melalui orang-orang dalam lingkun
tempat mereka hidup. Jika mereka lahir dan dibesarkan dalam keluarga
yang beragama, mereka akan mendapat pengalaman agama itu melalui ucpan,
tindakan dan perlakuan. Kata Tuhan yang pada mulanya mungkin tidak
menjadi perhatiannya, tapi lama-kelamaan akan menjadi perhatiannya.
Ketika kata itu di ucapkan, maka perhatiannya akan bertambah, yang lama
kelamaan menimbulkan pertanyaan dalam hatinya, siapa Tuhan itu? Karena
itu anak pada umur 3 atau 4 tahun mulai menanyakan hal itu kepada
orang tua mereka.
d. Anak-anak pada Umur Sekolah ( 6 – 12 )
Semakin
besar si anak, semakin bertambah fungsi agama baginya, misalnya pada
umur 10 tahun keatas, agama mempunyai fungsi moralo dan social bagi
anak. Ia dapat mulai menerima bahwa nilai-nilai agama lebih tinggi dari
nilai-nilai pribadi atau nilai-nilai keluarga, si anak mulai mengerti
bahwa agama bukan kepercayaan pribadi atau kleluarga, anakn tetapi
kepercayaan masyarakat.
e. Masa remaja pertama ( 13 – 16 )
Kelenjar-kelenjar
yang mengalir dalam tubuhnya berubah, dimana kelenjar kanak-kanak
(thymus dan pineal) berhenti mengalir dan berganti dengan kelenjar seks
(gonad), yang mempunyai fungsi memprodusir hormone-hormone, sehingga
bertumbuh lah tanda-tanda seks sekunder pada anak, seperti perubahan
suara, tumbuhnya rambut-rambut pada pangkal pipi, kumis dan sebagainya
pada anak-anak laki-laki dan membesarnya pinggul , payudara dan kelenjar
air susu pada anak-anak perempuan. Selanjutnya mengakibatkan
pengalaman mimpi pada laki-laki dan mulai dating bulan (haid) bagi
wanita.
Perlu pula diingat oleh guru agama bahwa perkembangan kecerdasan
remaja, telah sampai kepada mampu memahami hal yang abstrak pada umur
12 tahun dan mampu mengambil kesimpulan yang abstrak dari kenyataan
yang dilihat atau di dengarnya, maka pendidikan agama tidak akan
diterimnya begitu saja tanpa memahaminya.
f. Masa remaja terakhir ( 17 – 21 )
Diantara
sebab kegoncangan perasaan, yang sering terjadi pada masa remaja
terakhir itu adalah pertentangan dan ketidak serasian yang terdapat
dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Kegoncangan dalam keluarga
misalnya, hubungan ibu,bapak dan anak-anak yang kurang erat dan
sebagainya, disekolah mungkinterasa oleh remaja adanya pertentangan
antara ajaran agama dan pengetahuan umum.
PEMBINAAN KEHIDUPAN BERAGAMA BAGI REMAJA
Kehidupan beragama itu adalah bahagian dari kehidupan itu sendiri,
sikap atau tindakan seseorang dalam hidupnya tidak lain dari pantulan
pribadi yang bertumbuh dan berkembang sejak ia lahir bahkan telah mulai
sejak dalam kandungan.
a. Cirri-ciri Masa Remaja Terakhir
Masa
remaja kira-kira mulai pada umur 13 tahun, yang ditandai dengan
masuknya anak kepada masa puber, yaitu pertumbuhan seks yang membedakan
anak dan remaja, yang tampak pada perubahan jasmani dari luar dan
perubahan kelenjar-kelenjar yang mengalir dalam tubuhnya, yaitu
pengetahuan kelenjar kanak-kanak dan mulainya kelenjar dewasa, yang
mengakibatkan bertumbuhnya tanda-tanda jenis kelamin pada anak-anak.
Masa remaja itu terbagi dua tingakat, yaitu pertama masa remaja
pertama, kira-kira dari umur 13 sampai dengan umur 16 tahun, di mana
pertumbuhan jawmani dan kecerdasan berjalan sangat cepat. Dan kedua
masa remaja terakhir, kira-kira dari umur 17 sampai dengan umur 21
tahun, yang merupakan pertumbuhan/perubahan terakhir dalam pembinaan
pribadi dan social. Sedangkan kemantapan beragama biasanya dicapai pada
umur 24 tahun.
KONVERSI AGAMA
Yang dengan sendirinya konversi agama berarti terjadinya suatu
perubahan keyakinan yang berlawanan arah dengan keyakinan semula.
Walter Houston Clark dalam bukunya “The Psychology of Religion” memberikan definisi konversi sebagai berikut.
Konversi
agama sebagai suatu macam petumbuhan atau perkembangan spiritual yang
mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap
ajaran dan tindakan agama. Lebih jelas dan lebih tegas lagi, konversi
agama menunukkan bahwa suatu perubahan omosi yang tiba-tiba kearah yang
mendapat hidayah Allah secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin
saja sangat mendalam atau dangkal. Dan mungkin pula terjadi perubahan
tersebut secara berangsur-angsur.
Masalah-masalah yang patut di teliti oleh Ilmu Jiwa Agama tentang konversi agama itu, antara lain ialah:
1. Proses Konversi Agama
Ada
yang terjadi dlam sekejap mata dan ada pula yang berangsur-angsur.
Namun dapat dikatakan, bahwa tiap-tiap konversi agama itu melalui
proses-proses jiwa sebagai berikut :
1. Masa
tenang pertama, masa tenang sebelum mengalami konversi, dimana segala
sikap, tingkah laku dan sifat-sifatnya acuh tak acuh menentang agama.
2. Masa
ketidak tenangan; konflik dan pertentangan bathin dan sebagainya, baik
disebabkan oleh moralnya, kekecewaan atau oleh apapun juga.
3. Peristiwa konversi itu sendiri telah masa goncang itu mencapai puncaknya, maka terjadilah peristiwa konversi itu sendiri.
4. Keadaan
tentram dan tenang. Setealh krisis konversi lewat dan masa menyerah
dilalui, maka timbullah perasaan atau kondisi jiwa yang baru, rasa aman
danmai dihati, tiada lagi dosa yang tidak diampuni Tuhan; tiada
kesalahan yang patut disesali, semuanya telah lewat, segala persoalan
menjadi enteng dan terselesaikan.
5. Ekspresi
konversi dalam hidup. Tingkat terakhir dari konversi itu adalah
pengungkapan koncersi agama dalam tindak-tanduk, kelakuan, sikap dan
perkataan dan seluruh jalan hidupnya berubah mengikuti aturan –aturan
yang diajarkan oleh agama.